Anda di halaman 1dari 100

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare adalah gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan

BAB konsistensi tinja cair secara berlebih (lebih dari 3 kali), juga dapat

disertai dengan darah (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2020). Menurut

Sudarti (2010) Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit karena buang air

besar lebih dari 3 kali dalam sehari, dengan bentuk tinja encer atau cair yang

disertai dengan atau darah atau lendir. Diare merupakan gejala infeksi pada

saluran usus, yang disebabkan oleh organisme bakteri, virus dan parasit

(WHO, 2017).

Pasien yang terkena penyakit diare dapat berlangsung selama beberapa

hari, yang mengakibatkan berkurang bahkan hilangnya air dan garam yang

diperlukan tubuh untuk tetap bertahan hidup (WHO, 2017). Sehingga

membutuhkan penanganan yang cepat, karena pasien akan mengalami

dehidrasi akibat dari infeksi diare tersebut, yang kemudian mengakibatkan

kematian pada bayi dan anak kecil (Hartati, 2017). Hasil penelitian lanjutan,

penyebab lain seperti infeksi bakteri memungkinkan menjadi penyebab

meningkatnya kematian karena diare. Selain itu anak-anak yang kekurangan

gizi atau memiliki gangguan kekebalan dalam tubuhnya paling beresiko

terkena diare yang mengakibatkan kematian (WHO, 2017).

Penyakit diare menjadi masalah yang serius karena tingginya angka

kesakitan dan kematian anak di berbagai negara yang diakibatkan oleh diare.

1
2

Data WHO (2017) setiap tahun ada 525.000 anak-anak usia dibawah 5 tahun

meninggal karena terinfeksi penyakit diare. Dan secara global setiap tahun ada

1,7 miliar anak-anak yang terinfeksi penyakit diare (WHO, 2017).

Di Indonesia penyakit diare juga menjadi masalah penyebab kematian

bayi dan anak dibawah 5 tahun yang cukup tinggi sejak 1994 (Irianto, dkk.,

1994). Hingga saat ini berdasarkan data terakhir Kementerian Kesehatan

Indonesia (2020) menunjukan kematian pada anak usia 29 hari-11 bulan yang

diakibatkan diare sebanyak 746 orang atau sekitar 12,1%. Sehingga penyakit

diare dapat dikatakan sebagai penyakit dengan kejadian luar biasa (KLB) yang

dapat menjadi penyebab kematian di Indonesia (Kementerian Kesehatan

Indonesia, 2020).

Kejadian diare pada bayi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih

berada pada persentase 13,4% (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2020).

Berdasarkam data NTB jumlah kematian neonatal, bayi dan balita akibat diare

sepanjang tahun 2020 sebanyak 21 kasus. Dengan rincian 20 kematian anak

usia 29 hari-11 bulan dan 1 kematian pada anak usia 12 -59 bulan. Dari kasus

20 kematian anak usia 29 hari-11 bulan diare di NTB pada tahun 2020, 3

kasus berasal dari Lombok Timur (data NTB, 2021). Hal ini menunjukan

adanya kenaikan kasus kematian akibat diare pada anak berusia 29 hari-11

bulan di Lombok Timur, karena pada tahun 2019 hanya ada 1 kasus kematian

akibat diare.

Pemerintah Indonesia sudah melakukan pelayanan masyarakat untuk

dapat mengontrol kasus kejadian diare pada bayi yang mengakibatkan


3

kematian. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah seperti program

penyediaan air bersih dan sanitasi total berbasis masyarakat. Promosi

pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan, termasuk pemberian informasi

kesehatan secara spesifik dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat dan menurunkan kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu

misalnya, diare. Catatan data ada 3.979.790 orang balita yang mengalami

diare sudah dilayani di semua Pusat Pelayanan Masyarakat (PUSKESMAS).

Dan sebanyak 83.531 balita sudah dilayani di NTB (Kementerian Kesehatan

Indonesia, 2020).

NTB ada pada urutan pertama dalam melakukan pelayanan Kesehatan

terkait diare yaitu 68,6% dari rata-rata 40% se-Indonesia. Namun

kenyataannya di NTB kejadian diare pada bayi masih berada pada persentase

13,4% (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2020). Meskipun pelayanan

terhadap penyakit diare berada pada urutan teratas se-Indonesia, kenyataanya

masih ada kasus kematian karena diare. Khususya pada daerah Kabupaten

Lombok Timur 3 kasus kematian anak usia 29 hari – 11 bulan. Pengambilan

data awal di salah satu Puskesmas di Kabupaten Lombok Timur yaitu

Puskesmas Lendang Nangka, kejadian diare pada bayi berusia 0-12 bulan

masih cukup tinggi. Dengan rincian data selama tahun 2020 kejadian diare

pada bayi usia 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka tercatat ada 416

orang. Dan pada tahun 2021 catatan data dari bulan januari hingga September

ada 283 kasus diare.


4

Selain upaya sebagai kontrol yang dilakukan oleh pemerintah terhadap

kejadian diare, ada juga faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya diare.

Dari beberapa penelitian terdahulu Fatmawati (2015), Hartati (2017)

mengungkapkan faktor penyebab terjadinya diare adalah pengetahuan,

pendidikan, perilaku cuci tangan, perilaku makan, status gizi anak. Lebih

khususnya dalam penelitian Hardi, dkk. (2012) dan Angsyi (2018)

mengkungkapkan faktor-faktor terjadinya diare pada balita yaitu pengetahuan

ibu bayi mengatasi diare, pemberian ASI ekslusif, imunisasi dan sanitasi

lingkungan. Hasil dari study kasus juga menunjukan 3 dari 10 pasien bayi 0-

12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka yang terkena diare, diakibatkan oleh

beberapa faktor yaitu pengetahuan Ibu, sikap Ibu, dan pemberian ASI

eksklusif.

Ketidak sesuaian antara persentase tinggi dalam pelayanan yang telah

dilakukan di NTB, dengan masih adanya bayi 0-12 bulan terkena penyakit

diare di Lingkungan Puskesmas Lendang Nangka, dibutktikan dengan study

kasus faktor yang mengakibatkan bayi terkena diare. Hal ini menjadi topik

yang menarik untuk dibahas, dengan beberapa faktor tambahan dari penelitian

sebelumnya dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini. Oleh karenanya akan

dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang

Nangka tahun 2021.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil study pendahuluan yang didapatkan ditempat

penelitian maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apa Saja Faktor-

faktor yang mempengaruhi kejadian diare bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare

pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI

pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka.

b. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang diare dan sikap ibu tentang

diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka.

c. Mengidentifikasi Kejadian Diare Pada Bayi 0 – 12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

d. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif, MP-ASI,

pengetahuan ibu, sikap ibu dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan

di Puskesmas Lendang Nangka.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai refrensi baru bidang Kesehatan khususnya tentang

diare,sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam penanggulangan

diare pada bayi 0-12 bulan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai informasi

baru dan menambah wawasan masyarakat khususnya Ibu bayi untuk

menjaga atau melindungi bayi agar tidak terkena penyakit diare,

dengan lebih memperhatikan keseharian dalam masyarakat

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit

diare.

b. Bagi institusi pelayanan

Dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap pelayanan atau

penyuluhan kesehatan yang dilakukan di institusi pelayanan kesehatan

masyakat untuk menghindari kenaikan pasien yang terkena penyakit

diare.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai refrensi baru pada mahasiswa dan nantinya sebagai

acuan penelitian lanjutan untuk mahasiswa kebidanan, apabila

persentasi kasus penyakit diare masih tinggi.


7

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan


Penelitian Penelitian Penelitian
Susi hartati, Faktor yang Penelitian Faktor penyebab - Fokus penelitian - Faktor yang
Nurazila mempengaruhi kuantitatif terjadinya diare sama yaitu digunakan dalam
kejadian diare adalah faktor yang penelitian ini
pada balita di pengetahuan, mempengaruhi Pendidikan,
wilayah kerja pendidikan, dan kejadian diare. pengetahuan dan
puskesmas perilaku cuci - Pengumpulan perilaku mencuci
rejosari tangan.. data sama-sama tangan.
pekanbaru menggunakan - Subjek penelitian
kuisioner. ini adalah balita.
- Menggunakan - Lokasi penelitian
pendekatan pada penetian ini
cross sectional. di Puskesmas
- Analisis data Rejosari
Chi Square. Pekanbaru.
Fatmawati, Faktor yang Penelitian Faktor penyebab - Fokus penelitian - Faktor yang
Arbianingsih, mempengaruhi analitik terjadinya diare sama yaitu digunakan dalam
Musdalifah kejadian diare deskriptif adalah perilaku faktor yang penelitian ini
anak 3-6 tahun cuci tangan, mempengaruhi perilaku cuci
di TK perilaku makan, kejadian diare. tangan, perilaku
Raudhatul dan status gizi - Pengumpulan makan, dan status
Athfal Alauddin anak. data sama-sama gizi.
Makassar menggunakan - Subjek penelitian
kuisioner. ini adalah anak 3-
- Menggunakan 6 tahun.
pendekatan - Jenis
cross sectional. penelitiannya
Analisis data Chi analitik
Square. deskriptif.
- Analisis data
menggunakan
Chi Square dan
fisher.
Lokasi penelitian
pada penetian ini
di TK Raudhatul
Athfal Alauddin
Makassar.
Amin Faktor-faktor Penelitian Faktor yang - Fokus penelitian - Faktor yang
Rahman Hadi, yang observasi mempengaruhi sama yaitu digunakan dalam
Masni, Rahma mempengaruhi analitik terjadinya diare faktor yang penelitian ini
kejadian diare adalah mempengaruhi status imunisasi,
pada batita di pengetahuan Ibu kejadian diare. sanitasi
wilayah kerja bayi tentang - Faktor-faktor lingkungan dan
puskesmas diare, yang digunakan hygiene.
baranglompo pemberian asi dalam penelitian - Subjek penelitian
kecamatan eksklusif, status ini adalah ini adalah Ibu
ujung tanah imunisasi dan pengetahuan dengan bayi usia
tahun 2012 sanitasi Ibu, pemberian 3 tahun ke bawah.
lingkungan. ASI eksklusif. - Jenis
8

- Pengumpulan penelitiannya
data sama-sama observasi analitik.
menggunakan - Lokasi penelitian
kuisioner. pada penetian ini
- Menggunakan di Puskesmas
pendekatan Barang
cross sectional. Lompokecamatan
- Analisis data Ujung Tanah
Chi Square. Kota Makassar.
Ayu Angsyi, Faktor-faktor Penelitian Faktor yang - Fokus penelitian - Subjek penelitian
Nurnasari, yang observasio mempengaruhi sama yaitu ini adalah balita.
Hasmia berhubungan nal terjadinya diare faktor yang - Lokasi penelitian
Naningsi dengan kejadian adalah mempengaruhi pada penetian ini
diare pada anak pengetahuan Ibu kejadian diare. di RSUD Kota
balita di RSUD bayi tentang - Faktor-faktor Kendari Provinsi
Kota Kendari diare, yang digunakan Sulawesi
Provinsi pemberian asi dalam penelitian
Sulawesi eksklusif, dan ini adalah
Tenggara tahun sikap Ibu pengetahuan
2018 terhadap diare. Ibu, sikap Ibu
dan pemberian
ASI eksklusif.
- Pengumpulan
data sama-sama
menggunakan
kuisioner.
- Menggunakan
pendekatan
cross sectional.
- Analisis data
Chi Square.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Tinjauan Tentang Diare

a. Pengertian

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x

pada bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau

darah dalam faeces. Definisi Diare adalah kehilangan cairan dan

elektrolit secara buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau

cair. Diare adalah defekasi lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa

darah atau lendir. Diare adalah suatu peningkatan frekuensi, keenceran

dan volume tinja serta diduga selama 3 tahun pertama kehidupan,

seorang anak akan mengalami 1 – 3x episode akut diare berat (IDAI,

2017).

b. Etimologi

Adapun faktor penyakit diare yang dibagi menjadi 4(empat)

faktor antara lain :

1) Faktor Infeksi

a) Infeksi eksternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan

(1) Infeksi bakteri : vibrio, E coli, rotavirus

(2) Infeksi virus : intervirus, adenovirus, rotavirus

(3) Infeksi parasit : cacing, protozoa, jamur

9
10

b) Infeksi parental adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan

(1) Tonsilitis

(2) Bronkopneumonia

(3) Ensefalitis

2) Faktor Malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat

b) Malabsorbsi lemak

c) Malabsorbsi protein

3) Faktor Makanan

a) Makanan beracun

b) Makanan basi

c) Alergi terhadap makanan

4) Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak yang lebih besar)

(Angsyi, 2018)

c. Penyebab Diare

Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui

dengan pasti, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Penyebab tidak langsung

Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang

mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan

gizi, hygiene dan sanitasi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi.


11

2) Penyebab langsung

Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri

virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia

maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik,

ikan, buah dan sayur-sayuran.

d. Patogenesis

Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah:

1) Gangguan osmotik yaitu yang disebabkan adanya makanan atau zat

yang tidak diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

rongga usus meningkat sehingga penggeseran air dan elektrolit

berlebihan akan merangsang usus dan mengeluarkannya sehingga

timbul diare.

2) Gangguan sekresi yang menyebabkan adanya rangsangan tertentu

(misalnya: foksin) pada dinding usus yang akan terjadi suatu

peningkatan sekresi, selanjutnya menimbulkan diare karena

peningkatan isi rongga usus.

3) Gangguan motilitas usus yaitu hiperstaltik yang mengakibatkan

kurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan yang

menimbulkan diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang menimbulkan

diare.
12

e. Tanda dan gejala

1) Cengeng, gelisah

2) Suhu tubuh meningkat

3) Nafsu makan berkurang

4) Timbul diare, tinja encer, mungkin disertai lender atau lendir darah

5) Warna tinja kehijau-hijauan

6) Anus dan daerah sekitar lecet karena seringnya defekasi

7) Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare

8) Banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan

dehidrasi

9) Berat badan menurun, turgor kurang, mata dan ubun-ubun besar,

menjadi cekung (pada bayi) selaput lendir dan mulut serta kulit

tampak kering.

f. Cara penularan

Kuman penyakit diare ditularkan melalui fecal – oral antara

lain melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja dan kontak

langsung dengan tinja penderita (Depkes, 2020).

g. Pencegahan diare

Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memberikan ASI,

memperbaiki makanan pendamping ASI, membuang sampah pada

tempatnya atau menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan air

bersih untuk kebutuhan sehari-hari, mencuci tangan sebelum

makan,menutup makanan atau menjaga kebersihan makanan,


13

menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat

(Depkes, 2020).

h. Pengobatan

Ada tiga patokan untuk pengobatan diare pada anak yang dapat

dilakukan oleh Ibu atau keluarga di rumah antara lain:

1) Memberikan cairan lebih banyak dari pada biasa.

Memberikan cairan atau makanan cair yang

direkomendasikan untuk pengobatan diare di rumah seperti bubur

cair, sup atau air tajin, larutan gula garam (cairan rumah tangga).

Jika bayi minum ASI maka teruskan memberi ASI dan dapat

melakukan lebih sering dari pada yang normal (paling kurang

setiap 3 jam). Jika bayi tidak minum ASI maka encerkan susu dua

kali lipat dari yang biasa (paling kurang 3 jam sekali). Sedangkan

bagi anak usia di bawah 2 tahun berikan sekitar 50 – 100 ml cairan

tiap kali menceret.

2) Meneruskan pemberian makan.

Pada anak usia di atas 4 – 6 bulan memberikan makanan

dengan jumlah zat gizi dan kalori yang tinggi. Makanan ini harus

merupakan campuran serealia dan kacang - kacangan yang mudah

didapat, atau campuran serealia dan daging atau ikan. Tambahan

minyak dalam maka nan ini membuatnya lebih kaya tenaga.

Produk susu dan telor dapat diberikan. Sari buah segar dan pisang

sangat bermanfaat, karena membantu menggantikan kalium yang


14

hilang selama diare. Memberi dorongan kepada anak agar makan

sebanyak yang dinginkan,menawarkan makanan setiap 3 atau 4

jam sedangkan pada anak kecil lebih sering lagi. Cara terbaik

adalah memberi makanan sedikit -sedikit dan sering, karena

dengan cara ini makanan akan lebih mudah dicerna. Setelah diare

berhenti, berikan anak makanan tambahan tiap hari selama

seminggu. Makanan tambahan ini membantu anak meningkatkan

kembali berat badannya yang hilang selama diare.

3) Membawa anak ke petugas kesehatan jika tidak membaik.

Jika anak sangat haus, mata cekung, dan mengeluarkan

banyak tinja mungkin telah dehidrasi. Anak biasanya memerlukan

pengobatan lebih lanjut dari yang dapat diberikan Ibu di rumah.

Ibu seharusnya dapat membawa anak ke petugas kesehatan, jika

anak memperlihatkan salah satu dari tanda-tanda seperti:

mengeluarkan banyak tinja cair, sangat haus, mata cekung, demam,

tidak makan atau tidak minum secara normal dan anak tampak

tidak membaik. Setiap kali anak diare, Ibu harus memberikan

cairan oralit atau larutan gula garam paling sedikit sejumlah tinja

atau muntah yang keluar. Jika anak muntah, Ibu harus menunggu

kira- kira 10 menit, kemudian larutan oralit diberikan lagi sedikit-

sedikit. Dehidrasi akibat muntah dan diare ini merupakan

komplikasi berat yang dapat menimbulkan asidosis, hipoglikemia,

dan mengakibatkan kematian. Pada anak yang kekurangan gizi


15

diare bisa menjadi lebih serius, karena dapat memperburuk

keadaan kurang gizi yang ada, sebab selama diare zat gizi hilang

dari tubuh. Pada saat diare anak bisa tidak merasa lapar, bahkan

beberapa Ibu mungkin menunda pemberian makanan pada anaknya

selama beberapa hari walaupun diare telah membaik. Kebiasaan

menghentikan pemberian makan dan perilaku pemberian minum

yang kurang tepat selama anak mengalami diare sering dilakukan

oleh Ibu - Ibu, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman

Ibu akan akibat diare terutama pada bayi dan anak balta. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa, kebiasaan menghentikan ASI

ketika anak diare umumnya dijumpai pada Ibu- Ibu, hal ini

berlangsung sampai beberapa hari dengan maksud agar berak anak

tidak semakin encer sehingga diare cepat mampet. Penelitian lain

juga mengemukakan, bahwa perilaku masyarakat dalam kaitannya

dengan penanggulangan diare melalui upaya rehidrasi oral (URO)

kurang positif.

i. Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan kejadian diare pada

Anak balita

1) Faktor umum atau secara langsung

a) Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan


16

raba di mana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Menurut Notoatmodjo (2010)

pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

(penglihatan) dan telinga (pendengaran). Pengetahuan sebagai

sesuatu yang diketahui oleh seseorang dengan jalan apapun dan

sesuatu yang diketahui orang dari pengalaman yang didapat.

Kurangnya pengetahuan atau pemahaman diare dan

penanganannya menjadi salah satu faktor meningkatnya

kejadian terjadinya diare pada anak balita. Pengetahuan tentang

pencegahan diare penting disebarluaskan karena sangat

membantu dalam penanganan pertama pada anak yang

mengalami diare.

b) Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat

dilihat langsung. Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku

yang nampak. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya

dapat positif dan negatif. Sikap meliputi rasa suka dan tidak

suka, mendekati dan menghindari situasi benda, orang,

kelompok dan kebijakan sosial. Sikap seseorang terhadap suatu


17

objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut. Sikap, keyakinan dan

tindakan dapat diukur, sikap tidak dapat diamati secara

langsung tetapi sikap dapat diketahui dengan cara menanyakan

terhadap yang bersangkutan. Sikap mencakup tiga komponen

yaitu kognisi, afeksi dan konasi.

c) Perilaku cuci tangan

Kebersihan pada ibu dan balita terutama dalam hal

perilaku mencuci tangan setiap makan, merupakan sesuatu

yang baik. Sebagian besar kuman infeksi diare ditularkan

melalui jalur fecal-oral. Dapat ditularkan dengan memasukan

ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja

misalkan air minum dan makanan. Kebiasaan dalam kebersihan

adalah bagian penting dalam penularan kuman diare, dengan

mengubah kebiasaan dengan tidak mencuci tangan menjadi

mencuci tangan dapat memutuskan penularan. Penularan 14-

18% terjadinya diare diharapkan sebagai hasil pendidikan

tentang kesehatan dan perbaikan kebiasaan (Depkes, 2013).

d) Riwayat pemberian ASI esklusif

Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian ASI sedini

mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dantidak

diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi


18

berumur 6 bulan. Kemudian setelah 6 bulan, bayi dikenalkan

dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai berumur dua

tahun.Bayi yang baru lahir tidak memiliki sistem kekebalan

tubuh yang baik sepertiorang dewasa. Tubuh bayi belum

mampu untuk melawan bakteri atau virus penyebab penyakit.

Pada umumnya, tubuh bayi dilindungi oleh antibodi yang

diterima melalui air susu ibu. Bayi yang diberi ASI secara

penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap

diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu

formula. Hal ini dikarenakan ASI mengandung zat antibodi

yang bisa meningkatkan sistem pertahanan tubuh anak.

Pemberian ASI secara eksklusif mampu melindungi bayi dari

berbagai macam penyakit infeksi. Namun, sebagian besar ibu

yang menjadi responden tidak memberikan ASI secara

eksklusif pada anaknya dengan alasan bekerja atau karena ASI

tidak keluar (Surya, 2010).

e) Hygiene sanitasi

Hygiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang

mempengaruhi kondisi lingkungan terhadap lingkungan

kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit

karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi

lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan

kesehatan. Termasuk upaya melindungi, memelihara dan


19

mempertinggi derajat kesehatan manusia (perorangan atau

masyarakat). Sedemikian rupa sehingga berbagai faktor

lingkungan yang menguntungkan tersebut tidak sampai

menimbulkan gangguan kesehatan.

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang

menitikberatkan pada pengawasan terhadap faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia, lebih

mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor

lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit

dapat terhindari. Sanitasi lingkungan berupa adanya jamban

umum, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), tempat sampah. Perilaku

masyarakat khususnya ibu balita yang dalam pemanfaatannya

kurang terpelihara, hal ini berhubungan dengan pendidikan

kesehatan pada ibu balita yang berdampak pada tingkat

kesadaran atau pengetahuan dalam menjaga sanitasi

lingkungannya. Selanjutnya menimbulkan tercapainya perilaku

kesehatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

misalnya cara membuang sampah sembarangan hal ini akan

menimbulkan pencemaran pada sumber air, udara serta bau

yang menyengat yang tidak sehat dan mengganggu dalam segi

kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Adapun macamnya antara

lain:
20

(1) Kualitas Sumber Air

Bagi manusia minum merupakan kebutuhan utama

bagi manusia yang menggunakan air untuk berbagai

keperluan seperti mandi, mencuci, kakus, produksi pangan,

pangan dan sandang. Berbagai penyakit dapat dibawa oleh

air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka

tujuan penyediaan air bersih atau air minum bagi

masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan air.

Demikian diharapkan semakin banyak pengetahuan

masyarakat yang menggunakan air bersih maka akan

semakin turun modifitas penyakit akibat bawaan air.

Sumber air minum merupakan sarana sanitasi yang

penting berkaitan dengan kejadian diare. Pada prinsipnya

sumber air dapat diproses menjadi air minum, sumber-

sumber air ini dapat digambarkan sebagai berikut : air

hujan, di mana air hujan dapat ditampung dan kemudian

dijadikan air minum. Air sungai dan danau, kedua sumber

air ini sering disebut air permukaan. Mata air yaitu air yang

keluar dan berasal dari tanah yang muncul secara alamiah.

Air sumur dangkal yaitu air yang berasal dari lapisan air di

dalam tanah yang dangkal biasanya berkisar antara 5-15

meter. Air sumur dalam yaitu air berasal dari lapisan air
21

kedua di dalam tana, dalamnya dari permukaan tanah

biasanya di atas 15 meter. Sebagian besar air sumur dalam

ini adalah cukup sehat untuk dijadikan air minum langsung.

Sebagian besar kuman-kuman infleksius penyebab diare

ditularkan melalui jalur fecal-oral yang dapat ditularkan

dengan dimasukkan ke dalam mulut cairan atau benda yang

tercemar dengan tinja. Sumber air yang bersih baik kualitas

maupun kuantitasnya akan dapat mengurangi tertelannya

kuman penyebab diare oleh balita. Kualitas air minum

hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan kesehatan,

diusahakan mendekati persyaratan air sehat yaitu

persyaratan fisik yang tidak berasa, bening atau tidak

berwarna. Secara bakteriologi air harus bebas dari segala

bakteri terutama bakteri pathogen. Dari sisi kimiawi air

minum yang sehat itu harus mengandung zat-zat tertentu di

dalam jumlah tertentu di dalam jumlah tertentu seperti

flour, chlor, besi.(Notoatmodjo, 2010)

(2) Kebersihan jamban

Adanya jamban dalam rumah mempengaruhi

kesehatan lingkungan sekitar. Untuk mencegah atau

mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka

tinja harus dibuang pada tempat tertentu agar menjadi

jamban yang sehat untuk daerah pedesaan harus memenuhi


22

persyaratan yaitu tidak mengotori permukaan air di

sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga, tidak

menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara,

sederhana desainnya, murah, dapat diterima oleh

pemakainya (Notoatmodjo, 2010).

2) Faktor Pendukung atau tidak langsung

a) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka

peroleh. Dari kepentingan keluarga itu sendiri amat diperlukan

seseorang lebih tanggap adanya masalah kesehatan terutama

kejadian diare di dalam keluarganya dan biasa mengambil

tindakan secepatnya. Berdasarkan tingkat pendidikan ibu,

prevalensi diare berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan

ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin

rendah prevalensi diarenya. Lamanya menderita diare pada

balita yang ibunya berpendidikan rendah atau tidak sekolah

adalah lebih panjang dibandingkan dengan anak dari ibu yang

berpendidikan baik. Insiden diare lebih tinggi pada anak yang

ibunya tidak pernah sekolah menengah.

Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta

nilai dan kepercayaan akan takhayul di samping tingkat

penghasilan yang masih rendah merupakan penghambat dalam


23

pembangunan kesehatan. Pendidikan rata-rata penduduk yang

masih rendah, khususnya ibu balita merupakan salah satu

masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap cara penanganan

diare, sehingga sikap hidup dan perilaku yang mendorong

timbulnya kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin tinggi

pendidikan ibu maka mortalitas (angka kematian) dan

mordibilitas (keadaan sakit) semakin menurun, hal ini tidak

hanya akibat kesadaran ibu balita yang terbatas, karena

kebutuhan status ekonominya yang belum tercukupi.

b) Status Pekerjaan Ibu

Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kejadian diare pada anak balita. Pada

pekerjaan ibu atau keaktifan ibu dalam berorganisasi social

berpengaruh pada kejadian diare pada balita. Dengan pekerjaan

tersebut diharapkan ibu mendapat informasi tentang

pencegahan diare. Terdapat 9,3% anak balita menderita diare

pada ibu yang bekerja, sedangkan ibu yang tidak bekerja

sebanyak 12%.

c) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas

kesehatan yang baik. Semakin tinggi pendapatan keluarga,

semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan

semakin baik. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan


24

kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga.

Demikian ada hubungan yang erat antara pendapatan dan

kejadian diare yang didorong adanya pengaruh yang

menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan,

perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah keluarga

lainnya, yang berkaitan dengan kejadian diare, hampir berlaku

terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan.

Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik

akan berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan

(Notoatmodjo, 2010). Apabila tingkat pendapatan baik, maka

fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam rumahnya akan

terjamin, masalahnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan

jamban sendiri atau jika mempunyai ternak akan diberikan

kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Rendahnya

pendapatan merupakan rintangan yang menyediakan orang

tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.

Pada ibu balita yang mempunyai pendapatan kurang akan

lambat dalam penanganan diare karena ketiadaan biaya berobat

ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang

lebih parah.

d) Status Gizi Balita


25

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

konsumsi makanan, penyimpanan dan penggunaan makanan.

Status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan yang

diakibatkan oleh keadaan keseimbangan di satu pihak dengan

pengeluaran oleh organisme dan pihak lain yang terlihat

melalui variabel tertentu disebut indikator misalnya Berat

Badan dan Tinggi Badan. Kurang gizi juga berpengaruh

terhadap diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian

makanan yang kurang, diare akut yang lebih berat, yang

berakhir lebih lama dan lebih sering terjadi pada diare persisten

juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal

akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat, apabila

anak sudah kurang gizi secara umum hal ini sebanding dengan

derajat kurang gizinya dan paling parah jika anak menderita

gizi buruk (Depkes,2013).

Diare dan muntah merupakan gejala khas pada penyakit

gastrointestinal, gangguan pencernaan atau penyerapan

merupakan terjadinya diare. Pemberian diet pada penderita

diare khususnya balita diusahakan makanan yang tidak

mengandung banyak serat. Pada diare yang menahun harus

diwaspadai karena akan terjadi penurunan berat badan yang

selanjutnya akan mempengaruhi status gizi balita. Pada diare

menahun di samping makanan yang tidak mengandung banyak


26

serat, juga memperhatikan banyaknya energi dan zat gizi

esensial yang bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan

yang normal.

Penilaian status gizi balita secara antropometri, metode

ini didasarkan atas pengukuran keadaan fisik dan komposisi

tubuh pada umur dan tingkat gizi yang baik. Dalam penilaian

status gizi khususnya untuk keperluan klasifikasi, maka harus

ada ukuran baku atau referensi. Baku antropomertri yang

digunakan NCHS (National Center Of Healt Statistic) USA

adalah grafik perbandingan yang merupakan data baru yang

dikatakan lebih sesuai dengan perkembangan jaman.

Perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan

tinggi badan dengan percepatan tertentu. Indeks berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik

untuk mengetahui status gizi saat ini, terlebih data umur yang

sangat sulit diperoleh. Indeks BB/TB adalah indeks yang

independen terhadap umur dan merupakan indicator yang baik

untuk menilai gizi saat ini atau sekarang.

2. Tinjauan Tentang Pemberian ASI eksklusif

a. Pengertian ASI Ekslusif

Pemberian ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara

eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan

lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa
27

tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,

bubur nasi dan tim. WHO menekankan bahwa pemberian ASI

eksklusif pada bayi yaitu dimulai pada 6 bulan pertama setelah

kelahiran, dan setelah itu dapat diberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) yang mencukupi kuantitas dan kualitasnya serta teruskan

pemberian ASI sekurangnya sampai anak berusia 2 tahun (WHO,

2008).

b. Komposisi ASI

Gizi pokok yang terkandung dalam ASI adalah:

1) Protein

Protein dIbutuhkan untuk pertumbuhan bayi. Protein

dipecah menjadi kasein dan air dadih. ASI terdiri atas air dadih

sedangkan susu sapi mengandung lebih banyak kasein. Disamping

air dadih, ASI mengandung protein terpilih lain yang secara

alamiah tidak terdapat dalam susu yang dikandung oleh sapi atau

formula, seperti taurin, laktoferin, lisosim dan nukleotida.

2) Karbohidrat

Hampir semua karbohidrat di dalam ASI adalah laktosa.

Laktosa penting untuk pertumbuhan otak, dan otak bayi pada

umumnya sangat besar dan tumbuh dengan cepat.

3) Lemak

Lemak dIbutuhkan untuk membuat energi (kalori) serta

meningkatkan kecerdasan karena didalam ASI terdapat asam-asam


28

lemak esensial berantai panjang yang terbukti sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Asam lemak ini tidak

ada secara alami didalam susu sapi atau susu formula. Lemak

dalam ASI sangat mudah dicerna dan nyaris tanpa bahan sisa.

4) Vitamin, Mineral dan Zat Besi

Vitamin, mineral dan zat bezi yang terkandung dalam ASI

memiliki manfaat yang tinggi bagi tubuh. Sebagian besar gizi yang

sangat berguna yang ada dalam ASI masuk ke jaringan bayi dan

hanya sedikit sekali yang terbuang percuma dibanding dengan susu

pabrik atau susu sapi (Angsyi, 2018).

c. Manfaat Pemberian ASI

Menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi ada

sederet keuntungan dan manfaat yang akan diperoleh ibu dengan

menyusui si kecil, khususnya dengan memberikan ASI Eksklusif.

Manfaat memberikan ASI Eksklusif bagi bayi yaitu menerima nutrisi

terbaik baik kualitas maupun kuantitas, meningkatkan daya tahan

tubuh, meningkatkan kecerdasan, dan meningkatkan jalinan kasih

sayang (Bonding), sedangkan manfaat memberikan ASI Eksklusif bagi

ibu yaitu: mengurangi perdarahan post partum (pasca melahirkan),

mengurangi kemungkinan terjadinya anemia kekurangan zat besi,

mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara dan kanker

indung telur, menjarangkan kelahiran, mengembalikan lebih cepat

berat badan dan besarnya rahim keukuran normal, ekonomis, hemat


29

waktu, tidak merepotkan, dapat di bawah kemana-mana dengan mudah

dan memberikan rasa bahagia bagi ibu (Supriadi, 2007).

Dalam ASI terkandung nilai-nilai komponen yang tidak dapat

digantikan oleh susu formula, misalnya perlindungan terhadap infeksi,

alergi dan merangsang sistem kekebalan tubuh bayi. ASI sangat

bermanfaat bagi bayi sehingga pemberian ASI sangat dianjurkan

terlebih saat 6 bulan pertama yang disebut dengan ASI eksklusif

dilanjutkan sampai 2 tahun. Hal ini karena ASI mengandung zat-zat

gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan

perkembangannya, termasuk untuk kecerdasan bayi.

Manfaat ASI bagi bayi diantaranya adalah :

1) Merupakan makanan alamiah yang sempurna, bersih dan higienis.

2) Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan

yang sempurna.

3) Mengandung zat gizi untuk kecerdasan bayi.

4) Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi agar tidak

terkena penyakit infeksi (diare, batuk pilek, radang tenggorokan

dan gangguan pernafasan). Melindungi bayi dari alergi.

5) Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan

kepada bayi dalam keadaan segar.

6) Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat

diberikan kapan saja dan dimana saja.


30

7) Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan

pernafasan bayi.

Manfaat pemberian ASI ternyata tidak hanya untuk bayi, tetapi

juga bermanfaat bagi ibu. Berikut ini beberapa manfaat pemberian ASI

bagi ibu:

1) Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi.

2) Mengurangi perdarahan setelah persalinan.

3) Mempercepat pemulihan kesehatan ibu.

4) Menunda kehamilan.

5) Mengurangi resiko terkena kanker payudara.

6) Ibu dapat memberikan ASI setiap saat bayi membutuhkan.

7) Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan.

8) Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui (Angsyi,

2018).

3. Tinjauan Tentang Pemberian MP-ASI

a. Definisi

MP-ASI adalah Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Pemberian

MP-ASI dapat diberikan apabila ASI saja tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayi (bayi usia sekitar 6 bulan). World Health

Organization (WHO) menyarankan pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI) dimulai paling lambat saat bayi berusia 6 bulan

(timely), dengan memperhatikan kecukupan zat gizi pada MP-ASI


31

(adequate), aman dan higienis dalam penyiapan dan pemberian (safe),

dan diberikan secara responsif (responsive feeding) (IDAI, 2017).

b. Persyaratan MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan sejak bayi

berusia 6 bulan. Makanan ini diberikan karena kebutuhan bayi akan

nutrien-nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat

dipenuhi lagi hanya dengan pemberian ASI. MP-ASI hendaknya

bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar

dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu banyak

jumlahnya akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan zat-

zat gizi. Selain itu juga tidak boleh bersifat kamba, sebab akan cepat

memberi rasa kenyang pada bayi. MP-ASI jarang dibuat dari satu jenis

bahan pangan, tetapi merupakan suatu campuran dari beberapa bahan

pangan dengan perbandingan tertentu agar diperoleh suatu produk

dengan nilai gizi yang tinggi. Pencampuran bahan pangan hendaknya

didasarkan atas konsep komplementasi protein, sehingga masing-

masing bahan akan saling menutupi kekurangan asam-asam amino

esensial, serta diperlukan suplementasi vitamin, mineral serta energi

dari minyak atau gula untuk menambah kebutuhan gizi energi.

Indikator Bayi Siap Menerima Makanan

1) Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak

tanpa disangga
32

2) Menghilangnya refleks menjulur lidah

3) Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan

cara membuka mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan

untuk menunjukkan rasa lapar dan menarik tubuh ke belakang atau

membuang muka untuk menunjukkan ketertarikan pada makanan

(Mufida, dkk., 2015).

c. Prinsip–prinsip pemberian MP-ASI

1) Tepat waktu

Bayi siap dikenalkan dengan makanan saat berusia 6 bulan.

Amati tanda–tanda bayi siap makan:

a) Menunjukan ketertarikan ketika melihat orang lain makan dan

mencoba menggapai makanan.

b) Senang memasukan benda-benda ke mulutnya.

c) Dapat mengontrol lidahnya dengan baik untuk mengolah

makanan dimulutnya.

d) Mulai menunjukkan gerakan mulut keatas dan kebawah seperti

gerakan mengunyah.

Ibu tidak perlu terburu-buru memberi makan ketika beberapa

tanda sudah terlihat, terutama jika bayi tidak mengalami kesulitan

menyusu dan berat badannya masih naik dengan baik, apalagi jika

usianya masih jauh dari 6 bulan.

1) Bayi jika diberi makan terlalu cepat


33

a) Posisi ASI digantikan oleh makanan lain dengan kualitas

nutrisi yang lebih rendah.

b) Meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit karena

faktor proteksinya berkurang, makanan lain tidak sebersih

ASI, makanan lain lebih sulit dicerna.

c) Kemungkinan ibu segera hamil lagi lebih besar.

2) Bayi jika diberi makan terlalu lambat

a) Bayi tidak mendapat nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya.

b) Pertumbuhan dan perkembangannya terhambat.

c) Kekurangan zat-zat yang diperlukan tubuh dan

malnutrisi (Sukrita, 2018).

2) Frekuensi pemberian MP-ASI

Frekuensi MP-ASI diberikan bertahap. Saat pengenalan

dapat diberikan makanan berat 2 kali sehari, lalu ditingkatkan

menjadi 2-3 kali sehari disertai selingan 1 kali. Selanjutnya, 3-4

kali sehari dengan selingan 1-2 kali sehari. Selama pemberian MP-

ASI, lanjutkan pemberian ASI (Sukrita, 2018).

Frekuensi MP-ASI makan anak harus sesering mungkin

karena anak dapat mengkonsumsi makanan sedikit demi sedikit

sedangkan kebutuhan asupan kalori dan zat lain harus terpenuhi.

Pada anak normal, waktu rerata pengosongan lambung adalah 50

persen dan waktu 100 menit untuk makanan padat dan 75 menit
34

untuk makanan cair. Waktu pengosongan makin cepat sejalan

dengan bertambahnya usia anak (Widodo, 2009)

3) Porsi pemberian MP-ASI

Pada usia 12 sampai 24 bulan ASI hanya memberikan

sepertiga kebutuhan energi anak. Porsi makanan yang diberikan

menyesuaikan kapasitas lambung bayi dan hendaknya diberikan

secara bertahap, berangsur mulai dari satu sendok hingga tiga

perempat mangkuk berukuran 250 ml sesuai dengan usianya.

Kebutuhan energi makanan pada anak usia 12-24 bulan sekitar 550

kkal perhari (Widodo, 2009).

4) Variasi dalam menu MP-ASI

Menurut WHO, pada umur 6 bulan sistem pencernaan bayi

termasuk pankreas telah berkembang dengan baik sehingga bayi

telah mampu mengolah, mencerna serta menyerap berbagai

jenis/varietas bahan makanan seperti protein, lemak dan

karbohidrat. Berikan aneka ragam bahan makanan bergizi

seimbang kualitas 4 bintang yang tentunya mudah dijangkau sesuai

kearifan lokal. Menu empat bintang di dalam MP-ASI sebagai

berikut

a) Bintang pertama: makanan hewani, seperti daging, ayam, hati,

dan telur. Semua makanan tersebut mengandung zat besi tinggi.

Selain itu ada ikan dan susu (jika bayi tidak mendapatkan ASI).
35

Kita dapat mencincang atau mengiris kecil makanan tersebut

sesuai dengan umur bayi.

b) Bintang kedua: kacang-kacangan seperti kacang polong, buncis

dan biji-bijian lain.

c) Bintang ketiga, buah-buahan atau sayuran. Terutama buah yang

kaya vitamin A, seperti pepaya, mangga, markisa, jeruk dan

sayuran yang mengandung vitamin A seperti sayuran hijau,

wortel, labu, dan ubi jalar kuning.

d) Bintang keempat adalah makanan pokok. Tidak hanya padi

atau beras, tapi juga umbi-umbian, jagung dan lain-lain yang

mengandung karbohidrat (Sukrita, 2018)

Sebaiknya, hindari makanan instan dan minuman yang

mengandung teh dan kopi karena tidak cocok untuk bayi. Selain

itu, hindari minuman yang manis karena banyak mengandung gula.

Variasi rasa alami yang diberikan akan membuat bayi tidak

menjadi pemilih dalam makanan (Sukrita, 2018).

5) Tekstur makanan pendamping ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dibagi menjadi tiga

yaitu makanan lumat, makanan lunak, dan makanan padat dengan

penjelasan:

a) Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan terlebih

dahulu atau disaring tampak kurang merata dan bentuknya lebih

kasar dari makanan lumat halus, contoh: bubur susu, bubur


36

sumsum, pisang saring, tomat saring, nasi tim saring dan lain-

lain.

b) Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak

air dan tampak berair, contoh bubur nasi, bubur ayam, nasi tim,

kentang puri dan lain-lain.

c) Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak tampak berair

dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong,

kentang rebus, biskuit dan lain-lain (Utami, 2013).

Tekstur makanan disesuaikan dengan perkembangan oro-

motoriknya. Bayi umur 5 bulan baru belajar menggerakkan sendiri

rahangnya dan semkin kuat refleks hisapnya. Bayi 7 bulan dapat

membersihkan sendok dengan bibirnya. Bayi saat ini bisa

menggerakkan sendi rahang naik turun, gigi mulai tumbuh untuk

memotong makanan. Mulai umur 8 bulan bayi mulai mampu

menggerakkan lidah kesamping dan mendorong makann ke

geliginya. Umur 10 bulan merupakan usia yang krisis bagi bayi

karena usia ini diharapkan bayi mampu makan makanan semi

padat. Umur 12 bulan sendi rahang bayi telah stabil dan mampu

melakukan gerakan rotasi sehingga sudah bisa lebih canggih dalam

mengunyah makanan kasar. Pada usia ini bayi siap makan

makanan keluarga. Pada saat ini bayi telah siap memakan makanan

meja sesuai yang dimakan oleh keluarga. Jika bayi dipaksa makan

makanan padat senidi sejak dini harus diperhatikan juga risiko


37

tersedak yang masih sangat besar. Selain itu bayi membutuhkan

lebih banyak waktu untuk memanipulasi makanan tekstur padat

untuk bisa mengunyahnya hingga menjadi partikel yang lebih kecil

untuk ditelan. Akibatnya bayi akan memakan jumlah makanan

yang lebih sedikit sehingga asupan makanannya kurang dan

kekosongan kebutuhan tubuhnya akan tetap kosong.

6) Kebersihan MP-ASI

a) Pastikan kebersihan tangan dan peralatan makan yang

digunakan untuk menyiapkan serta menyajikan MP-ASI.

b) Cuci tangan ibu dan bayi sebelum makan. Selalu cuci tangan ibu

dengan sabun setelah ke toilet dan membersihkan kotoran bayi.

c) Simpan makanan yang akan diberikan kepada bayi di tempat

yang bersih dan aman.

d) Pisahkan talenan yang digunakan untuk memotong bahan

makanan mentah dan bahan makanan matang (Sukrita, 2018).

4. Tinjauan Tentang Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan di

peroleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra pengelihatan

(mata) (Notoatmodjo, 2010).


38

Menurut Notoatmodjo (2010) secara garis besarnya dibagi dalam

6 tingkatan pengetahuan  yakni :

1) Tahu (Know)

Tahu di artikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya

tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban

adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah

ditularkan oleh nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda

anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana

cara melakukan PSNDB (Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah).

2) Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan

penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3

M (Mengubur, Menutup, dan Menguras), tetapi harus dapat

menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya,

tempat-tempat penampungan air tersebut.


39

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui  tersebut pada situasi yang lisan. Misalnya

seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus

dapat membuat perencanaan program kesehatan tempat ia bekerja

atau di mana saja, orang yang telah paham metodologi penelitian,

ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang di ketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokan

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes

Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow

chart) siklus hidup cacing kermi.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan sesuatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata


40

lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat

membuat dan meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri

tentang hal-hal yang telah di baca atau di dengar, dan dapat

membuat kesimpulan tentang artikel yang telah di baca.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya di dasar pada suatu kriteria yang

di tentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misalnya seorang Ibu dapat menilai atau menentukan seorang

anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai

manfaat ikut keluarga berencana.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Ovent Behavior). Dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2010).

b. Faktor yang Pengaruhi Pengetahuan

1) Faktor internal

a) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur,


41

tingkat kematangan, dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berpikir dan bekerja (Wawan dan Dewi, 2010). Semakin

tua umur seseorang, maka orang tersebut akan semakin

bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai, dan

semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

b) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada

umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010).

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang dan banyak tantangan (Wawan dan Dewi, 2010).

2) Faktor eksternal
42

a) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan dan

Dewi, 2010).

Lingkungan juga dapat mempermudah manusia

mendapatkan informasi, dimana kemudahan memperoleh

informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007).

b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. (Wawan

dan Dewi, 2010).

c. Sumber Pengetahuan

Pengetahuan dapat diperoleh langsung ataupun melalui

penyuluhan baik individu maupun kelompok. Untuk meningkatkan

pengetahuan kesehatan perlu diberikan penyuluhan yang bertujuan

untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga maupun

masyarakat, dalam membina dan memelihara hidup sehat serta

berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Pengetahuan adalah proses kegiatan mental yang

dikembangkan melalui proses kegiatan pada umunya sebagai aktifitas

kognitif. Proses adopsi adalah perilaku menurut Notoatmodjo (2010),


43

sebelum seseorang mengadopsi perilaku didalam diri orang tersebut

terjadi suatu proses yang berurutan yang terdiri dari:

1) Kesadaran (awareness)

Individu menyadari adanya stimulus.

2) Tertarik (Interest)

Individu mulai tertarik pada stimulus.

3) Menilai (Evaluation)

Individu mulai menilai tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap

yang lebih baik lagi.

4) Mencoba (Trial)

Individu sudah mulai mencoba perilaku yang baru.

5) Menerima (Adoption)

Individu telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap

dan kesadarannya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010).

d. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di

atas (Notoatmodjo, 2010).


44

Pertanyaan (test) yang dapat dipergunakan untuk pengukuran

pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis:

1) Pertanyaan Subjektif; bentuk pertanyaannya berupa essay.

2) Pertanyaan Objektif; jenis pertanyaan berupa pilihan ganda,

betul/salah dan pertanyaan menjodohkan.

Pertanyaan berupa essay disebut pertanyaan subjektif karena

penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari

penilaian, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai

dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya.

Pertanyaan pilihan ganda, betul/salah, menjodohkan, disebutkan

pertanyaan objektif karena pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat

dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan faktor

subjektifitas dari penilai (Angsyi, 2018).

e. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik : Hasil presentase 76%-100%.

2) Cukup : Hasil presentase 56%-75%

3) Kurang : Hasil presentase <56% (Arikunto 2006 dalam Wawan,

dan Dewi, 2010).

5. Tinjauan Tentang Sikap


45

a. Definisi

Sikap adalah evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap

suatu objek dengan perasaan mendukung atau memihak (favorable)

dengan perasaan tidak mendukung atau tidak memihak. Sikap adalah

pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak

sesuai dengan sikap yang dituju. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap

objek yang dimaksud. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda,

orang tetapi juga peristiwa- peristiwa, pandangan-pandangan, lembaga-

lembaga terhadap norma-norma, nilai-nilai dan lain-lain. Sikap juga

diartikan sebagai kesiapan, kesediaan dan kecenderungan untuk

bertindak terhadap suatu objek tertentu (Angsyi, 2018).

Menurut Notoatmodjo (2010) seperti halnya pengetahuan, sikap

juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai

berikut:

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima

stimulus yang di berikan (objek). Misalnya sikap seseorang

terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat di ketahui atau di

ukur dari kehadiran Ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang

ante natal care dilingkungannya.

b) Menanggapi (Responding)

Menanggapi di sini di artikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang di hadapi.


46

Misalnya seorang Ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care

tersebut di tanya atau di minta menanggapi oleh penyuluh,

kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

c) Menghargai (Valuting)

Menghargai di artikan subjek atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti

membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh

butir a tersebut, Ibu mendiskusikan antenatal care dengan

suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan

penyuluhan antenatal care.

d) Bertanggung Jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang telah di yakininya. Seseorang yang telah

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus

berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohnya

atau adanya risiko lain. Contoh tersebut, Ibu itu sudah mau

mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk

mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan

penghasilannya, atau di omeli oleh mertuanya karena

meninggalkan rumah.

e) Tindakan Atau Praktik (Practice)


47

Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain seperti adanya fasilitas atau

sarana dan prasarana. Seorang Ibu hamil sudah tahu bahwa periksa

kehamilan itu penting untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah

ada niat (sikap) untuk periksa kehamilan. Agar sikap ini meningkat

menjadi tindakan, maka di perlukan bidan, Posyandu, atau

Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah

dicapainya.

b. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk dan berubah sejalan dengan perkembangan

individu atau dengan kata lain sikap merupakan hasil belajar individu

dengan interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa sikap dapat dibentuk dan

diubah melalui pendidikan. Sikap positif dapat berubah menjadi

negatif jika tidak mendapatkan pembinaan dan sebaliknya sikap

negatif dapat berubah menjadi positif jika mendapatkan pembinaan

yang baik. Karena sikap mempunyai valensi/tingkatan, maka sikap

positif dapat juga ditingkatkan menjadi sangat positif. Di sinilah letak

peranan pendidikan dalam membina sikap seseorang.

Sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kognitif yaitu

yang berhubungan dengan pengetahuan, afektif berhubungan dengan

perasaan dan psikomotoris berhubungan kecenderungan untuk

bertindak. Struktur kognisi merupakan pangkal terbentuknya sikap

seseorang. Struktur kognisi ini sangat ditentukan oleh pengetahuan


48

atau informasi yang berhubungan dengan sikap, yang diterima

seseorang (Azwar, 2010).

Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan

melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial yang terus menerus

antara individu dengan yang lain di sekitarnya. Dalam hubungan ini,

faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah, pertama faktor

intern yaitu faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan

sendiri, seperti selektivitas. Manusia tidak dapat menangkap seluruh

rangsang -rangsang mana yang akan kita dekati mana yang harus

dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif dan kecenderungan yang ada

pada manusia. Karena itu harus memilih, disinilah kita menyusun

sikap positif terhadap satu hal dalam membentuk sikap negatif

terhadap hal lainnya. Kedua adalah faktor ekstern yang merupkan

faktor diluar manusia yaitu : Sikap objek yang dijadikan sasaran sikap,

kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap, sifat orang -

orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media

komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap, situasi pada

saat sikap dibentuk.

c. Perubahan Sikap

Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan sikap, yaitu:

1) Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang memberikan

landasan kognitif baru terbentuknya sikap terhadap hal tersebut

(Azwar, 2010), dengan kata lain informasi yang baru akan


49

mengakibatkan perubahan dalam komponen kognitif, yang

selanjutnya akan mengakibatkan perubahan komponen afektif dan

konatif,

a) Perubahan sikap dapat terjadi karena pengalaman langsung

individu,

b) Hukum undang - undang yang memberi sanksi atau hukuman.

Sikap yang positif akan dapat mengarahkan pada

penyelesaian yang baik, terutama dalam hubungan heteroseksual.

Sikap remaja terhadap seks juga merupakan hasil belajar.

Hubungan seks yang terjadi pada remaja belasan tahun cenderung

kurang direncanakan dan lebih bersifat spontan. Hal ini

dipengaruhi oleh tingkat kematangan kognitif dan emosional.

Jika seseorang merasa bahwa output dari penampilan sebuah

perilaku adalah positif, setiap individu akan memiliki sikap yang

positif yang mengarah pada penampilan perilaku tersebut.

Kebalikannya juga dapat terjadi jika perilaku tersebut menjadi

negatif. Perilaku yang diharapkan dari seorang individu, jika

memiliki penampilan perilaku yang positif dan individu tersebut

akan termotivasi dengan hal-hal yang bersikap positif pula maka

akan terjadi norma subjektif yang positif. Dan bisa juga terjadi

kebalikannya, jika memiliki penampilan perilaku yang negatif

maka individu tersebut akan termotivasi dengan hal-hal yang

bersifat negatif sehingga akan terjadi norma subjektif yang negatif.


50

2) Sosial Budaya

Kehidupan bermasyarakat tidak jauh dari mitos-mitos yang

sudah dipercaya dari jaman dahulu kala. Seperti halnya mitos-

mitos tentang bayi yang mengalami diare, orang tua terdahulu

menganggap bahwa jika bayi mengalami diare, maka bayi tersebut

akan pintar (entah pintar dalam proses tumbuh kembang, seperti

bayi tersebut sudah bisa duduk, berdiri ataupun jalan).

Berikut juga beberapa contoh mitos tentang diare yang

ditemukan dalam masyarakat:

a) Menganggap diare sebagai tanda anak akan tumbuh gigi..

b) Menganggap diare sebagai tanda anak akan pintar.

c) Mengurangi asupan/cairan yang dikonsumsi anak saat diare,

agar mengurangi atau tidak sering buang air.

B. Kerangka Konsep

Keterangan:
51

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Diare pada Bayi 0-12 Bulan Di Puskesmas Lendang
Nangka.
C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan jawaban sementara dari

rumusan masalah sebuah penelitian, yang mana rumusan masalah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2019). Menurut Notoadmodjo

(2012) hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan pemberian ASI

eksklusif, pemberian MP-ASI, pengetahuan Ibu dan sikap Ibu dengan

kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka.


52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif, dengan

pendekatan cross sectional. Karena data penelitian (variabel bebas dan terikat)

diobservasi pada waktu yang sama yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi penelitian adalah generalisasi yang terdiri atas;

obyek/subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti (Sugiyono 2019). Populasi dalam penelitian ini populasi ialah

semua Ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan yang tercatat dalam rekam

medis selama 3 bulan terakhir yaitu bulan September, Oktober dan

November tahun 2021 di Puskesmas Lendang Nangka sebanyak 125

orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Untuk itu sampel yang diambil

dari populasi harus betul-betul mewakili dan harus valid, yaitu bisa

mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (Sujarweni, 2021).

52
53

Sampel penelitian ini yaitu ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan yang

tercatat dalam rekam medis selama 3 bulan terakhir yaitu bulan

September, Oktober dan November tahun 2021 di Puskesmas Lendang

Nangka. Untuk mencari besarnya sampel dihitung dengan menggunakan

rumus Slovin (2013) :

N
n=
1+ N (d 2)

125
n=
1+ 125 ¿ ¿

125 125
n= = =55
1+ 1,25 2,25

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Nilai kritis (batas ketelitian)

Jadi besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 55 orang

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sistematik random sampling yang merupakan modifikasi dari

random sampling yaitu setiap populasi memiliki kesempatan yang sama

untuk diambil sebagai sampel dengan cara membagi jumlah anggota

populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya

adalah interval sampel. Kemudian Sampel diambil dengan cara membuat


54

daftar anggota populasi setelah itu dibagi dengan jumlah sampel yang

diinginkan, hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang akan menjadi

sampel adalah kelipatan dari X tersebut. (Notoatmodjo, 2018)

N 125
I= = =2
n 55
Keterangan :

I = Interval

N = Besar populasi

n = Besar sampel

Bilangan 1 s.d 2 dirandom, bila keluar angka 2 maka 2 adalah

sampel pertama, sampel kedua, ketiga, keempat dan seterusnya adalah

bilangan kelipatan 2 Jadi 2, 4, 6, 8 dan seterusnya sampai didapatkan 55

sampel.

Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi

1) Ibu bayi yang komunikatif

2) Ibu bayi yang bisa membaca dan menulis.

3) Ibu bayi yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

4) Ibu dengan bayi yang berumur 0-12 bulan.

b. Kriteria eksklusi

1) Ibu dengan bayi yang berumur lebih dari 12 bulan.

2) Ibu dengan bayi yang memiliki penyakit tertentu.


55

3) Ibu bayi berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas Lendang

Nangka.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2022.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Lendang Nangka.

D. Variebel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel terikat (Dependent) dan

variabel bebas (Independent). Variabel terikat (Dependent) adalah variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Dan variabel bebas (Independent) adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,

2019). Berikut rincian variabel terikat (Dependent) dan variabel bebas

(Independent) dalam penelitian ini:

1. Variabel bebas (Independent) : Riwayat pemberian ASI eksklusif, Riwayat

pemberian MP-ASI, Pengetahuan Ibu dan Sikap Ibu.

2. Variabel terikat (Dependent) : Kejadian Diare

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Parameter/Indikator Alat Ukur Hasil Ukur skala


Variabel Independent
1. Pemberian Pemberian ASI a. Definisi - Ceklis 1. ASI Eksklusif Nominal
Asi saja tanpa diberi b. Mengetahui - Kuisioner 2. Tidak ASI
Eksklusif makanan dan pemberian ASI Eksklusif
minuman lain Eksklusif
- Buku KIA
56

sampai bayi
berumur 6 bulan.
57

2. Pemberian Pemberian MP- a. Definisi Kuisioner 1. Pemberian MP- Nominal


MP-ASI ASI pada bayi. b. Usia pertama ASI yang tidak
pemberian MP- sesuai
ASI (diberikan
c. Frekuensi sebelum usia
pemberian bayi 6 bulan)
makanan berat 3-4 2. Pemberian MP-
kali diselingi ASI yang sesuai
dengan ASI dan 1- (diberikan saat
2 kali makanan usia bayi 6
selingan bulan)
d. Porsi ¾ (tiga
petempat) sampai
1 (satu) mangkuk
ukuran 175-250
ml.
e. Tekstur makanan
yang diiris-iris
(makanan
keluarga)
f. Variasi terdiri dari
makanan hewani,
makanan pokok,
kacang-kacangan,
buah-buahan dan
sayuran.
3. Pengetahuan Segala seuatu a. Definisi Kuisioner 1. Kategori baik, Ordinal
yang diketahui b. Faktor-faktor jika persentase
responden yang c. Kesesuaian jawaban benar
berkaitan dengan pengetahuan 76%-100%.
diare. dengan tindakan 2. Kategori cukup,
d. Tindakan/praktek jika persentase
jawaban benar
56%-75%.
3. Kategori kurang,
jika persentase
jawaban benar
≤55%.
4. Sikap Bentuk cara Ibu a. Menerima Kuisioner 1. Positif, skor Ordinal
bayi menerima b. Menanggapi >50%
dan merespon c. Menghargai 2. Negative, skor
dengan ≤50%.
menyatakan d. Bertanggung
bagaimana jawab
nantinya e. Tindakan/praktek
menghadapi
diare pada
bayinya.
58

Dependent
5. Kejadian Buang Air besar a. Definisi Kuisioner a. Diare Nominal
Diare dengan b. Mengetahui b. Tidak Diare
konsistensi tinja kejadian diare
cair secara pada bayi
berlebih (lebih
dari 3 kali
sehari), juga
dapat disertai
dengan darah.

F. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen

Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner. Kuisioner ini

terdiri dari 20 pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan Ibu dan

sikap Ibu tentang diare. Cara pengisian kuisinoer oleh responden dengan

ceklis (√). Kuisioner pengetahuan menggunakan alternatif jawaban

“benar” dan “salah”. Pada pernyataan positif, jika menjawab benar maka

mendapatkan skor 1, namun jika menjawab salah maka mendapatkan skor

0. Dan pada pernyataan negatif, jika menjawab benar maka mendapatkan

skor 0, namun jika menjawab salah maka mendapatkan skor 1. Sedangkan

untuk kuisioner sikap Ibu menggunakan 4 alternatif jawaban yaitu sangat

setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR) dan tidak setuju (TS). Untuk skor

kuisioner sikap Ibu, pada pernyataan positif skor 4 untuk jawaban SS, skor

3 untuk jawaban S, skor 2 untuk jawaban RR dan skor 1 untuk jawaban

TS. Sedangkan untuk pernyataan negatif skor 4 untuk jawaban TS, skor 3

untuk jawaban RR, skor 2 untuk jawaban S dan skor 1 untuk jawaban SS.
59

2. Metode Pengumpulan data

a. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

ke peneliti (Sugiyono, 2019). Dalam penelitian ini data primer

didapatkan dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh responden yaitu

Ibu bayi 0-12 di lingkungan Puskesmas Lendang Nangka untuk

mengukur Riwayat pemberian ASI, Riwayat pemberian MP-ASI,

pengetahuan Ibu dan sikap Ibu.

b. Data Skunder

Data skunder adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada peneliti (Sugiyono, 2019). Dalam penelitian ini data

sekunder diambil dari rekam medik Puskesmas Lendang Nangka.

G. Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Diperlukan pengolahan data untuk memperoleh penyajian data yang

berarti dan kesimpulan yang baik (Notoadmodjo, 2012). Dalam penelitian

ini pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dan berikut

tahapan-tahapannya:

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk mengklarifikasi dan memperbaiki

isian formulir setelah peneliti melakukan pengecekan pengisian

kuisioner maka kuisioner yang tidak lengkap, tidak jelas atau tidak
60

konsisten akan diklarifikasi kepada responden tujuannya untuk

memudahkan peneliti dam menganalisa data.

b. Coding

Coding merupakan kodean yang mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Setelah data

diedit, selanjutnya melakukan pengodean.

c. Proccessing

Data yang telah dikumpulkan dimasukan ke dalam database

komputer. Data-data yang telah dimasukan dan diberikan kode

kemudian dianalisis dengan software SPSS.

d. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.

Kemudian dilakukan koreksi. Setelah data dimasukkan kedalam

komputer data dilakukan pengecekan kembali sehingga didapatkan

hasil yang benar.

2. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas dan

variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah kejadian

diare. Sedangkan variabel terikatnya adalah Riwayat pemberian ASI,


61

Riwayat pemberian MP-ASI, pengetahuan Ibu dan sikap Ibu. Semua

variabel dianalisa dengan menggunakan rumus berikut

f
X= ×K
n

Keterangan:

X = Presentase variabel yang diteliti

f = Frekuensi kategori variabel yang diamati

n = Jumlah sampel penelitian

K = Konstanta (100%)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah Teknik Analisa yang digunakan untuk

menduga adanya hubungan terhadap dua variabel. Penelitian ini

menggunakan uji Chi Square ( x ¿¿ 2)¿ dengan tingkat kepercayaan

95% (0,05) dan menggunakan tabel kontigensi 2 ×2. Perhitungan uji

Chi Square (x ¿¿ 2) ¿ dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan

antara variabel bebas yaitu kejadian diare dengan variabel terikatnya

yaitu Riwayat pemberian ASI, Riwayat pemberian MP-ASI,

pengetahuan Ibu dan sikap Ibu. Dengan kriteria penelitian:

1) Jika nilai p/ p value> α (0.05), maka ada hubungan pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

Jika nilai p/ p value< α (0.05), maka tidak ada hubungan pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka.


62

2) Jika nilai p/ p value> α (0.05), maka ada hubungan pemberian MP-

ASI dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

Jika nilai p/ p value< α (0.05), maka tidak ada hubungan pemberian

MP-ASI dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

3) Jika nilai p/ p value> α (0.05), maka ada hubungan pengetahuan

Ibu tentang diare dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka.

Jika nilai p/ p value< α (0.05), maka tidak ada hubungan

pengetahuan Ibu tentang diare dengan kejadian diare pada bayi 0-

12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka.

4) Jika nilai p/ p value> α (0.05), maka ada hubungan sikap Ibu

tentang diare dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka

Jika nilai p/ p value < α (0.05), maka tidak ada hubungan sikap Ibu

tentang diare dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari

Universitas Hamzar, kemudian peneliti mengajukan permohonan ijin kepada

kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Selanjutnya

Bappeda memberikan pengantar ke Dinas Kesehatan (SDMK) dan Puskesmas


63

Lendang Nangka. Data penelitian diperoleh dari bidan di Pukesmas Lendang

Nangka. Kegiatan pengumpulan data dapat di lakukan dengan menekankan

pada masalah etika penelitian. Peneliti harus mematuhi etika dalam penelitian

mengingat penelitian ini berhubungan dengan manusia.

Adapun etika penelitian ini meliputi:

1. Lembar Persetujuan Responden ( Informed consent )

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent

adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan.

2. Tanpa Nama ( Anonymity )

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data. Peneliti

menggunakan nomor register untuk membedakan sampel yang satu

dengan yang lainnya.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan disajikan sebagai hasil.


64

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas Lendang Nangka

a. Kondisi Geografis

Puskesmas Lendang Nangka terletak di wilayah Kecamatan

Masbagik, yang terdiri dari Lima (5) Desa, semua wilayah kerja

Puskesmas Lendang Nangka dapat dijangkau dengan kendaraan

bermotor. Luas wilayahnya mencapai : 2.217 km2, Jumlah Penduduk:

44.371 Jiwa, Jumlak KK : 13.073 Jiwa dengan Rata-rata jiwa / KK : 3

Jiwa.

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Lendang Nangka

yaitu :

1) Utara : Hutan tutupan

2) Barat : Wilayah kerja Puskesmas Kotaraja

3) Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pringgasela.

4) Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Masbagik

Adapun jarak tempuh dari masing-masing desa ke Puskesmas

Lendang Nangka adalah sesuai tabel berikut ini ;

b. SDM Puskesmas Lendang Nangka

Puskesmas Lendang Nangka saat ini memiliki 111 pegawai,

diantaranya jumlah tenaga medis sebanyak 95 orang dan tenaga non

63
65

medis sebanyak 16 orang. Berikut rincian pegawai di Puskesmas

Lendang Nangka terdiri dari:

Tabel 4.1 Rincian Pegawai di Puskesmas Lendang Nangka

No Kategori Tenaga Jumlah


1 Kepala Puskesmas 1
2 Kepala Sub. Bag. TU 1
3 Dokter Umum 3
4 Dokter Gigi -
5 Sarjana Kesmas (SKM) 1
6 Profesi Ners 6
7 Sarjana Keperawatan 6
8 D3 Keperawatan 32
9 D3 Gizi 5
10 D3 Kesling 4
11 D3 Kebidanan 28
12 Perawat Gigi 2
13 Tenaga Laboratorium 3
14 Sarjana Farmasi 1
15 D3 Farmasi 5
16 Tenaga SMA 9
17 Sopir 1
18 Tenaga Kebersihan 2
19 Jaga Malam 1
Jumlah 111

c. Sarana dan Prasarana Puskesmas Lendang Nangka

1) Gedung Puskesmas

Gedung Puskesmas Lendang Nangka terdiri dati 2 (dua)

lantai. Lantai satu digunakan untuk pelayanan rawat jalan dan

rawat inap, sedangkan lantai 2 (dua) digunakan untuk ruangan

Manajemen.

a) Lantai I

1) Ruang Pendaftaran

2) Ruang Penyimpanan Rekam Medis


66

3) Ruang Pemeriksaan Umum

4) Ruang Pemeriksaan Gigi dan Mulut

5) Ruang Pemeriksaan KIA, KB dan Imunisasi

6) Ruang Gizi

7) Ruang Laboratorium

8) Ruang Gudang Farmasi

9) Ruang Farmasi (Apotik Puskesmas)

10) Ruang Program

11) Ruang Layanan TB

12) Ruang UGD

13) Ruang Jaga Perawat UGD

14) Ruang Rawat Inap Pasien Umum

15) Ruang Jaga Perawat Rawat Inap

16) Ruang Rawat Inap Pasien KIA

17) Ruang Jaga Bidan

18) Ruang Dapur/Pantry

19) Toilet Petugas

20) Tolilet Umum

21) Musholla

b) Lantai II

1) Ruang Kepala Puskesmas

2) Ruang Tata Usaha dan Keuangan

3) Ruang Aula
67

d. Visi dan Misi

1) Visi

Mewujudkan Puskesmas Lendang Nangka sebagai pusat

pelayanan kesehatan yang adil dan mandiri bagi masyarakat

dengan pendekatan keluarga secara optimal “

2) Misi

a) Mewujudkan profesionalisme tenaga kesehatan dalam

memberikan pelayanan yang merata bagi masyarakat

b) Melibatkan masyarakat dan lintas sektoral dalam

menyelesaikan masalah kesehatan di wilayahnya

c) Mengoptimalkan peran pustu dan polindes untuk memudahkan

akses bagi masyarakat

d) Mengoptimalkan peran kader kesehatan sekolah dan kader

masyarakat

2. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap

variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung jenis datanya.

Untuk data numerik digunakan mean (rata-rata), median dan standar

deviasi. Analisis univariat pada penelitian ini meliputi: pemberian ASI

Eksklusif, pemberian MP-ASI, pengetahuan, sikap dan kejadian diare

dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dengan bantuan SPSS.


68

a. Pemberian ASI Eksklusif

data tentang pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka diperoleh menggunakan kuesioner dan

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : ASI Eksklusif dan Tidak

ASI Eksklusif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian


ASI Eksklusif di Puskesmas Lendang Nangka

Pemberian ASI Eksklusif n %


ASI Eksklusif 37 67,3
Tidak ASI Eksklusif 18 32,7
Total 55 100
Dari tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

memberikan ASI Eksklusif sebanyak 37 orang (67,3%) dan sebagian

kecil tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 18 orang (32,7%).

b. Pemberian MP-ASI

data tentang pemberian MP-ASI pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka diperoleh menggunakan kuesioner dan

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : Sesuai dan Tidak Sesuai.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian


MP-ASI di Puskesmas Lendang Nangka
Pemberian MP-ASI n %
Sesuai 35 63,6
Tidak Sesuai 20 36,4
Total 55 100
69

Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

pemberian MP-ASI pada bayi sudah sesuai sebanyak 35 orang (63,6%)

dan sebagian kecil tidak sesuai sebanyak 20 orang (36,4%).

c. Pengetahuan

data tentang pengetahuan diare di Puskesmas Lendang Nangka

diperoleh dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan

dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu : baik, cukup dan kurang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan


tentang Diare di Puskesmas Lendang Nangka
Pengetahuan n %
Baik 20 36,4
Cukup 19 34,5
Kurang 16 29.1
Total 55 100

Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

memiliki pengetahuan baik tentang diare sebanyak 20 orang (36,4%)

dan sebagian kecil memiliki pengetahuan kurang sebanyak 16 orang

(29,1%).

d. Sikap

data tentang sikap responden terhadap kejadian diare pada bayi

0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka diperoleh dengan

menggunakan alat bantu kuesioner dan dikelompokkan menjadi dua

kategori yaitu : positif dan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 4.5 berikut :


70

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di


Puskesmas Lendang Nangka
Sikap n %
Positif 29 52,7
Negatif 26 47,3
Total 55 100

Dari tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar sikap

responden tentang diare berada pada kategori positif sebanyak 29

orang (52,7%) dan sebagian kecil berada pada kategori negatif

sebanyak 26 orang (47,3%).

e. Kejadian Diare Pada Bayi 0 – 12 Bulan

data tentang kejadian diare pada bayi 0 – 12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka diperoleh dengan menggunakan alat bantu kuesioner

dan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : diare dan tidak diare.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian


Diare Pada Bayi 0-12 Bulan di Puskesmas Lendang Nangka
Kejadian Diare n %
Diare 22 40,0
Tidak Diare 33 60,0
Total 55 100

Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar tidak

mengalami diare sebanyak 33 orang (60,0%) dan sebagian kecil

mengalami diare sebanyak 22 orang (40,0%).

3. Analisa Bivariat
71

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Meliputi satu variabel independen

(pemberian ASI Eksklusif, pemberian MP-ASI, pengetahuan dan sikap)

dan variabel dependen (kejadian diare pada balita 0 – 12 bulan). Kemudian

untuk analisis hubungannya menggunakan uji Chi Square, uji ini dapat

digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel x dan y.

Hasil perhitungan bila p value lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, bila

p value lebih besar maka Ho diterima.

a. Hubungan Faktor Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian


Diare Pada Balita 0-12 Bulan

Pemberian ASI Ekslusif merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya diare pada balita 0 – 12 bulan. Untuk

mengetahui hubungan faktor pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian diare pada balita 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka

dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Hubungan Faktor Pemberian ASI Eksklusif dengan


Kejadian Diare Pada Balita 0 – 12 Bulan di Puskesmas
Lendang Nangka
Kejadian Diare
Pemberian ASI Total p
Diare Tidak Diare
Ekslusif value
n % n % n %
ASI Eksklusif 8 14,5 29 52,7 37 67,
3 0,0001
Tidak ASI Ekskusif 14 25,5 4 7,3 18 32,7
Jumlah 22 40,0 33 60,0 55 100

Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa dari 55

responden didapatkan bahwa dari 37 responden yang memberikan ASI

Eksklusif sebagian besar tidak diare sebanyak 29 orang (52,7%)


72

dibandingkan dengan yang diare sebanyak 8 orang (14,5%) sedangkan

dari 18 responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif, sebagian

besar diare sebanyak 14 orang (25,5%) dibandingkan dengan yang

tidak diare sebanyak 4 orang (7,3%).

Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p value = 0,0001

dengan taraf signifikansi 0,05, karena 0,0001 < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor pemberian ASI

Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

b. Hubungan Faktor Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare


Pada Balita 0-12 Bulan

Pemberian MP-ASI juga merupakan salah satu faktor atau

variabel yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada balita 0 – 12

bulan. Untuk mengetahui hubungan faktor pemberian MP-ASI dengan

kejadian diare pada balita 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka

dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Hubungan Faktor Pemberian MP-ASI dengan Kejadian


Diare Pada Balita 0 – 12 Bulan di Puskesmas Lendang
Nangka
Kejadian Diare
Pemberian Total p
Diare Tidak Diare
MP-ASI value
n % n % n %
Sesuai 9 16,4 26 47,3 35 63,
6 0,004
Tidak Sesuai 13 23,6 7 12,7 20 36,4
Jumlah 22 40,0 33 60,0 55 100

Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa dari 55

responden didapatkan bahwa dari 35 responden yang pemberian MP-


73

ASI sesuai sebagian besar tidak diare sebanyak 26 orang (47,3%)

dibandingkan dengan yang diare sebanyak 9 orang (16,4%) sedangkan

dari 20 responden yang pemberian MP-ASI tidak sesuai, sebagian

besar diare sebanyak 13 orang (23,6%) dibandingkan dengan yang

tidak diare sebanyak 7 orang (12,7%).

Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p value = 0,004

dengan taraf signifikansi 0,05, karena 0,004 < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor pemberian MP-ASI

dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang

Nangka.

c. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada


Balita 0-12 Bulan

Pengetahuan termasuk salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya diare pada balita 0 – 12 bulan. Untuk

mengetahui hubungan faktor pengetahuan dengan kejadian diare pada

balita 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka dapat dilihat pada

tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada


Balita 0 – 12 Bulan di Puskesmas Lendang Nangka
Kejadian Diare
Total p
Pengetahuan Diare Tidak Diare
value
n % n % % n
Baik 2 3,6 18 32,7 36,20
4
0,0001
Cukup 4 7,3 15 27,3 19 34,5
Kurang 16 29,1 0 0,0 16 29,1
Jumlah 22 40,0 33 60,0 55 100
Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa dari 55

responden didapatkan bahwa dari 20 responden yang pengetahuannya


74

baik tentang diare, sebagian besar tidak diare sebanyak 18 orang

(32,7%) dibandingkan dengan yang diare sebanyak 2 orang (3,6%)

sedangkan dari 16 responden yang pengetahuannya kurang seluruhnya

diare sebanyak 16 orang (29,1%).

Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p value = 0,0001

dengan taraf signifikansi 0,05, karena 0,0001 < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor pengetahuan ASI

dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang

Nangka.

d. Hubungan Faktor Sikap dengan Kejadian Diare Pada Balita 0-12


Bulan

Faktor sikap juga bisa menjadi salah satu faktor atau pemicu

terjadinya diare pada balita 0 – 12 bulan. Untuk mengetahui hubungan

faktor sikap dengan kejadian diare pada balita 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut :

Tabel 4.10 Hubungan Faktor Sikap dengan Kejadian Diare Pada


Balita 0 – 12 Bulan di Puskesmas Lendang Nangka
Kejadian Diare
Total p
Sikap Diare Tidak Diare
value
n % n % n %
Positif 2 3,6 27 49,1 29 52,
7 0,0001
Negatif 20 36,4 6 10,9 26 47,3
Jumlah 22 40,0 33 60,0 55 100

Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa 55

responden didapatkan bahwa dari 29 responden yang sikapnya positif

terhadap kejadian diare, sebagian besar tidak diare sebanyak 27 orang


75

(49,1%) dibandingkan dengan yang diare sebanyak 2 orang (3,6%)

sedangkan dari 26 responden yang sikapnya negatif, sebagian besar

diare sebanyak 20 orang (36,4%) dibandingkan dengan yang tidak

diare sebanyak 6 orang (10,9%).

Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p value = 0,0001

dengan taraf signifikansi 0,05, karena 0,0001 < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor sikap dengan kejadian

diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka

B. Pembahasan

1. Univariat

a. Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian menggunakan alat bantu kuesioner diketahui

bahwa dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka,

lebih banyak yang sesuai pemberian MP-ASI sebanyak 35 orang

(63,6%) dibandingkan yang tidak sesuai sebanyak 20 orang (36,4%).

Menurut Surya (2012), pemberian ASI Ekslusif sedini mungkin

setelah persalinan mampu meningkatkan daya tahan tubuh bayi,

pemberian ASI Eksklusif diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi

makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan.

Kemudian setelah 6 bulan, bayi dikenalkan dengan makanan lain dan

tetap diberi ASI sampai berumur dua tahun. Bayi yang baru lahir tidak

memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik seperti orang dewasa.

Tubuh bayi belum mampu untuk melawan bakteri atau virus penyebab
76

penyakit. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif mempunyai daya

lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI

yang disertai dengan susu formula. Hal ini dikarenakan ASI

mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan sistem pertahanan

tubuh anak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Delmi Sulastri

(2016) tentang : “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang”

dari hasil penelitiannya diketahui bahwa sebagian besar responden

yang diteliti memberikan bayinya ASI Eksklusif sebanyak 24 orang

(77,4%) dan sebagian kecil tidak ASI Eksklusif sebanyak 7 orang

(22,6%). Dalam penelitiannya disebutkan bahwa rendahnya cakupan

keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada bayi dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti : rendahnya pengetahuan dan kurangnya

informasi pada ibu dan keluarga mengenai pentingnya pemberian ASI

Eksklusif, tatalaksana rumah sakit ataupun tempat.

Sedangkan menurut penelitiannya Armina Analinta (2017)

tentang : “Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian

Diare pada Balita di Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir” dari

hasil penelitiannya didapatkan bahwa dari 39 responden yang diteliti,

yang memberikan bayinya ASI Eksklusif sebanyak 27 orang (69,2%)

dan yang tidak ASI Eksklusif sebanyak 12 orang (30,8%). Dalam hal

ini juga dijelaskan bahwa alasan maternal utama dalam terhentinya


77

proses pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan atau bahkan sampai 2

tahun yaitu bahwa karena jumlah ASI yang semaikin menurun. Faktor

utama dari segi anak yang menyebabkan terhentinya proses ASI

eksklusif sampai usia 6 bulan yaitu anak merasa tidak nyaman dan

menangis.

Kemudian, jika dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan di

Puskesmas Lendang Nangka, lebih banyak responden yang

memberikanya bayinya ASI Eksklusif dibandingkan yang tidak ASI

Eksklusif. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berpendapat bahwa bayi

yang diberikan ASI Eksklusif lebih jarang terkena diare dibandingkan

bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif karena dengan diberikannnya

ASI Eksklusif ketahanan tubuh bayi menjadi lebih kuat sehingga tidak

mudah terkena penyakit seperti diare.

b. Pemberian MP-ASI

Hasil penelitian menggunakan alat bantu kuesioner diketahui

bahwa dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka,

lebih banyak yang sesuai pemberian MP-ASI sebanyak 35 orang

(63,6%) dibandingkan yang tidak sesuai sebanyak 20 orang (36,4%).

Menurut teorinya Mufida (2015), makanan pendamping ASI

(MP-ASI) diberikan sejak bayi berusia 6 bulan. Makanan ini diberikan

karena kebutuhan bayi akan nutrien-nutrien untuk pertumbuhan dan

perkembangannya tidak dapat dipenuhi lagi hanya dengan pemberian

ASI. MP-ASI hendaknya bersifat padat gizi, kandungan serat kasar


78

dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat

yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu proses pencernaan

dan penyerapan zat-zat gizi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Yulita Elina

(2016) tentang : “Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian

Diare pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Marsawa Wilayah Kerja UPTD

Sentajo Kecamatan Sentajo Raya Kabupaten Kuantan Singingi” dari

hasil penelitianya didapatkan bahwa dari 39 orang bayi, diketahui

bahwa Pemberian MP-ASI dini yang berada di desa Marsawa wilayah

kerja UPTD Sentajo Kecamatan Sentajo Raya Kabupaten Kuantan

Singingi sebagian besar responden memberikan MP-ASI dini sebanyak

21 (53,8%) responden. Pemberian MP-ASI dini dapat menambah

energi dan zat-zat yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat

memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, dengan demikian

makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara

kebutuhan nutrisi total pada bayi dengan jumlah yang didapat dari

ASI, apabila MP-ASI tidak bersih akan mengakibat kejadian diare

pada bayi.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitiannya Siti Faizeh

(2017) tentang : Hubungan Waktu Pemberian MP-ASI Dini dengan

Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Jaddih Kecamatan

Socah Kabupaten Bangkalan” dari hasil penelitiannya diketahui bahwa

dari 113 bayi yang diteliti sebagian besar diberikan MP-ASI dini yaitu
79

sebanyak 93 balita (82%) dan yang tidak diberikan MP-ASI yaitu

sebanyak 20 balita (18%). Adanya ibu yang tidak memberikan MP-

ASI secara dini pada bayinya di sebabkan oleh karena tidak adanya

pengalaman. Biasanya pengalaman seseorang dalam melakukan

sesuatu, memecahkan suatu masalah dapat berdasarkan observasi dan

pengalaman sebelumnya dan ini merupakan faktor yang penting dan

bermanfaat.

Kemudian, jika dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan

di Puskesmas Lendang Nangka diketahui bahwa lebih banyak yang

sesuai pemberian MP-ASI dibandingkan yang tidak sesuai, hal ini

menunjukkan bahwa kesesuaian MP-ASI yang diberikan kepada

bayinya dapat membantu menurunkan atau menghindarkan bayi dari

penyakit diare. Namun ada juga beberapa responden yang memberikan

bayinya MP-ASI yang tidak sesuai, hal ini biasanya terjadinya karena

bayi sering rewel, selain itu ibu merasa ASI nya tidak cukup untuk

bayinya sehingga memberikan bayinya MP-ASI sedini mungkin.

c. Pengetahuan

Hasil penelitian menggunakan alat bantu kuesioner diketahui

bahwa dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka,

sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang diare

sebanyak 20 orang (36,4%) dan sebagian kecil memiliki pengetahuan

kurang sebanyak 16 orang (29,1%).


80

Menurut teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2018),

pengetahuan sebagai sesuatu yang diketahui oleh seseorang dengan

jalan apapun dan sesuatu yang diketahui orang dari pengalaman yang

didapat. Kurangnya pengetahuan atau pemahaman diare dan

penanganannya menjadi salah satu faktor meningkatnya kejadian

terjadinya diare pada anak balita. Pengetahuan tentang pencegahan

diare penting disebarluaskan karena sangat membantu dalam

penanganan pertama pada anak yang mengalami diare.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yessi Arsurya (2017)

tentang : “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penanganan

Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Korong Gadang

Kecamatan Kuranji Kota Padang” dari hasil penelitiannya didapatkan

bahwa dari 150 responden yang diteliti sebagian besar memiliki

pengetahuan yang kurang tentang penanganan diare sebanyak 105

orang (70,0%) dan sebagian kecil berpengetahuan baik sebanyak 45

orang (30,0%). Hal ini menggambarkan bahwa ibu yang memiliki

pengetahuan kurang ternyata cukup banyak balitanya yang mengalami

diare dalam satu bulan terakhir. Ibu yang memiliki pengetahuan baik

tentang penanganan diare pada balita ternyata juga tidak jauh berbeda

proporsinya antara balita yang pernah diterkena diare.

Sedangkan menurut penelitiannya Milda Hastuty (2017)

tentang : “Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Pada

Balita Di Kelurahan Bangkinang Kota Wilayah Kerja Puskesmas


81

Bangkinang Kota” Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa dari 176

responden yang diteliti sebagian besar memiliki pengetahuan yang

kurang tentang diare yaitu sebanyak 90 orang (51,1%) dan sebagian

kecil berpengetahuan baik sebanyak 86 orang (48,9%). Dalam

penelitiannya diterangkan bahwa responden yang berpengetahuan baik

tetapi terkena diare hal ini dikarenakan lingkungan responden yang

tidak bersih sehingga bakteri penyebab diare hinggap dimakanan balita

yang menyebabkan terkenanya diare meskipun ibu balita

berpengetahuan baik.

Kemudian, dari hasil penelitian di Puskesmas Lendang Nangka,

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik

tentang diare dan sebagian kecil memiliki pengetahuan kurang.

Menurut asumsi peneliti, baiknya pengetahuan yang dimiliki oleh

responden tentang diare disebabkan karena banyaknya informasi yang

didapatkan oleh responden tentang diare baik dari tempat pelayanan

kesehatan maupun dari berbagai media elektronik dan online. Pada

responden yang berpengetahuan kurang disebabkan karena kurangnya

informasi yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ibu tidak

mengetahui tentang diare. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

pengetahuan responden tentang diare, maka responden perlu diberikan

bimbingan konseling, penyuluhan serta kegiatan sosialisasi terkait

dengan diare.
82

d. Sikap

Hasil penelitian menggunakan alat bantu kuesioner diketahui

bahwa dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka,

lebih banyak yang sikapnya positif sebanyak 29 orang (52,7%)

dibandingkan yang sikapnya negatif sebanyak 26 orang (47,3%).

Menurut teori yang disampaikan oleh Damiati (2017),

menyampaikan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek

tersebut. Sikap, keyakinan dan tindakan dapat diukur, sikap tidak dapat

diamati secara langsung tetapi sikap dapat diketahui dengan cara

menanyakan terhadap yang bersangkutan.

Hal ini sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Luh Santini

(2017) tentang : “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita

dengan Kejadian Diare Di Puskesmas Busungbiu Ii Kabupaten

Buleleng” dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa dari 40 responden

yang diteliti sebagian besar memiliki sikap yang positif tentang

kejadian diare pada balita yaitu sebanyak 25 orang (62,5%) dan

sebagian kecil memiliki sikap negatif sebanyak 15 orang (37,5%).

Dalam hal ini dijelaskan bahwa sikap ibu yang merasa ragu untuk

membawa balitanya ke fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas)

kemungkinan dikarenakan kurangnya tingkat pengetahuan ibu


83

mengenai penanganan penyakit diare pada balita, sehingga sikap yang

ditimbulkan akan menjadi negatif atau buruk.

Sedangkan menurut penelitiannya Eko Yulianto (2018) tentang :

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian diare Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Punti Kayu Palembang” dari hasil

penelitiannya diketahui bahwa dari 56 responden yang diteliti sebagian

besar memiliki sikap yang positif tentang diare yaitu sebanyak 35

orang (62,5%) dan yang sikapnya negatif yaitu sebanyak 21 orang

(37,5%). Sikap postif ibu terhadap kesehatan balitanya tampak dari

sikap ibu yang membawa balita ke Puskesmas pada saat terjadi

gangguan masalah kesehatan, diketahui bahwa sebagian besar ibu

yang menjadi responden memiliki balita yang tidak menderita diare.

Beberapa sikap yang perlu untuk ditingkatkan pada ibu di wilayah

kerja Puskesmas Punti Kayu Palembang yaitu makanan harus di

simpan di tempat yang tidak di hinggapi lalat, dan menjaga kebersihan

lingkungan.

Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan di di Puskesmas

Lendang Nangka ditemukan bahwa lebih banyak yang sikapnya positif

dibandingkan yang sikapnya negatif, berdasarkan hasil penelitian ini

peneliti berasumsi bahwa sikap ibu juga sangat berperan penting dalam

melakukan pencegahan diare, jika sikap ibu positif maka kejadian

diare pada balita dapat di cegah. Selain itu, sikap ibu sangat

berpengaruh untuk mencegah terjadinya diare pada balita.


84

e. Kejadian Diare Pada Bayi 0 – 12 Bulan

Hasil penelitian menggunakan alat bantu kuesioner diketahui

bahwa dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka,

lebih banyak yang tidak diare sebanyak 33 orang (60,0%)

dibandingkan yang diare sebanyak 22 orang (40,0%).

Menurut Depkes (2011), diare adalah buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan

frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu

hari (Depkes RI 2011). Sedangkan menurut Juffrie dan Soenarto,

(2012), diare merupakan buang air besar pada balita lebih dari 3 kali

sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau

tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.

Sedangkan menurut Ode (2012), ada beberapa faktor yang

menyebabkan diare yaitu faktor infeksi : Bakteri, Virus, Parasit,

Kandida (Candida Albicans), E.Colli (ENtamoeba colli) dan faktor

non infeksi: alergi makanan, gangguan metabolic atau mal-absorbsi,

iritasi langsung pada pencernaan oleh makanan, penyakit gangguan

endrokrin, emosional atau stress, menurunnya daya tahan tubuh,

kekurangan gizi, obat-obatan, serta pengetahuan dan sikap ibu yang

baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliati (2018) tentang :

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Orangtua tentang

Diare pada Balita di RSCM Kiara” hasil penelitiannya menunjukkan


85

bahwa dari 60 responden yang diteliti sebagian besar tidak mengalami

kejadian diare yaitu sebanyak 40 balita (66,7%). Kejadian diare pada

balita sebagian besar disebabkan karena kondisi lingkungan tempat

tinggal yang tidak bersih. Oleh karena itu, agar bayi terhindar dari

penyakit diare, kondisi tempat tinggal harus dalam keadaan bersih agar

bayi tidak mudah terkena bakteri dan virus.

Sedangkan menurut penelitiannya Rahmi (2017) tentang :

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Delima Kecamatan Delima

Kabupaten Pidie” dari hasil penelitiannya diketahui bahwa dari 44

responden yang diteliti sebagian besar tidak mengalami diare sebanyak

29 orang (65,9%) dan yang mengalami diare sebanyak 15 orang

(34,1%). Terjadinya diare pada balita salah satunya disebabkan karena

kurangnya pengetahuan ibu tentang penyebab terjadinya diare. Selain

itu disebabkan karena lingkungan yang kotor.

Kemudian, dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di

Puskesmas Lendang Nangka diketahui bahwa lebih banyak yang tidak

diare dibandingkan yang diare. Menurut peneliti, kejadian diare pada

bayi 0 – 12 bulan disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan sikap

yang kurang baik yang ditunjukkan oleh ibu terhadap kejadian diare.

Selain itu, lingkungan yang kotor juga menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya diare pada balita.


86

2. Bivariat

a. Hubungan Faktor Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian


Diare Pada Balita 0-12 Bulan

Hasil analisis uji Chi Square ditemukan ada hubungan antara

faktor pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi 0-12

bulan di Puskesmas Lendang Nangka, hal ini dapat dilihat dari nilai

p value yang diperoleh sebesar 0,0001 < 0,05

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa diare dapat

dicegah dengan cara memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan

diteruskan sampai 2 tahun. Pada waktu lahir sampai beberapa bulan

sesudahnya, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara

sempurna, ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan

kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya

perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan

imunologis. ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang unik

terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga memacu perkembangan yang

memadai dari sistem imunologi bayi sendiri. ASI memberikan zat-zat

kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut. Selain itu ASI juga

mengandung beberapa komponen anti inflamasi yang fungsinya belum

banyak yang diketahui. Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang

sakit, terutama pada awal kehidupannya Utami dan Luthfiana (2016)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Imelda

Mohamad dkk (2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare


87

pada bayi usia 0-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara

Takalar dengan nilai p value = 0,003 < 0,05. Dalam penelitiannya

disebutkan bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-11 bulan

dapat mempengaruhi kejadian diare, semakin sering atau rutin ibu

memberikan bayinya ASI Eksklusif, maka resiko terjadinya diare akan

semakin kecil.

Kemudian menurut penelitian yang dilakukan oleh Gita Hamu

Rizki dkk (2015), menyimpulkan bahwa ada hubungan pemberian ASI

dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Tulung Agung

dengan nilai probabilitas value (p value = 0,001 < 0,05). Dalam

penelitiannya disebutkan bahwa pada bayi yang diberikan ASI parsial

kejadian diare lebih banyak dibandingkan bayi yang diberikan ASI

eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif secara otomatis

mendapatkan kekebalan yang bersifat anti infeksi. ASI juga

memberikan proteksi pasif bagi tubuh anak untuk menghadapi patogen

yang masuk ke dalam tubuh.

Kemudian dari hasil pendekatan dengan desain cross sectional

diketahui bahwa dari 55 responden didapatkan bahwa dari 37

responden yang memberikan ASI Eksklusif, sebagian besar tidak diare

sebanyak 29 orang (52,7%) dibandingkan dengan yang diare sebanyak

8 orang (14,5%). Berdasarkan hasil tersebut, peneliti berasumsi bahwa

ASI Eksklusif yang diberikan oleh ibu kepada bayinya secara rutin

mampu meningkatkan daya tahan tubuh bayi sehingga bayi diberikan


88

ASI secara Eksklusif cenderung lebih kuat daya tahan tubuh

dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif.

Namun, walaupun demikian tidak menutup kemungkinan bayi yang

diberikan ASI secara eksklusif bisa mengalami diare jika lingkungan

tempat tinggalnya tidak dijaga dengan bersih, karena salah satu faktor

penyebab terjadinya diare pada bayi yaitu kondisi lingkungan sekitar

yang kotor, hal ini membuat bayi mudah terkontaminasi oleh bakteri

dan virus.

Sedangkan dari 18 responden yang tidak memberikan ASI

Eksklusif, sebagian besar diare sebanyak 14 orang (25,5%)

dibandingkan dengan yang tidak diare sebanyak 4 orang (7,3%), hal ini

berarti bahwa bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif cenderung

memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga lebih mudah terpapar

oleh berbagai macam penyakit seperti diare. Namun, ada juga beberapa

bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif tetapi tidak mengalami diare

hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu yang tidak memberikan

bayinya ASI Eksklusif tidak memiliki ASI yang cukup untuk diberikan

kepada bayinya, kemudian ibu menggantinya dengan susu formula

sehingga daya tahan tubuh bayi menjadi lebih kuat walaupun tidak

diberikan ASI Eksklusif.


89

b. Hubungan Faktor Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare


Pada Balita 0-12 Bulan

Hasil analisis uji Chi Square ditemukan ada hubungan antara

faktor pemberian MP-ASI dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan

di Puskesmas Lendang Nangka, hal ini dapat dilihat dari nilai p value

yang diperoleh sebesar 0,004 < 0,05..

Menurut Cahyandiar (2021), ibu sangat perlu memperhatikan

saat pembuatan, penyajian dan pemberian MP-ASI pada bayinya.

Terutama perilaku cuci tangan dengan air besih sebelum memulainya.

Hal ini dikarenakan sebagian besar kuman infeksius penyebab diare

ditularkan melalui jalur fecal-oral. Kontaminasi bakteri yang

menyebabkan infeksi paling sering menimbulkan diare adalah infeksi

bakteri Entamoeba coli. Bakteri Entamoeba coli masuk ke dalam tubuh

manusia melalui alat-alat seperti botol, dot, dan peralatan makan yang

tercemar oleh tinja dari pada penderita.

Kemudian dilihat dari cara penyajian saat pemberian MP-ASI.

Sesuai dengan anjuran Kemenkes RI (2014), terdapat delapan cara

yang harus dilakukan ibu sebelum memberikan MP-ASI, yaitu ibu

mencuci tangan sebelum memberikan MP-ASI, yang kedua ibu

mencuci tangan setelah memberikan MP-ASI, yang ketiga ibu mencuci

tangan balita sebelum makan, yang keempat ibu mencuci tangan balita

setelah makan, yang kelima ibu mencuci bahan makanan sebelum

memasak, yang keenam ibu mencuci peralatan dapur sebelum

menggunakannya, yang ketujuh ibu mencuci peralatan makan balita


90

sebelum menggunakannya, dan yang terakhir ibu tidak menyimpan

makanan balita yang tidak dihabiskan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Cahyandiar (2021), dimana hasilnya menunjukkan adanya hubungan

pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dengan kejadian diare

pada bayi usia 6-24 bulan di Puskesmas Temindung Samarinda,

dengan nilai p value = 0,001 < 0,05. Hal ini dimungkinkan terjadi

dikarenakan pada hasil wawancara lebih banyak ibu-ibu yang

memberikan jenis MPASI yang tepat sesuai usia bayi dibandingkan

yang tidak tepat dan adanya pengaruh dari faktor lain.

Kemudian, dari hasil pendekatan dengan desain cross sectional

diketahui bahwa dari 55 responden didapatkan bahwa dari 35

responden yang pemberian MP-ASI sesuai, sebagian besar tidak diare

sebanyak 26 orang (47,3%) dibandingkan dnegan yang diare sebanyak

9 orang (16,4%). Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pemberian

MP-ASI yang sesuai akan menghindarkan bayi dari penyakit diare,

ketika MP-ASI yang diberikan kepada bayi sesuai dengan konsistensi

maka resiko terjadinya diare dapat dicegah, karena pada umumnya

bayi tidak dapat mengkonsumsi makanan lebih dari jumlah yang biasa

bayi makan atau mungkin memakan waktu lama untuk makan

sehingga asupan makanannya menjadi lebih banyak. Walaupun

demikina, ada juga beberapa responden yang bayinya diberikan MP-


91

ASI yang sesuai namun mengalami diare, hal ini disebabkan oleh

faktor lain seperti kondisi tempat tinggal yang tidak sehat.

Sedangkan dari 20 responden yang pemberian MP-ASI tidak

sesuai, sebagian besar diare sebanyak 13 orang (23,6%) dibandingkan

dengan yang tidak diare sebanyak 7 orang (12,7%). Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI yang sesuai menjadi salah

satu unsur penting bagi bayi agar terhindari dari penyakit diare. Oleh

karena itu, sebelum bayi diberikan MP-ASI, jumlah makanan yang

diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan bayi, jumlah

konsumsi makanan diberikan jangan terlalu berlebihan.

c. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada


Balita 0-12 Bulan

Hasil analisis uji Chi Square ditemukan ada hubungan antara

faktor pengetahuan ASI dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di

Puskesmas Lendang Nangka, hal ini dapat dilihat dari nilai p value

yang diperoleh sebesar 0,0001 < ,05.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa masalah

kurang pengetahuan (keluarga) pada anak dengan diare ini dapat

disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang

menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga

rasa ingin tau masih kurang, khususnya dalam penanganan atau

pencegahan diare. Dengan tingginya kejadian diare serta tingkat

pengetahuan ibu yang lebih banyak berada pada kategori cukup,


92

menjadi indikasi bahwa pengetahuan ibu bayi juga dapat menentukan

kejadian diare (Angsyi, 2018).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitiannya Hajar (2018)

dengan hasil ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan terjadinya

diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten

Karanganyar, dengan nilai p value = 0,001 < 0,05. Dalam

penelitiannya dijelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang,

sehingga pengetahuan yang baik bagi ibu bayi dapat membentuk

perilaku yang positif dan dapat melakukan tindakan pencagahan

penyakit diare.

Sedangkan menurut penelitiannya Bely Mona Tari (2016)

diketahui bahwa dari hasil analisis dengan uji Chi Square ditemukan

ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Bintuhan dengan nilai p value sebesar

0,003. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam

perubahan prilaku tetapi pengetahuan saja tidak cukup memadai dalam

melakukan perubahan yang diharapkan.

Kemudian, dari hasil pendekatan dengan desain cross sectional

diketahui bahwa dari 55 responden didapatkan bahwa dari 20

responden yang pengetahuannya baik tentang diare, sebagian besar

tidak diare sebanyak 18 orang (32,7%) dibandingkan dengan yang

diare sebanyak 2 orang (3,6%) kemudian dari 19 responden yang


93

pengetahuannya cukup, sebagian besar tidak diare sebanyak 15 orang

(27,3%) dibandingkan dengan yang diare sebanyak 4 orang (7,3%)

sedangkan dari 16 responden yang pengetahuannya kurang seluruhnya

diare sebanyak 16 orang (29,1%).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa dengan

tingkat pengetahuan yang rendah tentang diare bagi seorang ibu,

cenderung kesulitan untuk melindungi dan mencegah bayinya dari

penularan diare. Pengetahuan yang rendah ini menyebabkan

masyarakat mempunyai pandangan tersendiri dan berbeda terhadap

penyakit diare, sehingga mereka seringkali melakukan tindakan yang

keliru terhadap pencegahan maupun penanganan penyakit diare itu

sendiri. Semakin baik pengetahuan seseorang menjamin seseorang itu

semakin tidak terkena diare demikian pula sebaliknya semakin rendah

tingkat pengetahuan seseorang maka tentu makin besar kemungkinan

menderita diare. Penyebaran dan penularan penyakit diare sangat

tergantung pengetahuan seseorang tentang makanan dan minumam

yang tercemar dengan bakteri serta kebiasaan yang tidak mendukung

kesehatan.

d. Hubungan Faktor Sikap dengan Kejadian Diare Pada Balita 0-12


Bulan

Hasil analisis uji Chi Square ditemukan ada hubungan antara

faktor sikap dengan kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas

Lendang Nangka, hal ini dapat diketahui dari nilai p value yang

diperoleh 0,0001 < 0,05.


94

Menurut Mustikawati (2016), sikap merupakan bukti nyata dari

tindakan Ibu bayi dalam melakukan perawatan kepada bayinya

sehingga dapat terhindar dari penyakit diare. Selain itu, sikap juga

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus social.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Heni Nasution (2019) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara sikap ibu dengan kejadian diare pada anak bayi

di Puskesmas Polonia Medan dengan nilai p value sebesar 0,003 <

0,05. Berdasarkan hasil tersebut, ia mengasumsikan bahwa dengan

semakin positifnya sikap ibu menyebabkan semakin sedikit bayi yang

mengalami kejadian diare dan dengan semakin negatifnya sikap ibu

menyebabkan semakin banyak pula bayi yang mengalami kejadian

diare. Hal ini disebabkan karena pada sikap negatif ibu bayi cenderung

untuk kurang memperdulikan cara pencegahan terjadinya diare pada

bayinya.

Menurut penelitiannya Rahmi (2017) diketahui bahwa dari hasil

analisis statistiknya menunjukkan ada hubungan pengetahuan dan

sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Delima Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, hal ini dapat


95

dilihat dari nilai p value yang diperoleh sebesar 0,001 < 0,05. Semakin

positifnya sikap ibu menyebabkan semakin sedikit bayi yang

mengalami kejadian diare dan dengan semakin negatifnya sikap ibu

menyebabkan semakin banyak pula bayi yang mengalami kejadian

diare. Hal ini dikarenakan dengan negatifnya sikap ibu menyebabkan

ibu tidak memperdulikan cara pencegahan terjadinya diare pada

bayinya.

Kemudian, dari hasil pendekatan dengan desain cross sectional

diketahui bahwa dari 55 responden didapatkan bahwa dari 29

responden yang sikapnya positif terhadap kejadian diare, sebagian

besar tidak diare sebanyak 27 orang (49,1%) dibandingkan dengan

yang diare sebanyak 2 orang (3,6%) sedangkan dari 26 responden yang

sikapnya negatif, sebagian besar diare sebanyak 20 orang (36,4%)

dibandingkan dengan yang tidak diare sebanyak 6 orang (10,9%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa

responden menganggap bahwa penanganan dan pengobatan diare

sepenuhnya merupakan tugas petugas kesehatan. Adanya sikap negatif

responden dalam penanganan penyakit diare, untuk itu disarankan

kepada petugas kesehatan agar dapat lebih aktif dan kreatif

memberikan edukasi kesehatan mengenai cara penanganan penyakit

diare. Sehingga harapan ke depan ibu balita yang datang berobat ke

puskesmas agar lebih mengetahui tentang kejadian diare pada anak,


96

dengan cara mencari informasi tentang apa saja yang harus dilakukan

saat anak terkena diare.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu :

1. Saat menentukan dan menemukan subjek penelitian. Wilayah yang cukup

luas dengan alamat hanya data dari rekam medis, membuat peneliti harus

lebih aktif dan juga lebih memberikan pemahaman tujuan penelitian untuk

meminta ibu bayi menjadi subjek yang nantinya akan melakukan

pengisian instrumen penelitian yamg telah disediakan.

2. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner tertutup kepada

responden. Salah satu kelemahan kuesioner tertutup adalah tidak adanya

opsi lain ketika jawaban responden kurang relevan dengan pilihan yang

disediakan oleh penelitan.

3. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan kuesioner tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kejadian diare bayi 0-12 bulan menjadi kurang

relevan karena tidak dilakukan observasi secara langsung untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita

0-12 bulan.
97

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

diare pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Lendang Nangka yang telah

dilakukan, dan hasil pembahasan yang telah dijabarkan di BAB sebelumnya,

sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 55 responden yang diteliti di Puskesmas Lendang Nangka, sebagian

besar responden memberikan bayinya ASI Eksklusif sebanyak 37 orang

(67,3%) dengan pemberian MP-ASI yang sesuai sebanyak 35 orang

(63,6%).

2. Pengetahuan responden tentang diare sebagian besar berada pada kategori

baik sebanyak 20 orang (36,4%) dengan sikap yang positif sebanyak 29

orang (52,7%).

3. Kejadian diare pada bayi 0 – 12 bulan sebanyak 22 orang (40,0%).

4. Ada pengaruh antara faktor pemberian ASI Eksklusif, pemberian MP-ASI

dan sikap dengan Kejadian Diare Pada Balita 0-12 Bulan di Puskesmas

Lendang Nangka.

96
98

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Disarankan kepada masyarakat khususnya ibu yang mempunyai bayi

0-12 bulan agar meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan serta

merubah sikapnya terhadap kejadian diare dengan cara mengikuti berbagai

kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan melalui penyuluhan

dan sosialisasi.

2. Bagi Institusi Pelayanan

Disarankan kepada institusi pelayanan agar lebih meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu yang

mempunyai bayi 0-12 bulan dengan cara memberikan bimbingan

konseling, penyuluhan serta kegiatan sosialisasi tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare pada bayi agar resiko terjadinya diare pada

bayi ditekan seminimal mungkin.

3. Institusi Pendidikan

Disarankan kepada institusi pendidikan agar hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai refrensi atau bahan acuan bagi mahasiswa untuk

meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasannya tentang kejadian

diare, khususnya bagi mahasiswa kebidanan.


99

DAFTAR PUSTAKA

Angsyi, A., Nurnasari, Naningsi, H. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kejadian diare pada anak balita di RSUD Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2018. Skripsi. Kebidanan, Poltekkes Kendari.

Depkes RI. 2013. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2020. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Fatmawati, Arbianingsih, Musdalifah. 2015. Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Diare Anak 3-6 Tahun di TK Raudhatul Athfal Alauddin
Makassar. Jurnal of Islamic Nursing.

Hadi, A.R., Masni, Rahma. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian


Diare Pada Batita Di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan
Ujung Tanah Tahun 2012. Core Hasanudin University.

Hartanti, S., Nurazila. 2018. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru. Jurnal Edurance:
3(2).

IDAI. 2014. Bagaimana Menagani Diare pada Anak. Diakses tanggal 21


November 2021 dari https://www.idai.or.id.

IDAI. 2015. Tinja Bayi Normal atau Tidak. Diakses tanggal 21 November 2021
dari https://www.idai.or.id.

IDAI. 2015. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Diakses tanggal 21 November


2021 dari https://www.idai.or.id.

IDAI. 2017. Bagaimana Memberi Makan Pada Anak Saat Diare. Diakses tanggal
21 November 2021 dari https://www.idai.or.id.

IDAI. 2018. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Diakses tanggal 21


November 2021 dari https://www.idai.or.id.

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019.


Jakarta.

Mubarak, W.I. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.


100

Mubarak, W.I. 2007. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Teori dan Aplikasi dalam
Praktik dengan Pendekatan Asuhan Kperawatan Komunitas, Gerontik
dalam Keluarga. Jakarta: Sanggung Seto.

Mufida, L., Widyaningsih, T., Maligan J. 2015. Prinsip Dasar Makanan


Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Untuk Bayi 6-24 Bulan: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 4(3): 1646-1651.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka


Cipta.

Satu data NTB. 2021. Jumlah Kematian Neonatal Kematian Neonatal, Bayi Dan
Balita Menurut Penyebab utama di Provinsi NTB. diakses tanggal 21
November 2021 dari https://data.ntbprov.go.id/dataset/jumlah-kematian-
neonatal-bayi-dan-balita-menurut-penyebab-utama-di-provinsi-ntb

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukrita, I. 2018. A To Z ASI Dan Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda.

Surya, S. 2010. Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi dan Balita. Jakarta:
Arca

Utami, T. R. 2013. Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu


(MP- ASI) dini Terhadap Kejadian Diare dan Pertumbuhan Bayi 6-24
bulan. Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada.

Wawan dan Dewi. 2010. Teori dan pengukuran Pengetahuan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

World Health Organization. 2017. Diarrhoeal Disease. Diakses tanggal 25


Oktober 2021 dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease.

Widodo R. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat pad Anak. Jakarta:
Penerbit Buku Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai