Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERAN ILMU GIZI TERHADAP ANTROPOLOGI KESEHATAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : KADEK DWI LESTARI


NIM : 2313261008
MATAKULIAH : ANTROPOLOGI KESEHATAN
DOSEN PENGAMPU : Ns. GRENDA APRILYAWAN, S.Kep,.M.Kes

PROGRAM SARJANA ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


UNIVERSITAS TRIATMA MULYA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberinikmat dan kasih sayang–Nya kepada kami karena hanya
dengan izin–Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Antropologi Kesehatan ini dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen Antropologi
Kesehatan yang telah memberikan pengarahan, bantuan serta dukungannya
kepada kami selama membuat tugas makalah ini.
Seperti kata pepatah “ Tak ada gading yang tak retak “ kami pun
menyadari bahwamakalah yang telah kami susun ini masih banyak
kekurangan baik secara sistematika penulisan, bahasa, dan penyusunannya.
Oleh karena itu, kami memohon saran serta pendapat yang dapat
membuat kami menjadi lebih baik dalam melaksanakan tugas di lain waktu.
Mudah– mudahan karya tulis yang kami buat menjadi bermanfaat bagi kami
khususnya dan umumnya bagi pembacanya

SINGARAJA, 1 DESEMBER 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan Makalah ..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teoritis ...........................................................................................3
B. Pembahasan ...................................................................................................13
BAB III PENUTUP
A .Kesimpulan .......................................................................................................15
C. Saran ..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami
gizi buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting sekali
bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat
karena dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan
daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.
Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh
kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu
masyarakat, dimana tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang
justru mengandung banyak gizi.
Dengan adanya masalah ini memotivasi penulis untuk menyusun makalah yang
berjudul “PERAN ILMU GIZI TERHADAP ANTROPOLOGI”, untuk mengetahui secara
lebih mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan. Hal ini
diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan
pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat
memperbaiki tentang masalah gizi ini, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
orang banyak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis dapat merumuskan
masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan antropologi ?
2. Apa yang dimaksud dengan gizi ?
3. Bagaimana hubungan antara antropologi dengan gizi ?

1
C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian antropologi
2. Untuk mengetahui pengertian gizi
3. Untuk mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Antropologi
Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk
manusia dan juga budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11)
antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Ilmu antropologi telah berkembang
dengan luas, ruang lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang
menyebabkan timbulnya paling sedikit 5 masalah penelitian.
Koentjaraningrat (1981 : 12) mengemukakan tentang 5 masalah ini :
masalah sejarah asal dan perkembangan manusia secara biologi, masalah
sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri
tubuhnya masalah sejarah asal, perkembangan dan penyebaran aneka warna
bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia. Masalah perkembangan,
penyebaran, dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan manusia dalam kehidupan
masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi masa
kini.
Dengan melihat 5 masalah di atas, sudah dapat dipastikan terdapat ilmu-ilmu
yang terdapat dalam ilmu antropologi yang membahas tentang ke-5 masalah
tersebut. Untuk memecahkan suatu masalah sudah dapat dipastikan
dibutuhkan beberapa penelitian untuk mengetahui sumber masalah itu sendiri
dan pemecahannya. Menurut Anderson (2006 : 256) ahli antropologi
melaksanakan penelitian mereka dengan cara eksplorasi yang relatif tanpa
struktur dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Seorang ahli
antropologi tidak terlalu mempersoalkan untuk memisahkan antara masalah-
masalah penelitian yang kecil dan ketat yang dapat mereka kerjakan dengan
disain-disain penelitian yang dari segi estetika memuaskan, dengan masalah-
masalah umum yang luas, yang akan mengarahkan peneliti kepada banyak jalur
penemuan.

3
Menurut Anderson (2006 : 257) pendekatan holistik antropologi terhadap
interpretasi atas bentuk-bentuk sosial dan budaya serta ketergantungan pokok
pada observasi partisipasi untuk mengumpulkan data dan menghasilkan
hipotesis adalah hasil dari, atau berkaitan erat dengan sampel umum dari
penelitian antropologi. Akan tetapi Anderson (2006 : 246) juga menyatakan
antropologi tidak mencukupi diri dalam menghasilkan hipotesis-hipotesis dan
topik-topik penelitian baru. Kita (ahli antropologi) didorong oleh data dan ide-
ide dari berbagai bidang lain.
Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi
budaya, antropologi biologi antropologi sosial, antropologi kesehatan. Ilmu
antropologi memberi sumbangan bagi ilmu kesehatan. Anderson (2006 : 247)
menyatakan bahwa kegunaan antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan terletak
dalam 3 kategori utama:
a. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang
masyarakat secara keseluruhan maupun para anggota individual mereka.
Ilmu antropologimenggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat
sistem, dimana peneliti secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh bagian
dari sistem itu saling menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.
b. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna
untuk menguraikan proses-proses perubahan sosial dan buaya dan juga
untuk membantu memahami keadaan dimana para warga dari “kelompok
sasaran” melakukan respon terhadap kondisi yang berubah dan adanya
kesempatan baru.
c. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu
metodologi penelitian yang longgar dan efektif untuk menggali serangkaian
masalah teoritis dan praktis yang sangat luas, yang dihadapi dalam berbagai
program kesehatan.
Begitu pula sebaliknya, menurut Anderson (2006 : 244) ilmu-ilmu kesehatan
menawarkan kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus, yang
langsung dapat dibandingkan dengan subjek-subjek tradisional seperti
masyarakat rumpun dan desa-desa.
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat

4
penting sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas
kaitan antara manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui
kaitan antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu
sendiri.
Anderson (2006 : 3) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin
biobudaya yang memberi perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial
budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara
keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit.
Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan
tetapi antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006 : 4)
menyatakan antropologi kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
a. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi,
adaptasi, anatomi, komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.
b. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk
ilmu sihir dan magis.
c. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an
yang merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.
d. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
Untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan
pegalaman, naluri dalam menyikapi masalah, seperti yang dikatakan Anderson
(2006 : 244), beliau menyatakan : untuk menjadi seorang ahli antropologi
kesehatan, seseorang memerukan dasar latihan antropologi ang baik,
pengalaman penelitian, naluri terhadap masalah, simpati terhadap orang lain,
dan tentunya dapat memasuki dunia kesehatan dan masyarakat kesehatan yang
bersedia menerma kehadiran para ahli antropologi itu. Untuk menjadi ahli
antropologi kesehatan, selain yang sudah disebutkan, seorang ahli antropologi
kesehatan haruslah sabar dan teliti karena seperti yang dikatakan Anderson
(2006 : 246) beliau menyatakan : Para ahli antropologi harus menjadi generalis,
mencatat, dan menginterpretasikan data tentang geografi, kebudayaan material,
kehidupan ekonomi, organisasi sosial, religi, kesenian, foklor, rekreasi, bahasa –
segala sesuatu yang dilakukan manusia atau diingat pernah dilakukan mereka.

5
Akan tetapi semua ini tidaklah cukup seorang ahli antropologi harus bisa
mengetahui, memahami, dan juga menerangkan mengapa suatu sikap atau
tingkah laku di suatu masyarakat bisa terjadi.

2. Pengertian Gizi
Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan
berbagai ilmu dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi,
ilmu pangan, dan lain-lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang
hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan meliputi proses
pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Gizi merupakan zat yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh
kita. Dan untuk mengetahui tentang gizi ini kita harus lebih mendalam
mempelajari tentang gizi. Almatsier (2004 : 3) menyatakan ilmu gizi adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya
dengan kesehatan optimal. Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang
berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi
lain dengan tubuh manusia.
Selain pendapat Almatsier, banyak juga yang berpendapat tentang ilmu
gizi yang dibahas dalam buku FKM UI (2007 : 4).
a. Guthrie (1983), beliau menyatakan prinsip-prinsip gizi dasar adalah ilmu
yang mempelajari makanan, zat gizi, proses pencernan, metabolisme dan
penyerapan dalam tubuh, fungsi serta akibat kekurangan atau kelebihan zat
gizi bagi tubuh.
b. Sediaoetama (1987), beliau menyatakan ilmu gizi adalah ilmu yang
mempelajari hal ikhwal makanan yang dikaitkan dengan kesehatan tubuh.
c. National Academy of Science (1994), ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari
zat-zat dari pangan yang bermanfaat bagi kesehatan dan proses yang terjadi
pada pangan sejak dikonsumsi, dicerna, diserap sampai dimanfaatkan
tubuh, serta dampaknya terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan
kelangsungan hidup manusia serta faktor yang mempengaruhinya.
Dengan melihat pengertian ilmu gizi di atas, sudah dapat dipastikan gizi
merupakan zat gizi atau makanan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kita.

6
Menurut Almatsier (2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan
tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian,
apabila kita memilih makanan sehari-hari kita harus memilih dengan baik
karena makanan yang baik dapat memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh. Jadi apabila kita memilih makanan, kita harus
memilih makanan yang mengandung zat gizi yang berfungsi seperti yang
dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan bahwa :
a. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah
karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan
energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
b. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air
adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk
membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.
c. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk
mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel,
bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan
membentuk antibodi sebagai pangkal organisme yang bersifat infektif dan
bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.
Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh
kita, maka kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini
kekurangan ataupun kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier
(2004 : 9) bahwa gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas
dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang
baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang
salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang
menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan
dikonsumsi.

3. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi

7
Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi
buruk dan kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus
mengenai kelaparan dan perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang
merupakan jalur yang lebar, bukan suatu garis yang jelas. Apapun tolok ukur
kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan) merupakan hambatan yang paling
besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar negara-negara di dunia.
Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan
banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan
kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan negara-negra non
industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk mereka yang berkembang, juga muncul karena kepercayaan-
kepercayaan keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara
makanan dan kesehatan, dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah orang
memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka. Anderson
(2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah gizi di seluruh
dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang
berhasilnya pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional
maupun nasional yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada
pertambahan produksi makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan
tradisional yang berubah, untuk mencapa keuntungan maksimal dari gizi yang
diperoleh dari makanan yang tersedia.
Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya
yang menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang
mungin menuju kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas
pengertian tentang makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi
banyak fungsi. Studi mengenai makanan dalam konteks budayanya yang
menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini, jelas merupakan suatu
peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam penelitian
lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek makan
dan kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa

8
“Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu
memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari
manusia. Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan
adaptasinya kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan
yang beraneka ragam menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik
perhatian dalam antropologi gizi. Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua
aspek penting dari antropologi gizi :
a. Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan
sosial budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan
gizinya).
b. Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari
makanan berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam
masyarakat-masyarakat tradisional.
Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi
memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-
memasak, masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat,
kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang
berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya,
sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat
makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya
lainnya.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu
masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap
bukan makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk
menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik.
Karena pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu
peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik
yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”.
Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen dengan
makanan. Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa nutrimen adalah suatu
konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga
kesehatan organisme yang menelannya. Makanan adalah suatu konsep budaya,

9
suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi
kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan
tetapi konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket
makan. Di antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka
mendikte, kapan mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka
harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan
lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 :
315) menyatakan nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk memuaskan
adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu
kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan
suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis.
Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi
pergaulan sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari
makanan :
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-
kadang minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan
persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan
menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa
atau nasional. Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang
seperti ini, makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan
yang berasal atau dianggap berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang
biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh
banyak suku bangsa.
c. Makanan dan stress Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-
keadaan yang menyebabkan stres. Burgess dan Dean menyatakan bahwa
sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan persepsi tentang
bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu cara untuk
mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa

10
atau terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari
luar, cara lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat
pengaruh-pengaruh luar.
d. Simbolisme makanan dalam bahasa Pada tingkatan yang berbeda, bahasa
mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara
makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam bahasa
Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa
lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan
kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-
kualitas manusia.
Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini
ataupun makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang
berbeda-beda, maka salah satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan
kepada masyarakat tentang apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat
rumpun maupun masyarakat pedesaan adalah hubungan antara makanan dan
kesehatan serta antara makanan yang baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-
kebutuhan akan makanan khusus bagi anak setelah penyapihan. Anderson
(2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan, masalahnya
tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak
bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk memastikan
bahwa bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif.
Kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu
digunakan dengan sebaik-baiknya. Barangkali yang terpenting dari kesenjangan
itu adalah kegagalan yang berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang
pasti antara makanan dan kesehatan. Susunan makanan yang cukup cenderung
ditafsirkan dalam rangka kuantitas, bukan kualitasnya mengenai makanan yang
pokok, yang cukup, bukan pula dari keseimbangannya dalam hal berbagai
makanan. Kesenjangan besar yang kedua dalam kearifan makanan tradisional
pada masyarakat rumpun dan masyarakat petani adalah seringnya kegagalan
mereka untuk mengenali bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan
gizi khusus, baik sebelum maupun sesudah penyapihan.

11
Penemuan Burgess dan Dean tentang masalah gizi karena perubahan budaya
dalam buku karya Anderson (2006 : 325) menggambarkan aturan yang umum.
Meskipun terdapat suatu kecenderungan umum bahwa makanan menjadi lebih
baik dengan bertambahnya penghasilan. Kebalikannya, makanan juga bisa lebih
buruk terutama dalam perubahan dari ekonomi sub sistem menjadi ekonomi
uang. Dan Marchione yang berpendapat tentang masalah gizi karena perubahan
budaya. Beliau menemukan masalah kekurangan gizi pada rumah tangga-
rumah tangga di desa yang lebih miskin, yang hidupnya berorientasi pada
pertanian setengah sub sistem, menurun secara menyolok terutama di atara
anak-anak. Bahwa suatu peningkatan dalam pertanian sub sistem sebagian
besar atau seluruhnya menjelaskan perbaikan ini, hal itu dibuktikan oleh angka-
angka kekurangan gizi di perkotaan, yang tetap konstan karena perubahan yang
berarti dalam hal pola penyediaan makanan.
Setelah mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan
dengan antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada
usaha memperbaiki tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi,
jelaslah bahwa analisis klinis dari kekurangan gizi baru merupakan langkah
awal. Kemajuan akan sedikit sekali tercapai, kecuali apabila petugas
penyuluhan juga memahami fungsi-fungsi sosial dari makanan, arti simbolik,
dan kepercayaan yang terkait dengannya. Pengetahuan mengenai kepercayaan
lokal tersebut dapat dipakai dalam perencanaan perbaikan gizi. Dalam buku
Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian
makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat
membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan dan dengan motivasi
nasionalistik bersedia menerima banyak perubahan-perubahan demi
peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu
membatasi kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang
menderita kurang pangan. Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat
bahwa betapa seringnya praktek-praktek budaya menimbulkan kekurangan
kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-praktek demikian dan pengetahuan
tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka

12
adalah sangat penting untuk membantu masyarakat memaksimalkan sumber-
sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan
sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan penelitian dan pengajaran.

B. Pembahasan
Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan manusia dan budayanya, dan di dalam antropologi juga
diterangkan tentang antropologi kesehatan yang menerangkan tentang hubungan
manusia, budaya, dan kesehatan. Di dalam antropologi kesehatan ini diterangkan
dengan lebih jelas tentang tingkah laku manusia yang mempengaruhi kesehatannya
dikarenakan budayanya. Gizi merupakan zat yang terdapat di dalam makanan yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup. Dengan mengkonsumsi gizi seseorang
dapat tumbuh dengan baik karena zat gizi ini dapat memberikan zat-zat yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh dapat terpelihara dengan baik.
Setelah mengetahui tentang antropologi dan gizi, maka sedikit banyak kita
dapat melihat hubungan antara antropologi dengan gizi. Hubungan antropologi
dengan gizi ini sangat kuat sekali atau sangart erat. Seseorang atau suatu kelompok
masyarakat mengalami gizi buruk atau kekurangan gizi bukann hanya karena
masalah ekonomi, akan tetapi bisa juga diakibatkan oleh kepercayaan atau budaya
seseorang. Banyak sekali terdapat suatu kelompok masyarakat yang mengalami
gizi buruk dikarenakan mereka percaya kepada kepercayaan atau kebudayaan
mereka. Mereka mengalami gizi buruk karena mereka tidak mau memakan
makanan yang seharusnya mereka makan yang jelas mengandung banyak gizi
dikarenakan mereka mempercayai bahwa makanan tersebut tidak boleh dimakan
ataupun kebudayaan mereka melarang mereka untuk mengkonsumsi makanan
tersebut. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan karena banyak sekali kelompok
masyarakat yang kekurangan gizi karena tidak bisa mendapatkannya karena
masalah ekonomi. Akan tetapi ada suatu kelompok masyarakat yang mampu untuk
mendapatkan makanan tersebut namun mereka tidak mempergunakannya dengan
sebaik-baiknya. Hal ini menyebabkan banyaknya suatu kelompok masyarakat yang
kekurangan gizi, padahal dalam kelompok masyarakat itu terdapat cukup banyak
makanan yang mengandung gizi.

13
Setelah mengetahui hubungan antara antropologi dengan gizi, maka kita
sebagai penyuluh kesehatan penting sekali bagi kita untuk mempelajari antropologi
atau kebudayaan penduduk setempat yang akan diberi penyuluhan. Dengan
mempelajari antropologi akan memudahkan kita untuk meningkatkan derajat
kesehatan, karena kalaun kita sebelum memberikan penyuluhan kita mempelajari
kepercayaan-kepercayaan atau kebudayaan penduduk setempat akan
memudahkan kita untuk memberikan penyuluhan karena kita sudah mengetahui
seluk beluk masyarakat tersebut. Dengan ilmu antropologi kita akan mengetahui
bagaimana menangani masalah kesehatan atau kekurangan gizi suatu masyarakat.
Dengan ilmu ini kita dapat meyakinkan masyarakat tentang pentingnya kesehatan
ini dan betapa pentingnya makanan yang mengandung gizi untuk tubuh kita,
ataupun kita bisa memberikan alternatif lain yaitu dengan cara kita memberikan
penyuluhan dengan cara menyarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan yang mengandung banyak gizi yang tidak bertentangan dengan
kebudayaan mereka. Agar apa yang kita usahakan tidak sia-sia karena tidak
mungkin atau kecil sekali kemungkinan kita dapat memperbaiki gizi syatu
daerahkalau apa yang kita sarankan itu bertentangan dengan kebudayaan mereka.
Akan sulit sekali kita merubah perilaku seseorang yang diakibatkan oleh budaya,
hal itu akan memakan atau membutuhkan proses yang lama dan panjang.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia
dengan budayanya, atau juga berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi
diterangkan bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa
pengaruhnya. Cakupan ilmu antropologi itu luas sekali, salah satunya
antropologi kesehatan yang menerangkan tentang manusia, budaya, dan
kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu
masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
2. Gizi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Ilmu gizi sendiri
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubungannya dengan kesehatan optimal. Gizi itu sangat penting sekali bagi
kelangsungan hidup kita. Apabila gizi kita terpenuhi, maka kita akan terhindar
dari berbagai penyakit karena kita mempunyai tubuh yang sehat.
3. Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak
sekali orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah
ekonomi, akan tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka
yang melarang memakan makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi.
Hal ini menimbulkan sesuatu yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat
masyarakat yang kekurangan gizi karena mereka tidak bisa mendapatkannya
karena masalah ekonomi, di sisi lain terdapat masyarakat yang kekurangan gizi
akibat kebudayaan mereka tidak mengizinkan atau melarang mereka memakan
makanan tersebut yang seharusnya dipergunakan dengan sebaik-baiknya
karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi mereka.

15
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan
pengetahuan tentang hubungan antara antropologi dengan gizi, sehingga pembaca
dapat mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi
suatu masyarakat, sehingga pembaca mendapatka pengetahuan tentang cara-cara
meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai