KELAS 3B
NAMA KELOMPOK :
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jalan Udayana No. 11 Singaraja 81151, Bali, Singaraja 81151
Email: purniatidsk@yahoo.com
I Made Kusuma Wijaya / KEMAS 8 (2) (2013) 137-144
139
I Made Kusuma Wijaya / KEMAS 8 (2) (2013) 137-144
138
adalah sebanyak 33 responden (55%), sedang-
Ln p/ (1 – p ) = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
kan responden yang memiliki sikap kurang
Keterangan: adalah sebanyak 27 responden (45%).
p : probabilitas kader untuk aktif melak- Dari total responden sebanyak 60 res-
sanakan tugas dalam upaya pengenda- ponden, responden yang memiliki motivasi
lian TB Paru rendah adalah sebanyak 25 responden (41,70%),
1 – p : probabilitas kader untuk tidak aktif sedangkan responden yang memiliki motivasi
melaksanakan tugas dalam upaya pe- tinggi sebanyak 35 responden (58,30%).
ngendalian TB Paru
a : Konstanta Analisis Multivariat
Pengujian hipotesis untuk mencari
b1 – b3 : Koefisien Regresi
X1 : Pengetahuan kader (0. Kurang ;1. kekuatan hubungan antara pengetahuan, sikap,
Baik) dan motivasi kader kesehatan dengan keakti-
X2 : Sikap kader (0. Kurang ; 1. Baik) fannya dalam pengendalian kasus tuberkulosis
X3 : Motivasi kader (0. Rendah ; 1. Tinggi) di Kabupaten Buleleng menggunakan analisis
regresi logistik ganda. Analisis menggunakan
Hubungan faktor-faktor ditunjukkan dengan SPSS version 16.0. Dari hasil analisis mengguna-
OR = exp (b) kan regresi logistik ganda didapatkan sebagai
OR =1 : Tidak ada hubungan antara variabel berikut:
independent dengan variabel dependen Terdapat hubungan antara pengetahuan
OR > 1 : Ada hubungan positif kader kesehatan dengan keaktifannya dalam
1/~ < OR <1: Ada hubungan negatif pengendalian kasus tuberkulosis, dimana kader
kesehatan dengan pengetahuan tinggi memiliki
Hasil dan Pembahasan kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian
kasus tuberkulosis 18 kali lebih besar dari pada
Deskripsi hasil penelitian kader kesehatan dengan pengetahuan rendah.
Dari total responden sebanyak 60 re- Hubungan tersebut secara statistik signifikan
sponden, responden yang memiliki peng- (OR=18.44; p= 0,012). Terdapat hubungan yang
etahuan tinggi adalah sebanyak 40 responden secara statistik signifikan antara sikap deng-
(66,70%), sedangkan responden yang memiliki an keaktifan kader kesehatan, dimana sikap
pengetahuan rendah adalah sebanyak 20 re- baik memiliki kemungkinan untuk aktif dalam
sponden (33,30%). pengendalian kasus tuberkulosis 8 kali lebih
besar dari pada sikap kurang. Hubungan ter-
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden sebut secara statistik signifikan (OR= 8.08; CI
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Tentang Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap,
dan Motivasi Kader Kesehatan dengan Keaktifannya Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis
Tabel 3. Hubungan Pengetahuan Kader dengan aktivitasnya dalam Pengendalian Kasus Tuberku-
losis di Kabupaten Buleleng
Aktivitas
Variabel
Tidak Aktif Aktif OR P
Bebas
N % N %
Pengetahuan
Rendah 9 56,25 11 25 18,44 0,012
Kurang 13 81,25 14 31,81
Baik 3 18,75 30 68,18
Total 16 26,67 44 73,33
Sikap
Kurang 13 81,25 14 31,81 8,08 0,011
Baik 3 18,75 30 68,18
Total 16 26,67 44 73,33
Motivasi
Rendah 11 68,75 14 31,81 15,01 0,018
Tinggi 5 31,25 30 68,18
Total 16 26,67 44 73,33
140
I Made Kusuma Wijaya / KEMAS 8 (2) (2013) 137-144
142
kader kesehatan, dimana motivasi tinggi memi-
uji dengan regresi logistik ganda didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang secara statis- liki kemungkinan untuk aktif dalam pengenda-
tik signifikan antara sikap dengan keaktifan lian kasus tuberkulosis 15 kali lebih besar dari
kader kesehatan, dimana sikap baik memiliki pada motivasi rendah. Hubungan tersebut se-
kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian cara statistik signifikan (OR =15.01; p= 0,018).
kasus tuberkulosis 8 kali lebih besar dari pada Temuan pada penelitian ini sesuai dengan tin-
sikap kurang. Hubungan tersebut secara sta- jauan teoritik. Motivasi yang dimiliki oleh ka-
tistik signifikan (OR=8.08; p=0,011). Temuan der kesehatan menentukan keaktifannya dalam
pada penelitian ini sesuai dengan tinjauan teo- pengendalian kasus tuberkulosis.
ritik. Sikap yang dimiliki oleh kader kesehatan Istilah motivasi berasal dari bahasa latin
menentukan keaktifannya dalam pengendalian yaitu movere yang artinya menggerakan, sedan-
kasus tuberkulosis. gkan dalam bahasa inggris dikenal dengan is-
Sikap adalah merupakan reaksi atau tilah motivation yang berarti dorongan. Proses
respon seseorang yang masih tertutup terha- terjadinya motivasi yaitu suatu kebutuhan ada-
dap suatu stimulus atau obyek. Dari berbagai lah keadaan internal yang menyebabkan hasil-
batasan tentang sikap dapat disimpulkan bah- hasil tertentu tampak menarik, dimana suatu
wa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung kebutuhan yang terpuaskan akan menciptakan
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih tegangan yang merangsang dorongan-doron-
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara gan didalam individu tersebut. Dorongan ini
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesua- menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk
ian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap be- menemukan tujuan-tujuan tertentu, dimana
lum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, jika tujuan tersebut tercapai, akan dapat me-
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan menuhi kebutuhan yang ada dan mendorong
atau perilaku (Rahman, dkk, 2010). ke arah pengurangan tegangan.
Sikap kader kesehatan merupakan do- Motivasi kader kesehatan merupakan
main yang sangat penting sebagai dasar ka- domain yang sangat penting sebagai dasar kad-
der kesehatan dalam melakukan keaktifannya er kesehatan dalam melakukan keaktifannya
dalam pengendalian kasus tuberkulosis. Fak- dalam pengendalian kasus tuberkulosis. Fak-
tor-faktor yang mempengaruhi perilaku se- tor-faktor yang mempengaruhi perilaku sese-
seorang salah satunya adalah sikap dari orang orang salah satunya adalah motivasi dari orang
tersebut (Basri, et. al, 2009). Hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian lain yang sejalan
lain yang juga sejalan dengan penelitian terse- antara lain penelitian yang diperoleh hasil yaitu
but antara lain dari hasil penelitian didapatkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan
hubungan yang positif dan signifikan antara antara motivasi kader dengan penemuan sus-
sikap kader dengan penemuan suspek tuberku- pek tuberkulosis paru di puskesmas Sananku-
losis paru di puskesmas Sanankulon, baik seca- lon, baik secara simultan maupun parsial. Hal
ra simultan maupun parsial. Hal tersebut juga tersebut juga didukung dari hasil penelitian
didukung penelitian yang diperoleh hasil ter- dimana diperoleh hasil bahwa ada hubungan
dapat hubungan antara sikap kader kesehatan sikap dan motivasi dengan kinerja kader po-
tentang TB paru dengan penemuan penderita syandu. Sikap dan motivasi memberikan pe-
TB paru di wilayah Puskesmas Plupuh I Keca- ngaruh pada kinerja sebesar 97,1% sedangkan
matan Plupuh Kabupaten Sragen Jawa Tengah 2,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor diluar
(Chatarina UW, 2007). sikap dan motivasi. Dan menurut penelitian
Nugroho (2008) diperoleh hasil ada hubungan
(3) Hubungan Motivasi Kader Kesehatan antara motivasi dengan keaktifan kader pos-
dengan Keaktifannya Dalam Pengendalian yandu (p value: 0,001 dan r: 0,585).
Kasus Tuberkulosis.
Dalam penelitian ini setelah dilakukan Penutup
uji dengan regresi logistik ganda didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang secara statis- Pengetahuan, sikap, dan motivasi ber-
tik signifikan antara motivasi dengan keaktifan hubungan secara signifikan dengan keaktifan
143
Kader kesehatan dalam pengendalian kasus Tuberculosis. Kader kesehatan dengan penge-
tahuan tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis 18 kali
lebih besar dari pada pengetahuan rendah). Kader kesehatan dengan sikap baik memiliki
kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis 8 kali lebih besar dari pada
sikap kurang. Kader kesehatan dengan moti- vasi tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif
dalam pengendalian kasus tuberkulosis 15 kali lebih besar dari pada motivasi rendah.
Daftar Pustaka
Awusi RYE, Saleh YD & Hadiwijoyo D. 2009. Fak- tor-faktor yang mempengaruhi penemuan penderita
TB paru di kota Palu Provinsi Su- lawesi Tengah. Berita Kedokteran Masyara- kat. 25 (2): 59-68
Basri C, Bergström K, Walton W, SuryaA, Voskens J and Metha F. 2009. Sustainable scaling up of good
quality health worker education for tu- berculosis control in Indonesia: a case study. Human
Resources for Health, 7(85)
Batht, CP. 2010. Knowledge of Tuberculosis Treat- ment- A Suervey among Tuberculosis Pa- tiens in
(DOTS) Program in Nepal. SAARC Journal of Tuberculosis. Lung Desease and HIV/AIDS, 7(2)
Chatarina UW. 2007. Upaya pencapaian target BTA positif pada suspek TBC di Kabupaten Ti- mor
Tengah Selatan, Provinsi NTT. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. 5(1): 57-
60.
Depkes RI. 2008. Situasi Epidemiologi TB Indonesia.
Subdit TB Depkes RI
Elizabeth, L. 2010 Tuberculosis Knowledge, Attitude and Beliefs among Caronilians at Increased Risk of
Infection. NC Medical Journal, 69(1)
Gopalan SS, Mohanty S, Das A. 2012. Assessing community health workers’ performance motivation: a
mixed-methods approach on India’s Accredited Social Health Activists (ASHA) programme. BMJ
Open, 2(1557)
Kemenkes RI. 2011. Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Kementrian Ke- sehatan
RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Muchtar A. 2006. Farmakologi obat antituberkulosis (OAT) sekunder. Jurnal Tuberkulosis Indone- sia. 3(2):
23-29.
Nepal AK, Shiyalap K,Sermsri S,Keiwkarnka B. 2012. Compliance with DOTS among tu- berculosis
patients under community based DOTS strategy in Palpa District, Nepal. Int J Infect Microbiol.
1(1):14-19.
Niyi, Awofeso, Schelokova I and Dalhatu A. 2008. Training of front-line health workers for tu- berculosis
control: Lessons from Nigeria and Kyrgyzstan. Human Resources for Health, 6(20)
Nugroho HA, Nurdiana D. 2008. Hubungan antara pengetahuan dan motivasi kader posyandu dengan
keaktifan kader posyandu di desa dukuh tengah kecamatan ketanggungan ka- bupaten brebes.
Jurnal Keperawatan. 2(1): 1-8
Rahman SM, Ali NA, Jennings L, Habibur M, Seraji R, Mannan I, Mahmud AB, Bari S, Hossain D, Das K,
Abdullah, Baqui H, Arifeen SE and Winch PJ. 2010. Factors affecting recruit- ment and
retention of community health workers in a newborn care intervention in Bangladesh. Human
Resources for Health, 8(12)
Sudaryanto A. Pratiwi A. 2005. Studi fenomenologic pengetahuan dan sikap penderita TBC dan
keluarganya di wilayah Kecamatan Kartasu- ra. Jurnal Kemas. 1(1): 14-21.
Trisnawati G. 2008. Pelatihan peningkatan kemam- puan kader dalam penanganan tuberkulosis (TBC) di
wilayah kerja Puskesmas Gemolong II Sragen. Jurnal Warta. 11(2): 150-158.
Thu A, Ohnmar, Win H, Nyunt MT, Lwin T. 2012. Knowledge, attitudes and practice concern- ing
tuberculosis in a growing industrialised area in Myanmar. INT J TUBERC LUNG DIS, 16(3): 330–
335.
WHO. 2009. Global tuberculosis control epidemiol- ogy, strategy, financing. World Health Or-
ganization
KOMENTAR:
Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan hubungan atau korelasi
antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau
efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya
satu kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat
observasi.
Kesimpulan:
Kelebihan:
Kelebihan rancangan studi potong lintang adalah kemudahannya untuk untuk dilakukan dan
murah, sebab tidak memerlukan follow-up. Jika tujuan penelitian “sekedar“ mendeskripsikan
distribusi penyakit dhubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian, maka studi potong
lintang merupakan rancangan studi yang cocok, efisien dan cukup kuat disegi metodologik.
Selain itu seperti penelitian observasional lainnya, studi potong lintang tidak “memaksa”
subjek untuk mengalami factor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (factor
resiko). Demikian pula, tidak ada subjek yang kehilangan kesempatan memperoleh terapi
yang diperkirakan bermanfaat, bagi subjek yang kebetulan menjadi control.
Kekurangan:
- Dibutuhkan subjek penelitian yang relatif besar atau banyak, dengan asumsi varable
bebas yang berpengaruh cukup banyak
- Kurang dapat menggambarkan proses perkembangan penyakit secara tepat.
- Faktor-faktor risiko tidak dapat diukur secara akurat dan akan mempengaruhi hasil
penelitian
143