PETUNJUK:
6. KASUS 1
Studi Kasus Perawat: Observasional
Banyak studi menunjukkan bahwa tidak sedikit perawat kesehatan yang bekerja di
RS tidak mencuci tangan mereka dengan benar atau sesering yang seharusnya
dilakukan. Hal ini diyakini menyebabkan terjadinya penularan yang berakibat adanya
infeksi dan penyakit di sejumlah pasien (mungkin jumlah yang sangat besar).
Sebuah proyek internasional besar diusulkan untuk mengevaluasi metode yang
berbeda untuk menghasilkan kebersihan tangan yang lebih baik (higienis).
Para peneliti melakukan metode anonimisasi atas data yang dikumpulkan, dan
sejauh mungkin (mengaburkan) nama lencana dan wajah, dan dengan
menghilangkan tanggal dan menempatkan informasi dari file video. Mereka tidak
akan memberitakan adanya informasi tentang kesalahan individu (misalnya mencuci
tangan tidak memadai) kepada pimpinan RS tetapi berhak untuk melaporkan
kegiatan kriminal yang serius.
Pertanyaan
1. Apa pelanggaran etik dalam kasus ini?
2. Apa argumen yang mendukung pelaksanaan penelitian ini tanpa persetujuan
orang yang diamati?
3. Apakah argumen ini akhirnya berhasil diterima KEPK?
4. Bila anda tidak sepakat menyetujui, apa alternatifnya?
5. Apakah lebih baik atau lebih buruk dipandang dari segi etis jika subyek yang
diamati diberitahu terlebih dahulu bahwa tanpa mereka sadari adanya konsekensi
“paska partisipasi' setelah itu?
3
KASUS 2
Izin telah diberikan dari rumah sakit yang bersangkutan untuk melaksanakan
penelitian, meskipun anggota staf individu belum meminta persetujuan mereka
untuk berpartisipasi. Diharapkan bahwa informasi yang dikumpulkan tidak hanya
akan memiliki implikasi untuk psikologi perilaku tapi bisa juga digunakan untuk
melatih staf RS untuk memperbaiki kualitas layanan pelanggan.
Pertanyaan
1. Apa masalah etik yang mengemuka dalam penelitian ini?
2. Apakah persyaratan metodologis pada studi observasional ini lebih besar
daripada keprihatinan apapun tentang privasi dan fakta bahwa subjek belum
menyetujui untuk diamati?
3. Apakah rekaman data anonimus meredakan kekhawatiran tentang rasa hormat
terhadap kerahasiaan?
4. Apakah penelitian ini disetujui dalam bentuk protokol yang sekarang? Jika tidak,
bagaimana saran perubahan/modifikasi untuk dapat disetujui?
4
KASUS 3
Data pada kesalahan (error) penyedia layanan dilaporkan oleh staf RS segera setelah
ditemukan. Informasi/paramater yang dilaporkan adalah waktu terjadinya kesalahan,
waktu ketika kesalahan itu ditemukan, profesi orang yang melakukan kesalahan
(dokter, perawat, dll), profesi orang yang melaporkan kesalahan, dan deskripsi
singkat tentang apa yang terjadi dan dugaan penyebabnya. Individu yang terlibat
dalam proyek ini dinilai berat errornya masing-masing pada skala lima butir.
Sebagai tambahan, untuk memahami jumlah aktivitas yang terjadi di ICU setiap hari,
46 pasien yang dipilih secara acak diamati terus menerus selama 24 jam oleh
pengamat luar dilatih dari Institute of Technology setempat. Pengamat mencatat
semua pertemuan antara pasien dan lingkungannya disekitar tempat tidur, termasuk
kesalahan manusia yang terjadi.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan, dijelaskan oleh anggota tim bahwa semua
staf ICU-RS diberitahu tentang proyek dan tujuan dan bersemangat untuk
berpartisipasi. Selain itu, anggota tim proyek ditunjukkan bahwa kebutuhan untuk
persetujuan etik untuk proyek ini dibebaskan karena "semua yang dilakukan adalah
pengamatan/obervasional". Nama-nama anggota staf RS dan pasien tidak
dikumpulkan (dirahasiakan) sebagai bagian dari proyek ini. Pengumpulan data
berlangsung selama periode dari empat bulan, ditemukan 554 kesalahan manusia
yang dilaporkan oleh staf RS.
Hasil proyek ini “tidak dapat langsung diterapkan” di ICU di RS lain, padahal metode
yang digunakan untuk menyelesaikannya adalah inovatif dan tim peneliti merasa
bahwa penelitian serupa dapat dengan mudah dilakukan di RS2 lain.
Pertanyaan:
1. Mengapa hasil penelitian ini tidak dapat dilakukan di RS lain?
2. Apakah persetujuan KEPK bertentangan dengan prinsip Etik universal?
3. Apakah ditemukan pelanggaran etik? Kalau iya, apa?
4. Bagaimana langkah berikutnya agar RS lain dapat menerapkan penelitian
safety/keselamatan pasien ini dengan mengindahkan prinsip etik?
5
KASUS 4
Evaluasi Penggunaan Obat Tradisional untuk Pengobatan Diare
Hydrocotyle Asiatica, atau ‘thankuni’, adalah jenis tanaman dari Asia Selatan yang,
ketika dikeringkan, digiling, dan ditambahkan ke air, dilaporkan efektif untuk
pengobatan diare berdarah. ‘Thankuni’ adalah bahan utama dari obat tradisional
kedokteran yang popular yaitu, ‘ajorno’, yang diproduksi oleh perusahaan lokal. Obat
ini tersedia secara luas, sangat populer, dan cukup murah.
Dr Wabano, seorang peneliti lembaga internasional tertarik dengan produk ini, dan
ingin mengevaluasi efektivitas klinisnya. Pengobatan standar (umum) untuk
disentery, yang sejauh ini penyebab paling umum dari diare berdarah di Asia
Selatan, adalah asupan cairan dan norfloksasin dan antibiotik yang klinis efektif dan
bakterisida. Tetapi ketersediaan Norfloksasin di luar kota-kota besar sedikit (80%
dari populasi di pedesaan) dan, bila tersedia harganya mahal tidak terjangkau bagi
masyarakat. Dr Wabano beralasan bahwa jika obat tradisional terbukti efektif, akan
lebih mudah diakses oleh semua orang karena ketersediaan dan biaya yang lebih
terjangkau.
Pertanyaan:
1. Menurut pendapat Anda, adalah komite etik penelitian yang benar dalam
penilaian nya? Mengapa atau mengapa tidak? Disana desain studi alternatif yang
panitia bisa sarankan?
2. Apakah penilti benar dalam tuduhannya bahwa anggota KEPK yang tidak
menyetujui penelitian menunjukkan “Bias Barat” dg keputusan mereka?
3. Jika penelitian itu disetujui KEPK seperti usulan, apakah KEPK menggunakan
standar ganda dalam melakukan telaah/penilaian etis?
4. Dalam keadaan di mana peneliti dan KEPK tidak sepakat, mungkin para situasi
6
dimediasi?
7
KASUS 5
Penelitian ini menelaah transaksi seks di dan di sekitar tempat hiburan perkotaan
antara lain tempat2 seperti bar, diskotek, dll). Kekhawatiran J adalah jika
perempuan-2 tersebut diwawancara secara langsung, mereka mungkin tidak
memberikan jawaban jujur tentang praktik kondom mereka. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan observasional, dengan peran pria fiktif
(penyamaran) seolah-olah pria tersebut adalah pelanggannya.
Tim peneliti menyamar sebagai "pelanggan", dan dilatih, diawasi, dan ditanyai setiap
hari. Kemdian, mereka dengan santai bertemu wanita di salah satu tempat untuk
"bernegosiasi seks", dan bertanya kepada mereka bagaimana, mengapa, dan
dengan siapa wanita-wanita ini melakukan transaksi seks bebas. Sebelum
"kesepakatan" mereka mencapai tahap akhir, pelanggan palsu mengungkapkan
penyamarannya dalam penelitian untuk tidak melakukan hubungan seks.
Hasil penelitian diajukan ke jurnal terkemuka, tetapi pengulas dan editor menilai
bahwa terdapat pelanggaran etik pada metode penelitian. Sikap KEPK tidak
berubah, yang menyatakan bahwa tidak terdapat pelanggaran etik.
Pertanyaan: