Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

MIKRONUTRIEN

Logo rs

Oleh:

Roudhatul Munnawaroh

219041010..

Dosen Pembimbing

dr. …, Sp. A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ….


KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara
yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak, yaitu dr. …, Sp. A yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan
kasus ini dapat terselesaikan.

Referat ini membahas terkait definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
dan manajemen penatalaksanaan, prognosis, KIE.

Kami menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu kami dengan
tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu dalam
penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalahini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kepanjen, 11 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

REFERAT.......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan..............................................................................................................................2
1.4. Manfaat............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
2.1. Definisi..............................................................................................................................3
2.2. Vitamin A.........................................................................................................................3
2.3. Vitamin D.........................................................................................................................6
2.4. Kalsium............................................................................................................................8
2.5. Vitamin E.......................................................................................................................11
2.6. Vitamin K.......................................................................................................................13
2.7. Vitamin C.......................................................................................................................15
2.9. Selenium.........................................................................................................................24
2.10. Magnesium.................................................................................................................26
2.11. Zinc.............................................................................................................................28
2.12. Iron.............................................................................................................................30
2.13. Vitamin B12 (Cobalamin).........................................................................................32
2.14. Asam Folat.................................................................................................................34
2.15. Iodin............................................................................................................................36
BAB III PENUTUP......................................................................................................................38
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................39
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa


itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan
produktif. Betapapun kayanya sumber alam yang tersedia bagi suatu bangsa tanpa adanya
sumber daya manusia yang tangguh maka sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu
sendiri. Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah
generasi penerus bangsa. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Masa tumbuh kembang tersebut
pemberian nutrisi atau asupan zat gizi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
sempurna (Almatsier et al., 2011).

Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian makan yang tidak benar dan
menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh
anak. Aktivitas fisik dan permainan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Nutrisi yang tepat untuk menunjang aktivitas fisik anak
terdiri dari mikronutrien dan makronutrien. Kebutuhan mikronutrien terdiri dari mineral dan
vitamin. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh adalah kalsium, natrium, klorida, kalium dan zat
besi, sedangkan makronutrien terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak (Judarwanto, 2011).

Kebutuhan energi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, dan
aktivitas fisik. Total kebutuhan energi pada individu diperlukan untuk metabolisme basal,
aktivitas fisik, dan efek dinamik khusus pada makanan spesific dinamic action. Golongan anak
sekolah cenderung mempunyai banyak aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan
waktu makan. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun (Notoatmodjo, 2003). Apabila kebutuhan mikronutrien tidak tercukupi,
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi yang memiliki manifestasi yang berbeda-beda sesuai
dengan mikronutrien apa yang tidak adekuat. Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik
untuk mengulas lebih dalam tentang macam mikronutrien, perannya dalam metabolism,
defisiensi, serta rekomendasi asupan tiap harinya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja macam-macam mikronutrien dan bagaimana peran mikronutrien dalam
metabolism?
1.2.2. Dari mana sumber dan berapa rekomendasi asupan masing-masing mikronutrien
tiap harinya?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui macam-macam mikronutrien dan bagaimana peran
mikronutrien dalam metabolism
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami sumber dan rekomendasi asupan masing-
masing mikronutrien tiap harinya
1.4. Manfaat
Menambah wawasan keilmuan dari tinjauan pustaka terkait dengan mikronutrien,
mempermudah pemahaman penulis dan pembaca tentang mikronutrien, dan dapat
mengaplikasikannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kebutuhan gizi mikronutrien didefinisikan sebagai tingkat asupan yang memenuhi


kriteria kecukupan yang ditentukan, sehingga meminimalkan risiko nutrisi defisit atau kelebihan.
Kriteria ini mencakup gradien efek biologis yang terkait dengan berbagai asupan nutrisi yang,
pada tingkat ekstrem, termasuk asupan yang diperlukan untuk mencegah kematian yang terkait
dengan defisiensi atau kelebihan nutrisi. Penyakit klinis yang ditentukan oleh tanda dan gejala
kekurangan nutrisi, dan kondisi subklinis yang diidentifikasi secara spesifik tindakan biokimia
dan fungsional. Ukuran simpanan nutrisi atau kritis kolam jaringan juga dapat digunakan untuk
menentukan kecukupan nutrisi.

Tes fungsional saat ini merupakan indeks yang paling relevan dari kondisi subklinis yang
berhubungan dengan asupan vitamin dan mineral. Idealnya, biomarker tersebut harus peka
terhadap perubahan status gizi sementara pada saat yang sama khusus untuk nutrisi yang
bertanggung jawab atas defisiensi subklinis. Seringkali, indikator yang paling sensitif bukanlah
yang paling spesifik; misalnya, feritin plasma, indikator sensitif status zat besi, dapat berubah
tidak hanya sebagai respons suplai zat besi, tetapi juga sebagai akibat dari infeksi akut atau
peradangan kronis proses. Demikian pula anemia, penanda defisiensi zat besi dalam makanan,
mungkin juga disebabkan oleh, antara lain, kekurangan folat, vitamin B12 atau tembaga. Pilihan
kriteria yang digunakan untuk menentukan persyaratan sangat penting, karena asupan nutrisi
yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan yang ditentukan akan bervariasi secara jelas,
bergantung di antara faktor-faktor lain, pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
kecukupan gizi.

2.2. Vitamin A
2.2.1. Peran vitamin A dalam metabolism

Vitamin A berfungsi pada dua bagian di dalam tubuh: yang pertama pada siklus visual di
retina mata; yang kedua ada di seluruh jaringan tubuh secara sistemik menjaga pertumbuhan dan
kesehatan sel. Dalam sistem visual, retinol pengikat diangkut ke jaringan mata dan ke retina oleh
protein pengikat dan transpor intraseluler. Rhodopsin, pigmen visual yang penting pada
penglihatan cahaya redup, terbentuk di sel batang setelah konversi semua-trans-retinol menjadi
retinaldehida, isomerisasi ke bentuk 11-cis, dan berikatan dengan opsin. Perubahan rhodopsin
melalui serangkaian reaksi fotokimia menghasilkan kemampuan untuk melihat objek dalam
cahaya redup. Kecepatan,regenerasi rhodopsin berhubungan dengan ketersediaan retinol.
Biasanya apabila terjadi rabun senja merupakan indikator bahwa kadar retinol rendah, tetapi bisa
juga karena deficit nutrisi lain yang penting untuk regenerasi rhodopsin, seperti protein dan seng,
dan untuk beberapa penyakit bawaan, seperti retinitis pigmentosa.

2.2.2. Defisiensi vitamin A

VAD tidak mudah didefinisikan. WHO mendefinisikannya sebagai konsentrasi jaringan


vitamin A cukup rendah untuk memiliki konsekuensi kesehatan yang merugikan meskipun tidak
ada bukti klinis xerophthalmia (16). Selain tanda khusus dan gejala xerophthalmia dan risiko
kebutaan permanen, gejala nonspesifik termasuk peningkatan morbiditas dan mortalitas,
kesehatan reproduksi yang buruk, peningkatan risiko anemia, dan kontribusi untuk
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan. Namun, efek samping nons-pesifik ini dapat
disebabkan karena defisit nutrisi lain juga, sehingga sulit untuk dikategorikan sebagai gejala
khusus non-okuler untuk VAD tanpa adanya pengukuran biokimia yang mencerminkan status
vitamin A.

Tanda-tanda okuler dari VAD dinilai dengan pemeriksaan klinis dan riwayat, dan cukup
spesifik pada anak usia prasekolah. Gejala yang paling sering yang terjadi adalah rabun senja,
yang merupakan manifestasi paling awal dari xerophthalmia. Pada fase awal biasanya terlihat
setelah paparan dari cahaya terang yang memutihkan rhodopsin (ungu visual) yang ditemukan di
retina. VAD membutuhkan waktu yang lama untuk meregenerasi rhodopsin, dan dengan
demikian menunda waktu adaptasi pada lingkungan gelap. Anak-anak yang buta senja akan
cenderung tersandung saat pergi dari area terang ke area gelap, begitu pula dengan ibunya yang
mengalami buta senja, cenderung untuk tetap tidak aktif saat senja dan malam hari.

2.2.3. Sumber Vitamin A

Vitamin A yang terbentuk sebelumnya (pre-formed vitamin A) ditemukan hampir secara


eksklusif pada produk hewani, seperti ASI, daging, hati dan minyak ikan (terutama), kuning
telur, susu muDRI, dan produk susu lainnya. Vitamin A yang telah dibentuk sebelumnya juga
digunakan pada makanan olahan, yang mungkin termasuk gula, sereal, bumbu, lemak, dan
minyak. Karotenoid provitamin A ditemukan dalam sayuran berdaun hijau (misalnya bayam,
dan daun muda dari berbagai sumber), sayuran kuning (misalnya labu, labu, dan wortel), dan
buah-buahan oranye yang bukan jeruk (misalnya mangga, aprikot, dan pepaya). Minyak sawit
merah diproduksi di beberapa negara di seluruh dunia dan kaya akan provitamin A. Beberapa
tanaman asli yang lain juga mungkin merupakan sumber yang sangat kaya akan provitamin A.
Contohnya adalah buah palem yang dikenal di Brasil, dan buah gac di Vietnam, yang digunakan
untuk mewarnai beras, terutama di acara upacara tertentu. Makanan yang cenderung
mengandung provitamin A karotenoid memiliki vitamin A yang lebih sedikit tetapi lebih
terjangkau daripada produk hewani.

2.2.4. Rekomendasi Asupan vitamin A

Kebutuhan vitamin A untuk bayi dihitung dari vitamin A yang diberikan dalam ASI.
Setidaknya selama 6 bulan pertama kehidupan, ASI eksklusif bisa memberikan vitamin A yang
cukup untuk menjaga kesehatan, pertumbuhan normal, dan pertahankan penyimpanan yang
cukup di hati. Konsentrasi retinol yang dilaporkan dalam ASI sangat bervariasi di setiap negara
(0,70–2,45 mmol / l). Di beberapa negara berkembang, asupan vitamin A bayi yang diberi ASI
yang tumbuh dengan baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda defisiensi berkisar antara 120
hingga 170mcg RE / hari. Asupan tersebut dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi jika
berat badan bayi diasumsikan setidaknya pada persentil ke-10 menurut standar WHO. Namun,
asupan ini tidak membangun simpanan vitamin A yang memadai, sehingga xerophthalmia
umum terjadi pada anak-anak usia prasekolah dengan asupan vitamin A yang agak lebih rendah.
Karena kebutuhan vitamin A untuk mendukung tingkat pertumbuhan bayi, yang dapat sangat
bervariasi, perkiraan kebutuhan 180mcg RE / hari tampaknya sesuai.

Tingkat aman untuk bayi hingga usia 6 bulan didasarkan pada pengamatan bayi yang
diberi ASI di komunitas yang menerapkan gizi yang baik. Konsumsi rata-rata ASI oleh bayi
tersebut adalah sekitar 750ml / hari selama 6 bulan pertama. Dengan asumsi konsentrasi vitamin
A rata-rata dalam ASI sekitar 1.75mmol / l, berarti asupan harian rata-rata sekitar 375mcg RE,
yang karenanya merupakan tingkat aman yang direkomendasikan. Dari 7–12 bulan, asupan ASI
rata-rata 650ml / hari, yang akan memberikan 325mcg vitamin A setiap hari. Karena bayi yang
mendapat ASI dengan vitamin A rendah memiliki peningkatan risiko kematian dari 6 bulan ke
depan, persyaratan dan tingkat asupan aman yang direkomendasikan ditingkatkan menjadi
190mcg RE / hari dan 400mcg RE / hari, masing-masing. Persyaratan (dengan penyisihan
variabilitas) dan yang direkomendasikan asupan yang aman untuk anak-anak yang lebih besar
dapat diperkirakan dari yang diperoleh terlambat bayi (yaitu 20 dan 39mcg RE / kg berat badan /
hari) (62). Atas dasar ini, dan termasuk tunjangan untuk persyaratan penyimpanan dan
variabilitas, persyaratan untuk anak-anak usia prasekolah akan berada dalam kisaran 200-
400mcg RE setiap hari.

Tabel 1. Diet Recommendation Intake Vitamin A

2.3. Vitamin D
2.3.1. Peran vitamin D dalam metabolism

Vitamin D diperlukan untuk menjaga kadar kalsium dan fosfat dalam darah yang normal,
yang pada gilirannya dibutuhkan untuk mineralisasi normal tulang, kontraksi otot, konduksi
saraf, dan fungsi seluler umum di semua sel tubuh. Vitamin D aktif setelah diubah menjadi
bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25- (OH) 2D], atau kalsitriol. Bentuk aktif ini
mengatur transkripsi sejumlah gen yang bergantung pada vitamin D yang dikodekan protein
pengangkut kalsium dan protein matriks tulang. Vitamin D juga memodulasi transkripsi protein
siklus sel menurunkan proliferasi sel dan meningkatkan diferensiasi sel sejumlah sel khusus
tubuh (misalnya prekursor osteoklastik, enterosit, keratinosit). Properti ini mungkin menjelaskan
tindakan vitamin D dalam resorpsi tulang, transportasi kalsium usus, dan kulit. Vitamin D juga
memiliki sifat imunomodulator yang dapat mengubah respons terhadap infeksi in vivo. Sifat
diferensiasi dan imunomodulator sel ini mendasari alasan mengapa turunan vitamin D sekarang
berhasil digunakan dalam pengobatan psoriasis dan kelainan kulit lainnya.

2.3.2. Defisiensi vitamin D

Pada anak-anak yang kekurangan vitamin D utamanya akan menyebabkan terjadinya


rakhitis. Bayi merupakan populasi yang berisiko kekurangan vitamin D karena kebutuhan
vitamin D yang relatif besar disebabkan oleh tingginya tingkat tulang pertumbuhan. Saat lahir,
bayi telah memperoleh simpanan vitamin D di dalam Rahim menjaga mereka melalui bulan-
bulan pertama kehidupan. Bayi yang diberi ASI sangat berisiko karena rendahnya konsentrasi
vitamin D dalam ASI. Masalah ini semakin diperparah pada beberapa bayi yang diberi ASI
dengan pembatasan paparan sinar ultraviolet (UV) karena musim, lintang, budaya, atau alasan
sosial. Bayi yang lahir pada bulan-bulan musim gugur di garis lintang yang ekstrim berisiko
karena mereka menghabiskan 6 bulan pertama kehidupan mereka di dalam ruangan dan karena
itu memiliki sedikit kesempatan untuk mensintesis vitamin D di kulit mereka selama periode ini.
Akibatnya, meskipun defisiensi vitamin D jarang terjadi di negara maju, kasus rakhitis sporadis
masih dilaporkan di banyak kota-kota di utara tetapi hampir selalu pada bayi yang diberi ASI.

2.3.3. Sumber dan Rekomendasi asupan vitamin D

Cara yang paling relevan dan efisien secara fisiologis memperoleh vitamin D adalah
mensintesisnya secara endogen di kulit melalui paparan sinar matahari (UV). Dalam kebanyakan
situasi, sekitar 30 menit paparan kulit (tanpa tabir surya) pada lengan dan wajah. Sinar matahari
dapat menyediakan semua kebutuhan vitamin D harian tubuh. Namun, sintesis vitamin D pada
kulit dipengaruhi secara negatif oleh berbagai faktor yang dapat mengurangi kemampuan kulit
untuk memenuhi kebutuhan total individu, yaitu:

• lintang dan musim — keduanya memengaruhi jumlah sinar UV yang mencapai kulit;
• proses penuaan — penipisan kulit mengurangi efisiensi proses sintetis ini;
• pigmentasi kulit — kehadiran pigmen yang lebih gelap di kulit mengganggu proses
sintetis karena sinar UV tidak dapat mencapai lapisan kulit yang sesuai;
• Pakaian — penutup kulit yang hampir lengkap karena alasan medis, sosial, budaya, atau
agama membuat kulit tidak cukup terpapar sinar matahari;
• Asupan tabir surya — asupan tabir surya secara luas dan bebas, meskipun menurunkan
kerusakan kulit akibat sinar matahari, merusak sintesis vitamin D.

Karena tidak semua masalah tersebut dapat diselesaikan di semua lokasi geografis,
terutama selama musim dingin di lintang yang lebih tinggi dari 42 ° di mana sintesis hampir nol,
disarankan agar individu yang tidak dapat mensintesis vitamin D harus memperbaiki status
vitamin D mereka dengan mengonsumsi sejumlah vitamin D sesuai untuk kelompok umur
mereka (Tabel 3.3). Susu formula bayi dilengkapi dengan vitamin D dengan kadar mulai dari 40
unit internasional (IU) atau 1mcg / 418.4kJ hingga 100IU atau 2.5mcg / 418.4kJ, itu
menyediakan kira-kira antara 6mcg dan 15mcg vitamin D, masing-masing. Jumlah vitamin D
makanan ini cukup untuk mencegah rakhitis.

Tabel 2. Diet Reccomendation Intake for Vitamin D

2.4. Kalsium
2.4.1. Peran kalsium dalam metabolism

Kalsium memberikan kekakuan pada kerangka dan ion kalsium berperanBanyak pada
proses metabolisme. Pada exoskeleton primitive kekakuan umumnya disebabkan oleh kalsium
karbonat, tetapi dalam kerangka vertebrata, itu disediakan oleh bentuk kalsium fosfat yang
mendekati hidroksiapatit dan tertanam dalam fibril kolagen. Mineral tulang berfungsi sebagai
reservoir terakhir untuk kalsium yang bersirkulasi dalam ECF. Kalsium memasuki ECF dari
saluran gastrointestinal melalui absorpsi dan dari tulang melalui resorpsi. Kalsium meninggalkan
ECF melalui saluran gastrointestinal, ginjal, dan kulit dan masuk ke dalam tulang melalui
pembentukan tulang. Selain itu, perubahan kalsium terjadi di semua membran sel. Banyak
neuromuskuler dan fungsi seluler lainnya bergantung pada pemeliharaan konsentrasi kalsium
terionisasi di ECF. Perubahan kalsium juga penting sebagai mediator efek hormonal pada organ
target melalui beberapa intraseluler jalur pensinyalan, seperti fosfoinositida dan adenosin siklik
sistem monofosfat. Konsentrasi kalsium sitoplasma diatur oleh serangkaian pompa kalsium,
yang memusatkan ion kalsium di dalamnya situs penyimpanan intraseluler atau
mengeluarkannya dari sel (tempat mereka mengalir dalam difusi). Fisiologi metabolisme
kalsium memiliki fungsi dalam pemeliharaan konsentrasi kalsium terionisasi di ECF.
Konsentrasi ini dilindungi dan dipertahankan oleh umpan balik melalui reseptor kalsium di
kelenjar paratiroid, yang mengontrol sekresi hormon paratiroid. Hormon ini meningkatkan
fungsi ginjal reabsorpsi tubular kalsium, meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus
merangsang produksi ginjal 1,25-dihidroksivitamin D atau kalsitriol [1,25- (OH) 2D], dan, jika
perlu, resorb tulang. Namun, integritas sistem sangat bergantung pada status vitamin D; jika ada
defisiensi vitamin D, hilangnya aksi calcaemic menyebabkan penurunan ionisasi kalsium dan
hiperparatiroidisme sekunder serta ipofosfatemia. Ini mengapa defisiensi vitamin D
menyebabkan rakhitis dan osteomalasia sedangkan kekurangan kalsium menyebabkan
osteoporosis.

2.4.2. Defisiensi Kalsium

Osteomalasia dan rakhitis disebabkan oleh kekurangan kalsium, vitamin D. defisiensi,


atau keduanya, dan osteoporosis dikaitkan dengan kegagalan tulang baru pembentukan sekunder
terhadap keseimbangan nitrogen negatif, insufisiensi osteoblas, atau kedua. Menyebabkan
perkembangan osteoporosis (bukan rakhitis dan osteomalasia) dalam percobaan hewan
menghasilkan pemeriksaan ulang osteoporosis pada manusia, khususnya pada wanita
pascamenopause. Pemeriksaan ulang ini menghasilkan bukti akhir-akhir ini Tahun 1960-an
bahwa pengeroposan tulang menopause bukan karena penurunan pembentukan tulang Meskipun
pembentukan tulang yang berkurang dapat memperburuk proses pengeroposan tulang orang tua
dan mungkin memainkan peran utama dalam osteoporosis kortikosteroid —dan mungkin pada
osteoporosis pada pria—sorpsi tulang semakin bertanggung jawab atas osteoporosis pada wanita
dan tulang defisit terkait dengan patah tulang pinggul pada orang tua dari kedua jenis kelamin.
Karena resorpsi tulang juga merupakan mekanisme kekurangan kalsium menghancurkan tulang,
tidak mengherankan bahwa peran kalsium dalam patogenesis osteoporosis telah mendapat
perhatian yang meningkat dan asupan kalsium yang direkomendasikan terus meningkat selama
35 tahun terakhir sejak titik nadir. yang mengikuti publikasi laporan dari pertemuan Roma pada
tahun 1962. Proses tersebut telah dipercepat oleh kesadaran yang berkembang bahwa kehilangan
kalsium yang tidak dapat disadari (misalnya melalui kulit, rambut, kuku) perlu diperhitungkan
dalam perhitungan kebutuhan kalsium

2.4.3. Sumber kalsium dan Rekomendasi konsumsi kalsium

Dalam 2 tahun pertama kehidupan, bayi membutuhkan untuk menyerap sekitar 120mcg
(3mmol) kalsium setiap hari untuk memungkinkan pertumbuhan normal. Apa yang diwakili
dalam istilah makanan dapat dihitung dari studi penyerapan kalsium pada bayi baru lahir.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penyerapan kalsium dari susu sapi oleh bayi sekitar 0,5 SD di
atas normal kemiringan orang dewasa dan dari ASI lebih dari 1 SD di atas orang dewasa normal
lereng. Jika informasi ini benar, rekomendasi yang berbeda perlu dibuat untuk bayi tergantung
pada sumber ASI. Dengan ASI, penyerapan dari 120mg (3mmol) kalsium membutuhkan asupan
rata-rata 240mg (6mmol) dan asupan yang direkomendasikan katakanlah 300mg (7.5mmol)
mendekati jumlah yang disediakan dalam produksi susu harian rata-rata 750ml. Dengan susu
sapi, asupan kalsium perlu sekitar 300mg (7.5mmol) untuk mencukupi persyaratan dan asupan
yang direkomendasikan 400mg (10mmol). Pada anak-anak kebutuhan kalsium dari sekitar 120g
(3mol) pada usia 2 tahun menjadi 400g (10mol) pada usia 9 tahun. Nilai-nilai ini dapat diubah
menjadi tingkat akumulasi kalsium harian dari usia 2 hingga 9 tahun sekitar 120mg (3mmol),
yang sangat serupa dengan jumlah yang dihitung oleh Leitch dan Aitkendari pertumbuhan
analisis. Meskipun kalsium urin harus meningkat dengan peningkatan terkait pertumbuhan laju
filtrasi glomerulus, perkiraan yang masuk akal dari nilai rata-rata dari usia 2 sampai 9 tahun
mungkin 60mcg (1.5mmol). Saat ini ditambahkan ke harian peningkatan kerangka 120mg
(3mmol) dan hilangnya kulit mungkin 40mg (1.0mmol), rata-rata kalsium harian yang terserap
harus 220mg (5.5mmol) selama periode ini. Jika penyerapan bersih kalsium oleh anak-anak
adalah 1 SD di atas orang dewasa, kebutuhan rata-rata harian selama periode ini adalah sekitar
440mg (11mmol) dan rata-rata asupan yang direkomendasikan adalah 600mg (15mmol) —
bilang lebih rendah di tahun-tahun sebelumnya dan agak lebih rendah lebih tinggi di tahun-tahun
berikutnya (Tabel 3).

Tabel 3. Diet Reccomendation Intake for Kalsium

2.5. Vitamin E
2.5.1. Peran vitamin E dalam metabolism

Vitamin E adalah antioksidan utama yang larut dalam lemak dalam antioksidan sel sistem
pertahanan dan secara eksklusif diperoleh dari makanan. Istilah "vitamin E ”mengacu pada
keluarga delapan homolog yang terjadi secara alami yang disintesis oleh tanaman dari asam
homogentisic. Semuanya merupakan turunan dari 6-chromanol dan berbeda dalam jumlah dan
posisi gugus metil pada struktur cincin. Empat homolog tokoferol dan empat tokotrienol
Defisiensi vitamin A.

Vitamin E adalah contoh antioksidan fenolik. Molekul seperti itu dengan mudah
mendonasikan hidrogen dari gugus hidroksil (-OH) pada struktur cincin terhadap radikal bebas,
membuatnya tidak reaktif. Saat mendonasikan hidrogen, senyawa fenolik itu sendiri menjadi
radikal bebas yang relatif tidak reaktif karena elektron yang tidak berpasangan pada atom
oksigen biasanya terdelokalisasi menjadi aromatic struktur cincin sehingga meningkatkan
stabilitasnya (3). Peran biologis utama vitamin E adalah untuk melindungi PUFA dan komponen
lain dari membran sel dan lipoprotein densitas rendah (LDL) dari oksidasi oleh radikal bebas.
Vitamin E terletak terutama di dalam fosfolipid lapisan ganda dari membran sel. Ini sangat
efektif dalam mencegah peroksidasi lipid — serangkaian reaksi kimia yang melibatkan
kerusakan oksidatif PUFA. Penyerapan vitamin E dari usus tergantung pada kecukupan pancreas
fungsi, sekresi bilier, dan pembentukan misel. Kondisi penyerapan seperti untuk lemak makanan,
yaitu emulsifikasi yang efisien, pelarutan dalam misel garam empedu campuran, diambil oleh
enterosit, dan sekresi ke dalam sirkulasi melalui sistem limfatik.

2.5.2. Defisiensi Vitamin E

Target defisiensi organ yaitu Neuromuskuler, Vaskular, danReproduksi. Berkembang


dalam 5-10 tahun terjadi hilangnya refleks tendon dalam, gangguan sensasi getaran & posisi,
perubahan keseimbangan & koordinasi, kelemahan otot, & gangguan penglihatan. Gejala hanya
terjadi dengan malabsorpsi lipid yang disebabkan oleh penyakit (atresia bilier, insufisiensi
pankreas eksokrin, abetalipoproteinemia). Adanya stres oksidan dapat menyebabkan terjadinya
injury & nekrosis. Bila ibu memiliki kadar vitamin E yang rendah, bayi baru lahir akan memiliki
konsentrasi jaringan yang rendah dan bayi prematur beresiko kekurangan vit E.

2.5.3. Sumber Vitamin E

Karena vitamin E secara alami hadir dalam pola makan nabati dan produk hewani dan
sering ditambahkan oleh produsen ke minyak nabati dan diproses makanan, asupan mungkin
cukup untuk menghindari defisiensi. Lemak hewani, sayuran, dan daging masing-masing
berkontribusi sekitar 10%. Buah, sereal, dan produk susu masing-masing berkontribusi sekitar
4%. Telur, ikan, dan kacang-kacangan masing-masing berkontribusi kurang dari 2%. Selain itu,
minyak biji bunga matahari mengandung sekitar 55mcg a-tocopherol / 100g dan untuk minyak
kedelai yang hanya mengandung 8mcg / 100ml (36).

2.5.4. Rekomendasi intake vitamin E

Meta-analisis data yang dikumpulkan di Eropa negara menunjukkan bahwa asupan


optimal dapat diterapkan ketika konsentrasi plasma vitamin E melebihi 25-30mmol / l
atocopherol. Namun, pendekatan ini harus diperlakukan dengan hati-hati, seperti konsentrasi
vitamin E plasma tidak selalu mencerminkan asupan atau jaringan cadangan karena hanya 1%
dari tokoferol tubuh mungkin di dalam darah dan jumlah yang beredar sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi lipid; namun demikian, konsentrasi vitamin E berstandar lipid (mis rasio tokoferol-
kolesterol) lebih besar dari 2,25 (dihitung sebagai mmol / mmol) diyakini mewakili status
vitamin E yang baik.

Saat ini, data tidak cukup untuk merumuskan rekomendasi asupan vitamin E untuk
kelompok usia yang berbeda kecuali untuk bayi. Ada beberapa indikasi bahwa bayi baru lahir,
terutama jika lahir prematur, rentan terhadap stres oksidatif karena simpanan vitamin E tubuh
yang rendah, penyerapan terganggu, dan berkurangnya kapasitas transport akibat konsentrasi
LDL rendah saat lahir. Namun, bayi cukup bulan hampir mencapai konsentrasi vitamin E plasma
dewasa pada minggu pertama dan meskipun konsentrasi vitamin E dalam ASI awal dapat
bervariasi, setelah 12 hari tetap cukup konstan pada 0,32 mg α-TE / 100ml susu. Dengan
demikian, bayi yang diberi ASI yang mengonsumsi 850ml akan mendapat asupan sebesar 2.7mg
α-TE. Sehingga susu formula tidak boleh mengandung kurang dari 0,3mg α-TE / 100ml pakan
yang dilarutkan dan tidak kurang dari 0,4mg α-TE / g PUFA.

2.6. Vitamin K
2.6.1. Peran vitamin K dalam metabolism

Vitamin K adalah mikronutrien penting yang larut dalam lemak, yang dibutuhkan untuk
modifikasi kimia pasca-translasi dalam sekelompok kecil protein dengan sifat pengikat kalsium,
yang dikenal sebagai protein vitamin k-dependent atau protein Gla. Sejauh ini, hanya vitamin K
yang berperan dalam pengaturan koagulasi. Protein koagulasi yang bergantung pada vitamin K
disintesis di hati dan membentuk faktor II, VII, IX, dan X, yang memiliki peran hemostatik
(yaitu prokoagulan yang menahan dan mencegah perdarahan), dan protein C dan S, yang
memiliki peran antikoagulan (yaitu menghambat proses pembekuan).

Selain dari protein koagulasi, beberapa protein vitamin K-dependent juga diisolasi dari
tulang, tulang rawan, ginjal, paru-paru, dan jaringan lainnya. Hanya dua, yaitu osteocalcin dan
matriks Gla protein (MCGP), yang memiliki telah dipahami dengan baik. Keduanya ditemukan
di tulang, dinding pembuluh darah, dan jaringan lunak lainnya. Fungsi MCGP pada tulang adalah
untuk menghambat mineralisasi. Sejauh ini, tidak ada peran biologis yang jelas untuk osteocalcin
meskipun merupakan protein tulang non-kolagen utama yang disintesis oleh osteoblas. Sehingga
masih belum dipahami dengan baik defisiensi vitamin K pada kesehatan tulang. Bukti dari
hubungan yang mungkin dari status vitamin K suboptimal dengan peningkatan risiko patah
tulang masih harus dikonfirmasi.

2.6.2. Defisiensi vitamin K

Meskipun memiliki dualitas fungsi, efek utama dari defisiensi vitamin K adalah
kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh ketidakaktifan protein relatif prokoagulan.
Sindrom defisiensi secara tradisional dikenal sebagai penyakit hemoragik dari bayi yang baru
lahir/ Vitamin K Defficiency Bleeding (VKDB). Diklasifikasikan menjadi 3 yaitu VKDB awal,
klasik, dan akhir yang dapat dilihat pada Tabel sekian. Studi epidemiologi di seluruh dunia telah
mengidentifikasi dua faktor risiko utama untuk VKDB klasik dan terlambat: pemberian ASI
eksklusif (karena konsentrasi vitamin K dalam ASI lebih rendah daripada susu formula) dan
kegagalan untuk memberikan profilaksis vitamin K.

Tabel 4. Klasifikasi Vitamin K defficieny bleeding pada bayi

2.6.3. Sumber Vitamin K

Vitamin K disintesis oleh tumbuhan dan bakteri. Pada tumbuhan, satu-satunya bentuk
molekul penting adalah phylloquinone (vitamin K1). Bakteri mensintesis keluarga senyawa yang
disebut menaquinones (vitamin K2). Selain itu terdapat vitamin K3 yaitu vitamin sintetis yang
memiliki molekul menadion dan 2 kali lebih efektif dari K1 dan K2.

2.6.4. Rekomendasi asupan vitamin K


Asupan rata-rata phylloquinone pada bayi yang diberi ASI selama ini 6 bulan pertama
kehidupan telah dilaporkan kurang dari 1mcg / hari. Perbedaan besar antara asupan ini tercermin
dalam level plasma menggunakan deteksi PIVKA-II sebagai penanda defisiensi subklinis. Studi
dari Jerman menyimpulkan bahwa asupan harian minimal sekitar 100ml susu kolostral (yang
memasok sekitar 0,2-0,3 mcg phylloquinone) cukup untuk hemostasis normal pada bayi dengan
berat sekitar 3kg selama minggu pertama kehidupan. RDA Amerika Serikat saat ini untuk bayi
adalah 5mcg / hari selama 6 bulan pertama (periode risiko terbesar untuk VKDB) dan 10mcg /
hari selama 6 bulan kedua.

Tabel 5. Diet Reccommendation Intake for Vitamin K

2.7. Vitamin C
2.7.1. Peran vitamin C dalam metabolism

Vitamin C (asam askorbat) adalah donor elektron (agen pereduksi atau antioksidan), dan
mungkin semua peran biokimia dan molekulernya dapat dipertanggungjawabkan oleh fungsi ini.
Sifat antioksidan vitamin C dapat menstabilkan folat dalam makanan dan plasma; meningkatkan
ekskresi turunan folat teroksidasi pada manusia dengan scurvy. Selain itu, vitamin C
meningkatkan penyerapan zat besi non-haem terlarut dengan chelation atau dengan
mempertahankan zat besi dalam bentuk ferrous (Fe2+)
2.7.2. Defisiensi vitamin C

Kurangnya Asupan Vitamin C akan menyebabkan scurvy. Tiga manifestasi scurvy yaitu
perubahan gingiva, nyeri pada ekstremitas, dan perdarahan. Kemudian akan terjadi edema,
ulseraasi, dan akhirnya kematian. Skeletal dan lesi vaskular yang berhubungan dengan penyakit
scurvy mungkin timbul dari kegagalan pembentukan osteoid. Pada penyakit kudis infantil,
perubahan terutama terjadi di sebagian besar tempat pertumbuhan tulang aktif; Tanda-tanda
khasnya adalah pseudoparalisis pada tungkai disebabkan oleh rasa sakit yang luar biasa saat
bergerak dan disebabkan oleh perdarahan di bawah periosteum, serta pembengkakan dan
perdarahan pada gusi di sekitar gigi yang erupsi. Pada orang dewasa, salah satu prinsip awal efek
samping dari patologi terkait kolagen mungkin mengganggu penyembuhan luka. Kekurangan
vitamin C dapat dideteksi dari tanda-tanda awal defisiensi klinis, seperti hiperkeratosis folikuler,
perdarahan petekie, bengkak atau gusi berdarah, dan nyeri sendi, atau dari konsentrasi askorbat
yang sangat rendah dalam plasma, darah, atau leukosit.

2.7.3. Sumber Vitamin C

Askorbat ditemukan di banyak buah dan sayuran. Buah dan jus jeruk adalah sumber yang
sangat kaya vitamin C tetapi buah-buahan lain termasuk melon dan melon, ceri, buah kiwi,
mangga, pepaya, stroberi, tomat, dan melon air juga mengandung vitamin C dalam jumlah yang
bervariasi. Sayuran seperti kubis, brokoli, tauge, kembang kol, kangkung, sawi, paprika merah
dan hijau, kacang polong, dan kentang menjadi sumber vitamin C yang lebih penting daripada
buah-buahan, mengingat sayuran sering kali tersedia untuk periode yang lebih lama sepanjang
tahun dibandingkan dengan buah-buahan.

2.7.4. Rekomendasi asupan vitamin C

8mcg / hari vitamin C cukup untuk mencegah tanda-tanda skorbutik pada bayi. Konsentrasi
rata-rata vitamin C pada ASI diperkirakan 40mcg / l (SD, 10), tetapi jumlah vitamin C dalam
ASI tampaknya mencerminkan asupan makanan ibu dan bukan kebutuhan bayi. Oleh karena itu,
DRI untuk bayi berusia 0–6 bulan ditetapkan 25mcg / hari, dan DRI secara bertahap meningkat
saat anak-anak menjadi lebih tua. Tabel 6 menyajikan ringkasan DRI yang dibahas untuk
vitamin C oleh kelompok.
Tabel 6. Diet Reccomendation Intake for Vitamin C

2.8. Thiamin, riboflavin, niacin, Pyridoxine, Asam pantotenat, dan Biotin

Manifestasi klinis defisiensi vitamin B — seperti beri-beri (jantung dan kering), neuropati
perifer, pellagra, serta lesi oral dan genital (terkait dengan defisiensi riboflavin) — pernah
menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di beberapa bagian dunia. Sekarang manifestasi
ini telah menurun, penurunan tidak terjadi melalui program yang mendistribusikan vitamin
sintetis tetapi melalui perubahan pola ketersediaan pangan dan akibat praktek perubahan pola
makan. Meskipun banyak manifestasi klinis dari kekurangan vitamin B menurun, ada bukti
defisiensi subklinis luas vitamin ini (terutama riboflavin dan piridoksin). Defisiensi vitamin B
memiliki efek yang merusak metabolism. Meskipun ada kemajuan dalam pengurangan
defisiensi skala besar di dunia, ada laporan berkala tentang wabah defisiensi B-kompleks yang
terkait dengan defisit vitamin B dalam populasi di bawah kondisi kritis.

2.8.1. Thiamin

Tiamin berfungsi sebagai koenzim tiamin pirofosfat (TPP) dalam metabolisme


karbohidrat dan asam amino rantai cabang. Secara khusus, TPP terkoordinasi Mcg2+
berpartisipasi dalam pembentukan a-ketol (misalnya di antara heksosa dan pentosa fosfat) yang
dikatalisis oleh transketolase dan dalam oksidasi asam a-keto (misalnya piruvat, a-ketoglutarat,
dan asam a-keto rantai cabang) oleh kompleks dehidrogenase. Jika tiamin tidak mencukupi,
penurunan keseluruhan metabolisme karbohidrat dan keterkaitannya dengan metabolisme asam
amino (melalui asam a-keto) memiliki konsekuensi yang parah, seperti penurunan pembentukan
asetilkolin untuk fungsi saraf.

Kekurangan tiamin (vitamin B1, aneurin) menyebabkan penyakit yang disebut beri-beri,
yang secara klasik dianggap ada dalam bentuk kering (paralitik) dan basah (edema). Beriberi
terjadi pada bayi yang diberi ASI dari ibu yang defisiensi. Ini juga terjadi pada orang dewasa
dengan asupan karbohidrat tinggi (terutama dari beras giling) dan dengan asupan faktor anti-
tiamin, seperti bakteri tiaminase yang terdapat pada ikan mentah tertentu yang tertelan. Beriberi
masih endemik di Asia. Di negara-negara industri yang relatif, manifestasi neurologis sindrom
WeDRIcke-Korsakoff sering dikaitkan dengan alkoholisme kronis dalam hubungannya dengan
konsumsi makanan yang terbatas. Beberapa kasus defisiensi tiamin telah diobservasi pada pasien
yang mengalami hipermetabolik, menjalani nutrisi parenteral, menjalani dialisis ginjal kronis,
atau menjalani gastrektomi. Kekurangan tiamin juga telah diamati pada orang yang memakan
cacing sutra, anak sekolah, lansia, anak sekolah yang terinfeksi cacing tambang, narapidana, dan
orang-orang dengan alkoholisme kronis. Untuk ringkasan DRI thiamin ada pada tabel 7.

Tabel 7. Diet Reccomendation Intake for Thiamin

2.8.2. Riboflavin (Vitamin B2)


Flavocoenzymes berpartisipasi dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam jalur metabolisme
dan dalam produksi energi melalui rantai respirasi. Konversi riboflavin menjadi flavin
mononukleotida (FMN) dan kemudian menjadi flavin dominan, flavin adenine dinucleotide
(FAD), terjadi sebelum flavin ini membentuk kompleks dengan banyak flavoprotein
dehidrogenase dan oksidase.

Kekurangan riboflavin (vitamin B2) menyebabkan kondisi hipo- atau ariboflavinosis,


ditandai dengan sakit tenggorokan; hiperemia; edema pada selaput lendir faring dan mulut;
cheilosis; stomatitis angular; glossitis; seboroik dermatitis; dan normokromik, anemia normositik
yang disertai dengan sitoplasia sel darah merah dari sumsum tulang. Karena defisiensi riboflavin
hampir selalu terjadi dalam kombinasi dengan defisiensi vitamin B kompleks lainnya, beberapa
gejala (misalnya glositis dan dermatitis) dapat terjadi akibat defisiensi komplikasi lainnya.
Penyebab utama hiporiboflavinosis adalah asupan makanan yang tidak memadai sebagai akibat
dari persediaan makanan yang terbatas, yang terkadang diperburuk oleh penyimpanan atau
pemrosesan makanan yang buruk. Asimilasi riboflavin yang menurun juga disebabkan oleh
pencernaan yang tidak normal, seperti yang terjadi dengan intoleransi laktosa. Penyerapan
riboflavin juga terpengaruh di beberapa kondisi lain, misalnya sariawan, penyakit celiac,
keganasan dan reseksi usus halus, dan penurunan waktu perjalanan gastrointestinal. Dalam kasus
yang relatif jarang, penyebab defisiensi adalah defek genetik sedang yang membentuk
flavoprotein (misalnya asil-koenzim A [coA] dehidrogenase). Bayi juga berisiko menerima
fototerapi untuk penyakit kuning neonatal dan memiliki hormon tiroid yang inadekuat. Beberapa
kasus defisiensi riboflavin juga ditemukan pada anak sekolah di Asia Tenggara (terinfeksi cacing
tambang). Untuk ringkasan DRI thiamin ada pada tabel 8

Tabel 8. Diet Reccomendation Intake for Riboflavin


2.8.3. Niacin (Vitamin B3)

Niacin secara kimiawi identik dengan asam nikotinat meskipun istilah ini juga digunakan
untuk amida (nikotinamida). Nikotinamida adalah bentuk lain dari vitamin; tidak memiliki aksi
farmakologis dari asam yang diberikan pada dosis tinggi untuk menurunkan lipid darah, tetapi
ada dalam koenzim aktif-redoks, nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) dan fosfatnya
(NADP), yang berfungsi dalam sistem dehidrogenase-reduktase membutuhkan transfer ion
hidrida. NAD juga diperlukan untuk reaksi transfer non-redoks adenosin difosfat-ribosa yang
terlibat dalam perbaikan DNA dan mobilisasi kalsium. Fungsi NAD dalam respirasi intraseluler
dan dengan enzim yang terlibat dalam oksidasi substrat bahan bakar seperti gliseraldehida3-
fosfat, laktat, alkohol, 3-hidroksibutirat, dan piruvat. Fungsi NADP dalam biosintesis reduktif
seperti sintesis asam lemak dan steroid dan dalam oksidasi glukosa-6-fosfat menjadi ribosa-5-
fosfat di jalur pentosa fosfat.

Defisiensi Niacin (asam nikotinat) secara klasik menyebabkan pellagra, yang merupakan
penyakit kronis yang berhubungan dengan dermatitis eritematosa khas yang bilateral dan
simetris, demensia setelah perubahan mental termasuk insomnia dan apatis yang mendahului
terjadinya ensefalopati, dan diare akibat peradangan pada permukaan mukosa usus. Kasus
defisiensi Niacin juga ditemukan pada orang yang menderita Crohn disease. Untuk ringkasan
DRI Niacin ada pada Tabel 9.

Tabel 9. Diet Reccomendation Intake for Niacin


2.8.4. Vitamin B6 (Pyridoxine)

Ada tiga vitamin alami (berbagai bentuk vitamin) vitamin B6, yaitu pyridoxine,
pyridoxamine, dan pyridoxal. Ketiganya harus difosforilasi dan 5’-fosfat dari dua vitamer
pertama dioksidasi menjadi PLP fungsional, yang berfungsi sebagai koenzim reaktif-karbonil ke
sejumlah enzim yang terlibat dalam metabolisme asam amino. Enzim tersebut termasuk
aminotransferase, dekarboksilase, dan dehidratase; sintase d-aminolevulinat dalam biosintesis
haem; dan fosforilase dalam pemecahan glikogen dan biosintesis basa sfingoid

Defisiensi vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya terjadi sehubungan dengan defisit
vitamin B kompleks lainnya. Perubahan biokimia awal termasuk penurunan kadar piridoksal 5’-
fosfat (PLP) plasma dan asam 4-piridoksat urin. Ini diikuti oleh penurunan sintesis transaminase
(aminotransferase) dan enzim lain dari metabolisme asam amino sehingga ada peningkatan kadar
xanthurenate dalam urin dan penurunan konversi glutamat menjadi anti-neurotransmitter g-
aminobutyrate. Hipovitaminosis B6 mungkin sering terjadi dengan defisiensi riboflavin, karena
riboflavin dibutuhkan untuk pembentukan koenzim PLP. Bayi sangat rentan terhadap asupan
yang tidak mencukupi, yang dapat menyebabkan kejang epileptiform. Manifestasi pada kulit
termasuk dermatitis dengan cheilosis dan glositis. Selain itu, biasanya terjadi penurunan limfosit
yang bersirkulasi dan terkadang juga anemia normositik, mikrositik, atau sideroblastik.
Sensitivitas sistemik seperti metabolisme asam amino sulfur terhadap ketersediaan vitamin B6
tercermin dalam homosisteinemia. Penurunan metabolisme glutamat di otak, yang ditemukan
pada kekurangan vitamin B6, mencerminkan disfungsi sistem saraf. Seperti kasus defisiensi
mikronutrien lainnya, defisiensi vitamin B6 menyebabkan kerusakan sistem imun. Yang menjadi
perhatian saat ini adalah kejadian seperti pandemi dari asupan vitamin B6 yang rendah pada
banyak orang yang makan dengan buruk (misalnya orang dengan gangguan makan). Untuk
ringkasan DRI Niacin ada pada Tabel 10.

Tabel 10. Diet Reccomendation Intake for Vitamin B6

2.8.5. Asam Pantothenate

Asam pantotenat adalah komponen CoA, kofaktor yang membawa gugus asil untuk
banyak proses enzimatis, dan fosfopantethein dalam protein pembawa asil, komponen kompleks
sintase asam lemak. Senyawa yang mengandung pantothenate paling banyak terlibat dalam
metabolisme asam lemak dan kelompok prostetik yang mengandung pantothenate juga
memfasilitasi pengikatan dengan enzim yang sesuai. Jika terjadi defisiensi, biasanya dibarengi
dengan defisit nutrisi lain. Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan manifestasi defisiensi
pantothenate yaitu subjek menjadi marah; terjadi hipotensi postural; detak jantung meningkat
saat beraktivitas; menderita gangguan epigastrik dengan anoreksia dan sembelit; mengalami
mati rasa dan kesemutan pada tangan dan kaki (sindrom "buDRIng feet"); dan memiliki refleks
tendon dalam yang hiperaktif dan kelemahan otot ekstensor jari. Beberapa kasus defisiensi
pantotenat telah diamati pada pasien dengan jerawat dan kondisi dermatitis lainnya. Untuk
ringkasan DRI Pantothenate ada pada Tabel 11.

Tabel 11. Diet Reccomendation Intake for Panthotenic Acid

2.8.6. Biotin

Biotin berfungsi sebagai koenzim dalam beberapa karboksilase setelah gugus fungsi
karboksilnya menjadi amida yang terkait dengan e-amino dari residu lisil spesifik apoenzim.
Pada manusia dan mamalia lain, biotin bekerja dalam empat karboksilase. Tiga dari empat
karboksilase yang bergantung pada biotin adalah mitokondria (piruvat karboksilase,
metilkrotonil-KoA karboksilase, dan propionil-KoA karboksilase) sedangkan yang keempat
(asetilCoA karboksilase) ditemukan di mitokondria dan sitosol. Dalam semua kasus ini, biotin
berfungsi sebagai pembawa untuk transfer bikarbonat aktif ke dalam substrat untuk
menghasilkan produk karboksil.
Defisiensi biotin pada manusia telah didokumentasikan dengan jelas dengan konsumsi
putih telur mentah yang berkepanjangan, yang mengandung avidin pengikat biotin. Defisiensi
biotin juga telah diamati dalam kasus nutrisi parenteral dengan larutan yang minim biotin
diberikan kepada pasien dengan sindrom usus pendek dan malabsorps. Beberapa kasus defisiensi
biotin telah ditemukan pada bayi dengan dermatitis popok berat dan pada bayi yang diberi susu
formula khusus. Kekurangan makanan pada orang normal mungkin jarang terjadi. Beberapa
pasien mengalami beberapa defisiensi karboksilase dan terkadang terdapat defisiensi biotinidase.
Tanda-tanda klinis defisiensi termasuk dermatitis dari tipe eritematosa dan seboroik;
konjungtivitis; alopecia; dan kelainan sistem saraf pusat seperti hipotonia, kelesuan, dan
keterlambatan perkembangan pada bayi, serta depresi, halusinasi, dan paresthesia pada
ekstremitas pada orang dewasa. Untuk ringkasan DRI Pantothenate ada pada Tabel 12.

Tabel 12. Diet Reccomendation Intake for Biotin

2.8.7. Sumber vitamin B complex larut air

Sumber makanan yang mengandung vitamin B-complex dengan jumlah yang baik dan
sedang ditulis pada Tabel 13.

Tabel 13. Sumber asupan vitamin B-kompleks larut air


2.9. Selenium
2.9.1. Peran Selenium dalam metabolism

Secara fungsional, setidaknya terdapat dua famili berbeda dari enzim yang mengandung
selenium. Yaitu glutathione peroksidase dan thioredoxin reduktase, yang terlibat dalam
mengontrol konsentrasi jaringan dari metabolit yang mengandung oksigen yang sangat reaktif.
Metabolit ini penting pada konsentrasi rendah untuk mempertahankan imunitas terhadap infeksi
tetapi sangat beracun jika diproduksi secara berlebihan. Peran selenium dalam enzim sitosol,
glutathione peroksidase (GSHPx), pertama kali diilustrasikan pada tahun 1973. Selama stres,
infeksi, atau cedera jaringan, selenoenzim dapat melindungi dari efek perusak hidrogen
peroksida atau radikal bebas yang kaya oksigen. Kelompok enzim ini mengkatalis kerusakan
dimana GSH adalah glutathione dan GSSG adalah bentuk teroksidasi. Enzim GSHPx hati dan
plasma darah turun dengan cepat pada tahap awal defisiensi selenium. Sebaliknya, suatu bentuk
GSHPx yang terkait secara khusus dengan membran jaringan kaya fosfolipid dipertahankan
terhadap defisiensi selenium dan diyakini memiliki peran metabolik yang lebih luas (misalnya
dalam sintesis prostaglandin). Bersamaan dengan vitamin E, selenium juga terlibat dalam
perlindungan membran sel terhadap kerusakan oksidatif.

2.9.2. Defisiensi Selenium

Manifestasi klinis dari defisiensi yang timbul dari situasi seperti itu jarang terjadi dan
tidak jelas. Termasuk kelemahan otot dan mialgia, dalam beberapa kasus, disertai dengan
perkembangan gagal jantung kongestif. Setidaknya dalam satu contoh, tanda-tanda patologis
semacam itu telah berkembang sebagai konsekuensi dari diet yang umumnya tidak memadai
yang menyediakan selenium kurang dari 10mcg / hari. Subjek berusia 2 tahun tersebut pulih
dengan cepat setelah pemberian selenium.

2.9.3. Sumber Selenium

Selenium dapat ditemukan pada hewan laut seperti ikan, kerang, tiram. Kemudian juga
ada pada daging, gandum dan sayuran hijau.

2.9.4. Rekomendasi asupan Selenium

Estimasi DRI untuk bayi (Tabel 14) sesuai dengan estimasi rentang referensi
internasional tentang kandungan selenium ASI. Data dari survei WHO / IAEA menunjukkan
bahwa ASI dari keenam negara yang termasuk dalam survei memenuhi DRI selenium untuk bayi
berusia 0–6 bulan. Di dua dari enam negara, Hongaria dan Swedia, kandungan selenium dalam
ASI rendah dibandingkan dengan DRI untuk bayi usia 7-12 bulan. Lombeck dkk. dalam sebuah
penelitian ekstensif menunjukkan bahwa susu formula berbasis susu sapi mungkin menyediakan
kurang dari sepertiga selenium dari susu manusia. Perkiraan asupan selenium pada bayi usia 2
bulan adalah 7,8 mcg / hari dari susu formula dibandingkan dengan 22,4 mcg / hari dari ASI.
Levander menyarankan bahwa susu formula harus menyediakan minimal 10mcg / hari tetapi
tidak lebih dari 45mcg / hari.

Tabel 14. Diet Reccomendation Intake for Selenium


2.10. Magnesium
2.10.1.Peran Magnesium dalam metabolism

Magnesium berfungsi sebagai kofaktor dari banyak enzim yang terlibat dalam
metabolisme energi, sintesis protein, sintesis RNA dan DNA, dan pemeliharaan potensi listrik
jaringan saraf dan membran sel. Yang sangat penting sehubungan dengan efek patologis dari
deplesi magnesium adalah peran elemen ini dalam mengatur fluks kalium dan keterlibatannya
dalam metabolisme kalsium. Penipisan magnesium menekan kalium seluler dan ekstraseluler
dan memperburuk efek diet rendah kalium pada kandungan kalium seluler. Kalium otot menjadi
habis saat defisiensi magnesium berkembang, dan jaringan replesi kalium hampir tidak mungkin
kecuali status magnesium dikembalikan ke normal. Selain itu, kalsium plasma rendah sering
berkembang seiring dengan penurunan status magnesium. Tidak jelas apakah hal ini terjadi
karena pelepasan hormon paratiroid terhambat atau karena berkurangnya sensitivitas tulang
terhadap hormon paratiroid, sehingga membatasi penarikan kalsium dari matriks kerangka.
Antara 50% dan 60% magnesium terletak di dalam tulang, di mana diperkirakan membentuk
konstituen permukaan komponen mineral hidroksiapatit (kalsium fosfat).

2.10.2.Defisiensi Magnesium

Efek patologis defisiensi nutrisi primer magnesium jarang terjadi pada bayi kecuali
asupan magnesium yang relatif rendah disertai dengan diare berkepanjangan atau kehilangan
magnesium urin yang berlebihan. Kerentanan terhadap efek defisiensi magnesium meningkat
ketika demand magnesium meningkat tajam dengan dimulainya kembali pertumbuhan jaringan
selama rehabilitasi dari malnutrisi. Penelitian menunjukkan bahwa penurunan ekskresi
magnesium urin selama malnutrisi protein-energi (PEM) disertai dengan penurunan penyerapan
magnesium usus. Pertumbuhan untuk mengejar ketertinggalan yang terkait dengan pemulihan
dari PEM dicapai hanya jika pasokan magnesium meningkat secara substansial. Sebagian besar
konsekuensi patologis awal dari defisiensi adalah defek neurologis atau neuromuskuler,
beberapa di antaranya mungkin mencerminkan pengaruh magnesium pada fluks kalium di dalam
jaringan. Dengan demikian, penurunan status magnesium menyebabkan anoreksia, mual,
kelemahan otot, lesu, terhuyung-huyung, dan, jika defisiensi berkepanjangan akan terjadi
penurunan berat badan. Meningkat secara progresif dengan keparahan adalah manifestasi dari
hiperirritabilitas, hipereksitabilitas, kejang otot, dan tetani, yang pada akhirnya menyebabkan
kejang. Peningkatan kerentanan terhadap syok audiogenik sering terjadi pada hewan percobaan.
Aritmia jantung dan edema paru seringkali berakibat fatal. Telah disarankan bahwa status
magnesium suboptimal mungkin menjadi faktor penyebab penyakit jantung koroner dan
hipertensi tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut.

2.10.3.Sumber Magnesium

Magnesium didistribusikan secara luas dalam makanan nabati dan hewani, dan variabel
geokimia dan lingkungan lainnya jarang berpengaruh besar pada kandungannya dalam makanan.
Sebagian besar sayuran hijau, biji polong-polongan, buncis, dan kacang-kacangan kaya akan
magnesium, begitu pula beberapa kerang, rempah-rempah, dan tepung kedelai, yang semuanya
biasanya mengandung lebih dari 500 mcg / kg bobot segar. Meskipun sebagian besar biji-bijian
sereal yang tidak dimuDRIkan merupakan sumber yang masuk akal, banyak tepung, umbi-
umbian, buah-buahan, jamur, dan sebagian besar minyak dan lemak yang sangat halus
menyumbang sedikit magnesium. Tepung jagung, tepung singkong dan sagu, serta tepung beras
poles memiliki kandungan magnesium yang sangat rendah. Studi isotop stabil menunjukkan
bahwa antara 50% dan 90% magnesium dari ASI dan susu formula bayi dapat diserap oleh bayi.

2.10.4.Rekomendasi asupan Magnesium

Asupan ASI dari bayi yang diberi ASI eksklusif usia 1–10 bulan berkisar antara 700
hingga 900ml / hari di negara industri dan berkembang. Jika kandungan magnesium susu
diasumsikan 29mcg / l, asupan dari susu adalah 20-26mcg / hari, atau sekitar 0,04mcg / kkal.
Magnesium dalam ASI diserap dengan efisiensi yang jauh lebih besar (sekitar 80–90%)
dibandingkan dengan susu formula (sekitar 55-75%) atau makanan padat (sekitar 50%), dan
perbedaan tersebut harus diperhitungkan saat membandingkan berbagai sumber makanan.
Misalnya, asupan harian 23mcg dari susu ibu mungkin menghasilkan 18mcg magnesium yang
tersedia, jumlah yang mirip dengan 36mcg atau lebih disarankan untuk memenuhi persyaratan
bayi muda yang diberi susu formula atau makanan lain. Untuk rekomendasi intake magnesium
dituliskan pada Tabel 15.

Tabel 15. Diet Reccomendation Intake for Magnesium

2.11. Zinc
2.11.1.Peran zinc dalam metabolism

Zinc adalah komponen penting dari sejumlah besar (> 300) enzim yang berpartisipasi
dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat serta metabolisme
mikronutrien lainnya. Zinc menstabilkan struktur molekul komponen dan membran seluler dan
dengan cara ini berkontribusi pada pemeliharaan sel dan organ. Lebih lanjut, zinc memiliki
peran penting dalam transkripsi polinukleotida dan dalam proses ekspresi genetik. Zinc
memainkan peran sentral dalam sistem kekebalan tubuh, mempengaruhi sejumlah aspek
imunitas seluler dan humoral.

2.11.2.Defisiensi Zinc
Gambaran klinis defisiensi zinc yang parah pada manusia adalah retardasi pertumbuhan,
keterlambatan pematangan seksual dan tulang, lesi kulit, diare, alopecia, gangguan nafsu makan,
peningkatan kerentanan terhadap infeksi yang dimediasi melalui defek pada sistem imun, dan
munculnya perubahan perilaku. Efek defisiensi zinc marginal atau ringan kurang jelas. Tingkat
pertumbuhan yang menurun dan gangguan pertahanan kekebalan sejauh ini merupakan satu-
satunya tanda defisiensi zinc ringan yang ditunjukkan dengan jelas pada manusia. Efek lain,
seperti gangguan rasa dan penyembuhan luka, yang diklaim sebagai akibat dari asupan seng
yang rendah, kurang diteliti secara konsisten.

2.11.3.Sumber zinc

Daging merah tanpa lemak, sereal gandum, kacang-kacangan, dan polong-polongan


memberikan konsentrasi zinc tertinggi: konsentrasi pada makanan seperti itu umumnya berkisar
antara berat mentah 25–50 mcg / kg (380–760 mmol / kg). Sereal olahan dengan tingkat
ekstraksi rendah, ayam, babi atau daging dengan kandungan lemak tinggi memiliki kandungan
zinc sedang, biasanya antara 10 dan 25mcg / kg (150–380 mmol / kg). Ikan, umbi-umbian,
sayuran berdaun hijau, dan buah-buahan hanya merupakan sumber zinc yang sederhana, dengan
konsentrasi <10mcg / kg (<150mmol / kg) (20). Lemak dan minyak jenuh, gula, dan alkohol
memiliki kandungan zinc yang sangat rendah.

2.11.4.Rekomendasi asupan zinc

Kehilangan zinc endogen pada bayi yang diberi ASI diasumsikan 20mcg / kg / hari
(0,31mmol / kg / hari) sedangkan 40mcg / kg / hari (0,6mmol / kg / hari) diasumsikan untuk bayi
yang diberi susu formula atau disapih. Perkiraan peningkatan zinc untuk pertumbuhan bayi
ditetapkan pada 120 dan 140 mcg / kg / hari (1,83–2,14 mmol / kg / hari) untuk bayi perempuan
dan laki-laki, masing-masing, selama 3 bulan pertama. Nilai ini turun menjadi 33mcg / kg / hari
(0,50mmol / kg / hari) untuk usia 6-12 bulan. Untuk usia 1–10 tahun, persyaratan pertumbuhan
didasarkan pada asumsi bahwa jaringan baru mengandung 30mcg / g (0.46mmol zinc / g). Untuk
pertumbuhan remaja, diasumsikan kandungan zinc jaringan 23mcg / g (0,35mmol / g).
Pertumbuhan pubertas meningkatkan kebutuhan zinc fisiologis secara substansial. Pertumbuhan
remaja laki-laki berhubungan dengan peningkatan kebutuhan zinc tubuh sekitar 0,5mcg / hari
(7.6mmol / hari). Rekomendasi intake zinc dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Diet Reccomendation Intake for Zinc

2.12. Iron
2.12.1.Peran Iron dalam metabolism

Zat besi memiliki beberapa fungsi vital dalam tubuh. Ini berfungsi sebagai pembawa
oksigen ke jaringan dari paru-paru oleh hemoglobin sel darah merah, sebagai media transportasi
elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terintegrasi dari sistem enzim penting di berbagai
jaringan. Fisiologi besi telah ditinjau secara ekstensif. Sebagian besar zat besi dalam tubuh
terdapat dalam eritrosit sebagai hemoglobin, molekul yang terdiri dari empat unit, masing-
masing mengandung satu kelompok haem dan satu rantai protein. Struktur hemoglobin
memungkinkan untuk terisi penuh dengan oksigen di paru-paru dan sebagian diturunkan di
jaringan (misalnya di otot). Protein penyimpanan oksigen yang mengandung zat besi di dalam
otot, mioglobin, memiliki struktur yang mirip dengan hemoglobin tetapi hanya memiliki satu
unit haem dan satu rantai globin. Beberapa enzim yang mengandung zat besi, sitokrom, juga
memiliki satu gugus hem dan satu rantai protein globin. Enzim ini bertindak sebagai pembawa
elektron di dalam sel dan strukturnya tidak memungkinkan bongkar muat oksigen yang dapat
dibalik. Peran mereka dalam metabolisme oksidatif adalah untuk mentransfer energi di dalam sel
dan khususnya di mitokondria. Fungsi utama lain untuk enzim yang mengandung zat besi
(misalnya sitokrom P450) termasuk sintesis hormon steroid dan asam empedu; detoksifikasi zat
asing di hati; dan pengontrolan sinyal di beberapa neurotransmiter, seperti sistem dopamin dan
serotonin di otak. Besi disimpan secara reversibel di dalam hati sebagai feritin dan haemosiderin
saat diangkut kompartemen yang berbeda dalam tubuh oleh transferin protein.

2.12.2. Defisiensi Iron

Populasi yang paling berisiko kekurangan zat besi adalah bayi, anak-anak, remaja, dan
wanita usia subur terutama ibu hamil. Masa penyapihan pada bayi sangat penting karena
kebutuhan zat besi yang dibutuhkan sangat tinggi terkait dengan kebutuhan energi. Selama ini,
nutrisi zat besi sangat penting untuk perkembangan otak dan jaringan lain yang memadai seperti
otot, yang dibedakan sejak awal kehidupan.

Defisiensi zat besi dan anemia defisiensi zat besi sering salah digunakan sebagai sinonim.
Kekurangan zat besi didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin di bawah nilai optimal pada
individu, sedangkan anemia defisiensi besi menyiratkan bahwa konsentrasi hemoglobin di bawah
persentil ke-95 dari distribusi konsentrasi hemoglobin dalam suatu populasi (dengan
mengabaikan pengaruh ketinggian, usia dan jenis kelamin, dll. pada konsentrasi hemoglobin).

Defisiensi zat besi juga secara negatif mempengaruhi sistem pertahanan normal terhadap
infeksi. Dalam penelitian pada hewan, respon imunologi yang dimediasi sel oleh aksi limfosit-T
terganggu sebagai akibat dari penurunan pembentukan sel-sel ini. Hal ini disebabkan oleh
sintesis DNA yang berkurang tergantung pada fungsi reduktase ribonukleotida, yang
membutuhkan pasokan zat besi secara terus menerus untuk fungsinya. Beberapa kelompok juga
menunjukkan hubungan antara kekurangan zat besi dan perhatian, memori, dan pembelajaran
pada bayi dan anak kecil. Dalam sebuah studi terkontrol dengan baik baru-baru ini, pemberian
zat besi untuk gadis remaja non-anemia tetapi kekurangan zat besi meningkatkan pembelajaran
verbal dan memori. Studi terkontrol dengan baik pada remaja perempuan menunjukkan bahwa
kekurangan zat besi tanpa anemia berhubungan dengan penurunan daya tahan fisik dan
perubahan suasana hati dan kemampuan untuk berkonsentrasi. Studi terbaru lainnya
menunjukkan bahwa terdapat penurunan konsumsi oksigen maksimum pada wanita non-anemia
dengan defisiensi zat besi yang tidak terkait dengan penurunan kapasitas transportasi oksigen
darah.

2.12.3.Sumber Iron
Iron dapat ditemukan pada daging seperti daging sapi, daging ayam, ikan. Namun juga
dapat ditemukan pada nabati dengan kadar iron yang lebih sedikit. Sehingga pada vegan
konsentrasi iron dalam darah cenderung rendah.

2.12.4.Rekomendasi asupan Iron

Asupan nutrisi yang direkomendasikan (DRI) untuk berbagai bioavailabilitas zat besi
makanan ditunjukkan pada Tabel 16. DRI didasarkan pada persentil ke-95 dari kebutuhan besi
yang diserap. Tidak ada angka yang diberikan untuk kebutuhan zat besi pada wanita hamil
karena keseimbangan zat besi dalam kehamilan tidak hanya bergantung pada sifat makanan
tetapi juga dan terutama pada jumlah zat besi yang disimpan.

Tabel 17. Diet Reccomendation Intake for Iron

2.13. Vitamin B12 (Cobalamin)


2.13.1.Peran vitamin B12 dalam metabolism

Meskipun literatur nutrisi masih menggunakan istilah vitamin B12, nama yang lebih
spesifik untuk vitamin B12 adalah cobalamin. Vitamin B12 adalah yang terbesar dari vitamin B
kompleks, dengan massa molekul relatif lebih dari 1000. Dalam sel mamalia, hanya ada dua
enzim yang bergantung pada vitamin B12. Salah satu enzim ini, metionin sintase, menggunakan
bentuk kimiawi dari vitamin yang memiliki gugus metil yang terikat pada kobalt dan disebut
methylcobalamin. Enzim lain, methylmalonyl coenzyme (CoA) mutase, menggunakan bentuk
vitamin B12 yang memiliki bagian 5’-adeoxyadenosyl yang melekat pada kobalt dan disebut 5’-
deoxyadenosylcobalamin, atau coenzyme B12. Di alam, ada dua bentuk vitamin B12:
hidroksikobalamin dan akuakobalamin, di mana gugus hidroksil dan air masing-masing terikat
pada kobalt. Bentuk sintetis vitamin B12 yang ditemukan dalam suplemen dan makanan yang
diperkaya adalah cyanocobalamin, yang memiliki sianida yang menempel pada kobalt. Ketiga
bentuk vitamin B12 ini secara enzimatis diaktifkan menjadi metil- atau deoksiadenosilkobalamin
di semua sel mamalia.

2.13.2. Defisiensi vitamin B12

Salah satu enzim yang bergantung pada vitamin B12, sintase metionin, berfungsi dalam
salah satu dari dua siklus folat, yaitu siklus metilasi. Siklus ini diperlukan untuk menjaga
ketersediaan donor metil, S-adenosylmethionine. Gangguan siklus mengurangi tingkat S-
adenosylmethionine. Hal ini terjadi pada PeDRIsiosa anemia (PA) dan penyebab lain
kekurangan vitamin B12, yang mengakibatkan demielinasi saraf perifer dan tulang belakang,
sehingga menimbulkan kondisi klinis yang disebut degenerasi gabungan subakut. Terganggunya
siklus metilasi juga menyebabkan kurangnya biosintesis DNA dan anemia. Ketika aktivitas
sintase ini terganggu, seperti pada PA, folat seluler akan secara progresif terperangkap sebagai
5-metiltetrahidrofolat. Hal ini akan menyebabkan defisiensi pseudo-folat seluler di mana,
meskipun jumlah folat cukup, anemia akan berkembang, yang identik dengan yang terlihat pada
defisiensi folat sejati. Sumber Vitamin B12

Kebanyakan mikroorganisme, termasuk bakteri dan alga, mensintesis vitamin B12, dan
mereka merupakan satu-satunya sumber vitamin. Vitamin B12 yang disintesis dalam
mikroorganisme memasuki rantai makanan manusia melalui penggabungan ke dalam makanan
yang berasal dari hewan. Pada banyak hewan, fermentasi gastrointestinal mendukung
pertumbuhan mikroorganisme penyintesis vitamin B12 ini, dan selanjutnya vitamin tersebut
diserap dan dimasukkan ke dalam jaringan hewan. Produk dari hewan herbivora, seperti susu,
daging, dan telur, merupakan sumber makanan vitamin yang penting, kecuali jika hewan tersebut
hidup di salah satu dari banyak wilayah yang diketahui secara geokimia kekurangan kobalt. Susu
dari sapi dan ASI mengandung pengikat dengan afinitas yang sangat tinggi untuk vitamin B12,
meskipun mekanismenya menghambat atau meningkatkan penyerapan usus masih belum jelas.
2.13.3. Rekomendasi asupan vitamin B12

Seperti nutrisi lainnya, cara utama untuk menentukan kebutuhan bayi adalah dengan
memeriksa kadar ASI dari ibu yang mengikuti pola makan yang memadai. Ada perbedaan besar
dalam nilai vitamin B12 yang dilaporkan dalam ASI karena perbedaan metodologi. Konsultasi
Ahli FAO / WHO sebelumnya, berdasarkan rekomendasi mereka pada nilai vitamin B12 susu
wanita normal sekitar 0.4mcg / l. Untuk produksi susu rata-rata 0,75 liter / hari, asupan vitamin
B12 oleh bayi adalah 0,3 mcg / hari (12). Dengan asupan harian berkisar dari 0,02 hingga 0,05
mcg / hari untuk mencegah defisiensi. Namun asupan ini sama sekali tidak memadai untuk
kesehatan jangka panjang. Jadi, berdasarkan asumsi bahwa ASI mengandung cukup vitamin B12
untuk kesehatan optimal, EAR antara 0,3 dan 0,6 mcg / hari tampaknya masuk akal untuk
memberikan DRI antara 0,4 dan 0,7 mcg / hari. Tampaknya tepat untuk menggunakan angka
DRI yang lebih rendah 0,4 mcg / hari untuk bayi berusia 0–6 bulan dan angka DRI yang lebih
tinggi sebesar 0,7 mcg / hari untuk bayi berusia 7–12 bulan (Tabel 17). Dewan Makanan dan
Gizi dari Institut Kedokteran NAS juga menyarankan asupan yang sama untuk remaja seperti
orang dewasa dengan pengurangan asupan yang progresif untuk kelompok yang lebih muda.

Tabel 18. Diet Reccomendation Intake for Cobalamin

2.14. Asam Folat


2.14.1.Peran asam folat dalam metabolism

Folat fungsional memiliki gugus satu karbon yang berasal dari beberapa prekursor
metabolik. Jadi, folat dalam bentuk tereduksi dan poliglutamilasi sangat penting untuk siklus
biosintesis DNA. Sebagai alternatif, 5,10-methylenetetrahydrofolate dapat disalurkan ke siklus
metilasi. Siklus ini memiliki dua fungsi. Memastikan bahwa sel selalu memiliki pasokan S-
adenosylmethionine yang memadai, suatu bentuk metionin yang diaktifkan yang bertindak
sebagai donor metil untuk berbagai metiltransferase. Methyltransferases memetilasi berbagai
substrat termasuk lipid, hormon, DNA, dan protein. Salah satu metilasi penting adalah protein
dasar mielin, yang bertindak sebagai isolasi untuk sel-sel saraf. Ketika siklus metilasi terputus,
seperti saat terjadi defisiensi vitamin B12, salah satu konsekuensi klinis adalah demielinasi sel
saraf yang menyebabkan neuropati yang menyebabkan ataksia, kelumpuhan, dan, jika tidak
diobati, akhirnya kematian. Enzim metiltransferase penting lainnya menurunkan DNA dan
menekan pembelahan sel. Di hati, siklus metilasi juga berfungsi untuk mendegradasi metionin.

2.14.2. Defisiensi asam folat

Jika asupan folat tidak mencukupi, aktivitas DNA dan siklus metilasi akan berkurang.
Penurunan yang pertama akan mengurangi biosintesis DNA dan dengan demikian mengurangi
pembelahan sel. Defisiensi akan terlihat paling jelas pada sel yang membelah dengan cepat,
misalnya sel darah merah, sehingga menyebabkan anemia; sel yang berasal dari sumsum tulang,
menyebabkan leukopenia dan trombositopenia; dan di sel lapisan saluran gastrointestinal. Secara
keseluruhan, efek yang disebabkan oleh penurunan siklus DNA mengakibatkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi, penurunan pembekuan darah, dan malabsorpsi usus. Kekurangan
folat juga akan menurunkan fluks melalui siklus metilasi tetapi siklus DNA mungkin lebih
sensitif. Ekspresi paling jelas dari penurunan siklus metilasi adalah peningkatan homosistein
plasma. Hal ini disebabkan oleh penurunan ketersediaan gugus metil baru yang disediakan
sebagai 5-ethyltetrahydrofolate, yang diperlukan untuk remetilasi homosistein plasma yang
memiliki peran pada cardiovaskular. Selain itu, defisiensi asam folat pada ibu hamil akan
mempengaruhi proses embryogenesis yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya NTD atau
neural tube defect pada bayi.

2.14.3. Sumber asam folat

Meskipun folat ditemukan dalam berbagai macam makanan, namun kadarnya yang relatif
rendah kecuali di hati. Makanan yang mengandung cukup banyak sayuran hijau segar (yaitu
lebih dari tiga porsi per hari) akan menjadi sumber folat yang baik. Kehilangan folat selama
proses panen, penyimpanan, distribusi, dan pemasakan bisa sangat besar. Demikian pula, folat
yang berasal dari produk hewani dapat hilang selama pemasakan. Beberapa makanan pokok,
seperti nasi putih dan jagung mentah memiliki kandungan folat yang rendah. Mengingat
peningkatan kebutuhan folat selama kehamilan dan menyusui dan oleh kelompok populasi
tertentu, dan mengingat ketersediaan hayati yang rendah, mungkin perlu untuk
mempertimbangkan fortifikasi makanan atau suplemen makanan tertentu untuk wanita usia
subur.

2.14.4. Rekomendasi asupan asam folat

Rekomendasi asupan harian asam folat dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Diet Reccomendation Intake for Folic Acid

2.15. Iodin
2.15.1.Peran Iodin dalam metabolism

Saat ini, satu-satunya peran fisiologis yang diketahui iodin dalam tubuh manusia adalah
dalam sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Oleh karena itu, kebutuhan diet iodin
ditentukan oleh produksi tiroksin (T4) normal oleh kelenjar tiroid tanpa menekan mekanisme
perangkap iodida tiroid atau meningkatkan kadar hormon perangsang tiroid (TSH). Iodin dari
makanan diserap ke seluruh saluran gastrointestinal. Iodin makanan diubah menjadi ion iodida
sebelum diserap. Ion iodida 100% tersedia secara hayati dan diserap seluruhnya dari makanan
dan air. Namun, ini tidak benar untuk iodin dalam hormon tiroid yang dicerna untuk tujuan
terapeutik.

2.15.2. Defisiensi Iodin


Defisiensi iodin pada fetus dapat menyebabkan kretinisme, defek pada psikomotor, serta
kematian. Pada bayi/neonates kekurangan asupan iodin akan menyebabkan goiter atau
hipotiroidism. Sedangkan pada anak-anak daapt menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
mental dan gangguan pertumbuhan. Namun, wanita hamil, wanita menyusui, wanita usia
reproduksi, dan anak-anak di bawah usia 3 tahun dianggap kelompok paling penting untuk
mendiagnosis dan mengobati defisiensi iodin karena defisiensi iodin sering terjadi selama
pertumbuhan janin dan neonatal dan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan
sistem saraf pusat, akibatnya pada keterbelakangan mental yang tidak dapat diperbaiki.

2.15.3. Sumber Iodin

Kandungan iodin dalam makanan tergantung pada kandungan iodin dari tanah tempat ia
ditanam. Iodin yang ada di kerak bumi bagian atas hilang oleh glasiasi dan banjir berulang kali,
dan terbawa ke laut. Oleh karena itu, air laut merupakan sumber yang kaya akan iodin. Rumput
laut yang terletak di dekat terumbu karang memiliki kapasitas biologis yang melekat untuk
memusatkan iodin dari laut. Ikan karang yang tumbuh subur di atas rumput laut juga kaya iodin.
Dengan demikian, populasi yang mengkonsumsi rumput laut dan ikan karang akan memiliki
asupan iodin yang tinggi, seperti yang terjadi di Jepang. Kandungan iodin pada pangan
bervariasi dengan lokasi geografis karena terdapat variasi yang besar pada kandungan iodin dari
berbagai media lingkungan.

2.15.4. Rekomendasi asupan Iodin

Asupan iodin harian yang direkomendasikan oleh Food and Nutrition Board of the United
States National Academy of Sciences pada tahun 1989 adalah 40mcg / hari untuk bayi muda (0–
6 bulan), 50mcg / hari untuk bayi yang lebih tua (7-12 bulan), 60 –100mcg / hari untuk anak-
anak (1–10 tahun), dan 150mcg / hari untuk remaja dan dewasa. Jumlah ini diusulkan untuk
memungkinkan produksi T4 normal tanpa menekan mekanisme perangkap tiroid iodida atau
meningkatkan TSH level (WHO, 2004).

Tabel 20. Diet Reccomendation Intake for Iodine


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Definisi kuantitatif kebutuhan gizi dan ekspresinya sebagai asupan gizi yang
direkomendasikan telah menjadi komponen penting dalam kebijakan dan pelaksanaan program
pangan dan gizi. Diet Recommendation Intake (DRI) memberikan dasar ilmiah yang kuat yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan sekelompok individu yang sehat dan menentukan
kecukupan makanan. Pendidikan gizi, kesehatan dan promosi gizi, ketahanan pangan rumah
tangga dan produksi makanan kaya mikronutrien semuanya membutuhkan informasi kebutuhan
gizi ilmiah terbaik yang tersedia. Seiring dengan berkembangnya basis ilmu pengetahuan untuk
nutrisi, demikian juga perkiraan kebutuhan nutrisi. Diharapkan tugas ini dapat meningkatkan
pemahaman tentang mikronutrien sebagai langkah penting dalam memberikan kesehatan yang
optimal, umur panjang, bebas dari cacat fisik dan mental, untuk semua individu terutama anak-
anak.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekarti, M. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Judarwanto, W. (2011). Perilaku makan anak sekolah. Direktorat Bina Gizi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/perilaku makan
anak sekolah.pdf

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan perilaku dan kesehatan. Rineka cipta.

WHO. (2004). Vitamin and mineral requirements in human nutrition.


http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf

Anda mungkin juga menyukai