Kes
Mata Kuliah : Psikososial dan budaya dalam keperawatan
Oleh:
KELOMPOK 11
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikososial
dan budaya dalam keperawatan
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar belakang...................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 3
A. Pengertian transcultural........................................................ 3
B. Peran dan fungsi perawat.................................................... 3
C. Pengkajian asuhan keperawatan budaya............................ 4
D. Beberapa instrumen pengkajian budaya.............................. 6
E. Maslah Kesehatan pasien dan factor factor yang
mempengaruhi......................................................................
F. Dalam pemberian asuhan keperawatan yang peka budaya 9
BAB III PENUTUP......................................................................... 29
A. Kesimpulan........................................................................... 21
B. Saran ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi
peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya.
Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur
pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini
menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat
untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif
global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai
macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari
berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada
tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya
disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah
suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda
manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural
diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau
lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transkultural ?
2. Apa saja peran dan fungsi perawat ?
3. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya ?
4. Apa saja instrumen pengkajian budaya ?
5. Apa saja masalah Kesehatan pasien dan factor yang
1
mempengaruhinya ?
6. Bagaimana dalam pemberian asuhan keperawatan yang peka
budaya ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transkultural
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring
adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan
sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada
individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada
manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human
caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh.
Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya
B. Peran Dan Fungsi Perawat
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu.
Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya
orang yang dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari,
seperti tidur, makan , kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social,
praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan
kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur.
Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok
pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut pandangan
kelompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda .
3
Kebiasaan
4
hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil
mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap
tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh
kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan
bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan
praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya.
Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area
kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai
budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang
perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk
pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan
perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik
kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun zaman
sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat,
kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan
teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan
kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang memiliki
latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk menghadapi
situasi ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan
dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda. Pandangan
tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien. Perawat harus sensitif
dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan klien
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan
5
cermat tentang konsistensi warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya
klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilai- nilai
pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas.
Tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan
dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan budaya (Leininger dan
MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai
dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial,
dan keterampilan bahasa sertamenayakan penyebab penyakit atau masalah
untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secara tradisional baik
secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah
dan mengatasi penyakit. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kompoen
pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna dalam
mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari leininger
menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari dan
membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara
komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya
dan dimensi struktur sosial masyarakat, konteks lingkungan, bahasa
dan riwayat etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu (Potter
dan perry, fundamental keperawatan ed 7, 187)
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik
populasi pada lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus.
Data sensus didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta laporan
pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya perawta menggunakan teknik
wawancara yang terbuka, terfokus, dan kontras untuk mendorong klien
menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan
budayanya( Spradley, 1979).
Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin hubungan
dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi. Pengkajian
budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu hingga persiapan
dan antisipasi sangat diperlukan.
D. Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin besar,
6
tak hanya asuhan keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi juga
melihat dari sisi budaya. Jika melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu
keperawatan yang memasuki level midle theory range, yaitu teori transkultural
nursing. Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama dengan proses
keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi dan
evaluasi.
Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau komponen
tersendiri, antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis, religious dan
kepercayaan, organisasi sosial, komunikasi, waktu, kepercayaan perawatan dan
prakteknya, serta pengalaman sebagai tenaga proposional. Warisan budaya dan
sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan norma yang berlaku pada
suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang persepsin
sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam
proses perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor yang sangat
mempengaruhi karena membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya. Kajian religious dapat meliputi agama yang dianut,
sudut pandang pasien terhadap penyebab penyakit, proses penyembuhannya
serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu proses kesembuhanya.
Variasi biologis, perbedaan biologis antara anggota kelompok kultur, seperti
struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan
terhadap penyakit, variasi nutrisi.
Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok
sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi, pergaulan
sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah lingkungan
dan kondisi lingkungan. Komunikasi adalah hal terpenting dalam pelaksanaan
proses asuhan keperawatan, ketidak berhasilan komunikasi dapat menghambat
proses diagnosis dan tindakaan serta dapat membawa pada hasil yang tragis.
Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien secara
verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien yang harus
ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak menimbulkkan rasa
ketidak nyamanan pasien.
Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi pertimbangan
tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic
ada yang memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang.
7
Perbedaan orientasi waktu ini akan membawa pada perencaan asuhan jangka
panjang. Keyakinan perawtan klien juga menjadi factor kajian, di sini perawat
harus melihat bagai mana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional yang
dipercai pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau
memperparah penyakitnnya. Dan factor kajian terakhir yang mempengaruhi
adalah pengalam an propesional perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau
dalam member asuhan keperawatan itu.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
a. FAKTOR TEKNOLOGI (TECNOLOGICAL FACTORS)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. FAKTOR AGAMA DAN FALSAFAH HIDUP (RELIGIOUS AND
PHILOSOPHICAL FACTORS)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat
untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. FAKTOR SOSIAL DAN KETERIKATAN KELUARGA (KINSHIP AND
SOCIAL FACTORS)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
8
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan
kepala keluarga.
d. NILAI-NILAI BUDAYA DAN GAYA HIDUP (CULTURAL VALUE AND LIFE
WAYS)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan
jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaanmembersihkan diri.
e. FAKTOR KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG BERLAKU (POLITICAL
AND LEGAL FACTORS)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap
ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. FAKTOR EKONOMI (ECONOMICAL FACTORS)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber
lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. FAKTOR PENDIDIKAN (EDUCATIONAL FACTORS)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :
tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara
9
aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
4. EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atauberadaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
denganbudaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
LAPORAN PENDAHULUAN
HUBUNGAN BUDAYA MEROKOK DENGAN BRONKITIS KRONIS
Bronkitis kronik adalah inflamasi luas jalan napas dengan
penyempitan/hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid,
10
menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perkusi dan menyebabkan sionasis.
Bronkitis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk
dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau
pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronik. Pasien
dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran
pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas
dapat menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin pasti
dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu
rokok.Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang
erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik.
Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang
ada yaitu :
v Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
v Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
v Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
v Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau
dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada
umumnya virus merupakan awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi
saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih
tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi
maupun noninfeksi (terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti
emfisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
11
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.Pasien dengan bronchitis kronis
akan mengalami:
v Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga
meningkatkan produksi mucus.
v Mucus lebih kental
v Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme pembersihan
mucus.
Dari paparan diaatas bahwa merokok dan bronkitis telah terbukti
memiliki sambungan. Beberapa komponen kimia dari rokok mengiritasi lapisan
saluran bronkial, sehingga menyebabkan peradangan pada saluran
udara. Hanya beberapa zat beracun dalam sebatang rokok adalah karbon
monoksida, tar, nikotin, ambergris, hidrogen sianida, dan benzena. Apa yang
membuat merokok dan bronkitis yang mematikan pasangan-up adalah bahwa
ketika tongkat menyala, toksisitas zat akan meningkat. Peradangan pada
tabung trakea dan bronkial adalah respon sistem pernafasan untuk
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh komponen berbahaya dan
racun dari tembakau.
Setelah tabung dari paru-paru terganggu, perokok biasanya menderita
apa yang disebut sebagai “batuk perokok”, yang ditandai dengan batuk terus-
menerus dan nyeri dada konstan. Bahkan orang yang hanya menerima
perokok pasif juga dapat mengembangkan bronkitis karena setiap paparan
kronis asap tembakau sudah bisa melumpuhkan aktivitas ciliary normal dari
saluran bronkial. Perokok yang memiliki bronkitis biasanya memiliki diwarnai
dengan dahak kuning, warna hijau, dan coklat.Kuning dan hijau menandakan
bahwa ada infeksi pada paru-paru dimana warna coklat menunjukkan residu
kimia pada paru-paru kiri dari merokok.
Karena merokok dan bronkitis seperti memiliki hubungan yang kuat dan
penting, salah satu obat yang paling efektif untuk penyakit ini adalah
menghentikan kebiasaan buruk.Tinggal jauh dari asap rokok juga dapat
membantu banyak karena seperti kata mereka, menghirup perokok pasif lebih
berbahaya dibandingkan dengan yang sebenarnya tindakan merokok. Ada juga
beberapa obat yang dapat membantu yang biasanya dihirup atau digunakan
sebagai pengobatan uap. Antibiotik hanya dapat diambil jika sudah ada infeksi
12
paru-paru tetapi tidak ketika orang tersebut hanya memiliki bronkitis kronis.
Merokok adalah penyebab paling penting dari bronkitis kronis. Trois dan
rekan misalnya, mempelajari kebiasaan merokok dari perempuan yang
terdaftar dalam studi kesehatan Perawat, studi kohort prospektif yang besar
perempuan amerika, untuk menilai hubungan antara merokok dan oucurrence
bronkitis kronis dan asma.
Antara 74,072 wanita, usia 34 hingga 68 tahun, 671 kasus asma baru
didiagnosa dan 798 kasus bronkitis kronis yang baru didiagnosa. Risiko relatif
dari bronkitis kronis pada dari chigarettes dihisap per hari, dan meningkat
dengan usia. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat bronkitis kronis pada
perokok empat sampai lima kali lebih tinggi daripada mereka yang bukan
perokok.
13
SD
Bahasa yang digunakan : Bali dan Indonesia Bali dan
Indonesia
Pekerjaan : Petani Ibu Rumah
Tangga
Alamat : Abian Jero Amlapura Abian
Jero, Amlapura
Diagnosa Medis : Bronchitis Kronis
Sumber Biaya : Jamkesmas
Sumber Informasi : Pasien, Keluarga Pasien, CM
Hubungan dengan pasien: Istri
B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien dirawat di rumas sakit karena mengeluh nyeri perut bagian kanan, tembus
sampai kebelakang, nyeri hilang timbul, mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang lalu
disertai batuk berdahak.
b. Keluhan Utama
Saat pengkajian, pasien mengeluh sesak nafas, batuk (+), dahak (+), penggunaan
otot bantu nafas (+), pernafasan cuping hidung (+), RR= 28 kali permenit.
c. KronologisKeluhan
Sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan tembus
kebelakang, nyeri hilang timbul, dan pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang
lalu, batuk (+), dahak (+). Pasien sempat berobat ke pengobatan tradisional namun
tidak ada perubahan sehinnga keluarga pasien membawa pasien ke IRD Rumah
Sakit Daerah Karangasem, dan dari IRD, pasien disuruh untuk dirawat inap di rumah
sakit. Tanggal 9 Mei 2012 pasien dirawat inap di ruang mawar No.6 Rumah Sakit
Daerah Karangasem dengan diagnosa medis Bronchitis kronis dengan terapi dari
dokter:
ü RL 20 tetes/menit
ü Pemberian oksigen melalui kanula nasal 4 liter/menit
ü Ketorolak 3×1 ampul
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Riwayat Alergi
14
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi dengan jenis obat.
b. Riwayat Kecelakaan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat kecelakaan
seperti kecelakaan dalam bekerja ataupun kecelakaan dalam berkendara.
c. Riwayat dirawat di Rumah Sakit
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya dengan keluhan yang sama dan kali ini merupakan riwayat masuk
rumah sakit untuk kedua kalinya.
d. Riwayat Pemakaian Obat
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien juga mengonsumsi obat selain obat
yang diresepkan oleh dokter yaitu obat berupa air (tirta) serta minyak yang berwarna
coklat yang dioleskan di bagian perutnya yang didapat dari pengobatan tradisional.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa anggota keluarga pasien tidak ada yang
menderita penyakit yang dialami pasien.
C. Data-Bio-Psiko-Sosial
a. Bernapas
Saat pengkajian, pasien mengeluh sesak nafas, batuk (+), dahak (+), penggunaan
otot bantu nafas (+), pernafasan cuping hidung (+), RR= 28 kali permenit.
b. Makan dan Minum
Pasien mengatakan tidak mengalami masalah dalam hal makan dan minum, tetapi
pasien mengaku punya kebiasaan jarang mencuci tangan sebelum makan
dikarenakan didaerahnya merupakan daerah yang kering dan sulit untuk mencari air
serta mempunyai kebiasaan merokok semenjak selesai bekerja menjadi sopis truk di
Jawa yaitu dari tahun 1999, sehari mampu menghabiskan 2 bungkus rokok ( 2×20
batang ) serta mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol karena di desanya
merupakan penghasil minuman beralkohol yakni tuak dan arak karangasem.
c. Eliminasi
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami gangguan dalam hal BAB dan
BAK. Pasien BAB sekali dalam sehari.
d. Gerak Aktivitas
Pasien mengatakan belum mampu ke kamar mandi sendiri karena keadaannya yng
lemas, dan mengaku pegal pada kakinya karena encok sebab sebelum masuk
rumah sakit pasien bekerja keras dalam menggarap kebun dan sapinya.
15
e. Istirahat Tidur
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien kesulitan tidur karena sesak, jumlah
tidur 5 jam. Tetapi sebelum sakit pasien tidur dengan teratur yakni tidur mulai jam
22.00 sampai jam 05.00 WITA ( jumlah tidur 7 jam ).
f. Pengaturan Suhu Tubuh
Pasien tidak ada keluhan panas, suhu tubuhnya 37 0 C.
g. Kebersihan Diri
Pasien tidak mampu mandi sendiri, pasien tampak kotor, kumis serta jenggot
panjang, kulit penuh dengan tato. Tetapi sebelum sakit pasien memang jarang
mandi hal ini dikarenakan di daerahnya merupakan daerah yang kering dan sulih
mencari sumber air.
h. Data Sosial
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik-baik saja, pasien selalu
ditunngu oleh istrinya di rumah sakit.
i. Rasa Aman dan Nyaman
Pasien mengeluh nyeri pada kakinya karena rematik, merasa gelisah dan cemas
karena pasien khawatir terhadap hewan ternaknya yang tidak dapat beliau urus
sehingga anaknya yang mengurus hewan ternaknya selama beliau sakit.
j. Komunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan lancar walaupun dengan tubuh yang lemas,
pasien dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Bali madya dan terkadang
menggunakan bahasa Indonesia.
k. Beribadah
Pasien beragama Hindu, pasien percaya yakin akan agamanya, serta pasien
percaya bahwa penyakitnya murni karena masalah medis yaitu karena
kebiasaannya merokok yang sehari mampu menghabiska 2 bungkus sehari.
l. Prestasi dan Produktivitas
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani dan berternak sapi, namun sebelumnya
sempat menjadi sopir truk di Jawa tetapi sudah selesai karena pasien tidak kuat
merantau.
m. Belajar
Pasien mengetahui penyebab penyakitnya yakni kebiasaan merokok, yang sehari
mampu menghabiskan 2 bungkus rokok.
n. Rekreasi
16
Pasien dalam mengisi waktu luangnya selama di rumah sakit hanya dengan ngobrol
dengan keluarganya, tetapi sebelum sakit pasien tidak pernah berlibur karena
keadaan ekonomi yang kurang serta kesibukannya sebagai petani dan berternak
sapi sehinnga tidak ada waktu untuk pasien berekreasi.
D. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10 Mei 2012
No Pemeriksaan Satuan
17
mengaku
mempunyai
kebiasaan merokok
Do:
ü Pasien tampak merokok
gelisah ü Gelisah (-)
ü Batuk ( +) ü Batuk (-)
ü Dahak (+) ü Dahak (-)
ü RR= 27 ü RR= 20
kali/menit. kali/menit
b. Analisis Masalah
1. P: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga tidak mampu berktivitas
dalam beternak dan bertani
E: Berhubungan dengan kebiasaan merokok.
