Anda di halaman 1dari 68

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit di fasilitas kesehatan tingkat

dasar yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan

bayi dan balita (WHO, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Gera et al (2016) strategi MTBS untuk anak-anak di bawah lima

tahun di Bangladesh memperkirakan bahwa angka kematian anak 13%

lebih rendah dengan dilakukannya MTBS. Penyakit utama yang menjadi

penyebab kematian bayi dan balita salah satunya adalah diare (Kemenkes

RI, 2015).

Diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya

sehari disertai dengan perubahan konsisten tinja menjadi cair dengan atau

tanpa darah (Brandt, de Castro Antunes, & da Silva, 2015). Menurut

World Health Organization (2015) angka kematian akibat diare

diperkirakan 42 % di Nigeria dan India dan 39% anak dengan diare

mendapat penanganan yang sesuai. Berdasarkan Riskesdas (2013) di

Indonesia tingkat kematian bayi mencapai 31,4 % dan balita sebanyak

25,2 %. Hasil Survei morbiditas diare di Indonesia pada tahun 2014,

insiden diare yaitu 270/1.000 penduduk, tahun 2016 diperkirakan jumlah

penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak 6.897.463 orang sedangkan

1
jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas kesehatan

adalah sebanyak 3.198.411 orang atau 46,4% dari target (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Hal ini diare masih merupakan

masalah kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan beberapa penelitian faktor yang menyebabkan tingginya

angka mortalitas dan morbiditas balita sakit adalah kurangnya antisipasi

dalam penatalaksanaan diare, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu

yang rendah tentang perawatan diare (Masiha, 2015; Radlovic et al, 2015).

Penelitian yang dilakukan Article (2016) di Pakistan bahwa mayoritas ibu

tidak memiliki pengetahuan yang jelas tentang pencegahan dan praktik

ideal selama diare. Hal ini peran keluarga sangat penting dalam mencegah

dan menangani diare.

Peran keluarga dalam menangani diare sangat penting sehingga keluarga

yang paling dekat balita yaitu ibu dituntut untuk mengetahui dan terampil

menangani penyakit diare ini ketika anaknya sakit (Mumtaz et al., 2014).

Pemberian cairan tambahan dan melanjutkan pemberian makan menjadi

bagian penting yang harus diperhatikan dalam perawatan balita dengan

diare dirumah (WHO, 2017). Metode yang efektif perlu dikembangkan

sehingga ibu dapat mencegah terjadinya diare, ibu juga perlu mengenal

diare dan tanda bahaya diare sehingga ibu mengetahui kapan mencari

pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit

anaknya tidak menjadi berat salah satunya dehidrasi.

2
Dehidrasi sangat rawan terjadi pada balita karena kebutuhan akan cairan

dan penggantinya untuk ukurannya relatif lebih besar, daya tahan tubuh

kurang dan kerentanannya terhadap agen fekal oral (Barr & Smith, 2014).

Pada balita dengan diare sangat rentan terjadi penurunan berat badan yang

mengakibatkan pertumbuhan terganggu. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Giannattasio, Guarino, & Lo Vecchio (2016) di Italia

bahwa anak-anak sakit dengan diare 10% dari waktu selama 24 bulan

pertama adalah 1,5 cm lebih pendek daripada anak-anak yang tidak pernah

mengalami diare. Menurut Pinkerton et al (2016) diare anak usia dini dan

stunting memiliki efek independen pada fungsi intelektual anak-anak

hingga masa kanak-kanak. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan peran

perawat memberikan pendidikan kesehatan agar orang tua dapat merawat

anak dengan baik dalam kondisi sehat maupun sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan Joseph & Naregal (2014) di India

menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan metode yang

efektif untuk memberikan pengetahuan dengan referensi untuk

pencegahan dan manajemen rumah diare. Peran perawat dapat membantu

ibu dalam memberikan pengetahuan dalam perawatan balita sakit dengan

diare untuk mencegah komplikasi lain dan bisa menindaklanjuti setelah

sesampainya di rumah (Desta, Assimamaw, & Ashenafi, 2017).

3
Peningkatan pengetahuan dan sikap orang tua maupun pengasuh dalam

perawatan balita sakit dan bayi muda dapat dilaksanakan melalui

penyampaian informasi, melaksanakan komunikasi dan edukasi secara

terus menerus dan bertahap, baik perorangan maupun kelompok (Hirsh,

Blais, Burkes, Verma, & Croitoru, 2014). Komunikasi, informasi, edukasi

(KIE) dapat mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang

positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat/ klien

(Indonesia, 2013). Oleh karena itu pendidikan kesehatan dengan metode

KIE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam

tatalaksana diare balita.

Kegiatan KIE dilaksanakan pada setiap kunjungan balita sakit dan

kunjungan bayi muda (termasuk kunjungan neonatal). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Chaudhuri, Dutt, Goswami, Benerjee, &

Lahiri (2017) bahwa informasi yang tepat untuk orang tua mengenai

pencegahan morbiditas umum seperti pneumonia, diare dan malnutrisi

harus diberikan di setiap pelayanan kesehatan. Kegiatan KIE bagi balita

dan bayi muda secara individu atau berkelompok bisa dilakukan di dalam

gedung Puskesmas maupun di luar gedung terintegrasi seperti posyandu

dan pos paud (Kementerian Kesehatan, 2015).

Dalam pelaksanaannya KIE secara umum dengan memberikan contoh

langsung atau dengan menggunakan berbagai macam media seperti video,

alat peraga, lembar balik, leaflet dan kartu nasehat ibu (card advise)

4
(Levitskaya et al., 2018). Tujuan penggunakan media komunikasi

informasi edukasi (KIE) adalah untuk mempermudah pemahaman orang

tua atau pengasuh balita dan bayi muda dalam perawatan sehari - hari di

rumah (Kementerian Kesehatan, 2015). Hal ini sesuai dengan penelitian

Kec & Kab (2018) menunjukkan adanya perubahan pengetahuan siswa

sebelum dan sesudah dilakukan Intervensi KIE dengan leaflet yaitu yang

berpengetahuan baik sebesar 3,3% menjadi 43,3%. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian Nisa & P.S (2017) terdapat perbedaan yang bermakna

pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai tatalaksana diare balita antara

yang diberikan pendidikan kesehatan dengan media kalender (p=0,011,

α=0,05).

Adapun yang dimaksud dengan media terpadu yaitu penggunaan beberapa

media sekaligus pada saat pemberian KIE oleh perawat menggunakan

video, alat peraga dan kartu nasehat ibu (card advise) dalam penyampaian

KIE (Kementerian Kesehatan, 2015; Levitskaya et al., 2018).

Pengggunaan media terpadu sangat diperlukan untuk mencapai tujuan KIE

dalam memberikan pemahaman terhadap orang tua tentang perawatan bayi

dan balita sehari-hari dirumah yang sangat kompleks meliputi

pengetahuan, sikap dan tindakan (Kementerian Kesehatan, 2015). Oleh

karena itu penggunaan media terpadu akan merangkap dalam pemberian

komunikasi, informasi dan edukasi.

5
Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang ada di Pulau Sumatera

tepatnya di bagian timur Pulau Sumatera yang terdiri dari 9 kabupaten dan

2 kota yaitu Kota sungai penuh dan Kota Jambi (Profil, 2017).

Berdasarkan data Dinkes Kota Jambi (2018) dilaporkan bahwa diare

merupakan 10 penyakit terbesar di Kota Jambi. Dari seluruh Puskesmas

Kota Jambi di Puskesmas Tanjung Pinang ditemukan penyakit diare paling

banyak yaitu 2247 pada tahun 2017. Kelurahan Rajawali merupakan

wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang yang paling banyak balita

menderita diare. Oleh karena itu peneliti memilih salah satu posyandu di

Kelurahan Rajawali yaitu Posyandu Mawar.

Upaya meningkatkan derajat kesehatan pada anak, sejalan dengan

kebijakan pembangunan kesehatan Provinsi Jambi dalam pelaksanaan

program penanggulangan penyakit diare adalah semua kelompok umur

dengan mengutamakan pelayanan bagi golongan balita untuk

pengendalian dan pemberantasan penyakit (Clark et al., 2015). Namun,

kenyataannya penyakit diare merupakan penyakit terbesar di Kota Jambi

(Dinkes Kota Jambi, 2018). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

yang dilakukan peneliti terhadap orang tua di Kota Jambi bahwa orang tua

lebih sering keliru dalam berbagai tindakan pengobatan seperti saat bayi

memuntahkan obatnya, orang tua memberinya satu dosis lagi, orang tua

berhenti memberikan antibiotik saat anak sudah sembuh, ibu memberinya

obat yang diresepkan untuk kakaknya karena mereka memiliki gejala yang

6
sama. Sehingga hal ini dibutuhkan komunikasi informasi edukasi (KIE)

pada ibu agar dapat menindaklanjuti setelah sesampainya di rumah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis yang dilakukan bulan

April 2018 dengan 10 orang tua (ibu) yang memiliki balita yang pernah

mengalami diare di Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung

Pinang Kota Jambi, 3 dari 10 orang ibu mengetahui tanda bahaya diare, 4

dari 10 orang ibu tidak mengetahui bahaya yang akan ditimbulkan dari

diare, semua ibu mengatakan tetap memberikan makanan pada saat anak

diare, namun 4 diantaranya tidak mengetahui makanan apa yang baik

untuk dikonsumsi anak saat diare, 5 dari 10 ibu tidak mengetahui tindakan

apa yang akan diberikan di rumah jika anaknya diare, dari 5 orang ibu

yang lainnya mengatakan akan memberikan oralit sebagai penanganan

diare di rumah, namun 3 orang ibu diantaranya tidak mengetahui

bagaimana cara pembuatan oralit dan jumlah dalam pemberian oralit.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis pelaksanaan KIE di

beberapa Puskesmas ataupun di Posyandu di Kota Jambi belum berjalan

efektif. Pada umumnya banyak yang menggunakan satu atau dua media

saja seperti penggunaan lefleat atau lembar balik saja dan hanya sedikit

menggunakan alat peraga. Petugas MTBS hampir tidak ada yang

menggunakan alat audiovisual seperti video sehingga capaian tujuan KIE

terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan kurang maksimal. Penyebab lain

7
tidak tercapainya tujuan KIE karena kondisi orang tua yang membawa

balita ke Puskesmas ataupun Posyandu yang rewel atau merasa bosan.

Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian untuk

memberikan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu

yaitu video, penggunaan alat peraga dan kartu nasehat ibu (card advise)

dalam manajemen terpadu balita sakit (MTBS) terhadap perilaku ibu

merawat balita diare di Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Pinang Kota Jambi tahun 2018.

1.2. Rumusan Masalah

Penyakit diare salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan

kematian anak di dunia khusunya pada anak dibawah lima tahun. Pada

usia ini anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit

infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Apabila diare tidak

cepat diatasi memberikan dampak buruk, tidak hanya dampak jangka

pendek namun juga berpengaruh pada tahap pertumbuhan dan

perkembangan anak selanjutnya. Faktor yang menyebabkan tingginya

angka mortalitas dan morbiditas balita sakit adalah kurangnya antisipasi

dalam penatalaksanaan diare, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu

yang rendah tentang perawatan diare.

Salah satu upaya dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap orang tua

maupun pengasuh dalam perawatan diare pada balita melalui penyampaian

8
informasi, melaksanakan komunikasi dan edukasi (KIE) secara terus

menerus dan bertahap, baik perorangan maupun kelompok yang memiliki

pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi perilaku ibu (Hirsh et

al., 2014). Dengan demikian rumusan pertanyaan penelitian adalah”

apakah ada pengaruh komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media

terpadu dalam manajemen terpadu balita sakit (MTBS) terhadap perilaku

ibu merawat balita diare di Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Pinang Kota Jambi tahun 2018”?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh komunikasi informasi edukasi

(KIE) dengan media terpadu dalam manajemen terpadu balita sakit

(MTBS) terhadap perilaku ibu merawat diare di Posyandu Mawar Wilayah

Kerja Puskesmas Tanjung Pinang Kota Jambi tahun 2018.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik ibu dan anak yang

memiliki balita di Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Pinang Kota Jambi.

1.3.2.2. Mengetahui pengetahuan ibu tentang diare sebelum dan setelah

dilakukan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media

terpadu.

9
1.3.2.3. Mengetahui sikap ibu tentang diare sebelum dan setelah

dilakukan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media

terpadu.

1.3.2.4. Mengetahui tindakan ibu merawat balita diare sebelum dan

setelah dilakukan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan

media terpadu.

1.3.2.5. Mengetahui pengaruh komunikasi informasi edukasi (KIE)

dengan media terpadu.terhadap perilaku ibu tentang diare.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Perawat

Melalui penelitian ini diharapkan terjadinya pengoptimalan pemberian

asuhan keperawatan dari segi kesehatan anak.

1.4.2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan, ilmu

pengetahuan dan sebagai referensi tambahan untuk melakukan komunikasi

informasi edukasi (KIE) khususnya pada balita.

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data tambahan, bahan

masukan, pertimbangan dan sumbangan pemikiran. Selain itu dapat

menjadi koreksi sehingga dapat melakukan penelitian yang lebih baik dari

penelitian sebelumnya.

10
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

2.1.1. Definisi MTBS

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar serta

menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita (WHO, 2017).

Bentuk manajemen ini dilaksanakan secara terpadu tidak terpisah,

dikatakan terpadu karena bentuk pengelolaannya dilaksanakan secara

bersama dan penanganan kasus tidak terpisah-pisah yang meliputi

manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi,

pencegahan penyakit serta promosi untuk tumbuh kembang (Kementerian

Kesehatan, 2015)

2.1.2. Strategi MTBS

Menurut (Kementerian Kesehatan (2015) Keberhasilan penerapan MTBS

terjadi bilamana ketiga komponen yakni :

a. Penguatan sistem pelayanan kesehatan

11
antara lain meliputi aspek supervisi dan observasi penanganan kasus

dalam enam bulan terakhir, aspek ketersediaan obat-obatan dan alat

kesehatan meliputi ketersediaan obat-obatan esensial, kecukupan obat

injeksi dalam pertolongan sebelum dirujuk, kecukupan peralatan dan

jenis vaksin yang dibutuhkan, serta aspek cakupan pelatihan MTBS.

b. Peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan

Terdiri dari kemampuan untuk menilai empat tanda bahaya,

pemeriksaan batuk, diare, dan demam, pemeriksaan berat badan

dibandingkan dengan KMS, pemeriksaaan status imunisasi,

menanyakan kepada pengantar terkait pemberian ASI dan makanan

tambahan, memberikan terapi yang benar. Juga parameter konseling

yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi antibiotika

oral yang diresepkan secara benar, pemberian nasehat untuk memberi

cairan tambahan dan meneruskan memberi makan, pemberian

imunisasi yang dibutuhkan sebelum meninggalkan tempat pelayanan,

dan pemberian pemahaman kepada pengantar tentang cara

memberikan obat kepada anak sesuai petunjuk yang diberikan petugas

(WHO, 2017).

c. Peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh anak

Kegiatan ini dilaksanakan melalui penyampaian informasi dan

melaksanakan komunikasi dan edukasi (KIE) secara terus menerus dan

bertahap, baik perorangan maupun kelompok. Upaya promosi

kesehatan bagi balita dan bayi muda secara berkelompok bisa

dilakukan di dalam gedung Puskesmas maupun di luar gedung

12
terintegrasi seperti posyandu dan pos paud dengan memberikan contoh

langsung atau dengan menggunakan media seperti alat peraga, lembar

balik, leaflet, video dan kartu nasehat inu (card advise) (Kementerian

Kesehatan, 2015).

2.1.3. Penatalaksanaan MTBS

Menurut Kemenkes RI (2015) model pengelolaan pada manajemen

terpadu balita sakit ini dapat meliputi :

a. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara

bertanya, melihat dan mendengar, meraba dengan kata lain dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa.

b. Membuat klasifikasi, dengan menentukan tingkat kegawatan dari

suatu penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan

diagnosis khusus penyakit.

c. Menentukan tindakan dan mengobati, yakni memberikan tindakan

pengobatan di fasilitas kesehatan, membuat resep serta mengajari ibu

tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan di rumah.

d. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan

kapan anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.

e. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.

Menurut (WHO (2017) hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan dengan

pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan,

13
petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/ wali secara

berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :

a. Apakah anak bisa minum/menyusu?

b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

c. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan

melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar? Setelah

itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:

d. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

e. Apakah anak menderita diare?

f. Apakah anak demam?

g. Apakah anak mempunyai masalah telinga?

h. Memeriksa status gizi

i. Memeriksa anemia

j. Memeriksa status imunisasi

k. Memeriksa pemberian vitamin A

l. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan

mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-

langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam

penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain :

a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah

14
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit

di rumah, misal aturan penanganan diare di rumah

d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan

selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat

e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan

(Kemenkes RI, 2015)

2.1.4. Macam – Macam penyakit yang dapat ditatalaksana dengan MTBS

Beberapa penyakit yang dapat ditatalaksana dengan pedoman MTBS di

antaranya sebagai berikut pneumonia, diare, malaria, campak, demam

berdarah, masalah telinga dan status gizi (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan data dari Dinkes Kota Jambi (2018) dilaporkan bahwa diare

merupakan 10 penyakit terbesar di Kota Jambi. Penyakit diare salah satu

penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia

khusunya pada anak dibawah lima tahun (Kemenkes RI, 2015). Pada usia

ini anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi

terutama yang menyerang saluran pencernaan. Apabila diare tidak cepat

diatasi memberikan dampak buruk, tidak hanya dampak jangka pendek

namun juga berpengaruh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak

selanjutnya (Giannattasio et al., 2016; Pinkerton et al., 2016). Oleh karena

itu, perlu dukungan dan perilaku keluarga yang baik dalam perawatan

balita diare.

2.2. Perilaku Ibu

15
2.2.1. Defenisi Perilaku

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan (Volkert, Patel, And, & 2016)

2.2.2. Faktor Yang mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) menurut perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni :

a. Faktor predisposisi (predisposing faktor)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling faktor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami

dalam memberikan dukungannya kepada ibu primipara dalam

merawat bayi baru lahir.

2.2.3. Domain Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang

sangat luas. Menurut Volkert, Patel (2016) perilaku dalam tiga domain

16
yaitu terdiri dari domain kognitif, domain afekif dan domain psiko motor.

Perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk

pengukuran hasil maka ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap

dan tindakan

2.3. Pengetahuan

2.3.1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan hasil ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengeinderaan

terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan yang

tercakup dominan kognitif mempunyai tingkatan:

1. Tahu (Know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu hal yang telah

dipelajari sebelumnya. Hal ini seperti mengingat kembali sesuatu

yang spesifik dari keseluruhan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan dapat diukur melalui (Bhinnety, 2012) :

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor 76-100%

b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 56-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang jika skor <56%

17
Menurut Koring et al. (2015) kemampuan untuk menyimpan materi

juga merupakan bagian penting dari tahap pencapaian belajar.

Penyampaian informasi harus menarik agar dapat bertahan lama

dalam ingatan seseorang. Pengulangan belajar yang efektif sebagai

berikut:

a) Mengulang 1 kali dengan waktu 10 menit sampai 1 jam daya

tahan ingatannya 1 hari.

b) Mengulang 2 kali dengan waktu 1 hari daya tahan ingatannya 1

minggu.

c) Mengulang 3 kali dalam 1 minggu daya tahan ingatannya 1

bulan.

d) Mengulang 4 kali dalam waktu 1 bulan,daya tahan ingatannya

setengah tahun sampai 1 tahun.

e) Mengulang 5 kali dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun daya

tahan ingatannya 2 sampai 3 tahun.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini

dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

18
4. Analisis (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

Cara seseorang dalam mengingat informasi berbeda-beda. Sesuai

dengan tingkat intelegensinya. Namun, rata-rata informasi yang

disampaikan pada 40 menit pertama akan tersimpan dimemori

seseorang. Untuk 40 menit berikutnya kemampuan seseorang untuk

menyimpan informasi akan berkurang. Ebbinghaus melakukan

penelitian mengenai memori manusia dan mengatakan bahwa setelah

30 hari, manusia hanya mampu mengingat 2-3 % saja (Bhinnety,

2012).

2.3.2. Faktor - faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2013) dibedakan menjadi faktor internal dan

faktor eksternal :

19
1. Faktor internal

a. Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola

hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka semakin mudah pula seseorang dalam menerima

informasi.

b. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan

dilakukan untuk menunjang kehidupan. Bekerja dianggap kegiatan

yang menyita waktu dan di dalam bekerja didapatkan pengalaman

serta pengetahuan.

c. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan

sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

2. Faktor eksternal

a. Faktor lingkungan

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku individu maupun kelompok. Lingkungan yang positif juga

akan mempengaruhi individu maupun kelompok dalam berperilaku

positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka individu

maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang baik.

b. Sosial budaya

20
Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga

mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

2.3.3. Pengetahuan ibu tentang diare

Pengetahuan ibu yang terkait dengan diare secara teoritis maupun praktis

meliputi pengertian diare, penyebab diare, tanda bahaya diare, komplikasi

diare

1. Definisi diare

Diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari

biasanya sehari disertai dengan perubahan konsisten tinja menjadi cair

dengan atau tanpa darah (Brandt et al., 2015). Ibu mudah mengenal

diare karena perubahan bentuk tinja yang tidak seperti biasanya dan

frekuensi buang air besar lebih sering dibandingkan biasanya (Barr &

Smith, 2014).

2. Penyebab Diare

Penyebab diare pada orang dewasa dan anak-anak umumnya

adalah infeksi usus. Infeksi usus bisa terjadi ketika kita mengonsumsi

makanan atau minuman yang kotor dan terkontaminasi (Barr & Smith,

2014)

3. Tanda bahaya Diare

Menurut (Kemenkes RI, 2015) cara menilai anak dengan diare adalah

dengan melihat status dehidrasi :

a. Lihat dan raba :

1) Lihat keadaan umum anak, apakah letargis atau tidak sadar, gelisah

dan rewel/mudah marah

21
2) Lihat apakah matanya cekung

3) Beri anak minum, apakah tidak bisa minum atau malas minum,

haus, minum dengan lahap

4) Cubit kulit perut untuk mengetahui turgor apakah kembalinya

sangat lambat (> 2 detik), lambat (masih sempat terlihat lipatan

kulit)

Dengan mengenali tanda bahaya diare ibu bisa mengetahui kapan

mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan

agar penyakit anaknya tidak menjadi berat.

4. Komplikasi

Apabila tidak teratasi dapat menimbulkan kejang, gangguan irama

jantung smapai perdarahan di otak, apabila dehidrasi berat bisa

menyebabkan kematian (Barr & Smith, 2014)

2.4. Sikap (Attitude)

2.4.1. Pengertian

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap.

Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi

dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di

sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung.

Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden

terhadap objek (Notoatmodjo, 2012). Secara garis besar sikap terdiri dari

komponen kognitif (ide yang dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh

terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan komponen emosi

(menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan&Dewi, 2013).

22
1. Tingkatan sikap

Menurut Fitriani, 2013 :

a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan

rangsangan yang diberikan.

b) Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya,

menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang

menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah

menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide

dari orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya

sendiri, kemudian dari dua ide yang berbeda tersebut

didiskusikan bersama antara kedua orang yang mengajukan ide

tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu

mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah dipilih merupakan

tingkatan sikap yang tertinggi.

2.4.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2013) adalah :

1. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar

dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik. Sikap

akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi

melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

23
Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang

yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting

tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi

salah satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang.

4. Media massa

Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh

juga terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan system kepercayaan sehingga konsep ini

akan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.

6. Faktor emosional

Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai

bentuk pertahanan egonya.

2.4.3. Cara Pengukuran Sikap

1. Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

Teknik ini disusun oleh Thurstone yang didasarkan pada asumsi nilai

skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap

24
penilai terhadap isu. Metode ini menempatkan sikap seseorang pada

rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable sampai yang sangat

favorable terhadap suatu objek sikap.

Caranya yaitu dengan memberikan orang tersebut beberapa item sikap

yang telah ditentukan derajat favorabilitasnya. Pembuat skala perlu

membuat sampel pernyataan sikap sekitar 100 buah atau lebih,

kemudian pernyataan-pernyataan tersebut diberikan kepada beberapa

orang penilai untuk menentukan derajat favorabilitasnya. Rentang

favorabilitas dari 1 sampai 11. Median dari penilaian antar penilai

terhadap item ini dijadikan sebagai nilai skala masing-masing item.

Pembuat skala menyusun item dari skala terendah sampai tertinggi,

kemudian memilih item untuk kuesioner skala sikap yang

sesungguhnya dan selanjutnya diberikan kepada responden untuk

menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada

masing-masing item (Wawan & Dewi, 2013).

2. Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

IItem dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok favorable dan

unfavorable. Untuk item favorable, jawaban sangat setuju nilainya 5,

sedangkan jawaban sangat tidak setuju nilainya 1. Item unfavorabel,

nilai untuk jawaban sangat setuju adalah1, sedangkan jawaban untuk

sangat tidak setuju diberi nilai 5. Skala Likert disusun dan diberi skor

sesuai dengan skala interval sama (Riyanto, 2013).

3. Skala Guttman

25
Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada dua

jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”,

“setuju-tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila

ingin mendapatkan jawaban yang tegas tentang permasalahan yang

dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju

diberi skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2014).

Sikap dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih besar

daripada rata-rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak mendukung) bila

hasil mean lebih rendah daripada rata-rata.

2.4.4. Sikap ibu tentang diare

Sikap ibu yang terkait dengan diare bagaimana dalam menyikapi

pencegahan diare dan fasilitas kesehatan yang dikunjungi

1. Pencegahan

Menurut Radlovic et al. (2015) pencegahan diare pada anak adalah :

a. Mencuci tangan.

Anak harus diajarkan untuk mencuci tangannya, sedangkan pada

bayi sering dilap tangannya. Ibu juga harus sering mencuci tangan,

terutama saat memberi makan pada anak dan setelah memegang

sesuatu yang kotor seperti setelah membersihkan kotoran bayi atau

anak.

b. Tutup makanan dengan tudung saji.

c. Masak air minum dan makanan hingga matang.

26
d. Jaga kebersihan makanan dan minuman, berikan ASI eksklusif

minimal 6 bulan. Untuk bayi yang menggunakan susu formula,

maka dotnya harus dicuci bersih dan disterilkan dengan baik.

2. Fasilitas kesehatan yang dikunjungi

Pelayanan kesehatan masyarakat dilihat dari bentuk pelayanannya

menurut Rai & Nathawat (2016) yaitu pelayan klinik, puskesmas, dan

rumah sakit

a. Klinik

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 028/ MENKES/PER/I/2011 tentang klinik adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar

dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis

tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Tenaga

medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi

spesialis

b. Puskesmas

Setiap Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai

wilayah kerja masing-masing. Beberapa Puskesmas melaksanakan

jenis kegaitan pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan

sumber daya manusia dan sumber daya material yang dimilikinya.

27
Pelayanan Puskesmas didalam gedung (Puskesmas rawat inap dan

rawat jalan). Pelayanan Puskesmas di luar gedung : Posyandu

Balita, Posyandu Lansia

c. Rumah sakit

Pelayanan rumah sakit ditunjukkan untuk : pasien/penderita dan

keluarganya, orang sehat, masyarakat luas, dan institusi (asuransi,

pendidikan, dunia usaha, kepolisian dan kejaksaan). Pelayanan

terhadap pasien meliputi : pemeriksaan, penegakan diagnosis,

tindakan terapeutik (pengobatan), tindakan pembedahan,

penyinaran dan lain-lain.

2.5. Praktik (Tindakan)

2.5.1. Pengertian

Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo,

2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas

atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat

terwujud dalam tindakan nyata

1. Tingkatan dalam praktik :

a. Respons terpimpin (guided responses)

Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan

yang benar. Seseorang mampu melakukan suatu tindakan dengan

sistematis, dari awal hingga akhir.

b. Mekanisme (mechanism)

28
Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar

urutannya, makan akan menjadi kebiasaan baginya untuk

melakukan tindakan yang sama.

c. Adopsi (adoption)

Suatu tindakan yang sudah berkembang atau termodifikasi

dengan baik disebut adopsi.

2.5.2. Cara Menilai Praktik

Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan kuesioner.

Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Peneliti

dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan yang

dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check list,

penilaian praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner. Kuesioner berisi

beberapa pertanyaan mengenai praktik yang terkait dan responden

diberikan pilihan “ya”atau “tidak” untuk menjawabnya (Arikunto, 2012).

Kategori penilaian praktik menurut Wawan & Dewi (2013):

1. Baik : presentase 76%-100%

2. Cukup : presentase 56%-75%

3. Kurang : presentase <56%

2.5.3. Tindakan ibu tentang diare

Tindakan ibu yang terkait dengan diare bagaimana dalam melakukan

perawatan diare dirumah

2.5.3.1. Perawatan dirumah

Menurut (Kemenkes RI, 2015) Rencana terapi A : penanganan diare di

rumah adalah :

29
a. Pemberian cairan tambahan (sebanyak anak mau)

1. Jelaskan pada ibu :

a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali

pemberian

b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air

matang sebagai tambahan

c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau

lebih cairan berikut : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air

tajin) atau air matang

2. Ajari ibu cara mencampur oralit untuk diberikan di rumah

Alat

a) Gelas/cangkir

b) Sendok

c) Oralit

d) Air matang

Langkah langkah membuat oralit

a. Cuci tangan dengan sabun

b. Ukur 200 ml air matang (gunakan gelas ukur bila ada)

c. Gunakan air yang sudah direbus kemudian dinginkan.

d. Bila tidak mungkin gunakan air minum yang paling bersih

yang tersedia

e. Tuangkan seluruh bubuk oralit (200ml) kedalam berisi air

matang tersebut

f. Aduk sampai seluruh bubuk oralit larut

30
3. Tunjukan kepada ibu berapa banyak harus memberikan

oralit/cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak buang

air besar

a) Sampai umur 1 tahun : 50 - 100 ml setiap kali buang air

besar

b) Umur 1 sampai 5 tahun : 100 - 200 ml setiap kali buang air

besar

Katakan kepada Ibu :

1) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari

mangkuk/cangkir/gelas

2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan

lebih lambat

3) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare

berhenti

b. Melanjutkan pemberian makan

Kebiasaan penderita diare dipuasakan dapat memperburuk keadaan

penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan pada penderita

diare harus tetap dilakukan. Jika anak masih menyusu maka selama

anak menderita diare menunjukkan bahwa 80% makanan masih

dapat diserap oleh dinding usus. Karena itu, pemberian makanan

harus tetap dilakukan walaupun ini berarti memperbanyak feses

anak. Selain dapat mempertahankan tingkat gizi anak, juga anak

dapat sembuh lebih cepat (Sinharoy et al., 2016).

31
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta

mencegah berkurangnya berat badan (WHO, 2017). Berikan cairan

termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang

masih mendapatkan ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang

minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak

usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat

makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna

sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian

makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu

pemulihan berat badan anak (Kemenkes RI, 2015).

Anjuran pemberian makan ini sesuai untuk keadaan anak sakit

maupun sehat. Selama sakit biasanya anak sulit makan tapi mereka

harus makan sesuai umur dan frekuensi yang dianjurkan.

Walaupun tiap kali makan anak tidak manghabiskan porsinya.

Setelah sembuh, makanan yang baik akan membantu pemilihan

kehilangan berat badan dan mencegah kurang gizi. Pada anak

sehat, makanan yang baik akan mencegah timbulnya penyakit

(Kemenkes RI, 2015).

32
33

Tabel 2.1
Anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit
Neonatus sampai umur 1 minggu Umur 1 minggu sampai 6 Umur 6 sampai 9 bulan Umur 9 sampai 12 Umur 12 bulan Umur 2 tahun
bulan bulan sampai 2 tahun lebih
Segera setelah lahir, letakkan bayi Berikan ASI sesuai keinginan Berikan ASI sesuai keinginan Berikan ASI sesuai Berikan ASI sesuai Berikan variasi
di dada ibu (ada kontak kulit ibu bayi. Lihat tanda-tanda bayi keinginan bayi keinginan bayi makanan
dan bayi) kelaparan, seperti mulai rewel, keluarga,
menghisap jari, atau termasuk sumber
menggerak-gerakan bibir. makanan hewani
dan buahbuahan
kaya vitamin A,
serta sayuran
Berikan kesempatan bayi untuk Berikan ASI siang dan malam, Mulai berikan makanan tambahan Berikan makanan Berikan makanan Berikan
menyusu dalam satu jam pertama. sesuai keinginan bayi, ketika anak berusia 6 bulan keluarga yang bervariasi keluarga yang setidaknya 1
Berikan kolostrum, asi pertama sedikitnya 8 kali dalam 24 yang dicincang atau bervariasi, makanan mangkuk setiap
yang berwarna kekuningan dan jam. Menyusui dengan sering, dicacah, termasuk yang diiris iris atau kali makan (250
kental, pada bayi. Kolostrum dapat menyebabkan produksi ASI sumber makanan hewani makanan keluarga ml)
menjaga bayi dari banyak penyakit. lebih banyak & buah-buahan kaya termasuk sumber
vitamin A, serta sayura makanan hewani dan
buah-buahan kaya
vitamin A, serta
sayuran
Berikan ASI siang dan malam, Jangan berikan makanan atau Mulai dengan memberikan 2-3 Berikan 1/2 sampai 3/4 Berikan 3/4 mangkuk Berikan 3-4 kali
sesuai keinginan bayi, sedikitnya 8 minuman lain selain ASI. ASI sendok makan makanan. Mulai mangkuk setiap makan sampai 1 mangkuk setiap hari
kali dalam 24 jam. Menyusui lah yang bayi perlukan dengan pengenalan rasa. (1 mangkuk = 250 ml) setiap makan (1
dengan sering, menyebabkan Tambahkan secara bertahap mangkuk = 250 ml)
produksi ASI lebih banyak. sampai 1/2 mangkuk (1mangkuk
= 250 ml)
Jika bayi kecil (berat lahir rendah), Berikan juga bubur kental atau Berikan 3-4 kali setiap Berikan 3-4 kali setiap Tawari 1-2 kali
susui setidaknya setiap 2 sampai 3 makanan yang dilumatkan dengan hari hari makanan selingan
jam. Jika bayi tidur, bangunkan halus, termasuk sumber makanan di antara waktu
bayi untuk menyusu setelah 3 jam hewani tinggi zat besi dan buah- makan
buahan kaya vitamin A serta
34

sayuran.
Jangan berikan makanan atau Berikan 2-3 kali setiap hari Tawari 1 atau 2 kali Tawari 1 atau 2 kali Jika anak
minuman lain selain ASI. ASI lah makanan selingan antara makanan selingan menolak makanan
yang bayi perlukan waktu makan. Anak akan antara waktu makan. baru, tawari untuk
memakannya jika lapar Anak akan mencicipi
memakannya jika lapa beberapa kali.
Tunjukkan bahwa
Ibu juga
menyukai
makanan tersebut.
Bersabarlah.
Berikan 1-2 kali makanan Untuk makanan Lanjutkan memberi Bicara pada anak
selingan antara waktu makan jika selingan, berikan makan anak dengan selama memberi
anak terlihat lapar makanan dengan pelan-pelan dan sabar. makan dan jaga
potongan kecil yang Dorong anak untuk kontak mata
dapat dipegang atau makan, tapi jangan dengan anak
makanan yang diirisiris. memaksa
Biarkan anak mencoba
untuk memakan
makanan selingannya
sendiri, beri bantuan jika
anak membutuhkan.

Sumber : (Kemenkes RI, 2015)


35

c. Kapan harus kembali ke petugas kesehatan

Menurut (Kemenkes RI, 2015) menasihati ibu kapan harus kembali

ke petugas kesehatan ada dua :

1. Kunjungan Ulang

Kunjungan ulang pasti pada anak dengan diare yaitu 3 hari

2. Kapan harus kembali segera jika anak diare dengan tinja

campur darah dan malas minum

2.6. Komunikasi Edukasi Informasi (KIE)

2.6.1. Definisi KIE

Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung/tidak langsung

melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan

efek. Komunikasi kesehatan adalah usaha sistematis untuk mempengaruhi

perilaku positif dimasyarakat, dengan menggunakan prinsip dan metode

komunikasi baik menggunakan komunikasi pribadi maupun komunikasi

massa (Daryanto, 2014).

Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu

diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan) (Wills, 2014).

Edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah yang positif. Pendidikan

kesehatan merupakan kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan

karena merupakan salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam

setiap memberikan pelayanan kesehatan (John Potter & Julian McDougall,

2017) .
36

2.6.2. Tujuan KIE

Menurut (Indonesia, 2013) Tujuan dilaksanakannya Program KIE, yaitu :

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek

2. Menciptakan lingkungan yang mendukung dan penguatan aksi-aksi

komunitas serta berperan penting dalam perubahan perilaku

3. Meningkatkan kepedulian dan mengubah sikap untuk menghasilkan

suatuh perubahan perilaku yang spesifik

4. Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,

peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara

wajar sehingga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai

perilaku yang sehat dan bertanggung jawab.

Hasil penelitian Kamil, Ibnu, & Rachman(2013) menunjukkan bahwa

media cetak KIE menarik dari segi huruf dan warna memberi dampak

positif terhadap pasien, yaitu motivasi untuk lebih giat berobat.

Namun, informasi pada media cetak belum sepenuhnya dipahami.

Selain itu, masih ada pasien yang tidak menerima media cetak karena

tidak sesuai dengan kebudayaan pasien. Hal ini diperlukan melakukan

pretesting untuk menganalisis kebutuhan pasien terhadap informasi

dalam pengobatan

2.6.3. Jenis-Jenis Kegiatan Dalam KIE

Menurut Cragg (2015) Jenis-jenis kegiatan dalam KIE adalah :

1. KIE Individu : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas

KIE dengan individu sasaran.


37

2. KIE Kelompok : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara

petugas KIE dengan kelompok (2-15 orang)

3. KIE Massa : Suatu proses KIE yang dapat dilakukan secara langsung

maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.

2.6.4. Waktu Pelaksanaan KIE

Hasil penelitian Herdhianta, Istiaji, & Nafikadini (2014) menunjukkan

waktu pelaksaan komunikasi informasi dan edukasi dilaksanakan secara

tentatif dan dengan durasi 45-60 menit dapat mempengaruhi pengetahuan

remaja tentang pendewasaan usia perkawinan.

2.6.5. Media KIE

Menurut (Levitskaya et al., 2018) media yang digunakan, kegiatan KIE

dapat diperincikan sebagai berikut:

1. Alat peraga

a) Definisi

Alat peraga adalah semua atau segala sesuatu yang bisa digunakan

dan dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan konsep-konsep

pembelajaran dari materi yang bersifat abstrak atau kurang jelas

menjadi nyata dan jelas sehingga dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian. Penggunaan alat peraga ini mempunyai

bertujuan untuk memberikan wujud yang riil terhadap bahan yang

dibicarakan dalam materi pembelajaran.

b) Kelebihan :

Bisa dipercaya, karena barangnya terlihat nyata. Bisa dikenali dan

mudah diingat, karena bisa dilihat, dipegang dan dirasakan. Alat


38

peraga yang menggunakan bahan setempat, akan lebih murah dan

mudah diperoleh. Tidak memerlukan keterampilan baca tulis

c) Kekurangan:

Untuk alat peraga yang ukurannya besar atau terlalu kecil menjadi

tidak praktis, mudah hilang.

d) Alat

1) Gelas/cangkir

2) Sendok

3) Oralit

4) Air matang

e) Langkah langkah membuat oralit

g. Cuci tangan dengan sabun

h. Ukur 200 ml air matang (gunakan gelas ukur bila ada)

i. Gunakan air yang sudah direbus kemudian dinginkan.

j. Bila tidak mungkin gunakan air minum yang paling bersih

yang tersedia

k. Tuangkan seluruh bubuk oralit (200ml) kedalam berisi air

matang tersebut

l. Aduk sampai seluruh bubuk oralit larut

2. Lembar balik

a. Definisi

Flif chart (lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau

informasi – informasi kesehatan dalam bentuk lembar baik.

Biasanya dalam bentuk buku gambar di mana tiap lembar


39

(halaman) berisi gambar peragaan dan lembar baliknya berisi

kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan

gambar tersebut. Hasil penelitian Candra & Huda (2014)

menunjukkan bahwa media lembar balik flanel dapat

meningkatkan hasil belajar dan berpengaruh terhadap kemampuan

bina diri.

b. Kelebihan:

Pesan yang disampaikan bisa lebih terperinci. Dapat menarik

perhatian khalayak dan tidak membutuhkan keterampilan baca tulis

c. Kekurangan:

Kurang efektif untuk khalayak yang jumlahnya lebih dari 10 orang

3. Leaflet

a) Definisi

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan – pesan

kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam

bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi antara keduanya.

b) Kelebihan:

Proses pengembangan relatif cepat. Efektif untuk pesan yang

singkat dan padat dan mudah dibawa dan disebarluaskan

c) Kekurangan:

Memerlukan keterampilan baca – tulis, mudah hilang dan rusak.

Pesan yang disampaikan terbatas


40

Penelitian ini sejalan yang dilakukan Dewi & Ramalida Daulay (2017)

menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling manajemen makanan pada

ibu yang menyusui (MP-ASI) dengan leafleat pada ibu terhadap tindakan

pencegahan diare pada bayi.

4. Video

a) Definisi

Video adalah bagian yang memancarkan gambar pada dimensi

pesawat televisi atau rekaman gambar hidup atau program televisi

untuk ditayangkan lewat pesawat televisi maupun komputer. Untuk

aplikasi multimedia, video dapat diproduksi melalui beberapa alat

bantu misalnya kamera video shooting, 2D atau 3D software

multimedia. Video merupakan rangkaian dari banyak frame

(bingkai) gambar yang diputar sangat cepat. Masing-masing

bingkai merupakan rekaman atau hasil render tahap-tahap (sekuen)

dari suatu gerakan. Maka kita tidak akan dapat menangkap

perbedaan (titik jeda pemindahan) antar frame jika rangkaian

gambar tersebut diputar dengan kecepatan diatas 20 frame/detik.

Otak kita akan menangkapnya sebagai ilusi gerak.

b) Kelebihan video

a) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat

dari rangsangan lainnya.

b) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapat

memperoleh informasi dari ahli atau spesialis.

c) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.


41

d) Keras lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan

disisipi komentar yang akan didengar.

e) Bisa diatur dimana akan menghentikan gerakan gambar

tersebut jika diperlukan.

c) Kekurangan video

1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang

dipraktekkan.

2) Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi

dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain.

3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan

secara sempurna.

4) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

5. Kartu Nasehat ibu (KNI)/Advise card

a) Isi Advise card

Advise card diberikan kepada setiap ibu untuk membantu ibu

mengingat makanan dan cairan yang benar untuk anak dan kapan

harus kembali segera ke petugas kesehatan. Dalam Kartu Nasihat

Ibu terdapat kata-kata dan gambar-gambar yang menjelaskan

nasihat-nasihat pokok. Instruksi ditulis harus sederhana, jelas dan

tegas.

b) Kegunaan Advise card

1. Untuk mengingat mengenai nasihat penting yang harus

disampaikan kepada ibu tentang makanan, cairan dan kapan

harus segera kembali.


42

2. Untuk mengingat ibu tentang nasihat dari petugas kesehatan

mengenai apa yang harus dilakukan ibu dirumah.

3. Ibu mungkin akan menunjukkan kartu ini pada anggota

keluarga lainnya dan dengan demikian lebih banyak orang akan

belajar pesan-pesan yang terdapat di dadalamnya.

4. Ibu akan senang bila diberi sesuatu pada waktu kunjungan ke

klinik

2.6.6 Faktor yang mempengaruhi KIE

Menurut Cragg (2015) faktor – faktor yang mempengaruhi KIE secara

garis besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Faktor Penunjang

a. Faktor yang dapat menunjang kelancaran proses KIE antara lain

adalah Pengetahuan dan keterampilan dari komunikator/pelaksana

(tenaga kesehatan. Jika seorang komunikator atau memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam proses KIE,

tentunya akan membawa hasil yang lebih baik.

b. Penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

KIE akan berhasil jika memperhatikan hal-hal yang penting saat

menyampaian KIE dengan memahami kondisi atau latar belakang

sasaran. Penyuluh harus menghormati sasaran, menggunakan

bahasa yang mudah.

c. Menggunakan media yang menarik dan sesuai dengan isu yang

ada.

2. Faktor Penghambat
43

a) Komunikator tidak menguasai isi pesan yang disampaikan, kurang

pengalaman, pengetahuan dan keterampilan serta penampilan

kurang meyakinkan.

b) Pesan yang disampaikan kurang jelas karena suara terlalu kecil

atau terlalu cepat sehingga sulit ditangkap oleh penerima, atau

menyampaikannya terlalu menggunakan bahasa asing yang tidak

dimengerti.

c) Media yang digunakan tidak sesuai dengan topik permasalahan

yang disampaikan.

d) Pengetahuan komunikan terlalu rendah sehingga sulit mencerna

pesan yang disampaikan.

e) Lingkungan tempat KIE berlangsung terlalu bising sehingga pesan

yang disampaikan tidak jelas.


44

2.8. Kerangka Teori

Skema 2.8

Kerangka Teori

Hal-hal yang dilakukan/disampaikan


Keberhasilan penerapan Manajemen pelayanan MTBS antara lain:
Terpadu Balita Sakit terjadi bilamana keiga 1. Cara memberikan obat oral di rumah.
komponen yaitu : 2. Cara mengobati infeksi lokal di rumah.
1. Penguatan sistem pelayanan kesehatan 3. Cara memberikan cairan di rumah.
2. Peningkatan kemampuan dan 4. Masalah pemberian ASI dan
keterampilan tenaga kesehatan makanan anak.
3. Peningkatan pengetahuan orang 5. Kapan harus kembali untuk kunjungan
tua/pengasuh anak dalam perawatan ulang
bayi muda dan balita melalui 6. Manfaat kunjungan ulang dan alasan
komunikasi Informasi Edukasi mengapa perlu kunjungan ulang
(KIE) 7. Kapan atau kondisi bagaimana
harus segera membawa anak ke
puskesmas
8. KIE tentang pencegahan cidera pada
Tujuan dilaksanakannya anak
Program KIE, yaitu
meningkatkan
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Praktek

Kegiatan KIE menggunakan media seperti :


1. Alat peraga
2. Buku KIA
3. Lembar balik
4. Leaflet
5. Video
6. Kartu Nasehat ibu (KNI)/Advise
card

Sumber:(Cragg, 2015; Kemenkes RI, 2015; Levitskaya et al., 2018)


45

BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menguraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi

operasional. Uraian tersebut digunakan sebagai peneliti saat melakukan penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh komunikasi

informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu dalam manajemen terpadu

balita sakit (MTBS) terhadap perilaku ibu merawat balita diare di

Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pinang. Kerangka

konsep penelitian merupakan bagian dari kerangka teori yang akan

menjadi panduan dalam melaksanakan penelitian ini.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku (pengetahuan,

sikap dan tindakan) ibu merawat balita diare. Dalam penelitian ini ibu

yang menjadi responden adalah ibu yang memiliki balita dan bersedia

mengikuti komunikasi informasi edukasi (KIE) ini dari awal sampai akhir.

Variabel independen adalah pelaksanaan komunikasi informasi edukasi

(KIE) dengan membentuk kelompok yang beranggotakan ibu yang

memiliki balita dan masing-masing kelompok melaksanakan 2 sesi KIE

tentang merawat diare. Variabel confounding atau variabel perancu dalam

penelitian ini meliputi usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, suku dan

jumlah anak.
46

Variabel Dependen Sebelum Variabel Independen Variabel Dependen Sesudah


Pelaksanaan komunikasi informasi edukasi (KIE) yang terdiri
dari 2 sesi:

- Sesi 1: Pemahaman ibu tentang diare dengan


menggunakan video
- Sesi 2: Tindakan ibu cara perawatan diare dengan alat
peraga dan advise card Pengetahuan Ibu merawat
Pengetahuan Ibu merawat

Sikap Ibu merawat Sikap Ibu merawat

Kemampuan Ibu merawat Karakteristik Anak: Kemampuan Ibu merawat


Karakteristik Ibu:
- Usia - Jenis Kelamin
Balita dengan diare
Balita dengan diare - Pendidikan - Urutan Anak
- Pekerjaan
- Suku
- Jumlah anak

Variabel Confounding
Skema 3.1. Kerangka Konsep
47

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian dirumuskan untuk menjawab pertanyaan penelitian,

hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ada perbedaan perilaku ibu merawat balita diare sebelum dan sesudah

dilakukan komunikasi informasi edukasi (KIE) pada kelompok

intervensi.

b. Tidak ada perbedaan perilaku ibu merawat balita diare pada kelompok

kontrol saat pre test dan setelah post test.

c. Ada perbedaan perilaku ibu merawat balita diare antara kelompok

intervensi yang dilakukan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan

kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan .

3.3 Definisi Operasional

Variabel berikut ini membahas definisi operasional, cara ukur, hasil ukur

dan skala pengukuran yang digunakan untuk masing-masing variabel

penelitian. Uraian tersebut dijadikan sebagai acuan dalam melakukan

analisis terhadap variabel-variabel yang diteliti.


48

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen
Variabel Definisi Alat Ukur dan Hasil Ukur Skala
Operasional Cara Ukur
Variabel Independen
Komunikasi Bentuk
informasi penyampaian
edukasi (KIE) informasi,
melaksanakan
komunikasi dan
edukasi yang dapat
dilakukan kepada
ibu dengan
merawat diare
Variabel Dependen
Pengetahuan Segala sesuatu Kuisioner 1. Tingkat Rasio
Ibu yang pengetahuan baik
diketahui/kepandai bila skor 76-
an yang dimiliki 100%
ibu tentang diare. 2. Tingkat
pengetahuan
cukup bila skor
56-75%
3. Tingkat
pengetahuan
kurang jika skor
<56%
Sikap Ibu Reaksi ibu terhadap Kuisioner 1. Baik : presentase Rasio
rangsangan yang 76%-100%
diberikan terkait 2. Cukup :
pencegahan dan presentase 56%-
fasilitas kesehatan 75%
yang dikunjungi 3. Kurang :
presentase <56%
Tindakan Ibu Tindakan nyata ibu Kuisioner 1. Baik : presentase Rasio
dalam merawat 76%-100%
balita dengan diare 2. Cukup :
presentase 56%-
75%
3. Kurang :
presentase <56%
Variabel Confounding
Usia Lama hidup ibu Kuisioner Usia dalam tahun Interval
mulai dari lahir Karakteristik
sampai dengan ulang demografi
tahun terakhir.
Pendidikan Jenjang pendidikan Kuisioner 1= Dasar (SD) Ordinal
terakhir yang Karakteristik 2= Lanjut ( SLTP,
diperoleh ibu demografi SLTA, Diploma, PT)
49

Pekerjaan Usaha yang Kuisioner 1= bekerja Ordinal


dilakukan ibu untuk Karakteristik 2= tidak bekerja
mendapatkan demografi
imbalan/ upah sesuai
dengan usahanya.
Suku Asal ibu sejak lahirKuisioner 1. Minang Ordinal
atau berasal dari Karakteristik 2. Lain-lain
orang tua kandung demografi
Jumlah Anak Berapa orang anak Kuisioner Jumlah dinyatakan Interval
yang dimiliki ibu Karakteristik dalam angka
demografik
Jenis Kelamin Identitas Anak yang Kuisioner 1. Laki-laki Nominal
Anak mempengaruhi karakteristik 2. Perempuan
penampilan. demografik
Urutan Anak Urutan anak yang Kuisioner Dinyatakan dalam Interval
lahir hidup. karakteristik angka
demografik
50

BAB 4

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan jenis penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian,

waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji validitas dan

reliabilitas, prosedur pengumpulan data dan analisa data.

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian

“Quasy Experimental Pre-Post Test With Control Group”(Sugiyono, 2016).

dengan intervensi komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan perilaku (pengetahuan, sikap

dan tindakan) ibu merawat balita diare sebelum dan sesudah dilakukan KIE di

Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pinang Kota Jambi.

Bagan 4.1. Desain penelitian pre-post test control group

Pre test Post test

01 X 02

03 04

Keterangan:

Q1 : Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang merawat balita

diare sebelum mendapat komunikasi informasi edukasi (KIE)

dengan media terpadu.


51

Q2 : Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang merawat balita

diare setelah mendapat komunikasi informasi edukasi (KIE)

dengan media terpadu.

X : Intervensi atau perlakuan yang diberikan yaitu berupa

komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu.

Q3 : Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu merawat balita diare di

Posyandu Kenanga (kelompok kontrol) berdasarkan pre test.

Q4 : Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu merawat balita diare di

Posyandu Kenanga (kelompok kontrol) berdasarkan post test

diberikan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan media

leaflet.

Q2 – Q1 : Perubahan rentang pengetahuan, sikap dan tindakan ibu

merawat balita diare pada kelompok intervensi setelah dan

sebelum diberikan komunikasi informasi edukasi (KIE)

dengan media terpadu.

Q4 – Q3 : Perubahan rentang pengetahuan, sikap dan tindakan ibu

merawat balita diare pada kelompok kontrol berdasarkan pre

test dan post test diberikan komunikasi informasi edukasi

(KIE) dengan media.

Q2 – Q4 : Rentang pengetahuan, sikap dan tindakan ibu merawat balita

diare pada kelompok intervensi yang mendapat komunikasi

informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu jauh lebih baik

dari pada kelompok kontrol yang mendapat komunikasi

informasi edukasi (KIE) dengan media leaflet.


52

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang

mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2014). Populasi adalah sejumlah besar subjek penelitian yang mempunyai

karakteristik tertentu, dimana karakteristik subyek ditentukan sesuai

dengan tujuan penelitian (Dahlan, 2015). Populasi dalam penelitian ini

adalah ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang pernah mengalami

diare Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang dengan jumlah 409 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian besar dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi dan harus mewakili dari populasi yang diteliti. Sampel

disesuaikan dengan fokus dan tujuan dari penelitian. Adapun kriteria

inklusi responden dalam penelitian ini adalah:

a. Bersedia menjadi responden.

b. Memiliki balita umur 1-5 tahun yang pernah mengalami diare di

Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang.

c. Ibu dengan jenjang pendidikan SMA

d. Bersedia mengikuti kegiatan dari sesi awal sampai akhir.

e. Bisa baca tulis.

Dan kriteria ekslusi responden adalah:

a. Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang belum pernah

mengalami diare
53

b. Ibu menolak dilakukan wawancara

c. Ibu yang tidak mengikuti intervensi sampai akhir.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik probability sampling dengan metode simple random sampling yaitu

pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi. Adapun rumus pengambilan sampel:

n = 2σ2(Z1-α+Z1-β)2

(μ1-μ2)2

Keterangan:

n = besar sampel

σ = standar deviasi 2

μ = rata-rata adalah 1,5

Z1-α = harga kurva normal tingkat kesalahan yang ditentukan dalam

penelitian (α: 5 = 1,96)

Z1-β = nilai z pada kekuatan uji 1 – β adalah 0,84 (β = 80%)

n = 2σ2(Z1-α+Z1-β)2

(μ1-μ2)2

n = 2.22((1,96 + 0,84))2

1,52

n = 27,9 = 28

Untuk mengantisipasi kemungkinan subyek terpilih drop out maka perlu

dilakukan koreksi terhadap besar sampel dengan menambahkan sejumlah

subjek agar besar sampel tetap terpenuhi dengan menggunakan rumus:


54

n’ = n

1-f

Keterangan:

n’ = ukuran sampel setelah direvisi

n = ukuran sampel asli

1-f = Perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 30 % (f = 0,3)

n’ = 28/1-0.3

n’ = 40

Maka dengan menggunakan rumus tersebut jumlah sampel yang dibutuhkan

adalah 40 orang responden untuk setiap kelompok (40 orang untuk kelompok

intervensi dan 40 orang untuk kelompok kontrol), sehingga jumlah total sampel

adalah 80 orang.

4.3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Mawar wilayah Kerja Puskesmas Tanjung

Pinang Kota Jambi.

4.4. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari September 2018 sampai November 2019, yang

dimulai dari kegiatan penyusunan proposal, pengumpulan data, pelaksanaan

KIE, dilanjutkan dengan pengolahan hasil serta penulisan laporan penelitian.

4.5. Etika Penelitian

Etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-

hal sebagai berikut :


55

1. Informed Consent

Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada

perawat (responden) dengan tujuan izin observasi atau pengkuran

karakteristik individu perawat, pengetahuan perawat dan pemenuhan hak-

hak klien. Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai

subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.

Adapun langkah-langkah dalam proses Informed consent adalah:

a. Peneliti mempersiapkan formulir persetujuan yang akan di tanda

tangani oleh subjek penelitian, dimana isi dari Informed consent

tersebut adalah penjelasan tentang judul penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, permintaan kepada subjek untuk berpartisipasi dalam

penelitian, penjelasan prosedur penelitian, penjelasan tentang jaminan

kerahasiaan dan anonimitas, pernyataan persetujaun dari subjek untuk

ikut serta dalam penelitian

b. Memberikan penjelasan langsung kepada subjek mencakup seluruh

penjelasan yang tertulis dalam formulir Informed consent dan

penjelasan lain yang diperlukan untuk memperjelas pemahaman subjek

tentang pelaksanaan penelitian

c. Memberikan kesempatan kepada subjek untuk bertanya tentang aspek-

aspek yang belum di pahami dari penjelasan peneliti dan menjawab

seluruh pertanyaan subjek dengan terbuka

d. Memberikan waktu yang cukup kepada subjek untuk menentukan

pilihan mengikuti atau menolak ikut serta sebagai subjek penelitian


56

e. Meminta subjek untuk menanda tangani formulir Informed consent,

jika ia menyetujui ikut serta dalam penelitian (Dahlan, 2015)

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap namun hanya inisial responden, tanpa alamat dan hanya

menuliskan kode pada lembar kuesioner (Sugiyono, 2014).

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak

yang terkait dengan peneliti. Manusia sebagai subjek penelitian memiliki

privasi dan hak asasi untuk mendapatkan kerahasiaan informasi, namun

tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi

tentang subjek. Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi

tentang dirinya diketahui oleh orang lain (Dahlan, 2015).

4. Menghormati keadilan dan inklusivitas

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara professional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna

bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuia

dengan kebutuhan dan kemampuan subjek (Sugiono, 2014)

5. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian


57

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficence).

Kemudian meminimalisir risiko/dampak yang merugikan bagi subjek

penelitian (nonmaleficience) (Sugiono, 2014).

4.6. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan pedoman

wawancara, observasi dan kuisioner sebagai instrumen penelitian untuk

mengidentifikasi perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) ibu serta merawat

balita diare di Posyandu Mawar.

a. Instrumen data demografi: merupakan instrumen untuk mendapatkan

gambaran karakteristik ibu yang memiliki balita yang terdiri dari usia,

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, suku, nama anak, jenis

kelamin dan urutan anak. Peneliti memberikan jawaban yang sudah

tersedia untuk memudahkan responden mengisinya.

b. Instrumen Pengetahuan ibu merawat balita diare yaitu instrumen untuk

mengukur pengetahuan ibu merawat balita diare. Pada penelitian ini

kuesioner yang digunakan adalah survei KAP (Knowledge, Attitudes,

and Practices) (2016) yang di kembangkan oleh ACTED. Pengetahuan

di ukur dengan menggunakan kuisioner (10 pertanyaan). Pertanyaan

disediakan alternatif jawaban “ya” dan “tidak”. Jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika “tidak” diberi nilai 0.

c. Instrumen sikap ibu merawat balita diare yaitu instrumen untuk

mengukur sikap ibu merawat balita diare. Sikap ibu diukur dengan

menggunakan format kuisioner (10 pernyataan). Pada penelitian ini

kuesioner yang digunakan adalah survei KAP (Knowledge, Attitudes,


58

and Practices) (2016) yang di kembangkan oleh ACTED. Pengetahuan

di ukur dengan menggunakan kuisioner. Sikap ibu diukur dengan

menggunakan format kuisioner (10 pertanyaan). Pertanyaan

mengunakan skala likert dengan nilai berkisar antara 1 sampai 4.

Disediakan alternatif jawaban; sikap sangat setuju (SS) diberi nilai 4,

setuju (S) dengan nilai 3, tidak setuju (TS) diberi nilai 2, dan sangat

tidak setuju (STS) diberi nilai 1

d. Instrumen tindakan ibu merawat balita diare yaitu instrumen untuk

mengukur tindakan ibu merawat balita diare. Pada penelitian ini

kuesioner yang digunakan adalah survei KAP (Knowledge, Attitudes,

and Practices) (2016) yang di kembangkan oleh ACTED. Pertanyaan

disediakan alternatif jawaban “ya” dan “tidak”. Jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika “tidak” diberi nilai 0.

4.7. Uji Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang memperlihatkan angka kevalidan atau

kesahihan sebuah instrumen (Notoadmodjo, 2012). Menurut Periantalo

(2015) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh

mana alat ukur mengukur apa yang dimaksud untuk diukur.

2. Uji Reabilitas

Uji reliabilitas yaitu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Suatu

kuesioner dikatakan handal jika jawaban responden terhadap butir-butir

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Uji reabilitas
59

dilakukan dengan rumus koefisien alpha cronbabach. Jika r alpha lebih

besar dari r tabel maka pernyataan tersebut reliabel dan jika r alpha lebih

kecil dari r tabel maka pernyataan tersebut tidak reliable (Hastono, 2007).

4.8. Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanan ini, sebelumnya peneliti akan meminta kesedian

responden untuk mejadi sampel dalam penelitian ini dengan

menandatangani informed consent. Ketika sampel sudah didapatkan

selanjutnya akan dilakukan pre test, pemberian komunikasi informasi

edukasi (KIE), dan post test.

1. Pre Test

Pre test dilakukan dengan menggunakan kuesioner KAP tentang diare

yang diberi kode pre test. Test ini dilakukan kepada kelompok kontrol

dan kelompok intervensi sebelum mendapatkan komunikasi informasi

edukasi (KIE) tentang merawat balita diare. Pre test bertujuan untuk

mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan ibu merawat balita diare

sebelum mendapatkan komunikasi informasi edukasi (KIE).

2. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)

Setelah pre test tahap pelaksanaan dilanjutkan dengan pemberian

komunikasi informasi edukasi (KIE) merawat balita diare, tetapi hanya

kepada kelompok intervensi. Komunikasi informasi edukasi (KIE)

merawat balita diare dilakukan dengan media terpadu yaitu dengan

menggunakan alat peraga, video dan advise card. Komunikasi

informasi edukasi (KIE) merawat balita diare bertujuan untuk


60

meningkatkan pengetahuan, ataupun mempengaruhi dan merubah

sikap dan tindakan ibu berkenaan dengan merawat balita diare. Untuk

kelompok kontrol akan diberi komunikasi informasi edukasi (KIE)

dengan media leaflet. Responden akan dibagi menjadi beberapa

kelompok kecil untuk pelaksanaan kegiatan KIE, karena dalam

melakukan KIE kelompok ini adalah dengan 2-15 orang peserta. 40

orang responden akan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu masing-

masing kelompok terdapat 10 orang anggota. Masing-masing

kelompok kecil akan dilakukan sesi yang sama di hari yang berbeda.

Gambaran pelaksanaan terlampir.

3. Post Test

Kegiatan selanjutnya adalah melakukan post test. Post test dilakukan

terhadap semua kelompok yaitu kelompok kontrol maupun kelompok

intervensi. Post test bertujuan untuk melihat perbedaan pengetahuan,

sikap dan tindakan ibu merawat balita diare berdasarkan test dan atau

komunikasi informasi edukasi (KIE) yang sudah diberikan pada

kegiatan sebelumnya dalam tahap pelaksanaan penelitian.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan

sebagai berikut:

1) Persiapan administrasi

Pada tahap ini, sebagai langkah awal peneliti adalah mengurus surat izin

penelitian, yaitu melakukan uji etik terlebih dahulu dan surat ijin

melakukan penelitian yang akan diberikan kepada Dinas Kesehatan,

Puskesmas, Dinas Perizinan Penelitian dan bidang-bidang yang terkait.


61

Sebelum dilakukan penelitian, perlu memperbanyak kuisioner, dan

lembar inform consernt.

2) Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan ijin penelitian langkah selanjutnya adalah

mengumpulkan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan ekskulsi.

Selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan penelitian serta konsekuensi dari

penelitian kepada responden. Responden dapat bertanya mengenai hal-hal

yang tidak dimengerti kepada peneliti. Setelah responden setuju maka

responden akan mengisi lembar inform consernt. Dilanjutkan dengan

kontrak untuk melakukan sesi pertama dari terapi ini.

3) Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan akan dilakukan dengan melakukan pre-test. Pre-test

dilaksanakan untuk kelompok kontrol dan intervensi. Setelah hasil pre-

test didapatkan, maka dilanjutkan dengan melakukan intervensi.

Masing-masing responden akan diberikan kuesioner dan diminta untuk

mengisi kuesioner tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh responden

untuk merawat balita sakit. Setelah kegiatan KIE ini selesai dilakukan,

maka peneliti akan melakukan post test kepada responden. Gambaran

pelaksanaan terlampir.

4.9. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data (editing)


62

Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan

kuesioner / data yang masuk. Editing meliputi kegiatan memastikan

bahwa setiap pernyataan dalam kuesioner terisi semua, jelas atau

terbaca, konsistensi jawaban, relevansi jawaban dengan

pernyataannya yang secara keseluruhan berkaitan dengan

kemungkinan kesalahan.

b. Pengkodean data (coding)

Pengkodean data merupakan proses penyusunan secara sistematis

data mentah (data dalam kuesioner) kedalam bentuk yang mudah

dibaca oleh komputer.

c. Memasukkan data (data entry/processing)

Memproses data untuk dianalisis, pemrosesan data dilakukan dengan

cara memasukkan data dari masing-masing responden kedalam

program atau software di komputer.

d. Pembersihan data (cleaning)

Pembersihan data dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh data

yang sudah dimasukkan telah sesuai dengan yang sebenarnya.

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan dilakukan

untuk mengetahui kemungkinan kesalahan-kesalahan kode maupun

ketidaklengkapan data.

4.10. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis uni variat yaitu analisa yang digunakan untuk menganalisis

variable yang ada secara deskriptif dengan membuat tabel distribusi


63

frekuensi. Variable yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah

karakteristik responden yang meliputi umur, pekerjaan, pendidikan

terakhir dan suku.

Tabel 4.1
Analisis Univariat
Kelompok Intervensi Kelompok kontrol Cara analisis
Usia Usia Independent sampel
T-Test
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Chi-square
Pekerjaan Pekerjaan Chi-square
Jumlah Anak Jumlah Anak Chi-square
Usia Anak Usia Anak Independent sampel
T-Test
Jenis Kelamin Jenis Kelamin Chi-square
Urutan Anak Urutan Anak Chi-square

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa untuk mengetahui hubungan variable

bebas terhadap variable terikat, dilakukan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut dengan

menggunakan uji statistik (Dahlan, 2015).

Tabel 4.2
Analisis Bivariat Variabel Penelitian Terapi Kelompok Terapeutik
Variabel Cara analisis
Pengetahuan, sikap dan Pengetahuan, sikap dan
tindakan Ibu merawat tindakan Ibu dalam merawat
balita diare sebelum balita diare setelah
dilakukan intervensi pada dilakukan intervensi pada
kelompok intervensi kelompok intervensi
Pengetahuan, sikap dan Pengetahuan, sikap dan Independent t-test
tindakan Ibu merawat tindakan Ibu merawat balita
balita diare sebelum pada diare setelah tanpa
kelompok kontrol perlakuan intevensi pada
kelompok kontrol
Pengetahuan, sikap dan Pengetahuan, sikap dan Independent t-test
tindakan Ibu merawat tindakan Ibu merawat balita
balita diare sesudah diare setelah tanpa
intervensi pada perlakuan intervensi pada
kelompok intervensi kelompok kontrol
64

Bab ini menguraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi

operasional. Uraian tersebut digunakan sebagai peneliti saat melakukan penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh komunikasi

informasi edukasi (KIE) dengan media terpadu dalam manajemen terpadu

balita sakit (MTBS) terhadap perilaku ibu merawat balita diare di

Posyandu Mawar Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pinang. Kerangka

konsep penelitian merupakan bagian dari kerangka teori yang akan

menjadi panduan dalam melaksanakan penelitian ini.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku (pengetahuan,

sikap dan tindakan) ibu merawat balita diare. Dalam penelitian ini ibu

yang menjadi responden adalah ibu yang memiliki balita dan bersedia

mengikuti komunikasi informasi edukasi (KIE) ini dari awal sampai akhir.

Variabel independen adalah pelaksanaan komunikasi informasi edukasi

(KIE) dengan membentuk kelompok yang beranggotakan ibu yang


65

memiliki balita dan masing-masing kelompok melaksanakan 2 sesi KIE

tentang merawat diare. Variabel confounding atau variabel perancu dalam

penelitian ini meliputi usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, suku dan

jumlah anak.
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai