Anda di halaman 1dari 38

Nama Dosen: Abdullah S.Kep,. Ns,. M.

Kes
Mata Kuliah: Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan

KONSEP TEORITIS TENTANG PERAN PASIEN DAN PERILAKU PASIEN


DALAM KEPERAWATAN YANG PEKA BUDAYA

OLEH :
KELOMPOK 4

SRI AMINA TUKMULY 21212028


VHIO BLEGUR 21212044

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


S1 KEPERAWATAN
T.A 2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan
Rahmat dan Ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Konsep Teoritis Antropologi Kesehatan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Yang Peka Budaya Kepada Pasien” ini dengan baik dan
selesai tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah mendorong kami untuk menyelesaikan makalah ini baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Selanjutnya, perlu kami sampaikan bahwa dalam penyusunan makalah ini
mungkin terdapat kesalahan atau kekurangan yang datangnya dari kami
sendiri sebagai manusia, untuk itu kritik dan juga saran senantiasa akan
kami terima demi tercapainya makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi kami
sendiri selaku penulis.

Makassar, 11 Oktober 2022

Penulis
Daftar Isi
Sampul...................................................................................................
Kata Pengantar......................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................
Bab I Pendahuluan................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan.........................................................................................
Bab Ii Pembahasan...............................................................................
A. Pengertian Antropologi...............................................................
B. Pengertian Keperawatan............................................................
C. Antropologi Keperawatan...........................................................
D. Hubungan Antara Social Budaya Dan Biologi Yang
Merupakan Dasar Dari Perkembangan Antropologi
Keperawatan...............................................................................
E. Perkembangan Antropologi Keperawatan Dari Sisi Biological Pole
F. Pengkajian Trsnstruktur………………………………..
G. Peran Pasien..............................................................................
H. Perilaku Pasien...........................................................................
I. Peran Perilaku Perawat Terhadap Pasien.................................
Bab Iii Penutup.......................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................
B. Saran...........................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mutu


pelayanan kesehatan memerlukan peran aktif pasien, keluarga atau
orang lain yang menemani atau merawat pasien (carers) dan masyarakat
(untuk selanjutnya disebut pasien masyarakat). Pasien dapat melakukan
banyak peran penting ketika menerima pelayanan kesehatan. Pasien
dapat berperan untuk membantu menemukan diagnosis yang akurat,
memutuskan pengobatan yang dipilih, menetapkan dokter atau rumah
sakit yang kompeten, memastikan monitoring dan kepatuhan
pengobatan, serta mengidentifikasi efek samping dan melakukan
tindakan segera yang tepat bila terjadi efek samping (Vincent & Coulter,
2002).
Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan dirumah sakit
dalam keadaan sehat maupun sakit (Wijono, 1999). Secara umum, peran
aktif pasien-masyarakat dalam meningkatkan mutu pelayanan klinis
sangat diharapkan, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi
pasien serta berbagai faktor penghambat dari sisi profesi kesehatan.
Faktor pasien yang mempengaruhi partisipasinya antara lain
penerimaan terhadap peran pasien yang baru, tingkat kesadaran akan
kesehatan, pengetahuan, keyakinan akan kemampuannya, jenis
keputusan, keluaran klinis, jenis penyakit dan komorbiditas, usia, jenis
kelamin, tingkat social ekonomi, penggunaan kedokteran alternatif dan
spesialisasi profesi kesehatannya. Sedangkan faktor yang dapat menjadi
penghambat bagi profesi kesehatan untuk mendorong partisipasi pasien
adalah keinginan untuk memegang kendali, waktu untuk memberikan
edukasi dan merespon pasien, jenis penyakit, kepercayaan, dan
kurangnya pelatihan yang mendorong partisipasi pasien.
B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum

1. Untuk mengetahui konsep teoritis antropologi


kesehatan

b. Tujuan kusus
1. Para pembaca dapat mengerti hubungan antara social
budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi keperawatan
2. Informasi tentang perkembangan antropologi
keperawatan dari sisi biological pole
3. Informasi tentang perkembangan antropologi
keperawatan dari sisi sosiocultural pole
4. Informasi perbedaan antara perkembangan antropologi
keperawatan biological pole dan sosiocultural pole

5. Untuk mengetahu pengkajian transkultural

6. Untuk mengetahui pengertian peran pasien

7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


peran

8. Untuk mengetahui pengertian perilaku pasien

9. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


perilaku pasien

10. Untuk mengetahui peran dan perilaku perawat


terhadap pasien
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi
Menurut asal kata anthropologi berasal dari kata Yunani (baca: anthropos)
yang berarti " manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana"
(dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Anthropologi mempelajari
manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
 Koentjaraningrat: Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk
fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
 William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia
dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia.
 David Hunter: anthropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan
yang tidak terbatas tentang umat manusia.
 Solita Sarwono: Antropologi kesehatan adalah studi tentang
pengaruh unsur-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat
tentang penyakit dan kesehatan.
 Menurut Weaver : Antropologi Kesehatan adalah cabang dari
antropologi terapan yang menangani berbagai aspek dari kesehatan
dan penyakit.
 Menurut Hasan dan Prasad : Antropologi Kesehatan adalah cabang
dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-aspek biologi
dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak
pandangan untuk memahami kedokteran (medical), sejarah
kedokteran (medico-historical), hukum kedokteran (medico-legal),
aspek sosial kedokteran (medico-social) dan masalahmasalah
kesehatan manusia.
 Menurut Hochstrasser : Antropologi Kesehatan adalah pemahaman
biobudaya manusia dan karya - karyanya, yang berhubungan
dengan kesehatan dan pengobatan.
 Menurut Lieban : Antropologi Kesehatan adalah studi tentang
fenomena medis
 Menurut Fabrega : Antropologi Kesehatan adalah studi yang
menjelaskan:
Berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan
didalam atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan
kelompok-kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan
penyakit.
Mempelajari masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan
terhadap pola-pola tingkahlaku. (Fabrga, 1972;167)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi adalah : Ilmu
yang mempelajari tentang manusia baik deri segi kebudayaan, peran,
tingkahlaku, aspek biologi dan kesehatan
B. Pengertian Keperawatan
Pada dasarnya, inti dari keperawatan adalah memberikan asuhan
keperawatan kepada orang lain dimana asuhan keperawatan tersebut
diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat.
Sedangkan tujuan dari keperawatan adalah untuk meningkatkan
kesehata, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, serta pemulihan
kesehatan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keperawatan merupakan
profesi yang mempunyai tujuan untuk kesejahteraan umat manusia.
Dalam menjalankan keperawatan digunakan ilmu dan seni serta
menggunakan proses keperawatan sebagai metode ilmiah yang dijadikan
sebagai pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan profesional.
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival klien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan
kesehatan.
C. Antropologi Keperawatan
Merupakan sistem sosial budaya yang memiliki khasanah untuk di kaji
baik berdiri sendiri maupun integrasi dengan bidang profesi lain Seperti
Pendidikan bagi peranan professional Interaksi peran professional
Kebebasan wanita dalam peran professional.
Profesi keperawatan merupakan bidang pengamatan yang menarik bagi
antropologi : metodologinya.
1) Kajian antropologi keperawatan
Dimulai tahun 1936 oleh Brown. Tahun 1968, hanya terdapat 8 orang
antropologi yang berkecimpung dalam pendidikan keperawatan. Tahun
1969, Leininger menemukan 19 tulisan tentang perawatan dalam konteks
antropologi. Sekarang semakain banyak, antropologi dan tulisan-tulisan
antropologi keperawatan.
2) Pendidikan Keperawatan
Tahun 1976 di Amerika 14 sekolah perawat menawarkan pendidikan PhD.
Tahun 21 sekolah 1980
Tahun 437 Doktor Perawat 1976
Perawat kini lebih berpendidikan
Perawat lebih fokus pada profesionalitasnya
Keingian untuk lebih maju.
3) Masalah Profesi Keperawatan pada aspek perilaku/antropologi
 Proses – proses penerimaan calon perawat
 Latar belakang siswa
 Motivasi
 Pendidikan dan pengalaman pendidikan
 Pola-pola karier
 Peran serta spesialisasi profesional.
 Masalah lain
 Frekuensi frustasi perawat
karena perbedaan citra mereka atas apa yang seharusnya ia lakukan
( memberikan perawatan pada pasien ditempat tidur ), Kenyataan apa
yang mereka lakukan (Administrasi), Hubungan yang kaku antara perawat
dan dokter, Posisi yang tidak jelas dari suatu profesi
A. Hubungan antara social budaya dan biologi yang merupakan
dasar dari perkembangan antropologi keperawatan
Hubungan antara social budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi keperawatan, yaitu :
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah
maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi
penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan
resultante dari 4 faktor (3) yaitu :
1. Environment atau lingkungan
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua
dihubungkan dengan ecological balance
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan


faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi
rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi
oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara
klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan
reaksi yang berbeda di kalangan pasien.

Misalnya,dalam bidang biologi, antropologi keperawatan menggambarkan


teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk
mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan
epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi
yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-
faktor sosialdan budaya di masyarakat tertentu. Contoh : penyakit
keturunan albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara Timur
ditransmisikan melalui gen resesif karena pernikahan diantara anggota
keluarga.
B. Perkembangan antropologi keperawatan dari sisi biological pole
Ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan antropologi dan saling
berkontribusi dalam memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu
lain. Misalnya dalam bidang biologi, antropologi keperawatan
menggambarkan teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan
variasinya, termasuk mikrobiologi,biokimia, genetik, parasitologi, patologi,
nutrisi, dan epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi
yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-
faktor sosialdan budaya di masyarakat tertentu. Contoh: penyakit
keturunan albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara Timur
ditransmisikan melalui gen resesif karena pernikahan diantara anggota
keluarga.
Secara umum, antropologi keperawatan senantiasa memberikan
sumbangan padailmu kesehatan lain sebagai berikut:
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakatsecara
keseluruhan termasuk individunya. Dimana cara pandang yang
tepat akan mampu untuk memberikan kontribusi yang tepat dalam
meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan tetap
bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang membangun.
Contoh pendekatan sistem, holistik, emik, relativisme yang menjadi
dasar pemikiran antropologi dapat digunakan untuk membantu
menyelesaikan masalah dan mengembangkan situasi masyarakat
menjadi lebih baik.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk
menguraikan proses sosial budaya bidang kesehatan.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik
dalam merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun
membantu analisis dan interpretasi hasil tentang suatu kondisi yang
ada di masyarakat.
Ada beberapa ilmu yang memberikan sumbangan terhadap antropologi
keperawatan, antara lain :
1. Antropologi fisik/ biologi/ ragawi, Contoh : nutrisi mempengaruhi
pertumbuhan, bentuk tubuh, variasi penyakit. Selain itu juga
mempelajari evolusi penyakit sebagai akibat faktor budaya, migrasi
dan urbanisasi.
2. Etnomedisin, awalnya mempelajari tentang pengobatan pada
masyarakat primitif atau yang masih dianggap tradisional, meski
dalam perkembangan lebih lanjut stereotipe ini harus dihindari
karena pengobatan tradisional tidak selamanya terbelakang atau
salah.
3. Kepribadian dan budaya, adalah observasi terhadap tingkah laku
manusia di berbagai belahan dunia. Misalnya: perawatan
schizophrenia di suatu daerah untuk mencari penyembuhan yang
tepat dapat digunakan untuk mengevaluasi pola perawatan
penyakit yang sama.
4. Kesehatan Masyarakat, dimana beberapa program kesehatan
bekerjasama dengan antropologi untuk menjelaskan hubungan
antara kepercayaan dan praktek kesehatan.

C. Perkembangan antropologi keperawatan dari sisi sosiocultural


pole
Perkembangan antropologi keperawatan dari sisi sosiocultural pole, yaitu :
Antropologi keperawatan membantu mempelajari sosio-kultural dari
semua masyarakat yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai
pusat dari budaya, diantaranya :
1. Penyakit yang berhubungan dengan kepercayaan (misfortunes)
2. Di beberapa masyarakat misfortunes disebabkan oleh kekuatan
supranatural maupun supernatural atau penyihir
3. Kelompok healers ditemukan dengan bentuk yang berbeda di
setiap kelompok masyarakat
4. Healers mempunyai peranan sebagai penyembuh
5. Adapun perhatian terhadap suatu keberadaan sakit atau penyakit
tidak secara individual, terutama illness dan sickness pada keluarga
ataupun masyarakat.
Jika diumpamakan sebagai kewajiban, maka tugas utama ahli antropologi
keperawatan diantaranya: bagaimana individu di masyarakat mempunyai
persepsi dan bereaksi terhadap ill dan bagaimana tipe pelayanan
kesehatan yang akan dipilih, untuk mengetahui mengenai budaya dan
keadaan sosial di lingkungantempat tinggalnya.
D. Beda antara perkembangan antropologi keperawatan biological
pole dan sosiocultural pole
Perbedaan antara perkembangan antropologi keperawatan biological pole
dan sosiocultural pole, adalah : Menurut Foster/Anderson, Antropologi
keperawatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit dari dua
kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya.
Pokok perhatian kutub biologi :
 Pertumbuhan dan perkembangan manusia
 Peranan penyakit dalam evolusi manusia
 Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)
Pokok perhatian kutub sosial-budaya :
 Sistem medis tradisional (etnomedisin)
 Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional
mereka
 Tingkah laku sakit
 Hubungan antara dokter pasien
 Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan
barat kepada masyarakattradisional.
E. Kegunaan antropologi keperawatan
Kegunaan dari antropologi keperawatan, yaitu : Antropologi mempunyai
pandangan tentang pentingnya pendekatan budaya. Budaya merupakan
pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan bagaimana cara
memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya, dan
bagaimana berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau
Tuhan serta lingkungan alamnya. Budaya itu sendiri diturunkan dari suatu
generasi ke generasi selanjutnya dengan cara menggunakan simbol,
bahasa, seni, dan ritual yang dilakukan dalam perwujudn kehidupan
sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang
penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia (kepercayaan, perilaku,
persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur keluarga, diet, pakaian,
sikap terhadap sakit, dll). Selanjutnya, hal-hal tersebut tentunya akan
mempengaruhi status kesehatan masyarakat dan pola pelayanan
kesehatan yang asa di masyarakat tersebut.
Secara umum, antropologi keperawatan senantiasa memberikan
sumbangan pada ilmu kesehatan lain sebagai berikut : (1) Memberikan
suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk
memberikan kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan
suatu masyarakat dengan tetap bertumpu pada akar kepribadian
masyarakat yang membangun. Contoh ; pendekatan sistem, holistik, emik,
relativisme yang menjadi dasar pemikiran antropologi dapat digunakan
untuk membantu menyelesaikan masalah dan mengembangkan situasi
masyarakat menjadi lebih baik. (2) Memberikan suatu model yang secara
operasional berguna untuk menguraikan proses sosial budaya bidang
kesehatan.
Memang tidak secara tepat meramalkan perilaku individu dan
masyarakatnya, tetapi secara tepat bisa memberikan kemungkinan
luasnya pilihan yang akan dilakukan bila masyarakat berada pada situasi
yang baru. (3) Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil
penelitian. Baik dalam merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun
membantu analisis dan iterpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di
masyarakat. Konsep Dasar Antropologi
A. Budaya
Makna kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara hidup (ways of
life) yang telah dikembangkan oleh anggota masyarakat. Dari prespektif
lain kita bisa memandang suatu kebudayaan sebagai perilaku yang
dipelajari dan dialami bersama (pikiran, tindakan, perasaan) dari suatu
masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti
bahwa perilaku tersebut disampaikan (transmitted) secara sosial, bukan
diwariskan secara genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan
baik oleh seluruh anggota masyarakat atau beberapa kelompok dalam
suatu masyarakat.
Kebudayaan adalah norma kolektif semua pola prilaku ditransparansikan
secara sosial melalui simbol-simbol, dari sini tiap unsur semua
kemampuan kelompok umat manusia yang karakteristik, yang tidak hanya
meliputi bahasa, peralatan, industri, seni, ilmu, hukum, pemerintahan,
moral, dan keyakinan-keyakinan saja, melainkan meliputi juga peralatan
material atau artefak yang merupakan penjelmaan kemampuan budaya
yang menghasilkan pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk
bangunan, senjata, mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dsb.
Tidak ada kelompok umat manusia yang memiliki maupun yang tidak
memiliki bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan.
Setiap kebudayaan memiliki konfigurasi yang cocok dengan sikap-sikap
dan kepercayaan dasar dari masyarakat, sehingga pada akhirnya
membentuk sistem yang interdependen, dimana koherensinya lebih dapat
dirasakan daripada dipikirkan pembentuknya. Kebudayaan dapat bersifat
sistematis sehingga dapat menjadi selektif, menciptakan dan
menyesuaikan menurut dasar-dasar dari konfigurasi tertentu. Kebudayaan
akan lancar dan berkembang apabila terciptanya suatu integrasi yang
saling berhubungan.
Dalam kebudayaan terdapat subsistem yang paling penting yaitu foci yang
menjadi kumpulan pola perilaku yang menyerap banyak waktu dan
tenaga. Apabila suatu kebudayaan makin terintegrasi maka fokus tersebut
akan makin berkuasa terhadap pola perilaku dan makin berhubungan
fokus tersebut satu dengan yang lainnya dan begitu pula sebaliknya.
Kebudayaan akan rusak dan bahkan bisa hancur apabila perubahan yang
terjadi terlalu dipaksakan, sehingga tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat tempat kebudayaan tersebut berkembang. Perubahan
tersebut didorong oleh adanya tingkat integrasi yang tinggi dalam
kebudayaan. Apabila tidak terintegrasi maka kebudayaan tersebut akan
mudah menyerap serangkaian inovasi sehingga dapat menghancurkan
kebudayaan itu sendiri.
Pada dasarnya gejala kebudayaan dapat diklasifikasikan sebagai
kegiatan/ aktivitas, gagasan/ide dan artefak yang diperoleh, dipelajari dan
dialami. Kebudayaan dapat diklasifikasikan atas teknologi sebagai alat-
alat yang digunakan, organisasi sosial sebagai kegiatan institusi
kebudayaan dan ideologi yang menjadi pengetahuan atas kebudayaan
tersebut.

Klasifikasi Kebudayaan
Menurut R. Linton, kebudayaan dapat diklasifikasikan atas:
1.Universals: pemikiran-pemikiran, perbuatan, perasaan dan artefak yang
dikenal bagi semua orang dewasa dalam suatu masyarakat.
2.Specialisties: gejala yang dihayati hanya oleh anggota kelompok sosial
tertentu.
3.Alternatives: gejala yang dihayati oleh sejumlah individu tertentu seperti
golongan profesi.
Sifat Kebudayaan:
1.Kebudayaan yang berkembang pada masyarakat memiliki sifat seperti:
Bersifat organik dan superorganik karena berakar pada organ manusia
dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui generasi tertentu.
2.Bersifat terlihat (overt) dan tersembunyi (covert) terlihat dalam tindakan
dan benda, serta bersifat tersembunyi
contoh kasus
Penyakit adalah masalah kesehatan yang dialami setiap manusia.
Sepanjang periode kehidupan tidak ada yang tidak mengalami sakit.
Ritual dalam mengatasi kesurupan lah yang menjadi awal kabar buruk
yang dialami oleh ibu tukiyem (51 tahun) warga desa surenlor kabupaten
Trenggalek. Dengan dalih menjadi pengobatan alternatif yang menjadi
kepercayaan anggota keluarga korban justru membuat korban meninggal
duniayi Dalam fenomena ini ada dua faktor yang saling terkait yaitu faktor
biologi (kesehatan) dan faktor non biologi (kebudayaan). Dari faktor non
biologi (kebudayaan) bahwa para anggota keluarga percaya dengan  ritual
yang sudah turun temurun dari nenek moyang mereka dalam mengatasi
gejala-gejala kesurupan . salah satunya dengan menggelonggong korban
dengan air yang "katanya bisa mengeluarkan rasa sakit dari dalam tubuh
korban
Dari faktor kesehatan diketahui sebelumnya korban mengeluh sakit pada
perut. Dua hari sebelum kejadian tersangka dan korban juga melakukan
ritual bersama "menyembelih 5 ayam dan memasak nasi kuning". namun
ritual tersebut tanpa melalui pengetahuan maupun hasil penelitian yang
ilmiah sehingga belum bisa dibuktikan secara nyata dan efektif dalam
mengatasi penyakit yang diderita oleh ibu tukiyem. 
Ini yang menjadi pola perilaku yang terjadi secara terus-menerus tanpa
berpikir dampak yang akan timbul dapat membahayakan nyawa dari
seorang manusia dari pola perilaku yang menyimpang tersebut.
Sebaiknya kita sebagai masyarakat harus mampu memilih dan memilah
cara mengobati keluarga yang sedang sakit dan bila dirasa tidak dapat
teratasi lebih baik dan aman jika kita membawa keluarga yang sedang
sakit ke Dokter atau unit pelayanan kesehatan terdekat

F. Pengkajian Transkultural

a. Pandangan social/budaya tentang penyakit

Dalam sosiologi terdapat perbedaan pandangan antara desease dan


illness. Menurut Conread dan Kern (1994) , disease adalah merupakan
gejala fisiologi yang mempengaruhi tubuh. Sedangkan illness adalah
gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Masyarakat
beranggapan bahwa penyakit merupakan produk dari budaya (Geest).
b. Konstruksi social mengenai penyakit

Conread dan Kern (1994) menjelaskan bahwa penyakit merupakan


konstruksi budaya. Contohnya adalah perempuan sebagai mahluk lemah
dan tidak rasional yang terkungkung oleh faktor khas keperempuanan
sepertiorgan reproduksi dan keadaan jiwa mereka, kecendrungan untuk
mengkonstruksikan sindrom premenstruasi dan menopause sebagai
gangguan kesehatan yang memerlukan terapi khusus.
c. Persepsi sehat sakit

Persepsi masyarakat tentang kejadian penyakit berbeda antara daerah


yang satu dengan lainnya, karena tergantung dari kebudayaan yang ada
di masyarakat tersebut. Hal ini dapat turun dari satu generasi kegenerasi
berikutnya.
Contoh persepsi masyarakat tentang penyakit Malaria. Masyarakat
Papua; makanan pokoknya adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-
rawa dan tidak jauh dari situ ada hutam lebat. Penduduk desa tersebut
beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuan. Pelanggaran
dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian dan
lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam
tinggi, menggigil

dan muntah. Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit
tidak selalu bersifat obyektif, karena itu petugas kesehatan harus
berusaha semaksimal mungkin menerapkan kriteria medis secara
obyektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik
individu.

G. Peran Pasien

Dalam kehidupan bermasyarakat, peran merupakan konsekuensi dari


status seseorang. Bila dalam masyarakat ada orang yang berstatus
sebagai perawat, dokter, bidan, atau pasien, maka terhadap individu-
individu tersebut diharapkan muncul perilaku yang sesuai dengan
statusnya masing-masing.
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan
oleh individu sesuai dengan status sosialnya (Asmadi, 2008). Menurut
Ralf Dahrendrof (dalam Veeger, 1993), peran dimaknai sebagai satu
pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh
masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang status
atau kedudukan sosial.
Peran pasien adalah :

1. Menjaga komunikasi yang baik dengan perawat


dan tenaga kesehatan yang lain.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab sebagai
pasien.

3. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak


dimengerti.

4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah


sakit.

6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang


rasa atas setiap tindakan.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

1. Peranan sakit

Orang yang berpenyakit (Having a disease) dan orang yang sakit (Having
a illness) adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit

adalah suatu kondisi patologis yang objektif, sedangkan sakit adalah


evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat sakit.
Dua orang atau lebih secara patologis menderita suatu jenis penyakit
yang sama. Bias jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang lain, dan
bahkan orang yang satunya lagi tidak merasakan sakit sama sekali. Hal
ini disebabkan karena evaluasi atau persepsi mereka yang berbeda
tentang sakit.
Orang yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya
peranan orang tersebut didalam masyarakat. Sedangkan orang yang
sakit akan menyebabkan perubahan peranannya didalam masyarakat
maupun didalam lingkungan keluarga. Jelasnya, orang yang sakit
memasuki posisi baru, dan posisi baru ini menurut suatu peranan yang
baru pula.
Peranan sakit menurut Sudibyo Supardi (2005), yaitu :

a. Sakit sebagai upaya untuk menghindari tekanan

Contoh : Sebuah keluarga miskin tinggal rumah sempit yang kumuh.


Suatu hari datang adik-adik suaminya ikut tinggal bersamanya untuk
mencari pekerjaan. Istri merasa wajib memberi makan dan tempat tidur
yang layak bagi mereka. Namun bersama dengan itu, sang istri
merasakan keterbatasan uang dan ruang gerak dan dituntut untuk lebih
memperhatikan anaknya. Lalu kemudian ia terbaring sakit dirumahnya.
Atas anjuran saudara-saudaranya maka adik-adik suaminya pindah dan
istrinya sembuh kembali. Melalui peran sakit istri, maka keluarga tersebut
dapat terhindar dari ketegangan yang dapat merusak keluarga.
b. Sakit sebagai upaya untuk mendapat perhatian

Masyarakat menekankan pentingnya orang sakit mendapat perhatian


khusus, tempat khusus, makanan khusus, dan sebagainya. Bagi orang
yang merasa kesepian atau tidak yakin atas penerimaan orang lain akan
dirinya, maka salah satu cara pelepasannya dilakukan dengan melalui
peran sakit.

c. Sakit sebagai kesempatan untuk istirahat

Masyarakat menekankan pentingnya orang sakit mendapat perhatian


khusus, tempat khusus, makanan khusus, dan sebagainya. Bagi orang
yang merasa kesepian atau tidak yakin atas penerimaan orang lain akan
dirinya, maka salah satu cara pelepasannya dilakukan dengan melalui
peran sakit
d. Sakit sebagai alasan kegagalan pribadi

Peran sakit juga digunakan sebagai alasan ketidakmampuan


menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan, upaya menghindari
tanggung jawab atau pembenaran diri.
e. Sakit sebagai Penghapus dosa

Masyarakat tertentu percaya bahwa sakit merupakan akibat dari dosa


yang dilakukan sebelumnya. Sakit merupakan hukuman Tuhan untuk
menghapus dosa yang telah dibuat hamba-Nya. Melalui peran sakit,
Tuhan memberi kesempatan pada seseorang untuk menyesali dosa
yang diperbuatnya.
f. Sakit untuk mendapatkan alat tukar

Contoh : Karyawan yang mendapat penggantian ongkos berobat, sering


mengumpulkan obat melalui peran sakit. Setelah mendapatkan sejumlah
obat berikut aturan pakainya, ia menyimpan obat tersebut untuk
digunakan sebagai alat tukar dengan berbagai keperluannya.

2. Faktor yang memengaruhi tingkah laku sakit,


peranan sakit, peranan pasien
a. Internal

1) Presepsi individu terhadap gejala dan sifat


sakit yang dialami.
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat
mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari. Misalnya: Tukang Kayu yang
menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan

mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan. Akan


tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya.
Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi
dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
2) Asal atau jenis penyakit.

Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin
mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya
akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang
diberikan. Sedangkan pada penyakit kronik biasanya berlangsung lama
(>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi
yang ada.
b. Eksternal

1) Gejala yang dapat dilihat.

Gejala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra


Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin
akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak
tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir
pecah-pecah yang dialaminya.
2) Ekonomi.

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat


tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan
segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya.
3) Kelompok social

Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit,


atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.

Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35
tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah
menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan
SADARI. Kemudian mereka mendiskusikannya dengan temannya
masing- masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari
pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak;
sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan
biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
4) Kemudahan akses terhadap sistem
pelayanan

Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain
sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem
pelayanan kesehatan. Demikian pula beberapa klien enggan mencari
pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk
mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
5) Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang
bersifat peningkatan kesehatan.
6) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana


menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian
perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.

H. Perilaku Pasien

Perilaku manusia merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh


manusia, baik dilihat secara tidak langsung maupun langsung
Perilaku sakit

Perilaku sakit (illness behaviour) mencakup respon seseorang terhadap


sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
Sedangkan perilaku peran sakit (the sick role behaviour) dari segi
sosiologi, orang sakit ( mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang
sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan
kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(terutama keluarga), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit
(the sick role). Perilaku ini meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau


sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit
yang layak
c. Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit

1) Hak-hak orang sakit

a) Bebas dari segala tanggung


jawab sosial yang normal,
b) Mengklaim bantuan atau
perawatan kepada orang lain
2) Kewajiban orang sakit

a) Kewajiban untuk sembuh dari


penyakitnya

b) Mencari pengakuan, nasihat-nasihat,


dan kerja sama dengan para ahli
(dalam hal ini petugas kesehatan)
yang ada didalam masyarakat.

Mechanics dalam Wolinsky (1980) melakukan pendekatan social untuk


mempelajari perilaku sakit. Pendekatan ini dihubungkan dengan teori
konsep diri, definisi situasi, efek dari anggota grup dalam kesehatan dan
efek birokrasi.
Teori ini menekankan pada dua factor, yaitu :

a. Persepsi atau definisi individu tentang suatu


situasi atau penyakit

b. Kemampuan individu untuk


melawan serangan penyakit tersebut.

Suchman (1965) yang memberikan batasan perilaku sakit sebagai


tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai
akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses
pencarian pengobatan dari segi individu atau petugas kesehatan.
Menurutnya, ada 5 macam reaksi dalam proses mencari pengobatan,
antara lain:

1) Shopping, yaitu proses mencari alternatif


sumber pengobatan guna menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan
pengobatan sesuai dengan harapan.
2) Fragmentation, yaitu proses pengobatan oleh
beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang
sama
3) Procrastination, yaitu proses penundaan
pencarian pengobatan meskipun gejala
penyakitnya sudah dirasakan
4) Self medication, yaitu pengobatan sendiri
dengan menggunakan berbagi macam ramuan
atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya
5) Discontinuity, yaitu penghentian proses
pengobatan

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu :


faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling
factor), dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo, 2003;
Green, 2000).

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses


sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang


didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004;
Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan mencakup di dalam domain
kognitif yang mempunyai enam tingkatan, yaitu :
1) Tahu ( know )

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya


termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh
beban yang dipelajari.
2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar


tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi
tersebut secara benar.
3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang


telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
yang lain.
5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan


penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu, didasarkan
atas suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria
yang tersedia.
7) Sikap

Sikap merupakan respon tertutup individu terhadap suatu stimulus atau


obyek, baik yang bersifat dari dalam maupun luar, sehingga gejalanya
tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap yang realitas
menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu
(Sunaryo,2004; Purwanto, 1999). Tingkatan respon adalah menerima
(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan
bertanggung jawab (responsible) (Sunaryo, 2004; Purwanto, 1999 ).
8) Kepercayaan

Keyakinan seseorang terhadap satu hal tertentu akan mempengaruhi


perilaku individu dalam menghadapi suatu penyakit yang mempengaruhi
kesehatannya (Green, 2000).
9) Nilai-nilai

Norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang (Green, 2000).
10) Persepsi

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, terhadap suatu rangsang


yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang
mempunyai arti dan menyeluruh dalam diri individu. Individu yang
mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan
berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2004;
Notoatmodjo, 2003).

Faktor-faktor pendukung (enabling factors) Faktor pendukung


merupakan faktor pemungkin. Faktor ini dapat menjadi penghambat atau
mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan
yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling factor) mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini
pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu
perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor
pemungkin (Khairudin, 2010).

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan penguat


terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau
berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan
memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang
akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.

I. Peran dan Perilaku perawat terhadap pasien

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang


mempunyai suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi
empat komponen yaitu : manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu
sendiri.
Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat tetap (constant) (Kusnanto, 2003). Friskarini
dan Manalu (2009) menyatakan bahwa peran tenaga kesehatan dalam
memberikan informasi terkait kondisi pasien dan pengobatannya sangat
penting untuk memotivasi pasien untuk sembuh. Peran perawat meliputi :
a. Peran Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan


kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan

agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai


dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Peranan ini umumnya dilaksanakan oleh para
pelaksana keperawatan, baik itu dari puskesmas sampai dengan tingkat
rumah sakit.
b. Peran Perawat sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Peran Perawat sebagai Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat


pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan. Biasanya bila dalam lingkungan rumah
sakit diberikan sewaktu pasien akan pulang sehingga diharapkan pasien
dapat menjalankan pola hidup sehat dan juga menjaga kesehatannya.
d. Peran Perawat sebagai koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta


mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien. Dalam rumah sakit ataupun tempat pelayanan
kesehatan lainnya dijalankan oleh perawat sruktural atau kepala ruangan
dan setingkatnya.
e. Peran Perawat sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya. Sehingga perawat tidak bisa menjalankan peranan ini bila
tidak bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang terkait.
f. Peran Perawat sebagai Konsultan

Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan


keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan dan biasanya diberikan oleh para perawat
senior dalam suatu lahan pelayanan perawatan.
g. Peran Perawat sebagai Pembaharuan

Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,


perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan. Biasanya dilakukan oleh perawat
dalam level struktural.
Adapun Perilaku perawat terhadap klien salah satunya peduli (caring).
Perilaku Peduli sangatlah penting untuk keperawatan. Perilaku peduli
juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku Peduli
(caring) mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,
tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas. Perilaku peduli (Caring)
juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berfikir dan bertindak. Memberikan asuhan secara
sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku
sederhana, karena perilaku peduli merupakan kepedulian untuk
mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku peduli bertujuan dan
berfungsi
membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap
orang yang berbeda pada satu tempat, maka kinerja perawat khususnya
pada perilaku peduli menjadi sangat penting dalam mempengaruhi
kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit,
dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan
yang nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu
pelayanan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Ralf Dahrendrof (dalam Veeger, 1993), peran dimaknai sebagai


satu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh
masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang status
atau kedudukan sosial.
Peran pasien adalah :

1. Menjaga komunikasi yang baik dengan perawat dan


tenaga kesehatan yang lain.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab sebagai
Pasien.

3. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak


dimengerti.

4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan


Rumah Sakit.

6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang


rasa atas setiap tindakan.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Ada dua faktor yang mempengaruhi peran yaitu faktor yang pertama
adalah faktor Internal yaitu persepsi individu terhadap gejala dan sifat
sakit yang dialami dan juga asal atau jenis penyakit. Faktor yang kedua
adalah faktor Eksternal yaitu gejala yang dapat dilihat, Ekonomi,
Kelompok social, Kemudahan akses terhadap sistem pelayanan,
Dukungan Sosial dan Latar belakang budaya.
Perilaku manusia merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
manusia, baik dilihat secara tidak langsung maupun langsung oleh pihak
luar (Notoatmodjo, 2010). Perilaku sakit (illness behaviour) mencakup
respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap
sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan
penyakit, dan sebagainya. Sedangkan perilaku peran sakit (the sick role
behaviour) dari segi sosiologi, orang sakit ( mempunyai peran yang
mencakup hak- hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang
sakit (obligation).

Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun
orang lain (terutama keluarga), yang selanjutnya disebut perilaku peran
orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana


pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak
c. Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu


faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling
factor), dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo,2003; Green,
2000).
Friskarini dan Manalu (2010) menyatakan bahwa peran tenaga
kesehatan dalam memberikan informasi terkait kondisi pasien dan
pengobatannya sangat penting untuk memotivasi pasien untuk sembuh.
Peran perawat meliputi Peran Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan, Peran Perawat sebagai advokat klien, Peran Perawat
sebagai Edukator, Peran Perawat sebagai koordinator, Peran Perawat
sebagai kolaborator, Peran Perawat sebagai Konsultan, Peran Perawat
sebagai Pembaharuan. Adapun Perilaku perawat terhadap klien salah
satunya peduli (caring). Perilaku Peduli (caring) mengandung 3 hal yang
tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan
dengan ikhlas. Perilaku peduli (caring) juga merupakan sikap peduli,
menghormati dan menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan
mempelajari kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan
bertindak. perilaku peduli bertujuan dan berfungsi membangun struktur
sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada
satu tempat, maka kinerja perawat khususnya pada perilaku peduli
menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan
kepuasan pasien yang nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan
pasien dan mutu pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.(2008).Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC

Conread,Peter & Rochelle Kern.(1994).The social and cultural


meanings of illness. The Sociology of Health and Illness.
Green, L.W., & Kreuter, M.W.(2000).Health promotion planning an
educational and environmental approach.(2nd ed).Mountain View:
Mayfield Publishing Company.
Kusnanto.(2003).Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta:EGC Notoatmodjo,S.(2003).Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-
prinsip Dasar.Jakarta
: PT. Rhineka Cipta

Purwanto, Heri.(1999). Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta: EGC

Sahat P Manalu H dan Friskarini K,(2009. Peran dan Perilaku Tenaga


Kesehatan terhadap Program TB Paru (Studi Kualitatif di Kabupaten
Tangerang Banten Tahun 2009). Jurnal Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekologi Kesehatan Balitbang Depkes RI.Jakarta.
Suchman, E.A.(1965). Social Patterns of Illness and Medical Care. USA
Sudibyo, Supardi.(2005).Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep
Di Apotek
Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih.Jakarta.

Sunaryo.(2004).Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC

Sunarto, Kamanto.(2014).Pengantar Sosiologi. Jakarta:Penerbit


Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Veeger, KJ.(1993).Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas
Hubungan Individual Masyarakat
Sosiologi.Jakarta:Gramedia
Notoatmodjo S.(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Wijono, D.(1999).Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.Airlangga
University
Press.Surabaya.

Vincent, C.A. & Coulter, A.(2000).Patient safety:what about the


patient?.Quality & Safety in Health Care,11(1),76-80.
Wolinsky, Fredric D.(1980). The Sociology of Health: Principles,
Professions,and Issues.Boston-Toronto: Little, Brown, and Company

Anda mungkin juga menyukai