1 ARDS
2.1.1 Definisi
pernafasan berat berupa proses inflamasi akut yang diawali dengan edema paru
(Antoine Roch, 2011). ARDS ditandai adanya dispnea dengan onset cepat,
infiltrate paru luas dan hipoksemia yang menyebabkan terjadinya gagal nafas.
Kelainan ini dapat menyebabkan hipoksemia, gangguan fungsi paru dan stiffness
2.1.2 Etiologi
terhadap berbagai etiologi. Etiologi ARDS dapat berasal dari paru maupun diluar
paru (Mendes et al, 2020). Etiologi ARDS yang berasal dari paru seperti
pneumonia, aspirasi, kontusio paru, inhalasi zat toksik dan lain sebagainya.
(Mendes et al, 2020). Sedangkan etiologi yang berasal dari luar paru seperti
sepsis, trauma, luka bakar, pankreatitis, iga gambang dan lain sebagainya.
2.1.3 Patofisiologi
Selain itu, edema paru pada ARDS juga memperparah inflamasi paru dan
reabsorpsi edema (Mendes et al, 2020). Pada ARDS terjadi inflamasi alveolus,
kerusakan sel epitel dan endotel, gangguan matriks ekstraseluler, dan gangguan
etiologi. Berbagai penyebab tersebut pada awalnya akan mengaktivasi toll like
reseptor pada sel alveolar tipe II (ATII) dan makrofag, yang akan menginduksi
Reactive Oxidative Spesies (ROS) dan dan mediator toksik lainnya. Kemudian
disusul oleh mediator inflamasi lainnya seperti pada gambar 1, proses ini
endotel dan epitel, yang selanjutnya dapat menyebabkan migrasi leukosit dan
masuknya cairan kedalam alveolus. Air space paru akan terisi cairan sehingga
dengan onset akut, rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi
oksigen yang diinspirasi (PaO2/ FiO2)< 200 mmHg (hipoksemia berat), gambaran
radiologis infiltrat bilateral hingga gambaran edema paru, oksigenasi buruk, dan
ARDS berkembang cepat dari onset ARDS dalam waktu 12-48 jam.
peningkatan usaha paru untuk bernafas, volume tidal kecil dan takipnu.
Pernapasan yang cepat atau oksigenasi rendah pada pasien ARDS menyebabkan
PaO2 kurang dari 50-55 mmHg dan saturasi arterial kurang dari 85%. (Chiumello
et al, 2018)
2.1.5 Diagnosis
2.1.6 Tatalaksana
2.1.7 Komplikasi
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Air menjadi komposisi
tubuh sekitar 75% pada bayi, dan sekitar 50-60% pada remaja hingga dewasa,
hampir sebagian besar komposisi tubuh manusia terdiri atas air (Brinkman et al,
2018). Pergerakan cairan dapat dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan onkotik
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang diakibatkan oleh zat cair yang
tidak bergerak atau diam pada suatu kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh
osmotik total yang disebabkan oleh koloid, yaitu partikel berbobot molekul besar,
seperti protein. Pengaruh dari tekanan ini akan menyebabkan cairan mengalir dari
2020). Pada keadaan normal, cairan akan mengalami proses hemostasis dengan
peran tekanan hidrostatik dan onkotik seperti pada gambar dibawah ini (Keddissi
et al, 2019)
Syndome, terapi cairan pada pasien ARDS dapat menggunakan manajemen terapi
cairan konservatif (Keddissi et al, 2018). Terapi cairan konservatif adalah
melihat status volume / respon tubuh terhadap cairan (Griffiths et al, 2019; Cassey
et al, 2019).
menurunkan cairan akibat edema paru yang sering terjadi pada ARDS. Pada
penelitian tersebut tercantum dalam gambar dibawah ini (Seitz K et al, 2020)
Semua jenis cairan seperti kristaloid isotonik, albumin, atau produk darah
dapat diberikan kepada pasien ARDS (Keddissi et al, 2018). Secara teori, dapat
menyebabkan edema paru (Antoine Roch, 2011). Namun secara klinis, tidak ada
alveolar (Keddissi et al, 2018). EVLW meningkat pada pasien ARDS dengan
edema paru, hal ini disebabkan peningkatan permeabilitas paru dan atau tekanan
cairan pada ARDS (Keddissi et al, 2018). Pasien ARDS yang diterapi cairan
et al, 2015) Batas normal EVLW adalah <7 mL/kgBB, dengan 10 mL/kgBB
Catheters (CVC) dan kateter arteri femoralis dengan Thermistor tip (gambar x)
Saline dingin (8 ° C) disuntikkan melalui CVC sebanyak 10-20 ml. (Brown et al,
2009) Setelah ini, Thermistor tip pada kateter arteri femoralis mengukur
perubahan suhu yang terjadi. EVLW mencerminkan semua cairan yang berada di
luar pembuluh darah paru selama transit indikator termal. Ini termasuk cairan
diilustrasikan pada Gambar 5. (Neamu & Martin, 2013) Pada beberapa penelitian
buruk kedepannya apabila tidak tertangani pada pasien ARDS (Neamu & Martin,
2013)
GAMBAR 5. Prinsip EVLW menggunakan Single Indicator
Transpulmonary Thermodilution Method. Intrathoracic Blood Volume (ITBV)
didapatkan dengan menghitung hasil Global End-Diastolic Volume (GEDV) dikalikan 1.25.
EVLW adalah selisih ITTV dengan ITTB. Mean Transit time (MTt), Down Slope time (DSt),
cardiac output (CO), extravascular lung water (EVLW), left atrium (LA), left ventricle (LA),
pulmonary blood volume (PBV), right atrium (RA), right ventricle (RV) (Neamu & Martin, 2013)
(PAWP)
hemodinamika tubuh terhadap terapi cairan pada pasien ARDS. (Keddissi et al,
(Keddissi et al, 2018) Terapi dengan panduan PAC tidak meningkatkan fungsi
udara dan pendarahan (Smith & Nolan, 2013). CVC dipasang dengan ujung
terletak di sepertiga proksimal vena kava superior, atrium kanan, atau vena cava
inferior melalui vena perifer atau vena sentral proksimal seperti pada vena
2013)
Pulse Pressure (PP) adalah perbedaan tekanan sistolik dan diastolik yang
menggambarkan Stoke Volume (SV) ventrikel. PPV adalah rata rata selisih antara
nilai maksimal Pulse Pressure (PPmaks) dan nilai minimal (PPmin) dalam satu
kali siklus pernafasan (Gambar 7). Pasien yang responsif terhadap terapi cairan
Irama sinus
Menggunakan ventilator atau alat bantu nafas lain, dan tidak ada
pernafasan spontan
Gambar 7. PPV, Ppmax dan PPmin
USG paru merupakan modalitas untuk menilai EVLW. B line adalah garis
yang muncul akibat adanya pleural line (Gambar 8), pleural line terproyeksi
akibat penumpukan cairan di interlobular. B-line Score (BLS) atau nilai dari B
line berkorelasi dengan EVLW yang menunjukkan bahwa USG paru dapat
digunakan untuk menegakan diagnosa edema paru. Selain itu USG paru dapat
digunakan untuk mengevaluasi edema paru paska pemberian terapi cairan pada
Salah satu manifestasi khas dari ARDS adalah edema paru. Hal ini
disebabkan karena terdapat cairan interstisial paru yang berlebihan dan tidak
menurun dan tekanan pleura rendah. Oleh sebab itu manajemen terapi cairan pada
pasien ARDS perlu dilakukan dengan cara restriksi cairan. Restriksi cairan dengan
pulmonary dan vena sentral. Namun restriksi cairan pada pasien ARDS sering
sulit dilakukan karena keadaan hemodinamika pasien yang buruk (Antoine Roch,
2011).
Pasien ARDS dengan edema paru dapat dipicu oleh penurunan tekanan
onkotik plasma, hal ini disebabkan oleh hipoalbuminemia. Edema paru terbentuk
pada tekanan hidrostatik yang rendah karena gradien tekanan onkotik antara
plasma dan interstitial menurun. Edema paru mulai berkembang pada tekanan 24
mmHg, dan akan semakin parah ketika tekanan onkotik menurun yang dimulai
terjadinya edema paru. Namun karena data klinis yang sangat terbatas, tidak
untuk meningkatkan fungsi paru dan morbiditas pada pasien ARDS (Antoine
Roch, 2011).
edema paru dan menurunkan PaO2/ FiO2. Disisi lain, apabila tidak diberikan
jantung dan aliran darah paru sehingga meningkatkan dead space alveolar. Hal ini
akan memperburuk kondisi hipoksemia. Oleh sebab itu, menentukan terapi cairan
ARDS dengan syok yang telah tertangani airway dan breathing, dapat di
assessment respon terhadap cairan dengan marker yang telah di jelaskan diatas.
Selanjutnya akan dinilai irama jantungnya, apakah regular sinus atau irama
jantung yang lain. Untuk lebih jelasnya, algoritma diagnostik dan terapi cairan
yang direkomedasikan pada pasien ARDS dengan syok adalah sebagai berikut
Management of Sepsis and Septic Shock: 2016 berupa cairan kristaloid minimal
resusitasi awal, perlu dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah, saturasi
oksigen, respiratory rate, suhu, urin, dan lain-lain untuk menilai kondisi
hemodinamika pasien (Rhodes et al, 2017). Apabila penyebab syok belum
disfungsi organ, penurunan tekanan darah dan peningkatan asam laktat. Early
EGDT bertujuan agar disfungsi organ dapat dihindari, oleh sebab itu
Pada pasien sepsis target awal Mean Arterial Pressure (MAP) yang
juga perlu dilakukan untuk menilai keadaan hipoperfusi jaringan. Kadar laktat
serum akan meningkat pada kondisi hipoksia akibat proses glikolisis (Rhodes et
al, 2017).
Management of Sepsis and Septic Shock: 2016 pemberian cairan pada pasien
direkomendasikan pada pasien sepsis adalah kristaloid atau saline dengan prinsip
albumin juga dapat dilakukan sebagai tambahan pada pasien sepsis dan syok
Daftar Pustaka
Roch, A., Guervilly, C., & Papazian, L. (2011). Fluid management in acute lung
injury and ards. Annals of intensive care, 1(1), 16.
Griffiths MJD, McAuley DF, Perkins GD, et al. 2019. Guidelines on the
management of acute respiratory distress syndrome BMJ Open Respiratory
Research
Jozwiak, M., Teboul, J. L., & Monnet, X. (2015). Extravascular lung water in
critical care: recent advances and clinical applications. Annals of intensive
care, 5(1), 38.
Rezoagli, E., Fumagalli, R., & Bellani, G. (2017). Definition and epidemiology of
acute respiratory distress syndrome. Annals of translational medicine, 5(14),
282.
Keddissi, J. I., Youness, H. A., Jones, K. R., & Kinasewitz, G. T. (2018). Fluid
management in Acute Respiratory Distress Syndrome: A narrative review.
Canadian journal of respiratory therapy : CJRT = Revue canadienne de la
therapie respiratoire : RCTR, 55, 1–8.
Neamu, R. F., & Martin, G. S. (2013). Fluid management in acute respiratory
distress syndrome. Current opinion in critical care, 19(1),
Brinkman, Joshua & Sharma, S. (2018). Physiology, Body Fluids.
Smith, R. N., & Nolan, J. P. (2013). Central venous catheters. BMJ (Clinical
research ed.), 347, f6570.
Rivers, E., Nguyen, B., Havstad, S., Ressler, J., Muzzin, A., Knoblich, B.,
Peterson, E., Tomlanovich, M., & Early Goal-Directed Therapy
Collaborative Group (2001). Early goal-directed therapy in the treatment of
severe sepsis and septic shock. The New England journal of medicine,
345(19), 1368–1377
Rhodes, A., Evans, L. E., Alhazzani, W., Levy, M. M., Antonelli, M., Ferrer, R.,
Kumar, A., Sevransky, J. E., Sprung, C. L., Nunnally, M. E., Rochwerg, B.,
Rubenfeld, G. D., Angus, D. C., Annane, D., Beale, R. J., Bellinghan, G. J.,
Bernard, G. R., Chiche, J. D., Coopersmith, C., De Backer, D. P., …
Dellinger, R. P. (2017). Surviving Sepsis Campaign: International
Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016. Intensive
care medicine, 43(3), 304–377
Brown, L. M., Liu, K. D., & Matthay, M. A. (2009). Measurement of
extravascular lung water using the single indicator method in patients:
research and potential clinical value. American journal of physiology. Lung
cellular and molecular physiology, 297(4), L547–L558
Casey, J. D., Semler, M. W., & Rice, T. W. (2019). Fluid Management in Acute
Respiratory Distress Syndrome. Seminars in respiratory and critical care
medicine, 40(1), 57–65
Seitz, K. P., Caldwell, E. S., & Hough, C. L. (2020). Fluid management in ARDS:
an evaluation of current practice and the association between early diuretic
use and hospital mortality. Journal of intensive care, 8, 78.
Mendes, R. S., Pelosi, P., Schultz, M. J., Rocco, P., & Silva, P. L. (2020). Fluids
in ARDS: more pros than cons. Intensive care medicine experimental,
8(Suppl 1), 32.
Tworkoski, E., Glucksberg, M. R., & Johnson, M. (2018). The effect of the rate of
hydrostatic pressure depressurization on cells in culture. PloS one, 13(1)
Vignon, P., Evrard, B., Asfar, P., Busana, M., Calfee, C. S., Coppola, S.,
Demiselle, J., Geri, G., Jozwiak, M., Martin, G. S., Gattinoni, L., &
Chiumello, D. (2020). Fluid administration and monitoring in ARDS: which
management?. Intensive care medicine, 46(12), 2252–2264.
Matthay, M. A., Zemans, R. L., Zimmerman, G. A., Arabi, Y. M., Beitler, J. R.,
Mercat, A., Herridge, M., Randolph, A. G., & Calfee, C. S. (2019). Acute
respiratory distress syndrome. Nature reviews. Disease primers, 5(1), 18.
Chiumello, D., Marino, A., & Cammaroto, A. (2018). The Acute Respiratory
Distress Syndrome: Diagnosis and Management. Practical Trends in
Anesthesia and Intensive Care 2018, 189–204