S: Pasien mengeluh sesak nafas, lemas, dan khawatir tentang ternak sapinya yang
tidak ada yang mengurus serta pasien memaksa untuk pulang paksa dari rumah
sakit dan mengaku mempunyai kebiasaan merokok,pasien tampak gelisah, batuk
(+), dahak (+), RR= 27 kali/menit
Proses Terjadinya:
Kurangnya kesadaran akan bahaya merokok sehingga pasien mengalami sesak
nafas yang merupakan dampak dari penyakitnya sehingga tidak mampu melakukan
aktivitas berternak dan bertani.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Pasien akan terganggu aktivitas sehari-harinya karena tidak mampu beraktivitas
akibat sesak nafasnya dan memperlambat proses penyembuhan
c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga tidak mampu beraktivitas
dalam beternak dan bertani berhubungan dengan kebiasaan merokok ditandai
dengan pasien mengeluh sesak nafas, lemas, dan khawatir ternak sapinya
tidak ada yang mengurus serta pasien memaksa untuk pulang paksa dari
rumah sakit dan mengaku mempunyai kebiasaan merokok, pasien tampak
gelisah, batuk (+), dahak (+), RR= 27 kali/menit
III. Intervensi/Perencanaan
18
a. Prioritas
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga tidak mampu beraktivitas
dalam beternak dan bertani berhubungan dengan kebiasaan merokok ditandai
dengan pasien mengeluh sesak nafas, lemas, dan khawatir ternak sapinya
tidak ada yang mengurus serta pasien memaksa untuk pulang paksa dari
rumah sakit dan mengaku mempunyai kebiasaan merokok, pasien tampak
gelisah, batuk (+), dahak (+), RR= 27 kali/menit
19
ü Lemas
(-)
ü Tidak
mera
sa
khaw
atir
ü Tidak
ada
keingi
nan
untuk
pulan
g
paksa
ü Tidak an
mem mem
punya batas
i i
kebia asup
memaksa saan an
untuk pulang mero rokok
paksa dari kok pasie
rumah sakit ü Gelisa n
dan mengaku h (-) ü Berik pasien
mempunyai ü Batuk an dan
kebiasaan (-) HE dapat
merokok, ü Dahak tenta menghila
pasien tampak (-) ng ngkan
gelisah, batuk ü RR= baha kebiasaa
(+), dahak (+), 20 ya n
RR= 27 kali/m mero merokok
kali/menit enit kok nya.
20
1. Implementasi
21
kebiasaan merokoknya
ü Pasien mau
mendengarkan HE
tentang bahaya
merokok yang
diberikan
2. Evaluasi
Hari/Tanggal/
No. Jam No. Dx. Evaluasi Sumatif Pataf
S:
ü Pasien masih mengeluh sesak dan
khawatir dengan kondisinya
sehingga tidak mampu beraktivitas
sebagai petani
O:
ü Batuk (+)
ü Gelisah (+)
Sabtu ü Keinginan Merokok (+)
12 Mei 2012 A: Masalah belum tercapai
1 Pkl. 14.00 1 P: Lanjutkan intervensi 1,2,3, dan 4
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/391960492/Transkultural-Nursing-Sepanjang-
Daur-Kehidupan-Manusia
ü health.learninginfo.org/smoking_bronchitis.htm (terjemahan dari bahasa
Inggris).
ü www.chantixsite.net/smoking_and_bronchitis.html( terjemahan dari bahasa
Inggris).
ü Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company
ü Cultural Diversity in Nursing, (1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts and
Case Studies, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
ü http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing
ü Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis
and Application, USA, Appleton & Lange
ü Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
ü Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996), Nursing Process and
Nursing
Diagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia
ü Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
24
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
25