Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang

anak-anak di seluruh dunia. Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit

secara buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair lebih dari 3 kali

sehari dengan atau tanpa darah atau lendir (Kemenkes RI, 2014).

Di dunia, penyebab kematian terbesar kedua pada balita setelah

penyakit pneumonia adalah diare. Data dari The United Nations Childern’s

Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO), hampir sekitar satu

dari lima kematian anak balita di dunia disebabkan karena diare. Angka

kematian balita yang disebabkan karena diare mencapai 1,5 juta per tahun.

Insiden terbesarnya terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dan menurun

seiring dengan pertumbuhan anak (Kemenkes RI, 2017).

Di Indonesia, penyakit diare merupakan penyakit endemis dan juga

merupakan penyakit yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) disertai

dengan kematian. Pada tahun 2018 terjadi 10 kali KLB yang tersebar di 8

provinsi, 8 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 756 orang dan kematian

36 orang (CFR 4,76%). Angka kematian (CFR) diharapkan 1%), sedangkan

pada tahun 2018 CFR Diare mengalami peningkatan dibanding tahun 2017

yaitu menjadi 4,76% (Kemenkes, 2018).

1
2

Di Provinsi Riau, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Riau, kasus diare masih tinggi di Provinsi Riau yaitu

92,3%, karena morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi dan pengobatan

yang tidak adekuat serta pengetahuan masyarakat yang masih minim dalam

upaya penanggulangan darurat penyakit diare. Berdasarkan data pemberian

oralit penderita diare semua umur mayoritas telah mendapatkan oralit sebanyak

92,3, bahkan ada kabupaten/kota yang telah mencapai 100% yaitu Kota Dumai,

Rokan Hilir, Rokan Hulu, Kampar dan Siak, sedangkan kabupaten yang

pemberiannya paling rendah yaitu kabupaten Bengkalis (Profil Kesehatan

Provinsi Riau, 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis dan laporan tahunan

di Wilayah kerja Puskesmas Pematang Duku Kecamatan Bengkalis, diperoleh

data bahwa kasus diare termasuk ke dalam 10 besar penyakit yang ada di UPT

Puskesmas Duku Kecamatan Bengkalis, dan diketahui jumlah kasus dari bulan

Januari 2021 sampai dengan September 2021 terdapat 82 kasus diare pada

bayi.

Penyebab dari bayi dan balita mudah terserang penyakit diare adalah

perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang

buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena

tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat

mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2011).

Kontrol penyakit diare sendiri telah lama diupayakan oleh pemerintah

Indonesia untuk penekanan angka kejadian diare. Upaya-upaya yang dilakukan

oleh pemerintah seperti adanya program-program penyediaan air bersih dan


3

sanitasi total berbasis masyarakat. Adanya promosi pemberian ASI Eksklusif

sampai enam bulan, termasuk pendidikan kesehatan spesifik dengan tujuan bisa

meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menurunkan kematian yang

disebabkan oleh penyakit diare. Namun penyakit diare masih menjadi

penyebab kematian tertinggi pada balita setelah ISPA (Depkes, 2015).

Upaya pemerintah dalam pencegahan diare terutama pada anak sudah

dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui progam proyek

desa tertinggal maupun progam lainnya. Pencegahan penyakit diare bukan

hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi masyarakat pun diharapkan dapat

ikut serta menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada anak. Banyak

faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi faktor pendorong

terjadinya diare (Depkes, 2015).

Kejadian diare balita pada dasarnya dapat dicegah dengan

memperhatikan faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa

banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. Menurut

Kemenkes (2011), ada beberapa kegiatan pencegahan penyakit diare yang

benar dan efektif yakni perilaku sehat yang terdiri dari pemberian ASI yaitu

perilaku untuk menyusui bayi secara penuh sampai mereka berusia 6 (enam)

bulan, hygienitas penggunaan botol susu dan kebiasaan mencuci tangan. Cara

penggunaan botol yang buruk membuat bakteri berkembang pada botol susu.

Jika sisa susu itu masih ada di botol maka akan menjadi media untuk

berkembangnya bakteri. Bakteri yang berkembang itulah yang akan menjadi

penyebab terjadinya suatu penyakit dan salah satunya diare.


4

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bayu, dkk (2019)

tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare pada bayi

usia 6-12 bulan di Puskesmas Denpasar Barat II diketahui bahwa terdapat

hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi dimana

nilai p=0,000 (<0,05). Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian

bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anakanak,

seperti diare dan radang paru-paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit.

ASI mengandung Lactobacillus Bifidus yaitu bakteri yang tumbuh dalam usus

bayi untuk mencegah bakteri berbahaya dan terjadinya diare (Yulianti, 2011).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rifai, dkk (2016), diketahui ada

hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare anak : studi

kasus di Kutai Kartanegara dengan nilai p=0,002, sedangkan nilai OR= 5,6

yang berarti kebiasaan mencuci tangan yang tidak bersih berisiko sebesar 5,6

kali menyebabkan kejadian diare pada bayi.

Penelitian Harris, dkk, (2017) terdapat hubungan bermakna antara

higienitas botol susu dengan kejadian diare di wilayah Puskesmas Kelayan

Timur dengan nilai p=0,014 dan OR=3,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa

hygienitas penggunaan susu botol berisiko sebesar 3,5 kali menyebabkan

kejadian diare.

Berdasarkan survei awal dan wawancara yang dilakukan di Wilayah

kerja Puskesmas Pematang Duku Kecamatan Bengkalis, diperoleh data bahwa

dari 10 ibu yang diwawancarai diketahui bahwa terdapat 7 ibu (70%) yang

tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi. Hasil observasi terlihat bahwa saat

ibu memberikan susu tidak mencuci tangan terlebih dahulu setelah beraktivitas,
5

dan botol susu yang digunakan tidak ditutup dengan baik. Berdasarkan latar

belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor - Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Di Wilayah UPT

Puskesmas Pematang Duku Kecamatan Bengkalis Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu: Faktor - faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

diare pada bayi di Wilayah UPT Puskesmas Pematang Duku Kecamatan

Bengkalis Tahun 2021?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian

diare pada bayi di Wilayah UPT Puskesmas Pematang Duku Kecamatan

Bengkalis Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare pada bayi di Wilayah UPT Puskesmas Pematang Duku

Kecamatan Bengkalis Tahun 2021.

b. Untuk mengetahui hubungan antara hygienitas penggunaan botol susu

dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah UPT Puskesmas Pematang

Duku Kecamatan Bengkalis Tahun 2021.


6

c. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan

kejadian diare pada bayi di Wilayah UPT Puskesmas Pematang Duku

Kecamatan Bengkalis Tahun 2021.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Responden

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan responden khususnya

tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada bayi,

serta menambah informasi tentang kejadian daire..

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak

Puskesmas agar dapat meningkatkan perilaku masyarakat mengenai

pentingnya mengetahui tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan

kejadian diare pada bayi berupa penyuluhan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang akan melakukan

penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai