Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SOSIO ANTROPOLOGI

PERAN SOSIO ANTROPOLOGI DALAM ILMU GIZI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 13

PUTRI WALA
711331119056

POLITEKNIK KESEHATAN MANADO 2020


GIZI DAN DIETETIKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena


atas berkat serta anugerahNya yang telah memberikan akal budi
dan kepintaran kepada kami, sehingga kami kelompok dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Diucapkan terimakasih juga untuk teman – teman anggota
kelompok dalam partisipasi serta telah sama – sama memberikan
semangat dan dukungan sehingga makalah ini boleh selesai.
Kelompok telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik mungkin. Namun demikian, kami sadar bahwa pada
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca yang budiman untuk dapat memperbaiki kesalahan –
kesalahan penulis salam menyusun makalah ini. Dan kiranya
makalah yang kami buat ini boleh bermanfaat bagi yang
membacanya.

Manado, 26 januari 2020


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………………1

B. Rumusan masalah………………………………………………… 1

C. Tujuan…………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….2

A . Pembahasan…………………………………………………. 2

1. Pengertian Antropologi………………………………………. 2
2. Pengertian Gizi…………………………………………………….3
3. Peran Sosio Antropologi Dalam Ilmu Gizi…………………………. 5

BAB III PENUTUP………………………………………………………..10

A. Kesimpulan……………………………………………..10

B. Saran………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami
gizi buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting sekali
bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat
karena dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan
daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.

Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh
kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu
masyarakat, dimana tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang
justru mengandung banyak gizi. Dengan adanya masalah ini memotivasi penulis untuk
menyusun makalah yang berjudul “Hubungan Antropologi Dengan Gizi”, untuk
mengetahui secara lebih mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal
makanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat
memberikan pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita
dapat memperbaiki tentang masalah gizi ini, sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan orang banyak.

B. Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud Antroologi ?

b) Apa yang dimaksud denga gizi ?

c) Peran Sosio Antroologi dalam Ilmu Gizi ?

C. Tujuan Makalah

a). Untuk mengetahui tujuan dari antropologi

b). Untuk mengetahui pengertian gizi


c). Untuk mengetahui peran sosio antropologi dalam ilmu gizi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pengertian Antropologi

Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia
dan juga budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11) antropologi berarti “ilmu
tentang manusia.” Ilmu antropologi telah berkembang dengan luas, ruang lingkup dan
batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang menyebabkan timbulnya paling sedikit
5 masalah penelitian.

Koentjaraningrat (1981 : 12) mengemukakan tentang 5 masalah ini : masalah


sejarah asal dan perkembangan manusia secara biologi, masalah sejarah terjadinya
aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya masalah sejarah
asal, perkembangan dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di
seluruh dunia. Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna
kebudayaan manusia di seluruh dunia. Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan
manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di
seluruh muka bumi masa kini. Dengan melihat 5 masalah di atas, sudah dapat
dipastikan terdapat ilmu-ilmu yang terdapat dalam ilmu antropologi yang membahas
tentang ke-5 masalah tersebut. Untuk memecahkan suatu masalah sudah dapat
dipastikan dibutuhkan beberapa penelitian untuk mengetahui sumber masalah itu
sendiri dan pemecahannya. Menurut Anderson (2006 : 256) ahli antropologi
melaksanakan penelitian mereka dengan cara eksplorasi yang relatif tanpa struktur dan
meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Seorang ahli antropologi tidak terlalu
mempersoalkan untuk memisahkan antara masalah-masalah penelitian yang kecil dan
ketat yang dapat mereka kerjakan dengan disain-disain penelitian yang dari segi
estetika memuaskan, dengan masalah-masalah umum yang luas, yang akan
mengarahkan peneliti kepada banyak jalur penemuan.

