Anda di halaman 1dari 22

TEORI TRANSCULTURAL

PADA BUDAYA PAPUA

OLEH
ARNA SULISTIANA
P1337420820003

Tugas Mata Kuliah : Teori Keperawatan


Dosen : Dr. Sudirman BN., MN

PROGRAM PASCASARJANA
PRODI MAGISTER TERAPAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 2
2.1 Konsep Keperawatan Transkultural .............................................................................................. 2
2.2 Paradigma Keperawatan Transkultural Leininger ........................................................................ 3
2.3 Proses Keperawatan Transkultural................................................................................................ 4
2.4 Penelitian Terkait Teori Transkultural pada Budaya Papua ......................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 11
3.1 Pengkajian ................................................................................................................................... 11
3.2 Diagnosa ..................................................................................................................................... 13
3.3 Intervensi..................................................................................................................................... 13
3.4 Evaluasi ....................................................................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 15
Kesimpulan ....................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh segala puji syukur kami


panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Teori Keperawatan
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW
yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul “Teori Transcultural Pada Budaya Papua”.
Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada
teori-teori keperawatan. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan,
terutama pada bagian pembahasan. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Teori
Keperawatan ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

19 September 2020

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hasil dari IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) 2018
diketahui Provinsi Bali menempati peringkat tertinggi IPKM, sementara peringkat
terendahnya adalah Provinsi Papua. Kesenjangan pada tahun 2018 terlihat lebar di
Provinsi Papua. Hal ini harus menjadi perhatian karena selama periode lima
tahun, Provinsi Papua tidak mengalami peningkatan bahkan kesenjangannya
masih lebar. Orang Papua berdasarkan kajian-kajian etnografi mempunyai
keanekaragaman kebudayaan yang terdiri dari berbagai suku bangsa.
Keanekaragaman ini juga melukiskan adanya perbedaan terhadap pandangan serta
pengetahuan tentang Kesehatan.
Kalau dilihat kebudayaan sebagai pedoman dalam berperilaku setiap
individu dalam kehidupannya, tentu dalam kesehatan orang Papua mempunyai
seperangkat pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
berdasarkan perspektif masing-masing suku bangsa. Keanekaragaman dalam
kebudayaan baik dalam unsur mata pencaharian, ekologi, kepercayaan/religi,
organisasi sosial, dan lainnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap
kesehatan para warganya. Dengan demikian secara kongkrit orang Papua
mempunyai seperangkat pengetahuan berdasarkan kebudayaan mereka masing-
masing dalam menanggapi masalah kesehatan. (Dumatubun, 2002)
Berdasarkan latar belakang tersebut saya tertarik untuk menganalisa teori
transkultural pada model keperawatan berbasis budaya di Papua.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu untuk menganalisa teori transkultural pada model
keperawatan berbasis budaya di Papua.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Keperawatan Transkultural


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku
Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan Tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai
tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara
utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu
meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human
caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. (Iskandar, 2015)
a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

1
2

d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap


bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.
e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
g. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.
h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada
kelompok lain.

2
3

2.2 Paradigma Keperawatan Transtuktural Leininger


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat
konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan
(Andrew and Boyle, 1995).
a. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
b. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang
digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
c. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh
manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim
seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak
pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan
struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau
kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial
individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
4

simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti


musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
d. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu
sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi
/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
Strategi yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan menurut
Leininger (1991) antara lain dengan cara :
1) Cara I : Mempertahankan budaya dilakukan apabila budaya yang dianut
individu tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai nilai-nilai yang relevan
sehingga indivisu dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya. Misalnya budayan minum air putih setiap bangun tidur.
2) Cara II : Negosiasi budaya dilakukan untuk membantu individu
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu individu untuk dapat memeilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatann kesehatan,
misal pada pasien setelah operasi yang pantang makan makanan yang
berbau amis, maka dapat diganti dengan memakan sumber protein hewani
lain seperti putih telur.
3) Cara III : Restrukturisasi budaya atau mengubah budaya individu,
dilakukan bila budaya yang dianut merugikan bagi kesehatan. Perawat
berupaya merestrukturisasi gaya hidup pasien yang tidak baik menjadi
baik seperti budaya merokok.
(Putri, 2016)

2.3 Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari

4
5

terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995).

Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,


diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
6

a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang
ada pada ”Sunrise Model” yaitu :
1) Faktor Teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan.
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri.
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku.
Kebijakan dan peraturan yang berlaku merupakan segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya berhubungan dengan kehadiran negara melalui peraturan
perundangan yang menjadi dasar pelaksanaan pelayanan.
6) Faktor ekonomi (economical factors)

6
7

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber


material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang
sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi
sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
c. Intervensi (Perencanaan dan Pelaksanaan)
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan
transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang
dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan.
1) Cultural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
8

c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat


2) Cultural careaccomodation/negotiation
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
3) Cultual care repartening/reconstruction
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya
klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,
mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

8
9

2.4 Penelitian terkait Teori Transkultural pada Budaya Papua


Persepsi masyarakat terhadap penyakit bergantung pada budaya yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi sebab, kejadian, dan proses
penyembuhan penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini
masih ada di masyarakat. Hal itu turun temurun satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas. Keluasan warisan luluhur berupa
pandangan terhadap penyakit ini disebabkan mobilisasi massa dari satu daerah ke
daerah lain. Individu dari golongan tertentu akan membawa pengetahuan dari
tanah kelahirannya kemana pun ia menjejakkan kaki. Selain itu mereka memiliki
keyakinan yang kuat bahwa hal-hal tradisional yang dia pakai adalah penyembuh.
kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar rawa tempat mereka memperoleh
sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman penyakit dengan gejala demam
tinggi menggigil dan muntah. Cara menyembuhkan penyakit itu dengan meminta
ampun kepada penguasa hutan. Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu
untuk dibuat ramuan kemudian di minum dan dioleskan kesepuruh tubuh
penderita. Dalam waktu beberaa hari, penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat
mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah
secara turun temurun. Persepsi, keyakinan, dan optimisme justru lebih mujarap
dari pada obat. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria,
yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua. Mereka
menganggap malaria adalah sebuah kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar
rawa tempat mereka memperoleh sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon,
membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman
penyakit dengan gejala demam tinggi menggigil dan muntah. Cara
menyembuhkan penyakit itu dengan meminta ampun kepada penguasa hutan.
Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu untuk dibuat ramuan kemudian di
minum dan dioleskan kesepuruh tubuh penderita. Dalam waktu beberaa hari,
penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan
ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun.
10

Teka-teki kasus kematian balita di suku asmat kabupaten Nduga, Papua


menemui titik terang. Kementrian Kesehatan telah mengantongi penyebab
kematian puluhan anak disana. Mentri kesehatan Nila Moeloek menjelaskan, tim
kesehatan yang dikirim olehnya sudah melakukan uji laboratorium. Hasilnya,
kematian negatife akibat injeksi virus. Dia juga menyebutkan, ini bukan wabah
seperti yang dikhawatirkan. hasilnya justru positif diferi dan pertussis, yang
kemudian memicu pneumonia, ungkapnya di Jakarta kemarin (11/12). Difteri
adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian anak hanya dalam beberapa hari saja. Sementara, pertusis merupakan
penyakit radang pernapasan (paru) yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100
hari. gejala penyakit ini sangat khas, yakni batuk yang bertahap, panjang dan lama
disertai bunyi whop dan diakhiri dengan muntah. Mata menjadi bengkak dan
penderita dapat meninggal karena kesulitan bernafas. Gejala tersebut pun
memiliki kesamaan dengan yang diderita oleh anak-anak di sana. Menteri
kesehatan Nila Moeloek mengatakan, penyakit ini terjadi lantaran kesadaran pola
hidup bersih di sana yang masih rendah. Dari laporan tim yang diterima olehnya,
masyarakat tinggal di rumah Honai dengan kapasitas tidak pas. Rumah ukuran
lima sampai tujuh meter persegi dihuni oleh 8-10 orang, dan rumah itu tanpa
disertai fentilasi udara. “Lalu, di sana itu kan perubahan suhu udara antara siang
dan malam sangat drastis. Saat malam, dingin, mereka menyalakan api di dalam.
bayi yang tidak tahan dan meninggal, tuturnya. Bukan hanya itu, sanitasi di sana
juga masih buruk. Tidak ada air bersih yang dapat ditemui. Kondisi itu diperparah
dengan kebiasaan langsung konsumsi air tersebut oleh masyarakat setempat. Hal
ini pun yang menyebabkan penyakit mudah menyerang. Dari penelitian terakhir,
jumlah korban meninggal akibat difteri diketahui bertambah menjadi 38 orang.
Jumlah tersebut terdiri dari 35 anak-anak dan 3 orang dewasa. Semula, jumlah
korban meninggal sebanyak 31 orang yang keseluruhannya anak balita. Angka
tersebut merupakan akumulasi dari kematian dari beberapa bulan sebelumnya.
(Sumber : Kemenkes ungkap penyebab kematian anak di Papua. diakses tanggal
13 Maret 2018.www.detik.com) (Rifky et al., 2018)

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian Transcultural Nursing didasari pada 7 komponen yang terdapat
pada “Sunrise Model”, yaitu:
a. Faktor Teknologi (Technologi "actors) Kelengkapan sangat berpengaruh dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Fasilitas juga menentukan beban kerja
seorang petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Ketersediaan Fasilitas dan sarana kesehatan menjadi salah satu faktor yang
dapat mendorong atau memotifasi masyarakat untuk melakukan upaya
pengobatan. Namun lain halnya dengan masyarakat Nduga, mereka belum
merasakan teknologi yang Canggih karena dalam kehidupan sehari-hari mereka
masih mengandalkan alam.
b. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religious and Philosophical Factors)
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana
dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beraga
Kristen. Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik
melalui sekolah misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan langsung
dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia maupun pengetahuan
praktis lainnya
c. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga ( Kinship and Social Factors)
Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan
menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari
Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa
daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.
d. Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup (Cultural value and & Life Ways)
Masyarakat Nduga Papua memiliki gaya hidup yang unik yaitu mereka
membangun rumah bernama honai dimana rumah tersebut tidak di perbolehkan
memiliki ventilasi khususnya untuk honai perempuan. Ukuran rumah honai

11
12

rata- rata 5-7 meter persegi dengan tinggi 2,5 meter. Mengakibatkan kuman-
kuman berkembang biak dengan cepat karena tidak adanya ventilasi yang
memadai. Rumah honai dalam satu bangunan digunakan untuk tempat
beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat makan bersama, dan
bangunan ketiga untuk kandang ternak babi. Babi hidup bersama dengan
manusia di dalam rumah dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarga. Babi
menjadi lambang kemakmuran dan prestise bagi masyarakat Nduga.
Kabupaten Nduga sangat luas dengan jumlah 32 distrik dan 248 kampung.
Akses yang ditempuh cukup sulit dan masih terisolir, menyebbkan fasilitas
kesehatan di kabupaten Nduga sangatlah minim. Dalam satu kabupaten hanya
ada satu rumah sakit tipe D dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Sehingga
dalam pengobatan, masyarakat Ndago masih mengandalkan ramuan yang di
racik sendiri.
e. Faktor Kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political and Legal Factors)
Masyarakat Papua tepatnya di Kabupaten Ndago memiliki tradisi terkait rumah
honai yang mereka huni. Rumah honai tersebut tidak hanya digunakan untuk
tempat tinggal mereka namun rumah honai selain sebagai tempat tinggal juga
mempunyai fungsi lainnya seperti tempat penyimpanan alat-alat perang dan
berburu, juga sebagai tempat melatih anak lelaki agar bisa menjadi orang yang
kuat waktu dewasanya nanti dan berguna bagi sukunya.
f. Faktor ekonomi ( Economical Factors)
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan masyarakat
Papua, apabila dirata-ratakan sampai ditingkatan terbawah hingga ke wilayah
pedesaan, pedalaman maupun perkampungan masuk pada kategori yang sangat
rendah menyebabkan tidak meratanya akses kesehatan yang juga masih sangat
jarang ada di Kabupaten Ndago Papua. Menghidupan sehari-hari masyarakat
Nduga diperoleh dari hasil perladangan, perburuan, dan pemeliharaan babi.
Mata pencaharian masyarakat Nduga adalah petani ubi, peternak babi, dan
keladi. Babi digunakan antara lain untuk maskawin dan pembayaran denda
atau karena sebab perang.
13

g. Faktor pendidikan (Educational Factors)


Selama ini, tingkat pendidikan rakyat Papua masih terbilang rendah. Hal
ini bisa dilihat dari tingkat partisipasi murni pendidikannya. Artinya, 50
persen lebih anak-anak usia sekolah tidak mendapatkan pendidikan di
sekolah. Terutama, di kampung-kampung pedalaman. Faktor mahalnya
biaya dan jauhnya sekolah menjadi kendala. Namun, faktor utamanya
adalah kurangnya guru (berkualitas) untuk mendidik anak-anak usia
sekolah mendapatkan pendidikan layak. Akibat pendidikan mereka yang
rendah, pengetahuan tentang kesehatan merekapun juga rendah.
Merekapun tidak bisa berkembang. Mereka tidak mengerti apa yang telah
dilakukan mereka itu kurang benar. Anggapan mereka tentang pemberian
ventilasi pada rumah juga masih sangat kurang dan keterikatan adat yang
kental menjadikan mereka patuh terhadap keadaan rumah mereka yg tidak
berventilasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan dari kasus yang ditemui adalah respon klien sesuai
latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Dalam kasus ini, kami
menggunakan diagnosa keperawatan komunitas yang diperoleh dari analisa data.
Dari analisa data di dapatkan masalah dan etiologi yang selanjutnya di tarik
diagnose keperawatan komunitas.

3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan
dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu 8
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
14

dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. Dalam kasus ini kami membuat
secara ringkas intervensi keperawatan yang dikemas dalam planning of action
yang menjadi ciri khas dalam pemberian intervensi keperawatan komunitas.
Dalam planning of action tersebut kami mengambil intervensi keperawatan
transkultural yaitu merubah budaya masyarakat saat budaya rumah honai
bertentangan dengan kesehatan

3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan untuk menilai
keberhasilan masyarakat tentang pemahaman intervensi yang telah diberikan.
15

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
a. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan atau kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya.
b. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempetimbangkan
aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Dalam keperawatan transkultural ini bisa
di ambil kesimpulan bahwa perawat tidak bisa memaksakan intervensi tanpa
mempertimbangkan aspek budaya yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan , Kesehatan Orang Papua Dalam


Perspektif Antropologi Kesehatan [Culture, Health Papua’s People in Health
Antrophology Perspective]. Antropologi Papua, 1(1), 1–20.
Iskandar, R. (2015). APLIKASI TEORI TRANSCULTURAL NURSING DALAM
PROSES KEPERAWATAN.
Putri, D. M. P. (2016). Buku Keperawatan Transkultural Pengetahuan dan
Praktik Berdasarkan Budaya (1st ed.). Pustaka Baru Press.
http://repository.akperykyjogja.ac.id/102/1/Buku Keperawatan Transkultural
Lengkap.pdf
Rifky, M., Trisnawati, E., Nuvitasari, N., Illahi, D., & Karnita, ayuhda eka.
(2018). ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DENGAN KASUS
DIFTERI SUKU ASMAT KABUPATEN NDUGA – PAPUA.
blob:https://feismo.com/b679295e-0068-421f-9e3d-ca00c408548d
https://dinkespapuabarat.wordpress.com/2019/07/17/ipkm-2018-papua-barat-naik-
tetapi-turun/ - diaskes pada 19 September 2020, 10:01 WITA
https://www.kemkes.go.id/article/view/19071600001/menkes-launching-indeks-
pembangunan-kesehatan-masyarakat.html - diaskes pada 19 September
2020, 10:05 WITA

16

Anda mungkin juga menyukai