JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG 2021 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil dari IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) 2018
diketahui Provinsi Bali menempati peringkat tertinggi IPKM, sementara peringkat terendahnya adalah Provinsi Papua. Kesenjangan pada tahun 2018 terlihat lebar di Provinsi Papua. Hal ini harus menjadi perhatian karena selama periode lima tahun, Provinsi Papua tidak mengalami peningkatan bahkan kesenjangannya masih lebar. Orang Papua berdasarkan kajian- kajian etnografi mempunyai keanekaragaman kebudayaan yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Keanekaragaman ini juga melukiskan adanya perbedaan terhadap pandangan serta pengetahuan tentang Kesehatan. Kalau dilihat kebudayaan sebagai pedoman dalam berperilaku setiap individu dalam kehidupannya, tentu dalam kesehatan orang Papua mempunyai seperangkat pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kesehatan berdasarkan perspektif masing-masing suku bangsa. Keanekaragaman dalam kebudayaan baik dalam unsur mata pencaharian, ekologi, kepercayaan/religi, organisasi sosial, dan lainnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap kesehatan para warganya. Dengan demikian secara kongkrit orang Papua mempunyai seperangkat pengetahuan berdasarkan kebudayaan mereka masing- masing dalam menanggapi masalah kesehatan. (Dumatubun, 2002) Berdasarkan latar belakang tersebut saya tertarik untuk menganalisa teori transkultural pada model keperawatan berbasis budaya di Papua. 1.2 Tujuan Mahasiswa mampu untuk menganalisa teori transkultural pada model keperawatan berbasis budaya di Papua
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Keperawatan Transkultural
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan Tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. (Iskandar, 2015)
2.2 Penelitian terkait Teori Transkultural pada Budaya Papua
Persepsi masyarakat terhadap penyakit bergantung pada budaya yang
ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi sebab, kejadian, dan proses penyembuhan penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat. Hal itu turun temurun satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas. Keluasan warisan luluhur berupa pandangan terhadap penyakit ini disebabkan mobilisasi massa dari satu daerah ke daerah lain. Individu dari golongan tertentu akan membawa pengetahuan dari tanah kelahirannya kemana pun ia menjejakkan kaki. Selain itu mereka memiliki keyakinan yang kuat bahwa hal-hal tradisional yang dia pakai adalah penyembuh. kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar rawa tempat mereka memperoleh sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman penyakit dengan gejala demam tinggi menggigil dan muntah. Cara menyembuhkan penyakit itu dengan meminta ampun kepada penguasa hutan. Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu untuk dibuat ramuan kemudian di minum dan dioleskan kesepuruh tubuh penderita. Dalam waktu beberaa hari, penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Persepsi, keyakinan, dan optimisme justru lebih mujarap dari pada obat. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua. Mereka menganggap malaria adalah sebuah kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar rawa tempat mereka memperoleh sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman penyakit dengan gejala demam tinggi menggigil dan muntah. Cara menyembuhkan penyakit itu dengan meminta ampun kepada penguasa hutan. Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu untuk dibuat ramuan kemudian di minum dan dioleskan kesepuruh tubuh penderita. Dalam waktu beberaa hari, penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun Teka-teki kasus kematian balita di suku asmat kabupaten Nduga, Papua menemui titik terang. Kementrian Kesehatan telah mengantongi penyebab kematian puluhan anak disana. Mentri kesehatan Nila Moeloek menjelaskan, tim kesehatan yang dikirim olehnya sudah melakukan uji laboratorium. Hasilnya, kematian negatife akibat injeksi virus. Dia juga menyebutkan, ini bukan wabah seperti yang dikhawatirkan. hasilnya justru positif diferi dan pertussis, yang kemudian memicu pneumonia, ungkapnya di Jakarta kemarin (11/12). Difteri adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian anak hanya dalam beberapa hari saja. Sementara, pertusis merupakan penyakit radang pernapasan (paru) yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari. gejala penyakit ini sangat khas, yakni batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi whop dan diakhiri dengan muntah. Mata menjadi bengkak dan penderita dapat meninggal karena kesulitan bernafas. Gejala tersebut pun memiliki kesamaan dengan yang diderita oleh anak-anak di sana. Menteri kesehatan Nila Moeloek mengatakan, penyakit ini terjadi lantaran kesadaran pola hidup bersih di sana yang masih rendah. Dari laporan tim yang diterima olehnya, masyarakat tinggal di rumah Honai dengan kapasitas tidak pas. Rumah ukuran lima sampai tujuh meter persegi dihuni oleh 8-10 orang, dan rumah itu tanpa disertai fentilasi udara. “Lalu, di sana itu kan perubahan suhu udara antara siang dan malam sangat drastis. Saat malam, dingin, mereka menyalakan api di dalam. bayi yang tidak tahan dan meninggal, tuturnya. Bukan hanya itu, sanitasi di sana juga masih buruk. Tidak ada air bersih yang dapat ditemui. Kondisi itu diperparah dengan kebiasaan langsung konsumsi air tersebut oleh masyarakat setempat. Hal ini pun yang menyebabkan penyakit mudah menyerang. Dari penelitian terakhir, jumlah korban meninggal akibat difteri diketahui bertambah menjadi 38 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 35 anak-anak dan 3 orang dewasa. Semula, jumlah korban meninggal sebanyak 31 orang yang keseluruhannya anak balita. Angka tersebut merupakan akumulasi dari kematian dari beberapa bulan sebelumnya.
(Sumber : Kemenkes ungkap penyebab kematian anak di Papua. diakses
tanggal 13 Maret 2018.www.detik.com) (Rifky et al., 2018)
Referensi:
Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan , Kesehatan Orang Papua Dalam
Perspektif Antropologi Kesehatan [Culture, Health Papua’s People in Health Antrophology Perspective]. Antropologi Papua, 1(1), 1–20. https://dinkespapuabarat.wordpress.com/2019/07/17/ipkm-2018-papua- barat-naik-tetapi-turun/ - diaskes pada 19 September 2020, 10:01 WITA https://www.kemkes.go.id/article/view/19071600001/menkes-launching- indeks- pembangunan-kesehatan-masyarakat.html - diaskes pada 19 September 2020, 10:05 WITA Putri, D. M. P. (2016). Buku Keperawatan Transkultural Pengetahuan dan Praktik Berdasarkan Budaya (1st ed.). Pustaka Baru Press. http://repository.akperykyjogja.ac.id/102/1/Buku Keperawatan Transkultural Lengkap.pdf
NASKAH PUBLIKASI: Hubungan Perilaku Sehat Orang Tua Dengan Kualitas Hidup Anak Penderita Tuberkulosis Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta