Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

VASKULITIS

Logo rs

Oleh:

Mita Sofiani

219041010..

Dosen Pembimbing

dr. …, Sp.

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ….


KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah
antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, yaitu dr. …, Sp… yang memberikan bimbingan dalam
menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Referat ini membahas terkait definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, dan manajemen penatalaksanaan, prognosis, KIE.

Kami menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu kami
dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu
dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalahini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kepanjen, 9 Desember 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

REFERAT.................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................................2
1.4. Manfaat......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1. Definisi........................................................................................................................3
2.2. Etiologi........................................................................................................................3
2.3. Patofisiologi................................................................................................................3
2.4. Klasifikasi...................................................................................................................4
2.5. Gambaran Klinis.......................................................................................................6
2.6. Diferential Diagnosis.................................................................................................8
2.7. Penegakan Diagnosis.................................................................................................8
2.8. Pemeriksaan penunjang............................................................................................8
2.9. Penatalaksanaan......................................................................................................13
BAB III PENUTUP................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vaskulitis adalah peradangan pada pembuluh darah yang menyebabkan perubahan


pada dinding pembuluh darah. Perubahan yang dapat terjadi pada dinding pembuluh darah
antara lain penebalan, penyempitan, pelemahan, dan munculnya bekas luka. Perubahan
tersebut dapat menghambat aliran darah, dan mengakibatkan kerusakan pada organ dan
jaringan tubuh. Penyakit yang juga dikenal dengan nama angiitis atau arteritis ini memiliki
beberapa jenis yang jarang terjadi. Di antara jenis vaskulitis tersebut, ada yang menyerang
satu organ tertentu saja, seperti otak, mata, atau kulit. Namun, ada juga jenis yang menyerang
banyak organ sekaligus (Hasan, 2017).

Vaskulitis memiliki klasifikasi yang berbeda-beda sehingga memiliki distribusi


geografi yang berbeda-beda pula. Giant cell arteritis merupakan jenis vaskulitis yang paling
umum dengan kejadian yang paling tinggi pada populasi keturunan Skandinavia, dimana
kejadian tahunan mencapai 15 sampai 35 / 100.000 pada usia> 50 tahun. Takayasu Arteritis
memiliki insiden global yang relatif seragam antara satu hingga dua / juta. Vaskulitida
dengan ANCA memiliki insiden keseluruhan 20 / juta dengan onset puncak pada 65 hingga
74 tahun. Granulomatosis Wegener lebih banyak di Eropa utara dibandingkan dengan
poliangiitis mikroskopis, yang lebih banyak di Eropa selatan. Henoch-Schönlein purpura
adalah bentuk vaskulitis masa kanak-kanak yang paling umum di Barat dengan insiden 20 /
100.000 pada usia <17 tahun, tetapi lebih jarang pada orang dewasa (13 / juta). Penyakit
Kawasaki paling sering terjadi pada populasi anak-anak di Asia Tenggara; di Jepang
kejadiannya 500 / juta pada usia <5 tahun, 50% kasus terjadi pada mereka yang berusia <2
tahun (Watts and Scott, 2004).

Penegakan diagnose dari vasculitis juga membutuhkan pemeriksaan yang rumit mulai
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Mengedukasi pasien tentang
tanda dan gejala, dan memantau efek samping yang khas sangat membantu. Banyak pasien
akan mengalami perjalanan penyakit yang relatif jinak, dengan sendirinya, terutama jika
penyakitnya terbatas pada kulit; namun, untuk pasien dengan penyakit agresif, seperti
vasculitis dengan ANCA, sangat penting untuk memulai pengobatan tanpa penundaan
(Sharma et al., 2011). Sehingga diperlukan pemahaman para dokter dalam mengenali serta

1
mengobati pasien dengan vasculitis. Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk
membuat referat dengan topik vasculitis.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana definisi, etiologi, dan patofisiologi Vaskulitis?
1.2.2. Bagaimana cara penegakan diagnosa, klasifikasi, dan penatalaksanaan
Vaskulitis?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk memahami definisi, etiologi dan patofisiologi vasculitis.
1.3.2. Untuk memahami cara penegakan diagnose, klasifikasi, dan penatalaksanaan
vasculitis.
1.4. Manfaat

Menambah wawasan keilmuan dari tinjauan pustaka tentang penyakit vaskulitis,


mempermudah pemahaman penulis dan pembaca tentang penyakit vaskulitis, dan
mengetahui tentang pernatalaksanaan pasien dengan vasculitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Vaskulitis adalah inflamasi pada dinding pembuluh darah, yang dapat berupa
vaskulitis primer atau sekunder akibat penyakit yang mendasari. Vaskulitis ditandai dengan
adanya infiltrasi sel inflamasi dan diikuti oleh nekrosis dinding pembuluh darah. Proses
inflamasi pada pembuluh darah dapat muncul dalam banyak bentuk klinis tergantung pada
ukuran pembuluh darah yang dikenai dan lokasi yang terlibat. Pembuluh darah yang terkena
dapat arteri atau vena dengan berbagai ukuran, dengan penyebab primer atau sekunder akibat
penyakit lain seperti infeksi, penyakit kolagen, keganasan atau akibat obat (Hidayat and
Raveinal, 2020).

2.2. Etiologi

Hingga saat ini belum diketahui apa penyebab vaskulitis. Beberapa tipe vaskulitis
berhubungan dengan faktor genetik, sedangkan jenis vaskulitis lain terjadi akibat gangguan
sistem kekebalan tubuh yang berbalik menyerang pembuluh darah. Gangguan sistem imun
tersebut dapat dipicu oleh beberapa kondisi, seperti (Shiel, 2018):

 Reaksi tubuh terhadap obat-obatan.


 Infeksi, seperti hepatitis B dan hepatitis C.
 Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis, lupus, atau skleroderma.
 Kanker darah.
2.3. Patofisiologi

Patogenesis vasculitis masih belum dipahami. Tiga kemungkinan mekanisme


kerusakan vaskular adalah deposisi kompleks imun, ANCA (humoral respon), dan respon
limfosit T dengan pembentukan granuloma (yang dimediasi sel). Hasil akhir dari berbagai
jalur ini adalah aktivasi sel endotel, kemudian terjadi obstruksi pembuluh darah. Obstruksi
pembuluh darah terjadi akibat peradangan sehingga dinding pembuluh darah menebal dan
membuat rongga pembuluh darah menyempit. Akibatnya, jumlah darah yang menyuplai
jaringan serta organ tubuh akan berkurang dan terjadi iskemia jaringan. Hal ini dapat
menyebabkan perdarahan di jaringan sekitarnya dan dalam beberapa kasus, melemahnya
dinding pembuluh darah mengarah pada pembentukan aneurisma. Hampir pada semua
bentuk vaskulitis, peristiwa pemicu yang memulai dan mendorong respons inflamasi ini tidak

3
diketahui. Banyak vaskulitis pembuluh kecil memiliki kekurangan simpanan imun vaskuler
dan oleh karena itu, mekanisme lain dari vaskulitis pauci-imun ini masih terus diteliti
(Sharma et al., 2011).

2.4. Klasifikasi
Banyak klasifikasi vaskulitis yang telah diajukan. Salah satunya American College of
Rheumatology memiliki kriteria klasifikasi untuk tujuh vaskulitis primer yaitu: polyarteritis
nodosa, Churg-Strauss syndrome, Wegener granulomatosis, hypersensitivity vasculitis,
Henoch-Schönlein purpura, giant cell arteritis, dan Takayasu arteritis. Kriteria American
College of Rheumatology dirancang untuk studi penelitian, tetapi sering digunakan sebagai
diagnosis. Namun ACR tidak memasukkan uji antineutrophilic cytoplasmic antibody
(ANCA), biopsy, dan angiografi sebagai diagnosis vasculitis. Sehingga dianggap kriteria
diagnosis ini memiliki reliabilitas yang jelek ketika diaplikasikan ke kasus (Sharma et al.,
2011).
Kemudian pada tahun 1994 Chapel Hill Consensus Conference mengusulkan sebuah
nomenklatur yang mendefinisikan 10 vaskulitis primer berdasarkan ukuran pembuluh (besar,
sedang, dan kecil; Tabel 1). Nomenklaturnya mencakup poliangiitis mikroskopis dan
mendefinisikannya sebagai vaskulitis yang melibatkan pembuluh mikroskopis (arteriol,
venula, dan kapiler kecil) yang tidak ada pada American College of Rheumatology.
Poliangiitis mikroskopis dibedakan dari poliarteritis nodosa dengan adanya keterlibatan
pembuluh darah mikroskopis. Dimana pada poliarteritis nodosa didefinisikan tidak
melibatkan pembuluh darah mikroskopis, termasuk tidak ada glomerulonefritis. Nomenklatur
tersebut juga menekankan pentingnya pengujian ANCA dalam diagnosis vaskulitis,
khususnya dalam membedakan granulomatosis Wegener dan poliangiitis mikroskopis pada
orang dengan keterlibatan paru dan ginjal. Keuntungan dari nomenklatur Konferensi
Konsensus Chapel Hill adalah kejelasan dan kesederhanaannya. Namun, kegunaannya
sebagai krteria diagnostic juga dipertanyakan. Tidak ada standar diagnostik yang
direkomendasikan untuk vaskulitis. Sehingga baik klasifikasi dari American College of
Rheumatology maupun Nomenklatur Chapel Hill Consensus Conference dapat digunakan
(Sharma et al., 2011).

Tabel 1. Klasifikasi Primary Systemic Vasculitis (Chapel Hill Consensus Conference


Nomenclature)

Vaskulitis Deskripsi
Pembuluh darah kecil

4
Churg Strauss syndrome Peradangan kaya eosinofil dan granulomatosa yang
melibatkan saluran pernapasan; vaskulitis nekrotikans
dari pembuluh kecil sampai sedang; berhubungan
dengan asma.
Cutaneus leukocytoclastic
Angiitis Angiitis leukositoklastik kulit terisolasi tanpa vaskulitis
sistemik atau glomerulonephritis.
Essential cryoglobulinemic
vasculitis Vaskulitis, dengan deposit imun krioglobulin, mengenai
kapiler, venula, atau arteriol; terkait dengan krioglobulin
serum; sering pada kulit dan glomeruli.
Henoch-Schönlein purpura
deposit imun Imunoglobulin A, mempengaruhi kapiler,
venula, atau arteriol; biasanya melibatkan kulit, usus,
dan glomeruli; berhubungan dengan arthralgia atau
Microscopic polyangiitis arthritis.

Vaskulitis nekrotikans, dengan sedikit atau tanpa deposit


imun, mempengaruhi kapiler, venula, atau arteriol, tetapi
dapat melibatkan arteri kecil dan sedang;
Wegener granulomatosis glomerulonefritis nekrotikans sangat umum; sering
terjadi kapileritis paru.

Peradangan granulomatosa yang melibatkan saluran


pernapasan, dan vaskulitis nekrotikans yang
memengaruhi kapiler, venula, arteriol, dan arteri; sering
terjadi glomerulonefritis nekrosis.
Pembuluh darah sedang
Kawasaki disease Arteritis yang melibatkan arteri koroner, tetapi aorta dan
vena juga dapat terlibat; berhubungan dengan sindrom
kelenjar getah bening mukokutan.

Polyarteritis nodosa Peradangan nekrosis pada arteri sedang atau kecil tanpa
disertai glomerulonefritis atau vaskulitis di arteriol,

5
kapiler, atau venula.
Pembuluh darah besar
Giant cell (temporal) Arteritis granulomatosa pada aorta dan cabang utamanya,
arteritis dengan predileksi pada cabang ekstrakranial dari arteri
karotis; sering melibatkan arteri temporal; berhubungan
dengan polymyalgia rheumatica.

Peradangan granulomatosa pada aorta dan cabang


Takayasu arteritis utamanya.

2.5. Gambaran Klinis

Pasien dengan vaskulitis biasanya memiliki gejala prodromal, gangguan


konstitusional, dan manifestasi organ spesifik. Pasien dapat datang ke dokter keluarga dengan
tanda atau gejala nonspesifik (misalnya demam, ruam, mialgia, artralgia, malaise, penurunan
berat badan) atau ke unit gawat darurat dengan gejala yang mengancam jiwa (misalnya,
hemoptysis masif, gagal ginjal). Manifestasinya bervariasi, tergantung pada ukuran, lokasi,
dan luasnya pembuluh darah yang terlibat (Sharma et al., 2011). Manifestasi klinis dari
berbagai bentuk vasculitis dibahas di Tabel 2.

Tabel 2. Gambaran Klinis Vaskulitis Sistemik Primer

Vaskulitis Keterlibatan Usia (tahun) Gambaran Klinis


Organ
Pembuluh darah kecil
Churg Strauss Saluran pernapasan, 50-60 Rinitis alergi, asma, eosinofilia
syndrome jantung perifer.

Cutaneus Kulit, ginjal 40-50 Recurrent palpable purpura,


leukocytoclastic polyarthralgia,
Angiitis glomerulonephritis.

Essential Kulit Semua umur


cryoglobulinemic Palpable purpura, cutaneous
vasculitis infarcts, necrotic papules,
urticaria.

6
Henoch- Kulit, GIT, ginjal, 3-8
Schönlein sendi
purpura Purpura, arthritis, abdominal
pain, gastrointestinal bleeding,
Microscopic Kulit, paru-paru, 50-60 glomerulonephritis.
polyangiitis jantung, ginjal,
hepar, GIT Palpable purpura, pulmonary
hemorrhage, glomerulonephritis.
Wegener Saluran pernapasan 40-50
granulomatosis atas dan bawah,
ginjal Pneumonitis with bilateral
nodular and cavitary infiltrates,
mucosal ulceration of
nasopharynx, chronic sinusitis,
glomerulonephritis.
Pembuluh darah sedang
Kawasaki Arteri coroner, 2-4 Fever, conjunctivitis,
disease aorta dan desquamating skin rash,
percabangannya pembesaran limfonodi cervical.

30-40 Fever, weight loss, hypertension,


Polyarteritis Organ visceral dan abdominal pain, melena,
nodosa renal, paru-paru peripheral neuritis, renal
ischemia.
Pembuluh darah besar
Giant cell cabang 50-60 Fever, visual disturbances, facial
(temporal) ekstrakranial dari pain and headache (often along
arteritis arteri karotis, sering the course of superficial
melibatkan arteri temporal artery).
temporal
Takayasu 30-40 Umumnya pada perempuan asia,
arteritis Aorta dan ditandai dengan penurunan
percabangan tekanan darah dan pelemahan
utamanya nadi pada ekstremitas atas,
disertai rasa dingin dan mati rasa

7
pada jari, , visual disturbances,
hypertension, neurologic deficit

2.6. Diferential Diagnosis

Sindroma antiphospholipid, atheroembolic disease, atheromatous vascular disease,


Cocaine and amphetamine abuse, hypersensitivity reactions, infective endocarditis, multiple
myeloma, paraneoplastic syndromes, secondary causes of vasculitis (rheumatoid arthritis,
systemic lupus erythematosus, scleroderma, hepatitis B and C infection, lymphoma, and solid
organ malignancy), sickle cell disease (Sharma et al., 2011).

2.7. Penegakan Diagnosis

Vaskulitis sistemik primer sulit didiagnosis karena manifestasi klinisnya mirip dengan
beberapa kondisi infeksi, neoplastik, dan autoimun. Upaya pertama yang harus dilakukan
yaitu menyingkirkan keganas dan penyakit menular. Usia pasien, jenis kelamin, dan asal
demografi atau etnis juga perlu diperimbangkan. Terakhir, jenis dan tingkat keterlibatan
organ serta ukuran pembuluh darah yang terlibat harus ditentukan. Gejala spesifik organ
tertentu mungkin merupakan petunjuk yang mengarah ke diagnosis yang lebih spesifik
(Tabel 2). Diagnosis pasti dari vaskulitis sistemik harus dibuat dengan adanya gejala khas
dan tanda vaskulitis dan setidaknya salah satu dari berikut ini yaitu: bukti histologis
vaskulitis; tes serologi ANCA positif; atau bukti tidak langsung spesifik dari vasculitis
(Sharma et al., 2011).

2.8. Pemeriksaan penunjang


2.8.1. Pemeriksaan Laboraturium
a. Hitung Darah Lengkap
Pasien dengan vaskulitis aktif sering mengalami leukositosis, anemia,
dan trombositopenia. Eosinofilia adalah ciri yang menonjol pada sindrom
Churg-Strauss. Hitung darah lengkap juga penting untuk mencari penekanan
sumsum tulang yang mungkin terjadi akibat pengobatan vasculitis (Sharma et
al., 2011).
b. Reaktan Fase Akut
Pada pasien vasculitis sering terjadi peningkatan laju endap darah
(LED) dan C-reaktif protein (CRP) tetapi tidak spesifik dan dapat terjadi di

8
banyak tempat, terutama infeksi. LED dan CRP yang normal dapat terjadi
pada vaskulitis bila penyakit tidak aktif, dan tidak dapat menyingkirkan
diagnosis vaskulitis. Pada pasien dengan giant cell arthritis, peningkatan LED
dapat menunjagn diagnosis dan dapat berguna untuk pemantauan penyakit bila
dikombinasikan dengan gambaran klinis yang sesuai (Sharma et al., 2011).
c. Renal Function Test dan Urinalisis
Pengukuran ureum dan serum kreatinin, serta urinalisis harus
dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan vaskulitis. Proteinuria dan
hematuria menunjukkan kemungkinan glomerulonefritis. Pemantauan
kreatinin dan urinalisis berguna untuk mendeteksi perubahan aktivitas
penyakit. Selain itu juga berguna untuk mengidentifikasi toksisitas kandung
kemih pada pasien yang diobati dengan siklofosfamid (Sharma et al., 2011).
d. Liver Function Test
Kadar bilirubin dan enzim hepar (aspartat dan alanin transaminase,
alkali fosfatase, γ-glutamyltransferase) dapat memberikan petunjuk adanya
vaskulitis yang mempengaruhi hepar, seperti poliarteritis nodosa. Tes fungsi
hepar serial juga penting dalam memantau pasien yang diobati dengan obat
hepatotoksik, seperti methotrexate dan azathioprine (Imuran) (Sharma et al.,
2011).
e. Antibody Citoplasma Antineutrophil (ANCA)
ANCA merupakan kelompok autoantibodi heterogen yang langsung
melawan enzim yang ditemukan dalam neutrofil. Ada dua jenis ANCA
berdasarkan pola imunofluoresensi tidak langsung: sitoplasma dan
perinuklear. Antigen terkait yang paling umum diidentifikasi oleh enzim
immunoassay adalah proteinase 3 untuk ANCA sitoplasma dan
myeloperoksidase untuk ANCA perinuklear. Pada pasien dengan vaskulitis
didapatkan hasil ANCA positif. Semua hasil ANCA positif berdasarkan
imunofluoresensi harus dikonfirmasi dengan enzyme immunoassay (Sharma
et al., 2011).
Gangguan yang ditandai dengan ANCA yang bersirkulasi disebut
vasculitis dengan ANCA, termasuk sindrom Churg-Strauss, polangiitis
mikroskopis, dan granulomatosis wegener. Jenis ANCA mana pun dapat
terjadi pada pasien dengan vaskulitis pembuluh darah kecil dengan ANCA,

9
tetapi ANCA sitoplasma biasanya ditemukan pada granulomatosis Wegener,
dan ANCA perinuklear biasanya ditemukan pada poliangiitis mikroskopis dan
sindrom Churg-Strauss. ANCA adalah penanda kuantitatif yang berguna untuk
kondisi ini, dan levelnya mencerminkan derajat peradangan. Dengan
demikian, ANCA meningkat selama kekambuhan dan berguna dalam
memantau respons terhadap pengobatan. Kadar ANCA yang tetap adalah
prediktor respon yang buruk terhadap pengobatan.
Kira-kira 10% pasien dengan granulomatosis Wegener atau poliangiitis
mikroskopis memiliki hasil tes ANCA negatif; oleh karena itu, hasil negatif
tidak sepenuhnya mengesampingkan penyakit ini. Selain itu, ANCA telah
dilaporkan ada dalam kondisi lain, seperti infeksi, penyakit radang usus, dan
vaskulitis yang diinduksi obat (Sharma et al., 2011).
2.8.2. Histologi
Untuk melakukan pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan biopsy.
Diagnosis pasti vaskulitis ditegakkan dengan biopsi jaringan yang terlibat
(misalnya kulit, sinus, paru-paru, arteri, saraf, ginjal), yang menentukan pola
peradangan pembuluh darah. Adanya imunoglobulin dan komplemen yang
ditemukan oleh imunofluoresensi pada bagian jaringan dapat membantu dalam
menegakkan jenis vaskulitis tertentu. Biopsi sangat penting untuk menyingkirkan
penyebab lain, tetapi hasil biopsi negatif tidak menyingkirkan diagnose vasculitis
(Sharma et al., 2011).
2.8.3. Radiologi
a. Chest Radiography
Kelainan nonspesifik yang dapat dilihat pada radiografi dada meliputi infiltrat,
nodul, konsolidasi, efusi pleura, dan kardiomegali. Temuan ini dapat terjadi di
banyak penyakit, tetapi jika tidak dapat dijelaskan penyebabnya, dapat
meningkatkan kecurigaan terhadap vasculitis (Sharma et al., 2011).
b. Angiografi
Angiografi dapat menunjukkan oklusi vaskular dan aneurisma. Diagnosis
poliarteritis nodosa dapat dipastikan dengan mendeteksi aneurisma di arteri
mesenterika dan ginjal. Meskipun angiografi konvensional masih diterima
sebagai modalitas diagnostic, tetapi CT-angiografi dan MRI-angiografi lebih
direkomendasikan karena dapat memberikan informasi berharga mengenai
patologi intraluminal dan penebalan dinding pembuluh darah. Teknik ini telah
10
digunakan untuk diagnosis dan pemantauan arteritis Takayasu dan Kawasaki
(Sharma et al., 2011).
c. Ekokardiografi
Transthoracic echocardiography mendeteksi kelainan arteri coroner pada
penyakit Kawasaki. Sekitar 40 persen anak dengan penyakit Kawasaki
mengalami lesi arteri koroner (ektasia atau aneurisma) pada ekokardiografi.
Selain itu, Ekokardiografi digunakan untuk menilai aliran darah arteri koroner
dan derajat stenosis koroner pada pasien dengan Takayasu arteritis (Sharma et
al., 2011).
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat berguna untuk diagnosis dan pemantauan vasculitis
pembuluh darah besar. Pasien dengan giant cell arthritis mungkin akan
terlihat adanya stenosis, oklusi, atau halo sign(area gelap di sekitar arteri
akibat edema dinding (Sharma et al., 2011).
pembuluh) dari arteri temporalis superfisial.
e. Computed Tomography
Computed tomography adalah nilai diagnostik pada pasien dengan
granulomatosis sinonasal Wegener. Dapat ditemukan penebalan mukosa
hidung dan destruksi punctate bony (tulang berongga), terutama di garis
tengah. Nodul atau massa dapat dilihat pada CT scan dada pada sekitar 90
persen pasien dengan granulomatosis Wegener (Sharma et al., 2011).

Semua pemeriksaan penunjang ini penting dalam menegakkan diagnosa vasculitis,


menyingkirkan diagnosa banding, serta memonitoring perkembangan penyakit dan efek
samping pengobatan. Namun, masih banyak pemeriksaan penunjang lainnya dengan indikasi
dan fungsi yang berbeda-beda, dan telah dirangkum pada Tabel 3.

11
Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang Vaskulitis Sistemik

12
2.9. Penatalaksanaan

Perawatan mencakup tiga fase: induksi, maintenance, dan pengobatan rekuren. Berdasarkan
tingkat keparahan dan luasnya penyakit membagi pasien menjadi tiga kelompok: mereka
dengan penyakit lokal atau dini, mereka dengan penyakit umum dengan keterlibatan organ
terancam , dan mereka yang menderita penyakit parah atau mengancam jiwa (Sharma et al.,
2011).

2.9.1. Fase induksi


Untuk pasien dengan penyakit lokal dan dini, pengobatan dengan steroid dan
metotreksat atau siklofosfamid direkomendasikan untuk induksi remisi.
Methotrexate memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi sehingga membutuhkan
penggunaan siklofosfamid. Pengobatan awal untuk penyakit yang mengancam
organ secara umum harus mencakup steroid dan siklofosfamid. Siklofosfamid
dapat diberikan sebagai infus intravena setiap dua minggu (dan kemudian setiap
tiga minggu), atau sebagai pengobatan oral dosis rendah setiap hari. Prednison
oral dapat diberikan harian (1 mg per kg, hingga 60 mg setiap hari). Steroid
intravena dapat diberikan tepat sebelum atau dengan dua kali pemberian
siklofosfamid. Pasien dengan penyakit parah yang mengancam jiwa (gagal ginjal
berat atau perdarahan paru) harus diterapi dengan siklofosfamid (infus atau oral
terus menerus) dan steroid, dengan pertukaran plasma adjuvan.
2.9.2. Maintenance
Terapi pemeliharaan dengan azathioprine atau methotrexate dimulai jika
remisi telah terjadi setelah tiga sampai enam bulan terapi induksi. Dosis steroid
dikurangi selama fase ini. Pasien mungkin perlu melanjutkan perawatan
pemeliharaan hingga 24 bulan. Perawatan pemeliharaan hingga lima tahun
direkomendasikan pada pasien dengan granulomatosis Wegener dan pasien yang
memiliki ANCA-positif tetap. Beberapa pasien mungkin memerlukan perawatan
terus menerus. Penyakit berulang dapat terjadi kapan saja setelah remisi.
Pengukuran serial ANCA tidak berhubungan erat dengan aktivitas penyakit; oleh
karena itu, pengobatan tidak boleh hanya bergantung pada dasar peningkatan
ANCA.
2.9.3. Rekuren
Penyakit berulang dapat ditangani dengan peningkatan dosis steroid, optimalisasi
imunosupresan saat ini, atau kombinasi imunosupresan dengan peningkatan dosis

13
steroid. Terapi biologis yang ditargetkan untuk sistem kekebalan dapat digunakan
untuk vaskulitis sistemik, terutama untuk pasien yang terapi konvensionalnya telah
gagal. Agen seperti infliximab, etanercep, adalimumab, rituximab, anakinra, dan
globulin imun intravena dapat digunakan pada penyakit berulang.

Pasien dengan vaskulitis sistemik memiliki peningkatan risiko komorbiditas akibat


kerusakan organ terkait penyakit dan terapi imunosupresif. Obat imunosupresif yang
digunakan untuk pengobatan vaskulitis sistemik menyebabkan efek samping yang serius
selama tahun pertama terapi. Steroid dan siklofosfamid menyebabkan pasien cenderung
terkena infeksi yang mengancam jiwa. Siklofosfamid dapat menyebabkan sistitis hemoragik,
kegagalan ovarium dan testis, serta kanker kandung kemih. Diagnosis dan pengobatan
komplikasi ini dikoordinasikan dengan dokter keluarga. Rekomendasi tentang deteksi dan
mencegah komplikasi ini termasuk penggunaan mesna (Mesnex) untuk proteksi terhadap
toksisitas urothelial siklofosfamid, profilaksis antijamur, profilaksis terhadap Pneumocystis
jiroveci, pertimbangan untuk Staphylococcus aureus pengobatan, skrining untuk keganasan
serviks, dan konseling tentang infertilitas dengan siklofosfamid. Efek samping penggunaan
steroid jangka panjang (misalnya diabetesmellitus, osteoporosis, katarak) harus diobservasi.
Profilaksis vitamin D dan kalsium direkomendasikan pada pasien yang menjalani terapi
jangka panjang dengan steroid (Sharma et al., 2011). Tabel 4 merangkum obat dan
perawatan untuk vaskulitis sistemik.

14
Tabel 4. Penatalaksaan Vaskulitis Sistemik

15
B
AB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Vaskulitis adalah peradangan pada pembuluh darah yang menyebabkan perubahan


pada dinding pembuluh darah. Vaskulitis dapat dibagi menjadi 3 klasifikasi berdasarkan
ukuran pembuluh darahnya yaitu pembuluh darah besar, pembuluh darah sedang, dan
pembuluh darah kecil. Penegakan diagnosis vasculitis dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, histologi,
dan radiologi. Penatalaksanaan pada kasus dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan fase-nya
(induksi, maintenance, rekuren) dan disesuaikan dengan jenis vasculitis itu sendiri. Meskipun
penatalaksanaan vaskulitis sistemik sedikit rumit. Edukasi pasien tentang tanda dan gejala,
dan mengobservasi efek samping yang khas akan membantu dalam perkembangan kesehatan
pasien. Keterlibatan multisistem dalam vaskulitis sistemik memerlukan pendekatan tim
multidisiplin untuk perawatan pasien. Kemajuan terapi telah menghasilkan hasil yang jauh
lebih baik pada pasien dengan vaskulitis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, U. (2017) ‘Vasculitis’, American College of Rheumatology.

Hidayat, Z. A. and Raveinal, R. (2020) ‘Vaskulitis pada Lupus Eritematosus Sistemik’,


Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1), p. 127. doi: 10.25077/jka.v9i1.1279.

Sharma, P. et al. (2011) ‘Systemic vasculitis’, American Family Physician, 83(5), pp. 556–
565. doi: 10.5005/jp/books/10921_108.

Shiel, W. (2018) Vasculitis Symptoms, Causes, Diagnosis, Treatment and Types.,


MedicineNet. Available at: https://www.medicinenet.com/vasculitis/article.htm.

Watts, R. A. and Scott, D. G. (2004) ‘Epidemiology of the vasculitides’, in Seminars in


respiratory and critical care medicine, pp. 25(5), 455–464. doi:
https://doi.org/10.1055/s-2004-836139.

17

Anda mungkin juga menyukai