Menurut Anderson (2006 : 257) pendekatan holistik antropologi terhadap


interpretasi atas bentuk-bentuk sosial dan budaya serta ketergantungan pokok pada
observasi partisipasi untuk mengumpulkan data dan menghasilkan hipotesis adalah
hasil dari, atau berkaitan erat dengan sampel umum dari penelitian antropologi. Akan
tetapi Anderson (2006 : 246) juga menyatakan antropologi tidak mencukupi diri dalam
menghasilkan hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru. Kita (ahli antropologi)
didorong oleh data dan ide-ide dari berbagai bidang lain.

2
Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya,
antropologi biologi antropologi sosial, antropologi kesehatan. Ilmu antropologi memberi
sumbangan bagi ilmu kesehatan. Anderson (2006 : 247) menyatakan bahwa kegunaan
antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan terletak dalam 3 kategori utama :

a. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang masyarakat
secara keseluruhan maupun para anggota individual mereka. Ilmu antropologi
menggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat sistem, dimana peneliti
secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh bagian dari sistem itu saling
menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.

b. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk
menguraikan proses-proses perubahan sosial dan buaya dan juga untuk membantu
memahami keadaan dimana para warga dari “kelompok sasaran” melakukan respon
terhadap kondisi yang berubah dan adanya kesempatan baru.

c. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu metodologi


penelitian yang longgar dan efektif untuk menggali serangkaian masalah teoritis dan
praktis yang sangat luas, yang dihadapi dalam berbagai program kesehatan. Begitu
pula sebaliknya, menurut Anderson (2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan
kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus, yang langsung dapat
dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan desa-
desa.

Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya
suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri. Anderson (2006 : 3)
menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya yang memberi
perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di sepanjang sejarah kehidupan
manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Antropologi kesehatan ini tidak
serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi antropologi kesehatan ini
mempunyai akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan antropologi kesehatan kontemporer
mempunyai 4 sumber :
3
a. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi,
komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.

b. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan
magis.

c. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang
merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.

d. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II. Untuk menjadi
seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan pegalaman, naluri
dalam menyikapi masalah, seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 244), beliau
menyatakan : untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan, seseorang
memerukan dasar latihan antropologi ang baik, pengalaman penelitian, naluri terhadap
masalah, simpati terhadap orang lain, dan tentunya dapat memasuki dunia kesehatan
dan masyarakat kesehatan yang bersedia menerma kehadiran para ahli antropologi itu.

2. Pengertian Gizi
Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu
dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi, ilmu pangan, dan lain-lain.
Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang berkaitan dengan
penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Gizi merupakan zat yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Dan
untuk mengetahui tentang gizi ini kita harus lebih mendalam mempelajari tentang gizi.
Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata “gizi” berasal
dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan
dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.

Selain pendapat Almatsier, banyak juga yang berpendapat tentang ilmu gizi yang
dibahas dalam buku FKM UI (2007 : 4).

a. Guthrie (1983), beliau menyatakan prinsip-prinsip gizi dasar adalah ilmu yang
mempelajari makanan, zat gizi, proses pencernan, metabolisme dan penyerapan dalam
tubuh, fungsi serta akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi bagi tubuh.

b. Sediaoetama (1987), beliau menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hal
ikhwal makanan yang dikaitkan dengan kesehatan tubuh.
4

c. National Academy of Science (1994), ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat
dari pangan yang bermanfaat bagi kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan
sejak dikonsumsi, dicerna, diserap sampai dimanfaatkan tubuh, serta dampaknya
terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup manusia serta faktor
yang mempengaruhinya.

Dengan melihat pengertian ilmu gizi di atas, sudah dapat dipastikan gizi merupakan
zat gizi atau makanan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kita. Menurut Almatsier
(2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian, apabila kita memilih makanan
sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang baik dapat
memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Jadi apabila
kita memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat gizi yang
berfungsi seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan bahwa :

a. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh
untuk melakukan kegiatan/aktivitas.

b. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air adalah bagian
dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru,
memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.

c. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur
proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai
buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai
pangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke
dalam tubuh.

Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita,
maka kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini kekurangan ataupun
kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa gangguan
gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan
makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah
makanan dikonsumsi.
5

3. Peran Sosio Antropologi dalam ilmu Gizi


Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan
kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan
perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu
garis yang jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan)
merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar
negara-negara di dunia. Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi, menyebabkan banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin
melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan negara-negra
non industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
mereka yang berkembang, juga muncul karena kepercayaan-kepercayaan keliru yang
terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan, dan juga
tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-
upacara, yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia
bagi mereka. Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah
gizi di seluruh dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang
berhasilnya pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun
nasional yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan
produksi makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah,
untuk mencapa keuntungan maksimal dari gizi yang diperoleh dari makanan yang
tersedia.

Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang
menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju
kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang
makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai
makanan dalam konteks budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang
praktis ini, jelas merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak pertama
dalam penelitian lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek
makan dan kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa
“Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu
memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari manusia.
Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada
variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam
menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian dalam antropologi gizi.
Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting dari antropologi gizi :
6
a. Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial
budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya).

b. Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan


berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarakat
tradisional.

Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang
kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah
kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-
pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan
konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli
antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori
budaya lainnya. Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita
atau suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap
bukan makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk
menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena
pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang
kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan,
mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk
membedakan antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313) menyatakan
bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk
memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya. Makanan adalah
suatu konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini
sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”

Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi
konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di
antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka
merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan
rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang
berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan
apa yang diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat
sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya,
lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep
fisiologis. Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi
pergaulan sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :

7
1. Makanan sebagai ungkapan ikatan social

Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang


minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan. Menerima
makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang
diungkapkan dan untuk membalasnya.

2. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok

Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau


nasional. Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan
yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap
berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara
yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.

3. Makanan dan stress

Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan


stres. Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering
mencerminkan persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka,
suatu cara untuk mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman
terhadap jiwa atau terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari
luar, cara lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-
pengaruh luar.

4. Simbolisme makanan dalam bahasa

Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis


yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional.
Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh
bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan
kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas
manusia. Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini
ataupun makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-
beda, maka salah satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat tentang apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun
masyarakat pedesaan adalah hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara
makanan yang baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan makanan
khusus bagi anak setelah penyapihan.
8

Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan, masalahnya


tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak bahan
makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk memastikan bahwa bahan-
bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif. Kesenjangan yang besar
dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan dengan sebaik-baiknya.

Dalam buku Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa


pengidentifikasian makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat
membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik
bersedia menerima banyak perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu
membatasi kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita
kurang pangan. Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa
seringnya praktek-praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar.
Kesadaran akan praktek-praktek demikian dan pengetahuan tentang “hambatan-
hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka adalah sangat penting
untuk membantu masyarakat memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia
bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi
dalam lapangan penelitian dan pengajaran.
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sosio Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia
dengan budayanya, atau juga berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi
diterangkan bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa pengaruhnya.
Cakupan ilmu antropologi itu luas sekali, salah satunya antropologi kesehatan yang
menerangkan tentang manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat
mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu
sendiri.

2. Gizi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Ilmu gizi sendiri adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan
kesehatan optimal. Gizi itu sangat penting sekali bagi kelangsungan hidup kita. Apabila
gizi kita terpenuhi, maka kita akan terhindar dari berbagai penyakit karena kita
mempunyai tubuh yang sehat.

3. Peran sosio antropologi dalam ilmu gizi itu sangat erat sekali, karena banyak sekali
orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan tetapi
diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang memakan
makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu
yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan gizi
karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain
terdapat masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak
mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut yang seharusnya
dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat
bagi mereka.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan
pengetahuan tentang peran sosio antropologi dalam ilmu gizi, sehingga pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatka pengetahuan tentang cara-cara
meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA

http://wongjogja14.blogspot.com/2014/01/hubungan-antropologi-
dengan-gizi.html

Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.

FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
11

Anda mungkin juga menyukai