Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

NAMA : SUPARDI
NIM : P1337420820002
PRODI : Keperawatan
DOSEN PENGAMPU : Dr. Rr Endang S.

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN


A. ETIKA ATAU MORAL
1. Pengertian Etika

Menurut Siagian (1996) menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 alasan mengapa


mempelajari etika sangat penting: (1) etika memandu manusia dalam memilih berbagai
keputusan yang dihadapi dalam kehidupan, (2) etika merupakan pola perilaku yang di-
dasarkan pada kesepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai, (3)
dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai moral sehingga perlu
dilakukan analisa dan ditinjau ulang (4) etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan
mengilhami manusia untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai
hidup yang hakiki. Pelajaran mengenai etika tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk
pencarian/penguasaan ilmu.
Etika menurut penjelasan Bartens berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos,
sedangkan dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.
Bentuk jamak dari ethos adalah to ether artinya adat kebiasaan.
Secara etimologi, ada dua pendapat mengenai asal-usul kata etika (Ayi Sofyan, 2010)
yakni; pertama, etika berasal dari bahasa Inggris, yang disebut dengan ethic (singular) yang
berarti suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics
(dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti
suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan
maksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi
Kedua, etika berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ethikos yang mengandung arti
penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis
konsep-konsep seperti harus, mesti benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak
moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik
secara moral. Sedangkan dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam
bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat
akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat
kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi
latar belakang bagi terbentuknya etika yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral (Mohammad Adib, 2010).

2. Pendapat para ahli mengenai etika.


a. Ahmad Tafsir, 2012. Etika merupakan budi pekerti menurut akal. Etika
merupakan ukuran baik buruk perbuatan manusia menurut akal.
b. Amsal Bakhtiar, 2013. Mengartikan etika dalam dua makna, yakni; etika sebagai
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia
dan etika sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan- perbuatan, atau manusia-manusia yang lain.

c. Asmoro Achmadi, 2014. Etika dibagai 2 yaitu menyangkut “tindakan” dan “baik-
buruk”. Apabila permasalahan jatuh pada “tindakan” maka etika disebut sebagai
filsafat praktis, sedangkan jatuh pada “baik-buruk” maka etika disebut “filsafat
normatif”.
d. Surahwardi K. Lubis, dalam istilah Latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan
mos, sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral. Namun demikian, apabila dibandingkan
dalam pemakaian yang lebih luas, perkataan etika dipandang sebagai lebih luas
dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya
untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah
laku atau perbuatan nyata.
e. Menurut Bertens dalam Abdulkadir Muhammad, arti etika dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a) Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangana bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Arti ini dapat juga disebut sebagai “sistem nilai” dalam hidup
manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya Etika orang
jawa, etika agama Budha, dll.
b) Etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud
disini adalah kode etik.
c) Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti etika
disini sebagai filsafat moral.

3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dirumuskan dalam:


a. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak kewajiban moral
(akhlak)
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c. Nilai mengenai yang benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi orang
baik”, tetapi juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya
disebut "ethos"nya. Jadi etika adalah bagian dan pengertian dari ethos, usaha untuk mengerti
tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah laku kita, khususnya tata aturan
yang fundamental seperti larangan membunuh dan mencuri dan perintah bahwa orang harus
"menghormati orang tuanya" dan menghormati hak-hak orang lain yang kita sebut moralitas.
Hubungan erat antara etika dan adat sosial ("adat-istiadat" yang mempunyai akar
etimologis yang sama dengan kata "moralitas") mau tidak mau menimbulkan pertanyaan
apakah moralitas adalah adat istiadat masyarakat tertentu, dan apakah etika adalah suatu
hukum tertentu. Jelaslah bahwa etika dan moralitas berkaitan erat sekali dengan hukum dan
adat istiadat/kebiasaan masyarakat. Misalnya di Indonesia pada umumnya berpelukan di
depan umum atau mencari untung dengan berlipat-lipat dalam transaksi bisnis dianggap tak
bermoral dalam masyarakar tertentu.

Sebuah etika atau ethics merupakan bagaimana kita memperhatikan atau


mempertimbangkan perilaku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika
mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas
untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang
lain.
Berbagai pengertian etika yang telah diuraikan di atas, oleh Palmquis digambarkan
seperti pohon besar yang memiliki satu cabang pohon yang besar, di mana ujung dari suatu
pohon tersebut terdapat ranting-ranting begitu banyak. Ranting-ranting tersebut sangat
penting, karena di sinilah tumbuh daun dan buah pohon. Jumlahnya yang begitu banyak tidak
berpengaruh signifikan pada penampilan dan kesehatan pohon ketika salah satu ranting
disingkirkan. Satu cabang pohon yang besar itu merupakan analogi dari Palmquis sebagai
prinsip-prinsip moral yang fundamental, yang disebut dengan “meta-etika”. Sedangkan
ranting-ranting itu merupakan pertanyaan-pertanyaan etis tentang bagaimana manusia harus
bertindak, pertanyaan ini mencakup berbagai aspek termasuk pada persoalan yang spesifik,
sehingga oleh Palmquis disebut dengan “etika terapan” (Stephen Palmquis, 2007).
Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi dua, etika perangai dan etika
moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai (sifat
batin manusia yang mempengaruhi pikiran dan perilaku manusia) manusia dalam hidup
bermasyarakat di daerah dan waktu tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena
disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika perangai adalah
a) Berbusana sesuai dengan adat
b) Pergaulan remaja didalam masyarakat tertentu
c) Upacara adat.
Sementara untuk etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar
berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar, timbullah kejahatan, yaitu perbuatan
yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut
moral. Contoh moral adalah berkata dan berbuat jujur; menghormati orang tua atau guru;
menghargai orang lain;
pengertian moral, pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, pedoman sekaligus
alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan kehidupan manusia. Seorang manusia
yang tidak memfungsikan dengan sempurna moral yang telah ada dalam diri manusia yang
tepatnya berada dalam hati, maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu
melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan yang sesat. Dengan demikian, manusia tersebut
telah merendahkan martabatnya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "moral" memiliki arti; ajaran tentang baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti,
susila; kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin,
isi hati atau keadaan perasaan.
pengertian moral sebagaimana disebutkan di atas, K Bertens (1994) mengatakan bahwa
kata yang sangat dekat dengan "etika" adalah "moral". Kata ini berasal dari bahasa latin
"mos", jamaknya "mores" yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama
dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaan. Perbedaannya hanya pada bahasa
asalnya, etilca berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin."
Dengan merujuk pada arti kata etika yang sesuai, maka arti kata moral sama dengan arti
kata etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang, atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Berbicara mengenai tingkah laku seseorang,
maka ini pula berkaitan dengan kesadaran yang harus dijalankan oleh seseorang dalam
memaknai dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Disinilah manusia membedakan antara
yang halal dan yang haram, yang boleh dan tidak boleh dilakukan walaupun tindakan ini
bersifat kejam.

B. ETIKA DAN ETIKET

Penggunaan kata etika dan etiket sering dicampuradukan. Padahal antara kedua istilah
tersebut terdapat perbedaan yang sangat mendasar walaupun ada juga persamaanya. Kata
Etika berarti moral, sedangkan kata etiket berarti sopan santun, tata krama. Persamaan antara
kedua istilah tersebut adalah keduanya mengenai perilaku manusia. Baik etika maupun etiket
mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma perilaku manusia
bagaimana seharusnya berbuat atau tidak berbuat. Dari pertanyaan tersebut Bertens dalam
Abdulkadir Muhammad menyampaikan:

1. Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak,
misalkan masuk rumah orang lain tanpa izin. Bagaimana cara masuknya, bukan menjadi
permaslahan, akan tetapi etiket menetapkan cara melakukan perbuatan, menunjukan
apakah cara itu baik, benar dan tepat sesuai yang diharapkan.
2. Etika bergantung pada ada tidaknya orang lain, misalnya larangan mencuri selalu
berlaku, baik atau tidak ada orang lain. Etiket hanya berlaku pada pergaulan jika tidak
ada orang lain etiket tidak berlaku.
3. Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar menawar, misalnya jangan mencuri dan
jangan membunuh. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu
kebudayaan dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain, misalnya di Indonesia
memegang kepala orang, di Indonesia tidak sopan, akan tetapi di negara lain bisa saja
sopan.
4. Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah), orang yang bersifat etis adalah
orang yang benar-benar baik, sifatnya tidak bersifat munafik. Etiket memandang
manusia dari segi luar (lahiriah), tampaknya dari luar sangat sopan dan halus, tetapi
didalam dirinya penuh kebusukan dan kemunafikan.

Tabel 1. Perbedaan Antara Etika dan Etiket Menurut K Bertens

Etika Etiket
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu
perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan harus dilakukan manusia.
perbuatan itu sendiri
Etika selalu berlaku, baik kita sedang Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana
sendiri atau bersama orang lain. kita tidak seorang diri (ada orang lain di
sekitar kita).
Etika bersifat absolut. Etiket bersifat relatif.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Etiket memandang manusia dari segi
lahiriah saja.
Orang yang etis tidak mungkin bersifat Orang yang berpegang pada etiket bisa juga
munafik, sebab orang yang bersikap etis bersifat munafik.
pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
C. FUNGSI ETIKA

Sebenarnya etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, tetapi
etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai
moralitas yang membingungkan.
Etika akan menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
1. pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah
budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan
masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
3. berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-
masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.

D. MACAM-MACAM ETIKA
1. Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip
serta
moral dasar
2. Etika secara khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini
masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
3. Etika sosial dibagi menjadi:

a. Sikap terhadap sesama;


b. Etika keluarga
c. Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis,
dokumentalis, pialang informasi
d. Etika politik
e. Etika lingkungan hidup, serta
Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran
moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus
dipahami perbedaan antara etika dengan moralita.

E. SISTIMATIKA ETIKA

ETIKA

Etika Meta- Etika

Deskriptif etik/ Normatif

Etika

Normatif

Etika Etika

Individual Sosial

Etika Etika Etika Etika Dan lain-

Profesi Keluarga Belajar Mengajar lain

Sikap dan

Perilaku Manusia

Gambar 1. Pendekatan Etika

Moral merupakan aturan dimana manusia harus bertindak baik secara lisan
maupun tulisan secara batin maupun lahiriah. Fungsi moral adalah memberi pedoman
pada tindakan manusia agar selalu dalam koridor kebenaran.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di
antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai
manusia.

contoh adalah aborsi, di dalam keadaan medis tertentu seorang dokter terpaksa
melakukan aborsi untuk menyelamatkan salah satu nyawa. Namun moralitas tidak dapat
membenarkan tindakan tersebut, karena seorang dokter tidak punya hak atau wewenang
untuk memilih mana yang harus diselamatkan si ibu atau si anak. Atas pertimbangan
apa seorang dokter berlaku sebagai Tuhan yang menentukan siapa berhak hidup dan
siapa harus mati? Hal tersebut sampai hari ini masih menjadi polemik diantara
kelompok pro choice dan pro life
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan dasar moral (moral principle) dan beberapa jalan di
bawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang
kemudian melahirkan doktrin informed consent;
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan
untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih
besar dari pada sisi buruknya (mudharat);
3. Prinsip non maleficience yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien

F. FAKTOR PENENTU MORALITAS DAN FAKTOR MEMPENGARUHI


MORALITAS

Sumaryono dalam Abdulkadir Muhammad (1995), mengemukakan tiga faktor


penentu moralitas perbuatan manusia yaitu:
1. Motivasi
2. Tujuan akhir
3. Lingkungan perbuatan

Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi, tujuan akhir, dan lingkungannya
juga baik. Apabila salah satu faktor penentu tersebut tidak baik, maka keseluruhan

Motivasi adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk
mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi itu dikehendaki secara sadar,
sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan.

Tujuan akhir (sasaran ) adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara


bebas. Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak. Perbuatan itu menjadi objek
perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh pelakunya

B. HUKUM KESEHATAN

1. Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan,


dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Pengertian Hukum Kesehatan
menurut berbagai sumber yaitu :
a. UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut
menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik
perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan
medik dan lain-lain.

b. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia


(PERHUKI)

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang


berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan
kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek-
aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medic,
ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber
hukum lainnya.

Hukum kesehatan mencakup komponen–komponen hukum


bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu
Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan,
Hukum Farmasi Klinik,

Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum


Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993)

c. Prof.H.J.J.Leenen
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan
langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum
perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak
hanya mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, hukum
yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga
merupakan sumber hukum.

d. Prof. Van der Mijn


Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang
berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada
hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum medis yang
mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak,
adalah bagian dari hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

 Alvonsus, Sutarno. 2008. Etiket, Kiap Serasi Berelasasi, Yogjakarta : Kanisius

 Batemen, T dan Scott Snell. 2008. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi


dalam Dunia yang Kompetitif.Jakarta: Salemba Empat

 Bertens, K. 2003. Keprihatinan Moral Telaah atas Masalah Etika. Yogyakarta:


Kanisius

 Hanafiah, Jusuf M. dan Amri, Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta: EGC

 Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai