Anda di halaman 1dari 4

Ditarik ke akar budaya, menurut Sitta Manurung,

seorang praktisi kuliner yang juga berkecimpung dalam bidang sosiologi pangan, suku bangsa di
Indonesia memiliki aneka ragam budaya menyangkut kebiasaan menyiapkan makan.
Masyarakat Batak mengenal istilah Taramak sobalu non, parabi naso mittop, parsankalan nasora
mahiang. Artinya, tikar yang tak pernah digulung, api (tungku dapur) yang tak pernah padam,
talenan yang tak pernah kering. Pepatah ini menggambarkan kebiasaan orang Batak yang senang
saling bertamu.
Dalam Serat Centhini --salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa baru yang
menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa-- tamu diibaratkan sebagai
raja. Diceritakan bahwa orang yang kemalaman akan diajak menginap di rumah. Ini artinya, di
dapur dan meja makan harus tersedia makanan. Walaupun kondisi mereka miskin, karena tamu
diibaratkan sebagai raja, tetap harus ada
Selain itu, dalam budaya kita, tidak ada istilah menolak tamu yang datang ke rumah. Belum lagi,
stigma tentang nyonya rumah yang baik adalah yang memberikan suguhan untuk tamunya.
Sehingga jika ada nyonya rumah yang menolak tamunya atau tidak memberikan suguhan akan
mendapat gunjingan dari masyarakat. Ini dianggap sebagai aib, jelas Sitta.
Hal itu turut menjadi penyebab mengapa banyak rumah tangga yang jadi terbiasa untuk selalu
menyediakan makanan lebih. Kekhawatiran tidak memiliki makanan yang cukup untuk disuguhi
memang membuat generasi orang tua kita terbiasa memasak dalam jumlah yang lebih banyak
dari jumlah sesungguhnya penghuni rumah. Apa yang kemudian terjadi di tiap dapur rumah
tangga adalah kebiasaan memasak dalam porsi besar.

Dampaknya, kita menjadi tidak terbiasa menghitung berapa porsi makanan yang harus dimasak.
Kepiawaian kita untuk menghitung secara akurat pun berkurang sehingga tidak ada
perencanaan dalam memasak. Alhasil, makanan kerap bersisa, kata Sitta.
Sitta juga menjelaskan tentang budaya Jawa ningrat yang memiliki tata krama kesopanan saat
makan. Budaya yang berakar pada sistem kerajaan ini beranggapan bahwa menghabiskan
makanan yang ada di piring tanpa sisa dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan. Aturan
makan seperti ini juga menunjukkan strata sosial, karena biasanya dilakukan oleh kalangan darah
biru. Hal ini sedikit banyak membuat kebiasaan menyisakan makanan menjadi hal yang lumrah,
jelasnya.
Diakui Sitta, budaya makan ini memang kental terasa pada generasi orang tua kita. Tapi, nilainilai yang ditanamkan ini tidak bisa serta-merta berubah semudah membalikkan telapak tangan.
Meskipun kini mulai bergeser dengan makin banyaknya generasi muda yang lebih peduli pada
bagaimana mereka mengonsumsi makanan. Walaupun kepedulian mereka lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Tentang pentingnya mengonsumsi makanan sehat.
Kalau dilihat kekinian, mengapa kita kerap memiliki makanan sisa, lebih karena faktor
konsumtif. Keinginan kita untuk membeli aneka macam makanan yang dijual membuat kita
makin longgar untuk membeli, padahal belum tentu dibutuhkan. Pada akhirnya, makanan yang
sudah dibeli tidak termakan, bersisa, dan terbuang, jelas Sitta.
Harus diakui, dari sekian banyak barang konsumsi yang ditawarkan, yang paling menarik dan
banyak dicari orang adalah makanan. Tak jarang pula, mereka membeli makanan tersebut tidak
untuk dikonsumsi saat itu juga, tapi untuk disimpan.
Tawaran makanan dalam bentuk paket sebenarnya bisa menjadi jebakan bagi konsumen untuk
membei lebih banyak makanan dari porsi yang sebenarnya ia butuhkan. Terlihat hemat, tapi
sebenarnya itu hanya ilusi, karena kita berhitung pada angka, bukan pada kebutuhan tubuh dan
sesungguhnya kita sudah menimbun makanan. Jadi, belilah yang benar-benar dibutuhkan, jelas
Sitta. (f)

Budaya Makan di Indonesia


Home Tanpa Label Budaya Makan di Indonesia
Budaya makan di indonesia tak lepas dari keragaman kuliner di setiap
daerahnya. Apalagi sudah diakui di dunia bahwa rendang dari padang, di nobatkan
sebagai makanan terlezat didunia sekaligus mengalahkan pesaingnya pizza dari
italia. Tetapi sebagai warga indonesia sendiri kita masih lebih memilih pizza akibat
pengaruh gengsi. Katanya biar gaul.. Hahaha..

Beberapa contoh lekatnya budaya makan dalam kehidupan orang indonesia yaitu
pada saat memperingati hari - hari penting selalu makan. Ulang tahun ujungnya
minta di traktir, habis ucapin met ultah atau met milad langsung deh bilang..
Jangan lupa makan - makan..
Kalo baca doa acara slamatan dirumah juga begitu.. Pokoknya makan - makan
terus. Nongkrong , kumpul ma sahabat juga pasti makan - makan tuh. Budaya
tersebut mempengaruhi perkembangan kuliner di indonesia.
Bahkan wisata kuliner sudah menjadi salah satu daya tarik para wisatawan asing
maupun lokal. Acara di televisi juga sudah ada yang khusus membahas wisata
kuliner keliling indonesia. Bayangkan betapa kayanya indonesia dengan berbagai
macam kebudayaan.

Budaya makan sendiri punya pengaruh positif dan negatif. Positif bila kita
mengontrol sesuai porsi yang ditentukan, namun negatifnya bila lapar mata
kemudian tanpa memperhatikan porsi dan sisi kesehatannya.
Bila membahas masalah makanan sebenarnya pasnem sangat sensitif diakibatkan
perkembangan dari segi kesehatannya terlalu banyak yang membahas tentang
diet. Sedangkan mencari informasi tips menambah berat badan tuh sangat sulit.
Sudah pasnem konsultasikan ke teman yang mengerti tentang gizi tetapi belum
mendapatkan hasil yang positif. Hehehe.. (bagi dong dagingnya)
Wisata kuliner meningkat dan budaya makan terus berkembang. Nah bisnis

kuliner tentunya menjadi salah satu bisnis yang di lirik para pebisnis atau investor.
Para artispun sekarang gencar membangun bisnis kuliner ini, untuk tabungan masa
depan gitu katanya. Ada benarnya juga sih, peluang apa saja harus cepat di ambil
selagi kita mampu. Iya gak? :D
pasnem aja tertarik tuh pengen ikutan bisnis kuliner, karena nyokap cerita katanya
bisnis kuliner tuh untungnya 3 kali lipat dari modalnya. Dalam kuliner, air aja
kalo udah disajikan menjadi berharga. Cuman tetap jangan asal - asalan juga dong,
harus memperhatikan kualitas.
Seperti prinsip orang tua dulu ada yang bilang hidup untuk makan. Artinya makan
memiliki tempat terpenting di dalam kehidupan manusia khususnya negara
indonesia. Dalam kurun waktu 350 tahun di jajah oleh belanda, tentu bagi orang tua
dulu asalkan masih bisa makan udah senang.
Kalo sekarang selain makan, orang memiliki banyak sekali tujuan hidup. Mulai dari
pengen beli mobil, rumah, dan sebagainya.Trus makan menjadi budaya atau
gaya hidup?

Anda mungkin juga menyukai