Anda di halaman 1dari 10

“ TINJAUAN PERAN PERAWAT DALAM EVIDENCE BASED PRACTICE TERHADAP INDEKS

PREDIKTIF TB ANAK DI KALIMANTAN SELATAN”

(Dr. Bahrul Ilmi, M.Kes.)

Disampaikan pada
“Seminar Ilmiah Keperawatan”
Tema: Praktik Keperawatan Berdasarkan Evidence Based.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JURUSAN KEPERAWATAN BANJARMASIN
2014
“ TINJAUAN PERAN PERAWAT DALAM EVIDENCE BASED PRACTICE TERHADAP INDEKS
PREDIKTIF TB ANAK DI KALIMANTAN SELATAN”

(Dr. Bahrul Ilmi, M.Kes.)*


*Jurusan Keperawatan Poltekkes kemenkes Banjarmasin.

 Tuberkulosis pada anak Indonesia usia < 15 tahun sebesar 8,8% dari total kasus
tuberkulosis, dan 2 – 16% pada tingkat provinsi (WHO. 2012). Data pada Provinsi Kalimantan
selatan dari tahun 2009 s/d 2011 sebanyak 28 kasus dengan BTA+ usia 0-14 tahun (Dinkes.
Prov. Kalsel 2010, 2011 dan 2012). Banyak pasien yang tidak dilakukan pengobatan sekitar
10% tiap tahun (WHO, 2010), angka TB Anak adalah 8.8% dari 3.153 maka angka kejadian
TB Anak di Kalsel adalah 241 kasus/ tahun.  
Peran perawat dalam evidence based practice terhadap Indeks prediktif TB Anak di
Kalimantan Selatan, adalah tingkah laku praktik berbasis bukti yang diharapkan dari perawat
terhadap indeks prediktif TB Anak di Kalimantan selatan. Meliputi Lingkungan social budaya,
Lingkungan Biologis, Lingkungan Fisik Rumah, Riwayat Imunisasi dan Gizi. Berdasarkan hal
tersebut diharapkan dalam penanganan tuberculosis pada anak harus memperhatikan factor social
budaya, biologis, fisik rumah, riwayat imunisasi dan sttaus gizi anak tersebut. Sehingga
diharapkan angka kejadian TB Anak dapat mengalami penurunan.

Kata Kunci: Peran Perawat, Evidence Based Practice, Indeks Prediktif TB Anak.
Dr. Bahrul Ilmi, M.Kes.
Senior Lecturer and Researcher.
Polytechnic of Health, Indonesia Ministry of Health, Banjarmasin, South Kalimantan Province, Indonesia.
Email: ilmie.bahrul@gmail.com
Address: Street Mistar Cokrokusumo number 1A Banjarbaru, zip code 70714

======================================
Beberapa pengertian peran perawat;
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam hal ini
perawat (CHS, 1989),
Menurut lokakarya Nasional (1983): sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola
pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan.
Peran menurut Kozier, Barbara (1995) :  Seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Pengertian Evidence Based Practice:


Praktik berbasis bukti (evidence-based practice) adalah menerapkan hasil penelitian
(bukti) terbaik yang tersedia ketika membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.
Perawat kesehatan profesional yang melakukan praktik berbasis bukti menggunakan hasil
penelitian, keahlian klinis dan preferensi pasien dalam membuat keputusan perawatan. Tinjauan
sistematis (ringkasan hasil penelitian kesehatan) memberikan informasi yang membantu dalam
proses praktik berbasis bukti.
Indeks Prediktif TB Anak di Provinsi Kalsel:
Berdasarkan hasil penelitian Ilmi, B (2013) bahwa Indeks Prediktif TB Anak di provinsi
Kalimantan Selatan adalah:
1. Lingkungan social budaya (0,53)
2. Lingkungan Biologis (0,44)
3. Lingkungan Fisik Rumah (0,19)
4. Riwayat Imunisasi dan Gizi (0,19)

Lingkungan social budaya (LSB):


Berdasarkan temuan tersebut LSB mempunyai pengaruh langsung terhadap terjadinya TB Anak
di Kalimantan selatan. Meliputi; Jaringan social (social network), dukungan social (social
support) dan kemampuan bersama (collective efficacy).
Jaringan sosial merupakan jaringan pertemanan, dimana antara individu yang satu dengan
individu, tetangga, kelompok atau masyarakat yang lainnya saling interaksi, saling kunjung
mengunjungi (silaturrahmi) dalam kehidupannya. Menurut Berkman, (2002) Jaringan sosial
berproses melalui; pemberian dukungan sosial, pengaruh sosial, keterlibatan sosial, kontak orang
ke orang, dan akses ke sumber daya dan materi.
Dukungan sosial yang terjadi kalau ada anak yang diduga sakit TB maka dukungan
masyarakat, tetangga akan memberikan informasi, dan penjelasan tentang keadaan kesehatan
anaknya, disarankan untuk periksa ke puskesmas atau RS, disamping itu diantar ke RS, serta
dijenguk pada saat di rawat di RS. Pengaruh sosial yang akan terjadi dengan adanya jaringan
sosial adalah norma berbagi tentang perilaku kesehatan (seperti kalau sakit pergi ke
puskesmas/Rs, kepatuhan pengobatan). Jaringan dapat mempengaruhi kesehatan adalah dengan
mendorong partisipasi dan keterlibatan sosial dalam memberantas penyakit TB, seperti adanya
kader kesehatan, pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi penyakit TB anak.
Berdasarkan hasil penelitian Hargreaves, et al., (2011) bahwa signifikan sosial ekonomi
yang menyebabkan hambatan untuk menunda mereka berobat ke pelayanan kesehatan adalah
kurangnnya dukungan sosial ketika mereka jatuh sakit dan mencari perawatan. Sehingga dengan
dukungan sosial yang baik dan tepat kepada penderita TB untuk mencari pengobatan maka
kejadian penyakit TB dapat dikurangi atau menurun. Menurut Berkman (2000) struktur
hubungan jaringan mempengaruhi kesehatan melalui penyediaan dukungan sosial, walaupun
tidak semua hubungan yang mendukung. Dukungan sosial yang tinggi dari individu, keluarga,
tetangga dan masyarakat terhadap penderita TB anak maka diagnose cepat kasus TB akan
didapatkan dan penemuan kasus TB untuk pengobatan dapat berjalan dengan baik.
Faktor Keyakinan bersama dalam mengatasi penyakit TB pada anak disebabkan karena
adanya jaringan social yang kuat, sehingga memunculkan dukungan sosial yang pada akhirnya
menimbulkan keyakinan bersama dalam mengatasi masalah penyakit TB. Dalam jaringan sosial
masyarakat di Kalimantan Selatan kebanyakan mereka mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan
seperti; yasinan, baca gurdah, rukun kematian. Dan kegiatan lainnya sperti perkumpulan
pembesaran ikan, perkumpulan perempuan, perkumpulan kader, perkumpulan ibu ibu PKK, yang
mana komponen kegiatan tersebut dapat menimbulkan dukungan social dan keyakinan bersama
dalam masyarakat warga setempat untuk secara bersama dalam mengatasi permaslahan penyakit
TB pada anak. Hal ini seperti yang dikatakan bahwa Efikasi kolektif sering tercermin dari
berfungsinya organisasi pelayanan masyarakat, gereja (keagamaan) dan dukungan informal
melalui jaringan social tetangga, masyarakat sekitar (Browning dan Cagney, 2002). Jadi jelaslah
bahwa keyakinan bersama dapat mempengaruhi kejadian TB pada anak, dan lebih lanjut
dikatakan bahwa keberhasilan kolektif serta keterlibatan agama masing masing bermakna
dikaitkan dengan kematian usia menengah. Sehingga dengan kemampuan bersama yang baik
akan memperpanjang usia, sedangan kemampuan bersama yang kurang adalah prediktor
signifikan dari angka kematian pada pria dan wanita.

Lingkungan Biologis (LB)


Menurut Ilmi, (2013) lingkungan biologis berpengaruh secara langsung terhadap kejadian
TB Anak di kalimantans selatan. LB dalam hal ini adalah TB Kontak Lingkungan biologis
adalah TB Kontak, dimana anak tertular penyakit TB karena kontak lama dengan penderita TB
dewasa. Seperti kita ketahui bahwa TB merupakan penyakit menular yang ditularkan melalui
udara pada saat penderita batuk atau bersin pada saat bicara, sehingga dengan kontak yang lama
dan tinggal dalam satu rumah maka risiko penularan TB Paru cukup tinggi. Hal ini berdasarkan
hasil penelitian terbaru Lestari, P (2011) menyatakan waktu yang diperlukan seseorang untuk
terinfeksi TB selama kontak penderita TB sputum positif adalah memerlukan waktu 8 minggu
(Lestari P, 2011). hal ini sejalan dengan penelitian di Gambia bahwa pada anak yang kontak
dengan penderita TB berisiko tinggi untuk tertular dan menjadi penderita TB, meskipun dilkukan
vaksinasi BCG (Lienhardt, et al., 2003).

Lingkungan Fisik Rumah (LFR):


LFR berpengaruh positif dengan kejadian TB anak dan berpengaruh langsung terhadap
kejadian TB anak. Pengaruh LFR terhadap kejadian TB banyak dibuktikan dari beberapa hasil
penelitian, seperti menurut penelitian Rusnanto, et al., (2006) bahwa kelembaban kamar tidur,
ventilasi kamar tidur, mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian TB Paru. Lebih
lanjut penelitian Fatimah, S., (2008) bahwa suhu, kelembaban, ventilasi, pencahayaan dan jenis
dinding berhubungan dengan kejadian TB. Menurut Hargreaves, et al., (2011) bahwa ventilasi
yang buruk, kepadatan rumah dapat meningkatkan kemungkinan individu yang tidak terinfeksi
terkena infeksi TB. berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 Perumahan Rumah tangga di
Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai lantai yang bukan tanah sebanyak 97,7% (rentang:
96,3-99,6%) Namun masih terdapat 2,3% rumah tangga dengan lantai rumah tanah, dan
kepadatan hunian di atas 8 m² per kapita sebesar 84,7% (rentang: 73,5-94,6%). dan 15,3%
dengan tingkat hunian padat (Riskesdas, 2010)

Riwayat Imunisasi dan Gizi (RI&G):


Riwayat Imunisasi dan Gizi berpengaruh positif dengan kejadian TB, dengan demikian
riwayat imunisasi dan gizi berpengaruh langsung terhadap kejadian TB anak. Rriwayat
imunisasi juga salah satu indikator dari daya tahan tubuh, dengan imunisasi maka tubuh
mempunyai kekebalan (imunnitas) terhadap suatu penyakit. Sehingga anak yang diberikan
imunisasi BCG dapat mengurangi terkena infeksi TB cukup efektif dan dapat mencegah TB pada
anak sampai 80%, sehingga dengan imunisasi BCG tersebut tubuh mempunyai kekebalan aktif.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 cakupan imunisasi BCG provinsi Kalimantan Selatan
76,3 %, lengkap 52: 52,5% tidak lengkap: 27,5% dan tidak diimunisasi: 20,0% (Riskesdas,
2010).

Status gizi pada anak juga sangat penting, karena asupan gizi yang baik pada anak dapat
meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga tidak mudah terserang penyakit. Sedangkan asupan
gizi yang tidak memenuhi syarat kesehatan tentunya rentan terhadap infeksi kuman M.tb.
berdasarkan hasil riskesdas 2010, Prevalensi Rumah Tangga dengan konsumsi energi dan
protein dibawah rerata nasional sebesar 69,3% (energi) dan 53,0% (protein). Konsumsi energy
dan protein yang kurang tentunya berpotensi menimbulkan gizi kurang dan bahkan gizi buruk,
hal ini sesuai dengan Riskesdas tahun 2010, bahwa provinsi Kalimantan Selatan gizi buruk 6,%
dan gizi kurang 16,8% (Indonesia gizi buruk 4,9 dan kurang 13,0) (Riskesdas 2010).

Peran perawat dalam mengatasi kejadian TB Anak berdasarkan Evidence Based:


Berdasarkan evidence-based penelitian tersebut, bagaimana peran perawat dalam
mengatasi penyakit TB Anak terhadap aspek Lingkungan social budaya, Lingkungan Biologis,
Lingkungan Fisik Rumah, dan Riwayat Imunisasi dan Gizi. Berdasarkan hal tersebut kejadian
TB anak adalah kebanyakan melibatkan perawatan di komunitas atau masyarakat.
Peran perawat di komunitas sangatlah besar dalam mencegah individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang beresiko terhadap penularan penyakit TB, memberikan suport dan edukasi
pada keluarga bagaimana cara menjadi PMO yang cakap, memberikan informasi pada keluarga
seputar pengetahuan, pencegahan dan perawatan pada pasien TB. Pelayanan keperawatan
komunitas dapat dilakukan melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier dengan
berbagai terapi modalitas dan rehabilitasi yang dapat diterapkan melalui pemberdayaan
masyarakat.

Friedman, et al (2003), menyebutkan bahwa perawat komunitas/kesehatan masyarakat


(perkesmas) melalui perannya dapat meningkatkan peran serta masyarakat melalui
pemberdayaan dan membuat masyarakat dapat mengungkapkan kebutuhan, keinginan dan
memikirkan strategi untuk terlibat dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan pencegahan
dan penanganan penyakit TB.

Peran perawat dalam mengatasi masalah kejadian TB anak berdasarkan Indek prediktif
TB Anak, yang merupakan peran Perawat Puskesmas dapat melaksanakan enam peran, yaitu
sebagai:
1. Pemberi pelayanan kesehatan
2. Penemu kasus
3. Pendidik kesehatan
4. Koordinator dan kolaborasi
5. Konselor
6. Role model

Peran Perawat berdasarkan Konsorsium ilmu kesehatan 1989 (Nurslam, 2010)


1. Pemberi asuhan keperawatan
2. Advokator
3. Konsultan
4. Edukator
5. Pembaharu
6. Koordinator

Berdasarkan uraian diatas, peran perawat dapat disimpulkan :


1. Pemberi pelayanan kesehatan dan Asuhan Keperawatan
2. Penemu kasus
3. Pendidik kesehatan
4. Koordinator dan kolaborasi
5. Konselor
6. Role model
7. Advokator
8. Konsultan

Adapun peran tersebut dapat digunakan dalam mengatasi kejadian TB pada Anak sesuai Indeks
prediktif TB Anak, yang meliputi:
1. Pemberi Pelayanan Kesehatan & Asuhan keperawatan
Perawat puskesmas memeberikan pelayanan kesehatan kepada individu,keluarga,
kelompok/masyarakat berupa asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang utuh/holistik,
komprehensif meliputi pemeberian asuhan pada pencegahan tingkat pertama,tingkat kedua
maupun tingkat ketiga. Dalam peran ini yang dilakukan perawat adalah:
a. Memberikan Asuhan keperawatan kepada pasien TB Anak dengan melibatkan keluarga,
baik asuhan langsung (direct care) kepada klien, maupun tidak langsung (indirect) di
berbagai pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, sekolah, Rutan/Lapas, panti, Posyandu,
dan diKeluarga (rumah klien) .
b. Menerapkan proses keperawatan dalam melakukan asuhan pada TB Anak (pasien
centered) dengan melibatkan keluarga (Family centered) dari pengkajian sampai evaluasi.
c. Merencanakan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan kepada penderita dan
keluargannya.
d. Memberikan dukungan Sosial kepada pasien dan keluargannya dalam hal (dukungan
informasi tentang penyakit TB pada anak, dukungan psikologis, dukungan Instrumental)
2. Penemu kasus.
Perawat Puskesmas berperan dalam mendeteksi dan menemukan kasus serta melakukan
penelusuran terjadinya penyakit. Tindakan yang dilakukan dalam penemuan kasus TB Anak
adalah dengan cara Skoring sistem yang direkomendasikan Ikatan Dokter Indonesia IDAI,
dilakukan oleh perawat yang terlatih:
a. Melakukan Anamnesis pada Anak ditemukan data:
1) Selama 2 bulan berat badan berkurang tanpa sebab yang jelas
2) Demam berlanjut sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
3) Terdapat batuk kronik ≥ 3 minggu, ada atau tidak wheezing
4) Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB dewasa

b. Melakukan pemeriksaan fisik ditemukan data:


1) Kelenjar limfe leher, aksila dan inguinal mengalami pembesaran
2) Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, pada jari jari.
3) Uji tuberculin positif pada anak dengan TB, tetapi bisa negative pada anak dengan TB
milier, gizi buruk, menderita HIV/AIDS atau baru menderita campak
4) Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.
Dengan penemuan kasus tersebut anak yang di diagnosis TB dapat segera dilakukan pengobatan
sesuai program pemberantasan TB pada anak.
3. Pendidik/Penyuluh Kesehatan.
Pembelajaran merupakan dasar dari pendidikan kesehatan yang berhubungan semua tahap
kesehatan dan semua tingkat pencegahan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat Puskesmas
mampu mengkaji kebutuhan klien; mengajarkan agar melakukan pencegahan tingkat pertama
dan peningkatan kesehatan klien kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sebagai
penyuluh dan pendidik pada klien TB anak perawat dapat melakukan:
a. Merencanakan penyuluhan tentang Penyakit TB pada anak dari pengertian, tanda gejala, cara
pencegahan dan terapi yang dilakukan.
b. Mendidik klien TB tentang pentingnya minum obat secara teratur dan adanya PMO
c. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya zat gizi untuk kesembuhan klien dengan TB
d. pentingya konsep rumah sehat dalam perkembangbiakan kuman TB dan penularan di dalam
rumah akibat dari rumah yang tidak sehat.
e. pentingnya memeriksakan diri ke petugas kesehatan atau ke puskesmas kalau ada anggota
keluarga yang sakit atau menderita batuk yang tidak sembuh sampai 3 minggu tidak sembuh
sembuh.
f. Pentingnya mencegah kontak dengan penderita TB dewasa.
4. Koordinator dan kolaborator
Perawat Puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan yang
diterima oleh keluarga dari berbagai program, dan bekerja sama dengan keluarga dalam
perencanaan pelayanan keperawatan serta sebagai penghubung dengan institusi pelayanan
kesehatan dan sektor terkait lainnya.
a. melaksanakan kolaborasi dengan tenaga ahli gizi dalam mengatasi masalah Gizi Anak
b. berkoordinasi dengan sector perbaikan perumahan (bedah rumah) untuk membantu pemilikan
rumah sehat. Sehingga rumah tidak lagi dapat mempengaruhi terjadinya TB Anak.
c. berkolaborasi dengan tim kesehatan (dokter) dalam penanganan TB anak
d. berkolaborasi dengan petugas asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin.

5. Konselor (Conselor)
Konseling adalah proses membantu klien dan keluarga untuk menyadari dan mengatasi
tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan
untuk meningkatkan perkembangan seseorang.
Peran perawat sebagai seorang yang membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalah
yang mereka hadapi sehubungan dengan penyakitnya:
a. Perawat memberikan dukungan social (dukungan informasi, dukungan emosional dan
intelektual kepada klien dan keluarganya.
b. Perawat mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
c. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
d. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan.
e. Perawat menjelaskan pada keluarga betapa pentingnya social network, social support dan
collective efficacy terhadap penderita dengan melibatkan anggota keluarga yang lain.

6. Panutan (Role model)


Perawat merupakan seorang yang menjadi panutan dalam kehidupan nya terutama dalam
hal masalah kesehatan, sehingga perawat dituntut untuk menjadi role model yang baik dalam
mengatasi masalah kesehatan.
Perawat bisa memberikan contoh dalam hal perilaku sehat:
a. Perilaku hidup bersih dan sehat
b. Perilaku pencegahan penyakit, kalau batuk menutup mulut, tidk meludah sembarangan.
c. Kalau sakit harus berobat ke petugas kesehatan yang terdekat

9. Pembela (Advocate)
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien, juga
dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak klien.
Tugas perawat :
1. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi
dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan
untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya.
2. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien Perawat adalah anggota tim kesehatan
yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu
membela hak-hak klien.
3. Memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien, klien harus
mendapatkan perawatan sesuai kebutuhannya. Contohnya pada penderita TB biasannya
adalah masyarakat miskin sehingga harus dipanstikan klien dengan TB dilakukan
pengobatan

10. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Yang dapat dilakukan perawat dalam bentuk konsultasi untuk mendapatkan pengobatan, dan
perawatan yang baik

Kesimpulan:

Peran perawat dalam mengatasi kejadian TB Anak dapat dilakukan oleh perawat baik
perawatan langsung maupun perawatan tidak langsung di masyarakat/ komunitas sesuai dengan
peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien TB dan dalam mencegah individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang beresiko terhadap penularan penyakit TB.

Kepustakaan:

Kozier B , 1994, Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice, Eighth Edition,
publisher Addison-Wesley Longman, Incorporated.

Elly, S. L., 2012.Model Integrasi Self Care dan Familly Centered Nursing.Makassar:Pustaka
Timur-CEPSIS.

Friedman, Marilyn M., 2003, Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktik  Edisi 5,
penerbit EGC, Jakarta.

Iqbal. WM, 2010, Pengantar Keperawatan Komunitas, , Penerbit Sagung Seto.

Nursalam, 2010, Konsep & Metode Keperawatan, Salemba, Jakarta.

Ilmi, B. (2013) Indek Prediktif TB Anak di Provinsi Kalimantan Selatan. Disertasi. Pascasarjana
Unair, Surabaya.
Berkman, dan Kawachi, 2000. Social Epidemiology. New York, Oxford University Press, 198
Madison Avenue.
Berkman L., F., dan Syme L., 2002 Sosial Networks, Host Resistance, and Moratality: A Nine
Year Follow of Study of Alameda Country Residents. American. American Journal of
Epidemiologi. Vol. 12. Halaman 87- 94.

Hargreaves JR., Baccia D., Evans CA., Adato, da Petticrew M., 2011. The Sosial Determinan of
Tuberculosis: From Evidence to Action. London. UKPMC Funder Group Author
Manuscript Am J Public Health, available in PMC 2011 May 27. Halaman 654-662.

Browning C., R., dan Cagney K., A., 2002. Neighborhood Structural Disadvantage, Collective
Efficacy, and Self-Rated Physical Helath in an Urban Setting. Journal of Health and
Social Behavior. Vol 43, No. 4 (Dec., 2002) halaman 383-399. Published by: American
Sociological Association, http://www.Jstor.org/stable. di akses 12 Maret 2012.

Lestari, P., 2011. Peran Kondisi Lingkungan Rumah, Status Gizi, Status Besi, Respon Imun dan
Polimorfisme NRAMPI terhadap Probabilitas Kejadian Sakit pada Anak Kontak TB,
Disertasi, Surabaya. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

Fatimah, S., 2008, Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian
TB Paru di Kab. Cilacap Kecamatan Sidareja Patimuan Gandrungmangu, Bantasari tahun
2008. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Rusnanto, Rahmatullah P, Udiono A., 2006. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB
Paru pada Usia Dewasa (Studi Kasus di Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Paru Pati). Artikel Publikasi, PDF created with pdf. Factory pro trial version www.
Pdffactory.com. diakses tanggal 6 Februari 2012.

Badan Litbang Kemenkes RI, 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Jakarta: Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai