Anda di halaman 1dari 25

PENETUAN STATUS GIZI

KONSEP DASAR TIMBULNYA MASALAH GIZI

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH

Prof. Dr. dr. Nova H. Kapantouw, DAN, MSc, Sp.GK

dr. Nancy Malonda, MPH

Maureen I. Punuh, SKM, MSi

dr. Marsella Amisi, M.Gizi

Yulianti Sanggelorang, SKM, MPH

ANGGOTA KELOMPOK 1

Fernanda Pelengkahu 19111101134

Rivaldo Soleman 19111101151

Triferen Kamagi 19111101154

Agung Purnama Nagaring 19111101124

Florencia Pongantung 19111101135

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Konsep Dasar Timbulnya Masalah Gizi tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Penentuan Status Gizi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang status gizi bagi para pembaca dan juga bagi kami penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Nova H. Kapantow DAN, MSc,
SpGk selaku dosen penanggung jawab mata kuliah penilaian status gizi yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, 26 Februari 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB II ISI................................................................................................................3
2.1 Masalah Gizi..............................................................................................3
2.1.1 Kekurangan Energi Protein (KEP).....................................................3
2.1.2 Anemia Gizi Besi (AGB)...................................................................6
2.1.3 Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).............................6
2.1.4 Stunting..............................................................................................7
2.1.5 Kekurangan Vitamin A (KVA)..........................................................8
2.1.6 Obesitas..............................................................................................9
2.2 Pejamu, Agen dan Lingkungan...............................................................10
2.2.1 Sumber penyakit (agent)..................................................................10
2.2.2 Pejamu (Host)..................................................................................11
2.2.3 Lingkungan (Environment)..............................................................11
2.3 Masalah Gizi Dalam Kaitan Dengan Pejamu, Agen, Dan Lingkungan. .11
2.4 Konsep dasar timbulnya penyakit...........................................................12
2.4.1 Segi Tiga Epiodemiologi.................................................................12
2.4.2 Jaring–jaring Sebab – Akibat...........................................................13
2.4.3 Model Roda......................................................................................15
2.5 Riwayat Alamiah Penyakit Gizi..............................................................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................19

ii
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Segitiga Epidemiologi..............................................................12

Gambar 2. Konsep Jaring-Jaring Sebab Akibat.....................................................13

Gambar 3. Faktor–Faktor yang Dapat Menyebabkan Masalah Gizi.....................14

Gambar 4. Model Roda..........................................................................................14

Gambar 5. Pathogenesis dari Penyakit Kurang Gizi..............................................16

Gambar 6. Konsep Alamiah terjadinya Penyakit Diterapkan Pada Masalah Gizi


Penduduk................................................................................................................17

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat.


Masalah gizi di Indonesia pada umumnya masih di dominasi oleh masalah Kurang
Energi Protein (KEP), masalah Anemia Gizi Besi (AGB), masalah Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah kurang Vitamin A (KVA),
Stunting dan masalah Obesitas. Prevalensi nasional status gizi anak usia sekolah
berdasarkan Riskesdas 2010 ditinjau dari indikator indeks massa tubuh menurut
umur, status gizi kurang 12,2%. Sementara dilihat dari jenis kelamin, anak laki-
laki usia sekolah kurus adalah 13,2% sedangkan anak perempuan 11,2%.

Menurut Depkes RI 2009, UU No. 17 tahun 2007 tentang Perencanaan


Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025, salah satu upaya
pemerintah dalam menangani masalah gizi yaitu dengan meningkatkan sumber
daya manusia yang dilakukan dengan peningkatan pembangunan kesehatan dan
perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan status gizi keluarga, yaitu dengan
cara peningkatan pelayanan gizi melalui program Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) merupakan suatu keluarga yang


berperilaku gizi seimbang yang mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi
anggota keluarganya. Suatu keluarga dikatakan KADARZI apabila keluarga 3
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta tersebut telah berprilaku baik dalam menerapkan
perilaku gizi seimbang yaitu meliputi sikap dan praktek keluarga dalam
mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku
KADARZI yang diharapkan terwujud minimal dengan menerapkan lima
indikator, yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan anak hanya
ASI Eksklusif, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan
mengkonsumsi suplemen zat gizi mikro sesuai dengan anjuran (Depkes RI, 2007).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Masalah gizi dalam kaitan dengan pejamu,agen, dan lingkungan


2. Konsep dasar timbulnya penyakit
3. Riwayat alamiah penyakit gizi

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan mengenai masalah gizi dalam kaitan dengan pejamu,agen,


dan lingkungan
2. Menjelaskan konsep dasar timbulnya penyakit
3. Menjelaskan bagaimaa riwayat alamiah penyakit gizi

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah literatur dan
menambah wawasan khususnya kepada mahasiswa kesehatan mengenai masalah
gizi dalam kaitan dengan pejamu,agen, dan lingkungan, konsep dasar timbulnya
penyakit,dan riwayat alamiah penyakit gizi.

2
BAB II ISI

2.1 Masalah Gizi

Masalah gizi merupakan gangguan kesehatan yang terjadi akibat


ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan tubuh. Masalah gizi yang
terjadi pada masa tertentu akan menimbulkan masalah pembangunan di masa
selanjutnya, seperti masalah gizi yang terjadi pada masa anak-anak yang dapat
mengakibatkan tubuh mudah terserang penyakit. Oleh karena itu anak-anak
memerlukan perhatian lebih dalam hal jaminan ketersediaan zat-zat gizi. Apabila
makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak
sehingga struktur dan fungsi otak terganggu, gangguan pertahanan tubuh serta
dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu (Cakrawati
dan Mustika, 2011).

Di Indonesia masih banyak dijumpai masalah gizi. Seperti gizi buruk, gizi
kurang, kekurangan vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan
Akibat Kurang Yodium (GAKY) dan obesitas. Masalah gizi menjadi salah satu
penentu kualitas sumber daya manusia. Masalah-masalah gizi ini terjadi selama
siklus kehidupan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan
usia lanjut. Apabila sejak awal kehidupan balita tidak mendapatkan perilaku sadar
akan pentingnya gizi maka hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara positif serta dapat menurunkan kondisi kesehatannya
(Kepmenkes RI, 2007). Menurut Riskesdas, 2013 terdapat 19,6% balita
kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9%
berstatus gizi kurang. Jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya perubahan
terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007; 4,9% pada
tahun 2010; dan 5,7% tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014).

2.1.1 Kekurangan Energi Protein (KEP)

KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit gangguan


gizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang

3
lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak balita, ibu yang sedang
mengandung dan menyusui. Penderita KEP memiliki berbagai macam keadaan
patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam
proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan
KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

Penyakit KEP diberi nama seara internasional yaitu Calory Protein


Malnutrition (CPM), kemudian diubah menjadi Protein Energy Malnutrition
(PEM). Penyakit ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di benua tersebut KEP
dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang berarti penyakit rambut merah.
Masyarakat di tempat tersebut menganggap kwashiorkhor sebagai kondisi yang
biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik (Adriani dan Wijatmadi,
2012).

KEP berat terdiri dari tiga tipe, yaitu kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik-kwashiorkor. Kwashiorkor adalah keadaan yang diakibatkan oleh
kekurangan makanan sumber protein. Tipe ini banyak dijumpai pada anak usia 1
sampai 3 tahun. Gejala utama kwashiorkor adalah pertumbuhan terhalang dan
badan bengkak, tangan, kaki, serta ajah tambak sembab dan ototnya kendur.
Wajah tampak bengong dan pandangan kosong, tidak aktif dan sering menangis.
Rambut menjadi berwarna lebih terang atau coklat tembaga. Perut buncit, serta
kaki kurus dan bengkok. Karena adanya pembengkakan, maka tidak terjadi
penurunan berat badan, tetapi pertambahan tinggi terhambat. Lingkar kepala
mengalami penurunan. Serum albumin selalu rendah, bila turun sampai 2,5 ml
atau lebih rendah, mulai terjadi pembengkakan (Budiyanto, 2002).

Gejala klinis kwashiorkor adalah penampilan anak seperti anak gemuk


(sugar baby), tetapi pada bagian tubuh lain terutama pantat terlihat atrofi.
Pertumbuhan tubuh mengalami gangguan yang ditunjukkan dengan nilai z- skor
indeks BB/U berada di bawah -2 SD, pada tinggi badan anak juga mengalami
keterlambatan. Mental anak mengalami perubahan mencakup banyak menangis
dan pada stadium yang lanjut anak sangat apatis. Penderita kwashiorkor diikuti
dengan munculnya edema dan terkadang menjadi asites. Selain itu juga terjadi
atrofi otot sehingga penderita terlihat lemah (Par’i, 2016).

4
Pada penderita kwashiorkor mengalami gangguan sistem gastrointestinal,
seperti penderita menolak semua makanan sehingga kadang makanan harus
melalui sonde lambung. Penderita kwashiorkor mudah mengalami kelainan kulit
yang khas (crazy pavement dermatosis), yaitu munculnya kelainan dimulai dari
bintik-bintik merah bercampur bercak, lama-kelamaan menghitam kemudian
mengelupas. Kejadian ini umumnya terjadi di punggung, pantat, dan sekitar vulva
yang selalu membasah karena keringat atau urin. Pada hati terjadi pembesaran,
terkadang batas pembesaran sampai ke pusar, hal ini disebabkan karena sel-sel
hati terisi lemak. Penderita kwashiorkor juga menderita anemia. Albumin dan
globulin serum sedikit menurun di bawah 2, terkadag sampai 0. Kadar kolesterol
serum rendah, hal ini mungkin disebabkan karena asupan gizi yang rendah atau
terganggunya pembetukan kolesterol tubuh (Par’i, 2016).

Marasmus adalah gejala kelaparan yang hebat karena makanan yang


dikonsumsi tidak menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan
hidupnya sehingga badan menjadi sangat kecil dan tinggal kulit pembalut tulang.
Marasmus biasanya terjadi pada bayi berusia setahun pertama. Hal ini terjadi
apabila ibu tidak dapat menyusui karena produksi ASI sangat rendah atau ibu
memutuskan untuk tidak menyusui bayinya. Tanda-tanda marasmus yaitu: (a)
Berat badan sangat rendah, (b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi), (c)
Wajah anak seperti orang tua (old face), (d) Ukuran kepala tidak sebanding
dengan ukuran tubuh, (e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun), (f) Mudah
terkena penyakit infeksi, (g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada
jaringan lemak di bawah kulit, (h) Sering diare, (i) Rambut tipis dan mudah
rontok. (Budiyanto, 2002).

Marasmik-kwashiorkor disebabkan karena makanan sehari-hari


kekurangan energi dan juga protein. Berat badan anak sampai di bawah -3 SD
sehingga telihat kurus, tetapi ada gejala edema, kelainan rambut, kulit mengering
dan kusam, otot menjadi lemah, menurunnya kadar protein (albumin) dalam darah
(Par’i, 2016).

5
2.1.2 Anemia Gizi Besi (AGB)

Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya


penyediaan besi untuk proses pembentukan sel darah merah, karena cadangan zat
besi kosong sehingga pembentukan hemoglobin berkurang1 . World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa anemia merupakan salah satu masalah
kesehatan di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Sebanyak 30%
penduduk dunia diperkirakan menderita anemia terutama remaja dan ibu hamil

2.1.3 Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan ancaman


utama bagi kesehatan dan perkembangan populasi di seluruh dunia, terutama pada
anak-anak pra sekolah dan ibu hamil. Masalah GAKY membutuhkan perhatian
yang serius karena merupakan penyebab paling sering kelainan mental dan
kerusakan otak yang sebenarnya dapat dicegah, dimana hal ini dapat berpengaruh
pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. GAKY terjadi ketika kebutuhan
yodium tidak terpenuhi sehingga menyebabkan sintesis hormon tiroid terganggu.
mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan fungsional dan perkembangan.
Yodium merupakan unsur vital pada sintesis hormon tiroid.

Yodium yang terdapat dalam makanan diubah menjadi iodide dan


kemudian diabsorbsi. Tiroid adalah organ utama yang mengambil yodium. Sekitar
120µg masuk kedalam tiroid pada tingkat sintesis dan sekresi hormone tiroid yang
normal. Setelah mengalami metabolisme, tiroid menyekresi dalam bentuk hormon
tiroid T3 dan T4. Hormon tiroid memiliki efek fisiologis pada beberapa organ
diantaranya ke jantung, otot, tulang, saluran cerna, system saraf dan lemak. Pada
sistem saraf, hormon tiroid mendorong perkembangan otak normal.

WHO, UNICEF dan International Council for Control of Iodine


Deficiency Disorders (ICCIDD) merekomendasikan kebutuhan yodium. perhari
90 µg pada anak usia 0-59 bulan, 120 µg pada usia 6-12 tahun dan 150 µg pada
usia diatas 12 tahun serta kebutuhan tertinggi pada wanita hamil dan menyusui
sebesar 250 µg.6 Bila asupan yodium tidak terpenuhi sesuai yang
direkomendasikan, kelenjar tiroid tidak akan mampu mensintesis hormon tiroid

6
dalam jumlah yang cukup, sehingga menyebabkan kadarnya dalam darah menjadi
rendah (hipotiroid). Hal ini menjadi faktor yang berpengaruh pada gangguan
perkembangan otak dan efek berbahaya lainnya.

2.1.4 Stunting

Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang


disebut stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga
mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih
rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor


keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang
hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita
ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil
pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial,
ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting
merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya
ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik
yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat
global.

1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari


segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah “Isi Piringku”
dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber
protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan
sayur.

7
Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya
lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi
lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang
kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja
sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya
memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan
kandungan empat kali selama kehamilan.

Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan


berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI
saja sampai bayi berusia 6 bulan.Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2
tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh
kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak
mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah
dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya


adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman
penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

2.1.5 Kekurangan Vitamin A (KVA)

Vitamin A adalah jenis vitamin larut lemak yang dikenal baik untuk
kesehatan mata dan membantu perbaikan sel-sel tubuh. Jika tubuh kekurangan

8
vitamin A, maka akan terjadi beragam masalah kesehatan, seperti gangguan mata,
kulit kering, hingga risiko sulit untuk memperoleh keturunan.

Kekurangan vitamin A masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.


Kondisi dapat menimbulkan berbagai gangguan yang serius, sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan. Itulah sebabnya, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia melakukan program pemberian vitamin A bagi anak usia bawah lima
tahun (balita) secara nasional, setiap bulan Februari dan Agustus.

Walaupun penting untuk kesehatan, vitamin A tidak boleh dikonsumsi


dalam jumlah berlebihan karena dapat menyebabkan overdosis atau keracunan
vitamin A. Rekomendasi asupan vitamin A per hari adalah 900 mikrogram bagi
pria, 700 mikrogram bagi wanita, dan 1300 mikrogram bagi ibu menyusui.

2.1.6 Obesitas

Obesitas adalah kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang


sangat tinggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak dibanding
aktivitas membakar kalori, sehingga kalori yang berlebih menumpuk dalam bentuk
lemak. Apabila kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang lama, maka
akan menambah berat badan hingga mengalami obesitas.

Penyebab Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan


minuman tinggi kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori
berlebih tersebut. Kalori yang tidak digunakan itu selanjutnya diubah menjadi
lemak di dalam tubuh, sehingga membuat seseorang mengalami pertambahan
berat badan hingga akhirnya obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas
adalah:

 Faktor keturunan atau genetik


 Efek samping obat-obatan
 Kehamilan
 Kurang tidur
 Pertambahan usia
 Penyakit atau masalah medis tertentu

9
2.2 Pejamu, Agen dan Lingkungan

2.2.1 Sumber penyakit (agent)

Faktor sumber penyakit dibagi menjadi delapan unsur yaitu gizi, kimia
dari luar,kimia dari dalam, faktor faali/ fisiologis, genetik, psikis, kekuatan fisik
dan biologi atau parasit.

1. Gizi

Unsur gizi sering disebabkan karena defisiensi zat gizi dan beberapa toksin yang
disebabkan oleh beberapa makanan, disamping akibat kelebihan zat gizi.

2. Kimia dari luar

Penyakit dapat muncul seperi zat kimia dari luar seperti obatobatan, bahan kimia
yang terdapat dalam makanan atau bahan adiktif dalam makanan.

3. Kimia dari dalam

Bahan kimia yang dihubungkan dengan metabolism misalnya hormon tiroksin,


kelebihan lemak dan sebagainya.

4. Faktor faali

Faktor faali dalam kondisi tertentu misalnya pada saat kehamilan, eklampsia pada
waktu melahirkan dengan tanda bengkak dan kejang.

5. Genetis

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh faktor genetis yaitu diabetes mellitus,
buta warna, hemofili dan lain-lain.

6. Faktor psikis

Faktor psikis yang dapat menimbulkan penyakit adalah tekanan darah tinggi dan
tukak lambung yang disebabkan oleh stress

atau tegang.

10
7. Kekuatan fisik

Sinar matahari, sinar radioaktif merupakan tenaga yang dapat menimbulkan


penyakit

8. Faktor bioogis dan parasit

Faktor biologi dan parasit (metazoa, bakteri, jamur) dapat menyebabkan penyakit
defisiensi gizi dan infeksi.

2.2.2 Pejamu (Host)

Faktor pejamu yang dapat mempengaruhi kondisi penyakit yaitu faktor


genetis terdiri dari umur, jenis kelamin, etnik, fisiologis imunologik, kebiasaan
seseorang (kebersihan, makanan, kontak perorangan, pekerjaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan). Faktor pejamu yang paling berpengaruh pada dunia
berkembang yaitu membuang sampah sembarangan, cara penyimpanan makanan
yang kurang baik dan hygiene kurang baik.

2.2.3 Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi 3 unsur yaitu lingkungan fisik,


lingkungan biologi dan lingkungan sosial ekonomi selengkapnya sebagai berikut :

1. Lingkungan fisik seperti cuaca, iklim, tanah dan air.


2. Lingkungan biologi seperti kepadatan penduduk, tumbuh tumbuhan dan
hewan yang menjadi penyebab timbulnya penyakit.
3. Lingkungan sosial ekonomi meliputi pekerjaan yang berhubungan dengan
bahan kimia. Urbanisasi yaitu kepadatan penduduk dan tekanan sosial.
Bencana alam misalnya banjir, gunung meletus dan sebagainya.

2.3 Masalah Gizi Dalam Kaitan Dengan Pejamu, Agen, Dan


Lingkungan

Masalah gizi sebenarnya tidak lepas juga dari konsep dasar timbulnya
penyakit, yaitu karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber
penyakit (agent), pejamu (host) dan lingkungan (environment). Faktor dari
sumber agent dapat dibagi dalam delapan faktor, salah satunya faktor biologis dan
parasit. Kekurangan gizi pada balita ini meliputi kurang energi dan protein serta

11
kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi, iodium dan zinc. Seperti halnya
AKI, angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di Assosiation of South
East Asian Nation .

2.4 Konsep dasar timbulnya penyakit

Dalam konsep dasar timbulnya penyakit kaitan antara faktor host, agent
dan environment, para ahli menggambarkannya dengan berbagai model. Dewasa
ini dikenal 3 model yaitu : 1) Segi Tiga Epidemiologi (the epidemiologi triangle),
2) Jaring-jaring sebab akibat (the web of causation) dan 3) Model roda (the
wheel).

2.4.1 Segi Tiga Epiodemiologi

Dalam uraian konsep terjadinya penyakit menurut segi tiga epidemiologi


adalah kaitan antara host, agent dan environment, seperti terlihat pada bagan 1.1.
Menurut model ini, perubahan salah satu faktor akan merubah keseimbangan

antara mereka, bertambah atau berkurangnya suatu penyakit yang bersangkutan.

Konsep yang disederhanakan tentang tiga faktor utama yang memengaruhi tingkat

keseimbangan kesehatan:

12
Gambar 1. Model Segitiga Epidemiologi

2.4.2 Jaring–jaring Sebab – Akibat

Menurut model ini, penyakit tidak tergantung pada satu sebab saja yang
berdiri sendiri, melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab dan
akibat”. Dengan demikian maka timbunya penyakit dapat dicegah atau diatasi
dengan cara memotong rantai pada berbagai titik. Berdasarkan metode ini, dalam
usaha menanggulangi masalah gizi, kita harus melakukan intervensi berdasarkan
penyebab utama (root causes of malnutrition) dari masalah gizi. Sebagai contoh :
di negara berkembang umumnya masalah gizi disebabkan oleh sosial ekonomi
yang rendah disamping faktor-faktor lainnya. Konsep jaring-jaring sebab akibat
dapat dilihat pada gambar 1.2.

13
Gambar 2. Konsep Jaring-Jaring Sebab Akibat

Model seperti ini, banyak pula dikembangkan oleh ahli gizi. Dalam Widya Karya
Pangan dan Gizi tahun 1979 digambarkan beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah gizi serta kaitan satu faktor dengan faktor yang lainnya. Hal ini
dilukiskan sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut dibawah ini.

Gambar 3. Faktor–Faktor yang Dapat Menyebabkan Masalah Gizi

14
2.4.3 Model Roda

Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan


identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan
tidak begitu menekankan pentingnya agent. Dalam model ini yang duipentingkan
adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan
masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang diderita. Sebagai
contoh: Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya dari pada
“Sorbun”. Peranan lingkungan biologis lebih besar dari yang lainnya pada
penyakit keturunan seperti pada penyakit Diabetes Mellitus/Kencing Manis.
Konsep timbulnya penyakit menurut model Roda, seperti yang digambarkan
dalam gambar 4.

Gambar 4. Model Roda

2.5 Riwayat Alamiah Penyakit Gizi

Riwayat alamiah timbulnya penyakit gizi dimulai dari sebelumnya


timbulnya penyakit yaitu terjadi ketidakseimbangan antara host, agent dan
lingkungan sehingga menimbulkan rangsangan penyakit. Rangsangan penyakit
akan timbul pada manusia sehingga menimbulkan sakit. Keadaan sakit yang
terjadi dapat berakhir sembuh atau cacat bahkan dapat mengalami kematian.

Patogenesis penyakit gizi yaitu merupakan akibat dari faktor lingkungan


dan faktor manusia yang didukung dengan kekurangan asupan zat gizi. Akibat
kekurangan zat gizi simpanan gizi dalam tubuh digunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Apabila kondisi ini berlangsung lama maka simpanan akan habis dan

15
akan terjadi kemorosatan jaringan. Pada saat seperti ini orang sudah dinamakan
malnutrisi atau kurang gizi. Dengan meningkatkan defisiensi gizi maka muncul
perubahan biokimia dan rendahnya zat gizi dalam darah berupa rendahnya tingkat
hemoglobin, serum dan karoten serta vitamin A. Apabila keadaan ini berlangsung
lama maka akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti kelemahan, pusing,
kelelahan, nafas pendek (Supariasa, 2004).

Dalam proses pathogenesis seperti pada bagan diatas, Jelliffe dan


Florentino Salon (1977) telah membuat bagan mengenai pathogenesis dari
penyakit kurang gizi, yang berdasarkan penelitian dan pengalaman di negara
sedang berkembang, seperti terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pathogenesis dari Penyakit Kurang Gizi

Proses diatas terjadi akibat faktor lingkungan dan faktor manusia (Host)
yang didukung oleh kekurangan zat-zat gizi. Akibat kekurangan zat gizi, maka
simpanan zat gizi didalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila
keadaan ini berlangsung lama dan terus maka simpanan zat gizi akan habis dan
akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat dikatakan
malnutrisi, walaupun baru hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan

16
pertumbuhan yang terhambat (stunting). Hal ini diketahui dengan pemeriksaan
anthropometri. Dengan meningkatnya defisiensi zat gizi, selanjutnya akan muncul
perubahan-perubahan biokimia, seperti rendahnya zat-zat gizi dalam darah yaitu :
rendahnya kadar Haemoglobin (Hb), serum, rendahnya serum Vitamin A. Dapat
pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolisme seperti meningkatnya asam
laktat dan piruvat pada kekurangan thiamine.
Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka akan terjadi perubahan
fungsi tubuh seperti ditandai dengan menurunnya fungsi-fungsi syaraf yaitu
lemah, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lainnya. Keadaan ini akan
berlanjut terus yang diikuti dengan tanda-tanda klasik dari kekurangan gizi,
seperti kebutaan dan photopobia, nyeri lidah pada penderita kekurangan
riboflavin, kaki kaku pada defisiensi thiamine dan lain-lain. Selanjutnya keadaan
ini akan diikuti dengan luka pada anatomi seperti xeropthalmia dan
keratomalasia pada kekurangan Vitamin A Angular Stomatitis pada kekurangan
riboflavin, oedema dan kulit luka pada penderita kwashiorkor. Banyak lagi jenis
penyakit kekurangan gizi yang dapat dijelaskan dengan bagan diatas, sebagaimana
telah disebutkan jenisnya pada bab-bab terdahulu. Konsep alamiah terjadinya
penyakit sering diterapkan dalam mempelajari terjadinya penyakit kekurangan
gizi dapat dilihat pada gambar 6.

17
Gambar 6. Konsep Alamiah terjadinya Penyakit Diterapkan Pada Masalah Gizi
Penduduk

18
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi kesimpulannya yaitu masalah gizi yang masih jadi masalah di


indonesia yaitu seperti GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium), AGB
(Anemia Gizi Besi), KVA (Kekurangan Vitamin A), KEP (Kekurangan Energi
Protein), Stunting dan Obesitas. Dengan konsep dasar timbulnya penyakit yaitu
ada model segitiga epidemiologi, jaring-jaring sebab-akibat dan model roda. Serta
riwayat alamiah penyakit gizi yaitu di awali deng pra-pathogenesis dan masa
pathogenesis.

3.2

19
DAFTAR PUSAKA

Adriani, M. W. (2016). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: KENCANA.

Belakang, A. L. (2006). 1 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2013, 1–9. (t.thn.).

Hidayanti, I. (2019). Kajian Kejadian Kep Balita Berdasarkan Karakteristik


Keluarga Di Desa Sentolo, Sentolo, Kulon Progo. Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta., 2004, 12–14. (t.thn.).

Hidayanti, R., Riyanto, S., & Rahma, A. (2015). Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Infeksi Kecacingan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Tahun 2015. Jurkessia, VI(1), 26–
31. (t.thn.).

kemkes, p. (2018, April 10). DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR. Dipetik Februari 27,
2021, dari Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan
Sanitasi: http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-
diabetes-melitus-dan-gangguan-metabolik/cegah-stunting-dengan-
perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi

Kusumawardhani, I. (2016). Anemia Gizi Besi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,


4(2), 2–3. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/239/. (t.thn.).

Noya, A. (2019, Juni 20). Alodokter. Dipetik Februari 27, 2021, dari Seperti Ini
Dampak Kekurangan Vitamin A dan Cara Mencegahnya:
https://www.alodokter.com/seperti-ini-dampak-kekurangan-vitamin-a-dan-
cara-mencegahnya#:~:text=Kurang%20asupan%20vitamin%20A
%20dikaitkan,daya%20tahan%20tubuh%20tetap%20kuat.

Pavilianingtyas, A. (2017). Faktor agen, pejamu, dan lingkungan kejadian obesitas


pada anak usia 5-6 tahun. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of

20
Nutrition), 5(2), 105–111. https://doi.org/10.14710/jgi.5.2.105-111.
(t.thn.).

Suantara, I. M. R., & Suriaoka, I. P. (2018). Epidemiologi Gizi.


http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1429/1/Epidemiologi Gizi.pdf.
(t.thn.).

Suganda, R., Sutrisno, E., & Wardana, I. W. (2013). Gangguan Akibat


Kekurangan (GAKY). Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699. (t.thn.).

Swasta, B. (2011). Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka. Convention Center Di


Kota Tegal, 4(80), 4. (t.thn.).

Universitas Muhammadiyah Semarang. (2013). Gizi Buruk. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. (t.thn.).

Willy, T. (2018, November 19). Alodokter. Dipetik Februari 27, 2021, dari
Obesitas: https://www.alodokter.com/obesitas

21

Anda mungkin juga menyukai