Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PARTAI POLITIK DAN PEMILU DI INDONESIA DAN VIETNAM

NAMA

EMAIL

ABSTRAK

Partai Politik dan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakah dua hal yang saling berhubungan. Partai politik
merupakan kelompok yang dibentuk dengan tujuan memenangkan kekuasaan pemerintah salah satunya
lewat pemilu. Setiap negara memiliki sistem partai politik dan pemilu yang berbeda-beda yang selaras
dengan ideologi yang dianut negara tersebut. Pada artikel kali ini, penulis tertarik untuk membandingkan
system partai politik dan pemilu di Indonesia dengan negara-negara di asia tenggara khususnya Vietnam.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparatif berdasarkan deskripsi kontekstual,
klasifikasi, hipotesis, serta prediksi system tersebut. Dimana ditemukan bahwa Sistem partai politik dan
pemilu yang digunakan di Indonesia dan Vietnam sangat berbeda. Indonesia memakai system multi partai
sedangkan Vietnam menggunakan system partai tunggal. Begitu pula untuk sistem pemilu, Indonesia
menggunakan system pemilu proporsional dan Vietnam menggunakan system pemilu distrik yang sudah
pasti Partai Komunis yang menang.

Kata Kunci: Partai Politik, Pemilihan Umum (Pemilu), Indonesia, Vietnam

ABSTRACT

Political Party and General Election (Election) are two things that are interconnected. One of the goal
group political parties formed is government power through elections. Every country has a different
system of political parties and elections that are in line with the ideology adopted by the country. In this
article, the author is interested in comparing the political party system and elections in Indonesia with
countries in Southeast Asia, especially Vietnam. The research method used is a comparative analysis
based on contextual descriptions, classifications, hypotheses, and predictions of the system. It suggest
that the political party and election systems used in Indonesia and Vietnam are very different. Indonesia
uses a multi-party system while Vietnam uses a single party system. Likewise for the electoral system,
Indonesia uses a proportional electoral system and Vietnam uses a district system where the Communist
Party is certain to win.

Keywords: Political Parties, General Elections (Elections), Indonesia, Vietnam

PENDAHULUAN

1
Partai politik adalah sebuah wadah yang dapat digunakan oleh warga negara sebagai sarana
berpartisipasi atau ikut kedalam pegelolaan negara. Sebagai suatu lembaga politik, partai bukanlah suatu
hal yang ada dengan sendirinya, melainkan melalui sebuah proses yang sangat panjang dalam
perkembangannya. Dalam arti yang berbeda, Partai Politik yaitu sebuah kelompok yang dibentuk dengan
tujuan untuk memenangkan kekuasaan pemerintah, yang dilakukan menggunakan media pemilihan
ataupun yang lainnya. Partai politik memberikan kesempatan kepada rakyat untuk terlibat secara langsung
didalam proses penyelenggaraan negara dengan menempatkan wakilnya untuk menduduki kursi
pemerintahan melalui politik. Pada Akhir 1950-an, hampir 80% negara-negara di dunia dikuasai atau
diperintah oleh partai politik1. Carl J. Friedrich berpendapat bahwa partai politik adalah sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materiil 2.
Ada beberapa perbedaan antara partai politik, kelompok penekan/kepompok kepentingan, dan juga
gerakan. Untuk kelompok kepentingan memiliki tujuan untuk memperjuangkan apa yang menjadi agenda
kepentingan mereka dengan mempengaruhi orang yang membuat keputusan. Biasanya kelompok ini
berad diluar lingkup politik, tetapi dari beraal dari dalam lingkungan masyarakatBegitu pula dengan suatu
gerakan (movement), biasanya menggunakan politik untuk mengadakan suatu perubahan terhadap suatu
tatanan yang ada dalam masyarakat, bahkan ada yang berusaha untuk menciptakan tatanan masyarakat
baru. Partai politik memiliki tujuan yang lebih luas dari sekedar perubahan.
Partai politik juga ikut andil dalam memilih pemimpinnya atau disebut dengan pemilihan umum.
Setiap pemerintahan negara memiliki prinsip yang berbeda-beda dalam membentuk negaranya. Setiap
negara juga memiliki sistematikanya tersendiri dalam membangun system pemilu. Pemilu saat ini telah
menjadi tagline serta wacana politik oleh berbagai negara yang bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat, termasuk dua negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia dan Vietnam.
Partai politik paada masa saat ini atau zaman modern dipandang sebagai salah satu pilar didalam
kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan
sistem multi partai dalam menjalankan pemerintahannya. Menarik untuk kita lihat bersama bagaimana
berjalannya sistem multi partai yang ada di Asia Tenggara atau Asia Timur. Pada kesempatan kali ini
penulis ingin membandingankan bagaima penerapan sistem partai dan system pemilu yang berjalan di
Indonesia dengan yang dijalankan di Vietnam.

LANDASAN KONSEPTUAL TEORITIK

Sistem Partai
1
Andrew Heywood, Politik, 2014.
2
Mohammad Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia, 2015, hal. 2

2
1. Sistem Partai Tunggal
Istilah partai tunggal adalah dimana hanya ada satu partai yang mendominasi dalam suatu negara,
hal ini membuat partai tersebut dapat mengendalikan roda pemerintahan di negara tersebut dengan leluasa
karena tidak adanya persaingan. Kata “sistem” sangat kontradiktif sekali dengan sistem partai tunggal,
karena kata “sistem” seringkali dimaknai dengan adanya pola interaksi antara berbagai pihak. Partai
tunggal dapat memonopoli kekuasaan yang didapatnya dengan politik ataupun bisa saja mneggunakan
kekerasan untuk menyungkirkan partai lain. Karena tidak adanya mekanisme untuk menyingkirkan
mereka dari kursi kekuasaan, partai monopolistik ini secara efektif berfungsi sebagai pemerintahan yang
permanen atau mutlak kecuali melalui cara kudeta atau revolusi 3.
2. Sistim Dwi Partai
Sistem dwi partai yaitu adanya dua partai diantara beberapa partai, yaitu partai berhasil
memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran dan mempunyai kedudukan
yang dominan. Didalam sistem ini secara jelas ada pembagian partai yang berkuasa atau yang
memenangkan pemilihan umum, partai oposisi (kalah dalam pemilihan umum). Partai dapat berjalan baik
apabila terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat homogen (social homogeneity), adanya
konsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial politik (political consensus), dan
adanya kontinuitas sejarah (historical continuity).
3. Sistem Partai Dominan
Heywood4 dalam bukunya mengatakan bahwa adanya perbedaan antara sistem partai tunggal dengan
sistem partai dominan. Yang dimaksud sisteim partai dominan adalah dimana sistem yang didalamnya
terdapat suasana yang kompetitif karena adanya persaingan antar partai yang bersaing utnk mendapatkan
kekuasaan. Adapun ciri-ciri yang menonjol dari sistem partai yang dominan adalah meskipun terdapat
suasana kompetitif, tetapi sistem ini didominasi oleh sebuah partai besar, hal ini menjadikan partai
tersebut memiliki periode kekuasan yang panjang. Negara Jepang adalah salah satu contoh dari negara
yang menganut sistem partai yang dominan. Partai Demokrat Liberal (LDP) hingga kekalahannya yaitu
pada tahun 2009 telah berkuasa selama 54 tahun berturut-turut dan pernah menjadi oposisi tetapi hanya
memakan waktu 11 bulan saja sebelum kembali memimpin yaitu pada tahun 1993 sampai dengan.
4. Sistem Multi Partai
Sistem multipartai hadir dengan munculnya persaingan atau kompetisi yang terjadi antara lebih dari
dua partai. Sistem multi partai memberikan peluang untuk terbentuknya suatu pemerintahan yang
dikendalikan oleh satu partai saja dan juga membuka peluang kepada partai-partai untuk melakukan
koalisi. Terbentuknya sistem multi partai terkadang di akibatkan oleh adanya koalisi-koalsi antara partai-
3
Andrew Heywood, Politik, 2014.

4
Ibid.

3
partai kecil yang dirancang dan direncanakan untuk menyingkirkan partai-partai besar dari pemerintahan.
Heywood juga menyebutkan bahwa koalisi merupakan sebuah kelompok yang dengan sengaja dibentuk
oleh para pelaku politik yang sedan bersaing dan disatukan karena adanya sebuah kesamaan dalam tujuan
yang melalui pengakuan bahwasanya tujuan tersebut tidak akan tercapai apabila mereka tidak bersama-
sama dalam meraihya. Koalisi akan bekerja jika terdapat suatu kepentingan bersama yang akan
diperjuangkan oleh pihak-pihak yang berkoalisi tersebut.
Budiardjo5 dalam bukunya mengemukakan bahwa sistem multipartai apabila dihubungkan dengan
sistem pemerintahan parlementer cenderung menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, sehingga
peran badan eksekutif terkadang lemah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya partai yang mampu dan
cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga akibatnya adalah bagaimana pihak
yang memenangkan pemilihan harus membentuk koalisi dengan partai-partai lain agar dapat menjalakan
pemerintahan dengan stabil. Partai yang tergabung dalam suatu koalisi diharuskan untuk selalu
mengadakan diskusi atau musyawarah dengan partai mitranya. Akan tetapi pada pihak partai yang
menjadi oposis terkesan kurang dilibatkan atau mendapatkan peran yang jelas hal ini dikarenakan pada
waktu yang tidak diduga bisa saja partai oposisi ini dapat ditarik dan diajak untuk masuk kedalam koalisi
pemerintahan yang baru.

Macam Sistem Pemilu

Dalam pelaksanaan pemilu, sistem yang dapat digunakan ada dua cara, yaitu sistem perwakilan
Proporsional dan sistem perwakilan distrik

1. Sistem Perwakilan Proporsional (multi member consfituencv)

Disebut dengan sistem proporsional karena dalam satu daerah pemilihan dapat dipilih beberapa
orang wakil. Disebut perwakilan berimbang atau proporsional karena presentase kursi di badan
perwakilan rakyat dibagikan kepada partai-partai politik dan diseimbangkan dengan persentase suara
yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Dalam sistem ini negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan,
akan tetapi untuk keperluan teknik administratif, negara dibagi dalam beberapa darah pemililhan besar
(lebih besar dari distrik). Untuk menentukan calon terpilih dan perhitungan suara, sistem ini sering
digabung dengan sistem lain, misalnya dengan sistem daftar (list system) dan hare system6.

Hare system atau single transferable vote adalah suatu sistem dimana pemilih diberi kesempatan
untuk memilih pilihan pertama. kedua, dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. Jumlah

5
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 2013.
6
Mohammad Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia, 2015, hal. 76-77

4
imbangan suara yang diperlukan untuk pemilih ditentukan dan segera jumlah keutamaan pertama
dipenuhi dan apabila ada sisa suara, maka ini dapat dipindahkan kepada calon berikutnya dan seterusnya.

Dengan sistem ini maka kemungkinan bagi partai politik yang kecil mendapat kursi di Badan
perwakillan Rakyat selalu ada. Sebaliknya sistem ini menghendaki suatu perhitungan yang akurat, karena
berbelit-belit. Sedangkan list system maka pemilih memilih di antara daftar-daftar calon yang berisi
sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum.

2. Sistem Perwakilan Distrik (Single Member Constituencies)

Disebut sistem distrik karena wilavah negara dibagi dalam distrik-distrik (daerah pemilihan) yang
jumlahnya sama dengan jumlah anggotabadan perwakilan rakyat yang dikehendaki. Misalnya jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan 500 orang, maka wilayah negara dibagi dalam 500 distrik
pemilihan atau consoluency. Dengan demikian setiap distrik pemilihan dliwakili oleh satu orang wakil di
Dewan Perwakilan Rakyat.Disebut sistem mayoritas karena yang terpilih sebagai wakil rakyat adalah
yang memperoleh suara terbanyak atau mayoritas diantara calon-calon lainnya dalam distrik tersebut, dan
tidak perlu mayoritas mutlak. Misalnya didistrik calon A memperoleh suara 10.000, B memperoleh suara
8.000, C memperoleh suara 6.000, maka yang terpilih sbagai wakil dari distrik I di Badan Perwakilan
Rakyat adalah A. Dengan demikian dalam distrik. tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh
suara tebanyak (mayoritas).

Dalam sistem distrik ini, pemilu dilakukan sekali jalan. Suara-suara yang tidak terpilih dari satu
distrik pemilihan, tidaklah dapat digabungkan dengan suara yang diperoleh dari distrik pemilihan yang
lain. Ini berarti bahwa setiap suara yang tidak mencapai mayoritas, yang berarti tidak terpilih tidak akan
dihitung atau suara tersebut akan hilang. Secara kategoris terdapat 5 varian dalam system distrik yaitu: (1)
First Past The Post (FPTP) Dalam sistem FPTP ini calon anggota legislatif yang menang adalah yang
memeroleh suara terbanyak di satu daerah pemilihan (distrik) berapapun selisihnya; (2) Block Vote (BV)
mirip dengan FPTP tetapi berwakil banyak, dimana para pemilih diberikan kesempatan untuk memilih
sebanyak kursi yang dialokasikan di distrik tersebut; (3) Party Block Vote (PBV) sama seperti system
sebelumnya, tetapi yang memilih partai bukanlah kandidat melainkan pemilih; (4) Alternative Vote (AV)
Yaitu memilih satu orang wakil tunggal dalam suatu distrik; dan (5) Two Round System (TRS) yang
dilakukan apabila pada putaran pertama tidak ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas absolut
(minimal 50% +1)7.

METODE PENELITIAN

7
Ibid, hal. 62-72

5
Penelitian menggunakan metode penelitian comparative – analysis8. Metode komparatif adalah cara
untuk membandingkan antara berbagai variabel yang muncul ketika penelitian dilakukan dengan
menetapkan indikator untuk menghubungkan serta menguji masalah yang akan dipecahkan. Metode
komparatif analisis ini ditekankan pada suatu penemuan hubungan empiris antara variabel, metode ini
digunakan untuk mengukur seberapa besar perbedaan dan persamaan, dengan cara membandingan system
partai politik dan pemilihan umum Indonesia dan Vietnam. Dengan membandingkan secara deskripsi
kontekstual, klasifikasi, pengujian hipotesis, dan prediksi. Pengumpulan data menggunakan studi
kepustakaan (library research) dan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai referensi seperti
buku, jurnal, artikel, berita online dan data-data yang bersumber dari website resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan.

PEMBAHASAN

Sistem Partai di indonesia

Indonesia adalah salah satu bentuk negara yang sedang berkembang. Sebagai salah satu ciri negara
berkembang adalah masih melaksanakan pembangunan di berbagai sektor seperti halnya di sektor
pendidikan, sektor hukum, sektor politik, sektor ekonomi, dan dari berbagai macam sektor tersebut
mempunyai tujuan dan sasaran masing-masing. Perubahan yang terjadi didalam kancah politik dapat
dikatakan sebagai salah satu dari ciri bagaimana dinamisnya pembangunan nasional yang dilaksanakan di
Indonesia. Perubahan yang terjadi dalam bidang politik itu misalnya adalah sistem demokrasi dan
perubahan partai-partai politik. Karena secara teoretis sistem politik dan situasi politik sangat menentukan
corak dan warna sistem kepartaian suatu negara.
Dalam masa awal indonesia menggunakan pemilihan secara langsung sampe sekarang indonesia
sudah mengalami beberapa kali perubahan dalam jumlah partai. Pada zaman orde lama indonsesia sudah
menganut multi partai yang terdiri dari berbagai azaz. Ada partai yang menganut azas politik agama
misalnya seperti Serikat Islam dan Partai Khatolik, kemudian juga ada yang ber azaskan sosial misalnya
Budi Utomo dan Muhammadiyah, dan juga ada yang menganut Azaz sekuler misalnya seperti Partai
Nasional Indonesia (PNI) dan juga Partai Komunis Indonesia (PKI) 9.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Freddy simbolon 10 mengutarakan bahwa
meningkatnya jumlah partai politik di era reformasi dan darisana struktur pasar dari partai-partai politik di
Indonesia berubah menjadi struktur yang lebih mungkin untuk menjadi persaingan sempurna. Ini berarti
bahwa partai politik secara bebas dan harus sungguh-sungguh mengelola dan menawarkan produk yang
melihat ke depan dan memilih yang paling layak. Pemilih juga memiliki banyak pilihan dan dapat
8
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, 2012.
9
Tunjung Sulaksono, Soft Anti-Party Sentiment in Indonesia, 2016.
10
Freddy Simbolon, Political Marketing Mix in Indonesia Parties, 2016, hal. 103-107

6
membuat pilihan sesuai dengan hati nurani mereka. Munculnya partai baru memiliki dampak pada
struktur perubahan pasar politik menjadi persaingan sempurna, yang dimulai pada pemilu legislatif lalu
pada tahun 1999. Konsep dan pendekatan pemasaran sudah mulai diterapkan. Pendekatan pemasaran
politik sudah dilaksanakan sebagian besar partai politik dalam menghadapi persaingan sempurna.
Pendekatan ini pada akhirnya merupakan pilihan strategis, mengingat partai-partai politik tidak lagi
mampu mengendalikan suara. Dalam perspektif ini, partai-partai politik hanya akan kompetitif jika dapat
menunjukkan keunggulan dalam mengangkat sosok persona dan program kerja yang dapat memberikan
solusi terhadap masalah-masalah bangsa. Dalam era multi-partai, di mana tingkat persaingan sangat
tinggi, tingkat pengetahuan masyarakat yang lebih baik, dan di era teknologi informasi dan
telekomunikasi, partai politik tidak bisa lagi menjalankan organisasi dengan pendekatan yang lebih
tradisional yang telah terjadi di era Orde Baru, di mana masing-masing komunitas dipaksa untuk memilih
salah satu partai politik. Partai-partai politik perlu membersihkan dan membuat perubahan sesuai dengan
tuntutan pasar partai politik. Politik bauran pemasaran dalam pendekatan nada yang paling efektif dan
efisien untuk praktisi partai politik dalam perencanaan strategi pemasaran dan partai-partai politik untuk
meraih kemenangan dalam pemilihan umum. Jauh berbeda dengan pemilu di Orde Baru yang hanya
diikuti oleh tiga partai politik dalam reformasi dan pasca era reformasi, yang dikenal sebagai era multi
partai, pendekatan pemasaran politik yang telah dilakukan oleh sebagian besar partai politik. Bahkan
partai-partai besar telah menggunakan layanan dari konsultan pemasaran politik untuk merancang strategi
untuk menjadi partai pemenang dalam pemilu. ilmu pemasaran tidak lagi terbatas pada dunia bisnis, tetapi
telah berkembang dengan pesat dalam politik Indonesia.
Sistem Partai Vietnam

Sebagai negara sosialis dengan sistem satu partai, pemerintahan Vietnam dijalankan secara
sentralistik dalam setiap pengambilan kebijakan. Termasuk dalam pembuatan kebijakan luar negeri,
dimana Partai Komunis Vietnam (PKV) sebagai partai tunggal memegang posisi penting untuk
menentukan hubungan luar negeri Vietnam. Sistem sosialis yang dijalankan Vietnam selama ini dianggap
kurang menguntungkan pada bidang ekonomi. Vietnam merupakan negara yang menganut paham
komunisme. Sistem pemerintahan di negara ini menggunakan sistem partai tunggal seperti China. Pada
awal pengambilalihan kekuatan paska Perang Vietnam, pemerintah Vietnam menciptakan sebuah
ekonomi terencana Namun, hal ini tidak berjalan dengan baik, dan justru membuat kondisi ekonomi dan
politik Vietnam menjadi semakin terpuruk11.

Disisi lain, Vietnam melihat bahwa negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar bebas
memiliki tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi dan rakyatnya lebih makmur. Sedangkan, Vietnam yang
11
Kunkurat, Politik Dan Pemerintahan Vietnam Dari Sistem Kerajaan yang Feodal Mendjadi Republik Sosialis Satu
Partai Dan Hasil Pemilu Yang Gampang Ditebak Pemenangnya, 2013, hal. 400-402.

7
telah berpuluh-puluh tahun mengimplemantasikan komunisme total (komunisme ortodoks dan
konservatif) tidak kunjung memperoleh kemakmuran. Karena itu tahun 1986, Kongres Partai Komunis ke
6 Vietnam melakukan sebuah kompromi dengan menerapkan reformasi pada sistem ekonominya menjadi
pasar bebas (free market) yang terkenal dengan sebutan “Doi Moi (renovasi)” dengan harapan dapat
membuat perekonomian Vietnam membaik.

Sejak diimplementasikannya strategi Doi Moi ini, Vietnam kemudian bangkit menjadi salah satu
negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua di dunia sekaligus menjadi negara dengan kekuatan
ekonomi yang signifikan di Asia. Vietnam menerapkan prinsip-prinsip liberal untuk memudahkannya
melebur dalam sistem perdagangan bebas dunia. (Huminca/”PR”/dari berbagai sumber) Tetapi secara
politik, ideologi negara tersebut tetap komunis. Sebab kekuasaan pemerintah negara tetap dikontrol oleh
partai Komunis Vietnam sehingga kepemilikan pribadi atas pertanian dan perusahaan, deregulasi serta
investasi asing masih diatur oleh pemerintah.

Hal ini menunjukan bahwa secara politis, reformasi di Vietnam belum terjadi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa reformasi sistem ekonomi Vietnam tidak akan berpengaruh pada sistem politik
Vietnam sebab reformasi ekonomi tersebut merupakan sebuah langkah kompromi yang diambil
pemerintah Vietnam untuk menjaga Vietnam tetap exist ditengah arus globalisasi ini. Reformasi ekonomi
(Doi Moi) tersebut sekaligus sebagai bentuk usaha pemerintah Vietnam untuk menyelamatkan ekonomi
negaranya dan memperoleh kemakmuran bagi rakyatnya.

Majelis Nasional Republic Sosialis Vietnam (National Assembly of Socialist Republic of


Vietnam) adalah badan pembuat undang-undang pemerintah yang memegang hak legislatif, terdiri atas
498 anggota. Konstitusi Vietnam mengakui Majelis Nasional Vietnam sebagai lembaga tertinggi
kekuasaan negara. Ia memiliki kekuatan untuk menyusun, mengadopsi, dan mengubah konstitusi dan
untuk membuat dan mengubah undang-undang. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan
melaksanakan rencana negara dan anggaran. Majelis ini memiliki posisi yang lebih tinggi daripada
lembaga eksekutif dan judikatif. Seluruh anggota kabinet berasal dari Majelis Nasional.

Mahkamah Agung Rakyat (Supreme People's Court of Vietnam) memiliki kewenangan hukum
tertinggi di Vietnam, juga bertanggung jawab kepada Majelis Nasional. Di bawah Mahkamah Agung
Rakyat adalah Pengadilan Kotamadya Propinsi danPengadilan Daerah Vietnam. Pengadilan Militer
Vietnam juga cabang adjudikatif yang kuat dengan kewenangan khusus dalam hal keamanan nasional.
Semua organ-organ pemerintah Vietnam secara besar dikontrol oleh Partai Komunis. Mayoritas orang-
orang yang ditunjuk pemerintah adalah anggota-anggota partai. Sekretaris Jendral Partai Komunis

8
mungkin adalah salah satu pemimpin politik terpenting di Vietnam, mengontrol organisasi nasional partai
dan perjanjianperjanjian negara, juga mengatur undang-undang.

Dalam menjalankaan Parlemennya yang disebut dengan Majelis Nasional Vietnam (National
Assembly of the Socialist Republic of Vietnam) menggunakan sistem unikameral yang berarti satu
kamar. Berarti tidak mengenal juga pemisahan antara DPR dan senat atau majelis tinggi dan majelis
rendah. Pada umumnya sistem satu kamar ini diterapkan di negara-negara yang berukuran kecil, mereka
rata-rata lebih menyukai untuk memilih satu kamar dari pada dua kamar, karena pertimbangan masalah
keseimbangan kekuatan politik sangat kecil, dibanding kesulitan untuk memecahkan dalam suatu negara
besar.

Sistem unikameral yang dianut oleh Vietnam membuat fungsi Majelis Nasional Vietnam dalam
sistem unikameral itu terpusat pada satu badan legislatif tertinggi dalam struktur negara. Isi aturan
mengenai fungsi dan tugas parlemen unikameral ini beragam dan bervariasi dari satu negara ke negara
lain, tetapi pada pokoknya serupa bahwa secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan sebagai
tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih oleh rakyat.

Beberapa keuntungan dalam sistem legislatif unikameral, meliputi: 1. Kemungkinan untuk dapat
cepat meloloskan Undang-Undang (karena hanya satu badan yang diperlukan untuk mengadopsi
Rancangan Undang-Undang sehingga tidak perlu lagi menyesuaikan dengan usulan yang berbeda-beda).
2. Tanggung jawab lebih besar (karena anggota legislatif tidak dapat menyalahkan majelis lainnya apabila
suatu Undang-Undang tidak lolos, atau bila kepentingan warga negara terabaikan). 3. Lebih sedikit
anggota terpilih sehingga lebih mudah bagi masyarakat untuk memantau kepentingan mereka; dan 4.
Biaya lebih rendah bagi pemerintah dan pembayar pajak.

Sistem Pemilu di Indonesia

Pada pemilu tahun 2004 yang dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 ada 24 partai politik.
Sistem yang dipakai pemilu tahun 2004 yaitu sistem proporsinal terbuka. Dalam pemilu 2004, rakyatlah
yang menentukan siapa-siapa yang berhak duduk di legislatif sebagai wakil mereka, sehingga partai
berhak memberitahukan atau mencantumkan nama para calon legislatif dari partai mereka 12.

Pemilu 2004 sering dikatakan sebagai pemilihan langsung yakni; rakyat memilih langsung para
calon legislatif yang mereka percayai dan juga memilih langsung puncak pimpinan yaitu Presiden.
Pembentukan sistem tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kualitas demokrasi, khususnya lewat
pemberdayaan dan perbaikan mekanisme rekruitmen anggota lembaga perwakilan. Hal itu yang
kemudian melahirkan dua hal: pertama munculnya lembaga baru yang disebut dengan DPD, yang
12
Mohammad Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia, 2015, hal. 176-179.

9
kehadirannya punya misi untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Kedua, telah terjadi perombakan
sistem pemungutan suara, yang mengkombinasikan sistem proporsional dengan daftar terbuka untuk
calon DPR atau DPRD dan sistem distrik dengan wakil banyak, untuk peserta pemilu perseorangan calon
DPD, serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, yang pelaksanaannya secara terpisah
dengan pemilu DPR atau DPRD dan DPD.

Dengan diintroduksinya sebuah lembaga baru yang disebut dengan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). DPR dan DPRD yang terbentuk dalam pemilu 2004 masing-masing akan menjadi lembaga yang
berdiri sendiri, otonom dan punya tugas dan kewenangan sendiri-sendin. Hanya saja pada saat-saat
tertentu keduanya akan punya forum bersama (join session), forum tersebut disebut dengan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Karena itu sistem ini disebut dengan sistem dua kamar (bicameral).

Meskipun sistem bikameral yang kita adopsi tersebut sangatlah bersifat embrional (soft
bicameral/, kamar DPD masih sangat kecil dan dengan fasilitas terbatas, dibanding dengan saudara
tuanya, DPR. Bahkan karena masingmasing lembaga (DPR, DPD, dan MPR) masing-masing sebagai
lembaga dengan rumahtangga danstrukturorganisasi tersendiri, sehingga ada yang berpendapat bahwa
sistem kenegaraan kita sesungguhnya menganut sistem dengan tiga kamar. Hanya saja MPR hasil pemilu
2004 (anggota DPR + anggota DPD) tersebut kewenangannya tidak lagi seluas MPR periode sebelumnya.

Dengan dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung akan mempunyai konsekuensi
tidak saja hilangnya kewenangan MPR untuk memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden,
tetapi juga hilangnya kewenangan MPR untuk merumuskan haluan negara (GBHN). yang selama ini
dijadikan kitab suci Presiden dan Wakil Presiden dalam menjalankan masa baktinya juga hilang. Daerah
pemilihan pada pemilu 2004 juga berbeda dengan pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dan
diintrodusinya sistem daerah pemilihan.

Terdapat tiga permasalahan utama yang saat ini dihadapi oleh sistem pemilu di Indonesia 13.
Permasalahan pertama dari sistem pemilu kita adalah rendahnya daya kritis masyarakat dalam memilih
yang diakibatkan masih belum optimalnya pendidikan politik yang mereka terima selama ini. Untuk itu,
dalam rangka menumbuhkan daya kritis masyarakat maka diperlukanlah penguatan dalam memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat. Selanjutnya, permasalahan yang dihadapi oleh sistem pemilu
Indonesia adalah mahalnya biaya pemilu yang diakibatkan oleh banyaknya pemilu yang harus
diselenggarakan untuk seluruh daerah di Indonesia. Sedangkan para peserta pemilu merasakan mahalnya
biaya dalam pemilu dilihat dari tingginya biaya kampanye. Untuk itu pemerintah perlu melakukan
beberapa bentuk pengaturan, seperti menyelenggarakan pemilu serentak (pemilu nasional dan pemilu

13
Ibid, hal. 265-266.

10
daerah). Sedangkan permasalahan terakhir yang dihadapi oleh sistem pemilu adalah mengenai tingginya
perselisihan hasil pemilu. Timbulnya perselisihan tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, seperti
kesalahan dalam proses pendaftaran pemilih, kesalahan pemilih pada saat pemungutan suara, lambatnya
proses distribusi dan pengumpulan suara, lambatnya proses penghitungan suara, lambatnya proses
pengiriman hasil penghitungan suara, dan besarnya kesempatan dalam jual-beli suara secara terselubung.
Solusi yang ditawarkan yaitu melaksanakan pemilu dengan sistem e-voting. Banyak manfaat dan
keunggulan sistem ini, terutama dalam hal efisiensi dan keakuratannya. Namun, diperlukan kajian yang
lebih jauh mengenai penggunaan sistem ini di Indonesia karena sistem ini juga mengandung kelemahan
dan yang paling penting adalah kesiapan kita dalam menggunakan sistem yang berbasis teknologi tinggi
ini.

Sistem Pemilu di Vietnam

Vietnam tahun 2011 telah menggelar pemilu yang digambarkan sebagai “peristiwa politik akbar”.
Padahal, pemilu hanya diikuti satu partai yakni partai komunis itu untuk menjamin agar kekuasaan tetap
berlanjut. Rakyat pun tidak terlalu antusias memberikan hak suara mereka. Lebih dari 60 juta orang ikut
datang ke tempat pemungutan suara untuk memiliki 500 anggota Dewan Nasional. Dewan itu hanya
menjadi kepanjangan tangan dibawah kekuasaan komunis. Dewan itu nantinya akan memberikan
dukungan kepada pemerintahan satu partai itu14.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Nguyen Phuogn Nga menggambarkan pemilu ini sebagai
sebuah “peristiwa politik besar” bagi warga Vietnam. Meskipun partai berkuasa, Partai Komunis, sudah
pasti akan memegang kekuasaan. Vietnam menggelar pemilu setiap lima tahun sekali yang diawali
dengan pelaksanaan kongres partai pada Januari. Kongres ini untuk menentukan posisi kepemimpinan
utama partai dan sebagai wadah untuk mendiskusikan strategi ekonomi sosial negara pada dekade ke
depan. Adapun parlemen, setelah anggotanya terpilih, bertugas mengesahkan pemerintah baru.

Vietnam sudah membuka 10% anggota dewan atau parlemen bukan berasal dari partai berkuasa.
Memang negara itu berencana untuk mengakhiri kepemimpinan sistem satu-partai. Pemilu kali ini bisa
ditebak, Perdana Menteri Nguyen Tan Dung tetap berada di posisinya setelah mengalahkan Truong Tan
Sang yang diprediksi bakal sebagai presiden, sebuah jabatan simbolik. Dung pun menyatakan kalau
peranan parlemen akan semakin transparan dan dipertanggungjawabkan untuk selalu meningkat. Badan
legislatif Vietnam, Majelis Nasional, hasil pemilu 2011 memilih dua tokoh politik yang bersaing untuk

14
Kunkurat, Politik Dan Pemerintahan Vietnam Dari Sistem Kerajaan yang Feodal Mendjadi Republik Sosialis Satu
Partai Dan Hasil Pemilu Yang Gampang Ditebak Pemenangnya, 2013, hal. 403-404.

11
mengisi dua posisi utama. Perdana Menteri Nguyen Tan Dung, yang terpilih untuk masa jabatan lima
tahun kedua, dan saingannya, Truong Tan Sang, orang kedua Partai Komunis dipilih sebagai presiden.

KESIMPULAN

Sistem partai politik dan pemilu yang dianut di Indonesia dan Vietnam sangat berbeda. Indonesia
memakai system multi partai yang mana cenderung menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif,
sehingga peran badan eksekutif terkadang lemah. Begitu pula dengan Negara Vietnam meskipun
menggunakan system partai tunggal, tetapi Lembaga tertingginya adalah legislatif. Sedangkan untuk
sistem pemilu, Indonesia menggunakan system pemilu proporsional dan Vietnam menggunakan system
pemilu distrik yang sudah pasti Partai Komunislah yang menang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, M. (2013) Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Edited by J. P. G. P. Tama. Jakarta.

Heywood, A. (2014) Politik. Edisi KeemPAT. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Kunkunrat (2013) ‘Politik Dan Pemerintahan Vietnam Dari Sistem Kerajaan yang Feodal Mendjadi
Republik Sosialis Satu Partai Dan Hasil Pemilu Yang Gampang Ditebak Pemenangnya’, Jurnal
Online Westphalia, 12(2), pp. 393–405.

Labolo, M. and Ilham, T. (2015) Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Silalahi, U. (2012) Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Simbolon, F. (2016) ‘Political Marketing Mix in Indonesia Parties’, Binus Business Review, 7(1), pp.
103–107.

Sulaksono, T. (2016) ‘Soft Anti-Party Sentiment in Indonesia’, in International conference on Sosial


Politics.

13

Anda mungkin juga menyukai