OLEH
KUPANG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
ISPA merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai dan merupakan
salah satu penyebab kesakitan pada bayi diseluruh dunia.Tingkat kematian tertinggi terjadi
pada anak dibawah 5 tahun, terutama di Negara berpendapatan rendah dan menengah. ISPA
merupakan salah satu penyakit yang sering melakukan konsultasi atau perawatan di fasilitas
DataWorld Health Organization (WHO) 2020 angka kejadian ISPA yang terjadi
pada negara berkembang berkisar diangka 15%-20% per-tahun dengan angka kematian pada
balita diatas 40 per-1000 kelahiran pada golongan usia balita. Sekitar 4 juta bayi meninggal
setiap tahun akibat penyakit ISPA.dimana 98% kematian tersebut disebabkan oleh
pneumonia, bronkitis, dan bronkiolitis.(WHO, 2020). Kasus ISPA terbanyak terjadi di India
dengan jumlah 43 juta jiwa, China 21 juta jiwa.Pakistan 10 juta jiwa, dan Bangladesh,
Indonesia, dan Nigeria dengan jumlah masing-masing 6 juta jiwa (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan Hasil Riset Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 jumlah kasus
ISPA di Indonesia sebanyak 12.495,00 jiwa, pada tahun 2020 kasus ISPA mengalami
penurunan dengan jumlah kasus 2.378,00 jiwa, namun pada tahun 2021 jumlah kasus ISPA
dengan kasus ISPA terbanyak terdapat pada provinsi papua dengan jumlah kasus sebanyak
10,5%, Bengkulu 8,9%, papua barat 7,5%, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berada diurutan
ke-4 dari 34 Provinsi dengan jumlah kasus 7,3%. Sedangkan prevalensi ISPA di Indonesia
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun
2018, Prevelensi ISPAdi Nusa Tenggara Timur (NTT) yaitu sebanyak 7,30%.Dimana
jumlah kasus tertinggi terdapat pada kabupaten Belu dengan jumlah kasus 14,79%, Lembata
14,16%, Sika 14,04%, dan Flores Timur 13,78%, Sedangkan Kabupaten Kupang berada di
urutan ke-8 dari 22 kabupaten dengan jumlah kasus 9,09%. Sedangkan prevalensi ISPA di
NTT Tahun 2018 berdasarkan kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebanyak 12,7% (Kemenkes
RI, 2018).
Berdasarkan data awal yang diambil oleh peneliti pada tanggal 05 Juli tahun 2022 di
Puskesmas Batakte, dalam 2 tahun terakhir penyakit ISPA dipuskesmas batakte berada
diurutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di puskesmas batakte. ISPA juga menjadi
penyebab pneumonia tertinggi dari tahun 2020-2021. pada tahun 2020 jumlah penyakit
ISPA (pneumonia) pada balita sebanyak 81 balita dan ISPA(bukan pneumonia) sebanyak
454 balita sedangkan pada tahun 2021 jumlah ISPA (pneumonia) sebanyak 50 balita dan
ISPA terjadi karena dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti
jenis kelamin pada anak, beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ISPA
pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Jenis tempat tinggal, riwayat
orang tua merokok, penularan ISPA antar anggota keluarga dan status gizi anak terbukti
mempengaruhi kejadian ISPA pada anak.Tingkat pendidikan ibu juga sangat mempengaruhi
kejadian ISPA pada Balita, di mana ibu yang berpendidikan SD atau tidak berpendidikan
memiliki risiko lebih tinggi terkena ISPA. Selain itu, bahan bakar memasak yang digunakan
di rumah tangga juga mempengaruhi kejadian ISPA pada anak (Ridwan et al 2021).
Menurut Ritonga dan Kurniawan (2021) bahwa anak laki-laki memiliki risiko lebih
mudah menderita ISPA dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan oksigen pada anak laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan, di
mana perempuan lebih banyak membutuhkan oksigen sehingga mereka kurang berisiko
terkena penyakit ISPA.Selain itu, anak laki–laki juga lebih sering melakukan aktivitas
seperti bermain di luar rumah sehingga keterpaparan udara lebih banyak daripada anak
perempuan yang lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah (Sari, 2017).
Selain factor lingkungan balita yang mengalami berat lahir rendah juga beresiko
terkena penyakit ISPA, dikarenakan bayi berat lahir rendah (BBLR) masih belum sempurna
organ-organ pernapasannya, otot pernapasan masih lemah dan saluran pernapasannya masih
belum berkembang.. Ada beberapa proses dimana seorang BBLR dapat mudah terserang
sturuktural paru, serta rendahnya komponen limfosit sel B, limfosit sel T, dan kadar
Pengetahuan orang tua tentang penyakit ISPA merupakan modal utama untuk
terbentuknya kebisaan yang baik demi kualitas kesehatan anak.orang tua yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang ispa diharapkan akan membawa dampak positif bagi
kesehatan anak karena risiko kejadian ispa pada anak dapat di eliminasi seminimal mungkin
(Dewiyanhi, 2018).
Sikap dan tindakan orang tua dalam menghadapi anak yang sakit akan sangat
mempengaruhi apakah orang tua mampu merawat anaknya. Sikap dan tindakan itu sendiri
merupakan suatu pengetahuan yang didasari dengan sifat kesediaan dalam melakukan suatu
tindakan berdasarkan ilmu yang dimiliki orang tua dalam merawat anaknya yang
sakit.Orang tua yang mengetahui penyakit yang dialami anaknya dan memiliki sikap yang
baik dalam memberikan perawatan dapat mencegah dampak negatif penyakit yang tidak
Kemandirian orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran
orang tua dalam merawatan anak. Kemandirian orang tua dalam pencegahan ISPA sangat
mendukung untuk melakukan perawatan kepada balita dan anak- anak, karena yang biasa
terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih
rentan terserang oleh penyakit. Sehingga orang tua harus mengerti tentang dampak negatif
dari penyakit ISPA seperti ISPA yang bisa menjadi Pneumonia yang dapat mengakibatkan
kematian, jika tidak segera ditangani (Irawan 2019). Ada beberapa cara yang bisa di lakukan
orang tua dalam merawat balita dengan ISPA seperti pemberian makan yang cukup gizi,
pemberian ASI pada balita yang masih menyusui masih di teruskan dan ada juga beberapa
ramuan tradisional seperti jeruk nipis ½ sendok teh yang di campur kecap atau madu ½
Pemberian edukasi supportif atau pendidikan kesehatan yang terencana dan terarah
dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap orang tua dalam merawat anak yang sakit,
sehingga pemberian edukasi supportif ini merupakan salah satu alternatif yang efisien
diberikan kepada orang tua dalam merawat anak yang sakit. Edukasi merupakan proses
merupakan upaya penambahan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan praktik serta
pengalaman yang baru; sedangkan supportif merupakan sesuatu dalam memberi dukungan
yang paling cocok/akurat dan menarik untuk dipakai dalam menyampaikan informasi
dalam membina dan memelihara perilaku sehat. Salah satu metode yang paling cocok dan
menarik adalah dengan menggunakan Media Audio Visual, yaitu jenis media yang selain
mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat salah satunya
dengan menggunakan rekaman vidio, Kemampuan media ini dianggap lebih akurat,
penelitian Aprianus (2022) support edukasi mampu meningkatkan pengetahuan pada pasien
hipertensi, Pratiwi (2015) support edukasi mampu meningkatkan kepatuahn ibu konsumsi
tablet FE pada ibu hamil, dan penelitian Warsito (2019) support edukasi mampu mengurangi
kecemasan pada pasin pre operarasi. Dari beberapa penelitian tersebut suportif edukasi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2021) menunjukan bahwa terdapat
Pengaruh program edukasi suportif terhadap sikap orang tua dalam merawat anak dengan
ISPA di puskesmas jetis II yogyakarta, dimana sebelum diberikan edukasi responden masuk
dalam kategori kurang dan setelah diberikan edukasi terdapat perubahan yang sigifikan dan
Penelitian terkait edukasi suportif terhadap pengetahuan dan sikap orang tua dalam
merawat balita sudah dilakukan akan tetapi penelitian terkait kemandirian orang tua dalam
merawat balita dengan ISPA jarang dilakukan atau tidak pernah dilakukan oleh karna itu
peneliti tertarik untuk meniliti Tentang Pengaruh Supportif Edukasi Terhadap Pengetahuan,
Sikap, Dan Kemandirian Orang Tua Dalam Perawatan Balita Dengan ISPA Di Puskesmas
Batakte.
Kemandirian Orang Tua Dalam Perawatan Balita Dengan ISPA Di Puskesmas Batakte?
Batakte.
Di Puskesmas Batakte
Puskesmas Batakte
3 Mengidentifikasi kemandirian Orang Tua Dalam Perawatan Balita Dengan ISPA
Di Puskesmas Batakte
Batakte
Dapat menjadi bahan masukan bagi pembaca tentang penetahuan, sikap, dan
1) Lokasi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna serta dapat di
kesehatan pada balita terutama yang berhubungan pada penyakit ISPA yang ada di
Puskesmas Batakte.
2) Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang
Diharapkan penelitian ini dapat di gunakan sebagai acuan dan data dasar untuk
peneliti selanjutnya.
4) Bagi Keluarga
Meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan balita dengan ispa
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian diatas hanya
berfokus pada pengetahuan, sikap, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
bukan hanya berfokus pada pengetahuan dan sikap tetapi juga berfokus pada kemandirian