Anda di halaman 1dari 5

VII.

HUBUNGAN BERAGAM FAKTOR SOSIAL BUDAYA

Faktor sosial budaya berhubungan kuat dengan konsumsi makanan


pokok masyarakat (kontribusi energi dan pola makan makanan pokok).
Masyarakat Wamena masih memegang kuat adat istiadatnya. Sebanyak 57%
kepala rumah tangga berpendidikan dasar, dan 57,9% bekerja sebagai petani
pemilik, 81,3% ibu rumah tangga berpendidikan dasar, 66,4% bekerja sebagai
petani pemilik, dan 75,7% ibu berpengetahuan gizi kurang. Sebanyak 38,3%
rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga antara 5-6 orang. dan 70,1%
rumah tangga miskin. 51,4% rumah tangga menyukai satu jenis makanan pokok,
83,2% rumah tangga menggunakan ubi jalar sebagai simbol nilai komunikasi, dan
67,3% rumah tangga menganggap ubi jalar sebagai simbol nilai religi. Sebanyak
51,4% rumah tangga menggunakan lebih dari satu jenis makanan pokok sebagai
simbol nilai persahabatan, 75% rumah tangga memilih ubi jalar sebagai simbol
nilai ekonomi, dan 78,5% rumah tangga menggunakan ubi jalar dalam tradisi.
Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi strata sosial semakin bervariasi
makanan pokok yang dikonsumsi. Sebaliknya semakin kuat faktor budaya yang
dianut, semakin sedikit jenis makanan pokok yang dikonsumsi (Mapandin 2006).

A. Model Multidimensional
Suatu hidangan bila tidak mengandung bahan makanan pokok dianggap
tidak lengkap oleh masyarakat (Sediaoetama, 1999). Disisi lain makanan dalam
pandangan sosial budaya, memiliki makna lebih luas dari sekedar sumber gizi.
Hal ini terkait dengan kepercayaan, status, prestis, kesetiakawanan dan
ketentraman dalam kehidupan manusia (Apomfires, 2002 dalam Mapandin 2006).
Ada hal menarik di Papua. Pada umumnya masyarakat masih
menempatkan sagu dan ubi jalar sebagai pilihan utama makanan pokok
masyarakat Papua. Kabupaten Jayawijaya sebagai daerah pegunungan, umumnya
masyarakat mengkonsumsi ubi jalar (Ipoemea batatas) dalam bahasa daerah
disebut hipere sebagai pilihan utama makanan pokok masyarakat (Deritana, dkk,
2000 dalam Mapandin 2006).
Salah satu faktor penyebab rendahnya konsumsi energi penduduk
Kabupaten Jayawijaya adalah ubi jalar yang dikonsumsi sebagai makanan pokok
utama, hanya menyumbang sangat sedikit energi dalam konsumsi harian
masyarakat. Dalam DKBM (2005 dalam Mapandin 2006) disebutkan bahwa
untuk 100 gram ubi jalar menyumbang energi hanya sebesar 119 kkal. Almatsier
(2001) menyatakan ubi jalar hanya memberi kontribusi energi sebesar 25% dari
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG).
Pola makan masyarakat menggunakan sagu sebagai makanan pokok.
Pola konsumsi masyarakat sangat menggantungkan pada kegiatan berburu dan
berkebun (Apomfires 1999). Kebiasaan makan rumah tangga terhadap konsumsi
makanan terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh tingkat
pendidikan dan pengetahuan gizi (Windyastuti 2002 dalam Mapandin 2006).
Pola konsumsi Suku Baduy sangat sederhana terdiri dari nasi dan ikan
asin, konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah. Pola konsumsi sangat
menggantungkan pada hasil bertani. Status gizi balita banyak berstatus gizi
kurang dan buruk. Terdapat perbedaan yang tidak signifikan dari jenis makanan
pokok berdasarkan tipe rumah, terdapat perbedaan yang tidak signifikan frekuensi
konsumsi nasi, roti, mie berdasarkan tipe rumah, terdapat perbedaan yang tidak
siginfikan dari jumlah nasi yang dikonsumsi responden berdasarkan tipe rumah
dan terdapat perbedaan siginfikan untuk tingkat kecukupan energi makanan pokok
responden berdasarkan tipe rumah (Subiwati 2005 dalam Mapandin 2006).
B. Model Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Anak-anak

Sumber: Elizabeth and Sanjur (1981)


Gambar 1. Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan

C. Model Wenkam
Nao S. Wenkam is Associate Nutritionist, Hawaii Institute of Tropical
Agriculture and Human Resources. and Associate Professor of Human Nutrition.
College of Tropical Agriculture and Human Resources, University of Hawaii.
Mereka mengkaji gizi secara luas termasuk analisa zat gizi dengan
mempertimbangkan faktor konversi mentah dan matang (mempertimbangkan
minyak). Misalnya energi dari 100 gram beras yaitu ? Kalori, 100 gram nasi
berapa kandungan energi 175 Kalori. Ayam mentah berapa kandungan protein?
Goreng ayam berapa kandungan protein? 7 gram.

D. Teori Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para perlaku
dalam suatu cerita. Tahapan alur atau plot terbagi menjadi lima bagian yaitu: a)
Tahap penyituasian (situation); b) Tahap pemunculan konflik (generating
circumstances); c) Tahap peningkatan konflik (rising action); d) Tahap klimaks;
dan e) Tahap penyelesaian (denoument).
Jenis-jenis plot alur meliputi:
a.) Alur maju atau progresif. Pengungkapan cerita lebih dari sudut peristiwa-
peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan dating.
b). Sorot balik atau regresif. Pengungkapan cerita dari dari sudut peristiwa yang
terjadi sebelumnya atau masa lampau ke masa kini.
c). Alur campuran. Pengungkapan cerita kadang-kadang dijalin atas peristiwa
yang terjadi pada masa kini dan masa lampau.
d). Alur erat. Hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya organik
sekali. Tidak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
e). Alur longgar. Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu
sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan salah satu peristiwa, tanpa
merusak keutuhan cerita.
f). Alur tunggal. Hanya menceritakan satu episode kehidupan.
g). Alur ganda. Menceritakan lebih dari satu kehidupan.
h). Alur menanjak. Jalan cerita terus menaik, tanpa turun, tanpa ada peleraian
sampai puncak penyelsaian cerita. (http://www.rumpunnektar.com/2013/02/
pengertian-alur-atau-plot.html)
Daftar Pustaka
Mapandin WY. 2006. Hubungan Faktor-Faktor Sosial Budaya dengan Konsumsi
Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat di Kecamatan
Wamena Kabupaten Jayawijaya Tahun 2005. Semarang: Program Studi
Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro.
Sediaoetama. 1999. Ilmu Gizi. ?
http://www.rumpunnektar.com/2013/02/pengertian-alur-atau-plot.html [diakses 9
Maret 2015]

Anda mungkin juga menyukai