Anda di halaman 1dari 8

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengendalian Diare di Puskesmas

Evaluation of the Implementation of the Diarrhea Control Program at


Puskesmas

Faliah Auri Mirta


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Aceh Barat
Korespondensi Penulis: E-mail faliahaurimirta@gmail.com,
HP 085360180269

Abstrak

Berdasarkan data dari UNICEF, disebutkan bahwa masalah diare masih menjadi
penyebab utama kematian yang terjadi pada anak-anak. Diperkirakan, kematian akibat
diare mencapai 9% dari seluruh kematian pada balita di dunia pada tahun 2019 dengan
perkiraan angka sekitar 484.000 anak-anak meninggal tiap tahunnya. Pemerintah telah
membuat rencana tatalaksana untuk mengendalikan penyakit diare di Indonesia. Berbagai
program seperti penyuluhan terkait sanitasi serta perilaku hidup bersih dan sehat juga
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah dan meminimalisir risiko terkena diare.
Artikel ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian kualitatif menggunakan teknik
kajian literatur. Program pencegahan dan pengendalian masalah diare yang sudah
dibuat oleh pemerintah telah dilaksanakan dan cukup membantu menunurunkan angka
kasus diare. Namun, tetap ada beberapa aspek yang perlu untuk diperbaiki. Baik dari
segi tatalaksana diare ataupun langkah pencegahan berbasis lingkungan dan sanitasi.

Kata kunci: Diare, Program, Pencegahan dan Pengendalian

Abstract

Based on data from UNICEF, it is stated that diarrhea is still the main cause of
death in children. It is estimated that deaths from diarrhea will reach 9% of all deaths in
children under five in the world in 2019 with an estimated number of around 484,000
children dying each year. The government has made a management plan to control
diarrheal diseases in Indonesia. Various programs such as counseling related to
sanitation and clean and healthy living behaviors are also carried out with the aim of
preventing and minimizing the risk of getting diarrhea. This article was created using
qualitative research methods using literature review techniques. Programs to prevent and
control diarrhea problems that have been made by the government have been implemented
and are quite helpful in reducing the number of cases of diarrhea. However, there are still
some aspects that need to be improved. Both in terms of diarrhea management or
environmental and sanitation-based prevention measures.

Keywords: Diarrhea, Program, Prevention and Control

PENDAHULUAN

Diare merupakan sebuah penyakit yang diindikasikan dengan kejadian


buang air besar yang tidak normal atau encer dengan frekuensi hingga 3 kali atau
lebih dalam rentang sehari, kecuali untuk bayi yang masih mendapatkan ASI
karena frekuensi buang air besarnya memang sedikit lebih sering. Selama
konsistensi feses yang dikeluarkan masih baik dan tidak encer maka bisa dianggap
normal. Diare juga dapat ditularkan antara satu orang ke orang lainnya melalui
kontak langsung.

Berdasarkan data dari UNICEF, disebutkan bahwa diare masih menjadi


salah satu sebab utama kematian yang terjadi pada anak-anak. Telepas dari adanya
solusi dan pengobatan untuk diare, diperkirakan kematian akibat diare mencapai
angka 9% dari seluruh kematian pada balita di dunia pada tahun 2019 dengan
j u m l a h perkiraan sekitar 484.000 anak-anak meninggal tiap tahunnya.

Angka kematian terbanyak ditemukan pada daerah Asia Selatan dan


Afrika. Apabila angka kematian akibat diare pada tahun 2019 tersebut
dibandingkan dengan tahun 2000, terdapat penurunan hingga 60% (UNICEF,
2022). Di Indonesia sendiri diare juga menjadi penyebab utama kematian pada
bayi dan anak-anak dengan prevalensi kejadian sebesar 14% untuk neonatal dan
10,3% untuk balita dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak pada tahun
2021 (Kemenkes, 2021).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kematian akibat
diare terutama pada balita dan anak-anak. Pemerintah telah membuat rencana dan
tatalaksana untuk mengendalikan penyakit diare di Indonesia. Berbagai program
jangka menengah seperti penyuluhan terkait sanitasi dan perilaku hidup bersih
dan sehat juga dilakukan dengan tujuan untuk mencegah dan meminimalisir
risiko terkena diare. Selain itu, pemerintah juga berfokus untuk menciptakan
lingkungan yang lebih sehat dengan melakukan pengadaan air bersih, sistem
pengelolaan sampah dan limbah, serta melakukan surveilans untuk mengetahui
daerah mana yang memiliki angka prevalensi terbesar. Program pengendalian
diare juga termasuk kedalam program yang dibawa oleh Puskesmas.

Dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2021 disebutkan bahwa cakupan


layanan penderita diare pada balita adalah 23,8% dari jumlah penderita diare di
kelompok yang sama. Sedangkan angka penggunaan oralit dan zinc sebagai
langkah untuk menuntaskan diare belum mencapai target 100%, yakni hanya
mencapai 91,2% pada balita. Penelitian yang pernah dilakukan pun
menunjukkan hasil yang sama, bahwa meski program penatalaksanaan diare di
puskesmas sudah dilakukan, tetapi belum mencapai target yang sudah ditentukan.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan realita
implementasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program
penanggulangan diare di Puskesmas di Indonesia.

METODE

Artikel ini dibuat dengan metode penelitian kualitatif dengan teknik kajian
literatur. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Perpustakaan digital universitas, Google Schoolar, dan berbagai sumber lainnya
digunakan sebagai sumber penelusuran literatur. Kata kunci yang digunakan dalam
penelusuran literatur antara lain seperti “Diare,” “Puskesmas,” “Evaluasi,”
“Pelaksanaan Program Diare,” dan “Profil Kesehatan.” Literatur yang telah
dikumpulkan akan dianalisis dan kemudian digunakan sebagai rujukan dalam
penulisan artikel ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya pengendalian diare dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara


dan program. Baik yang berfokus pada individu maupun lingkungan. Salah satu
pengendalian diare yang berfokus pada individu pada LINTAS Diare yakni 5
langkah tuntaskan diare. 5 langkah yang dimaksud adalah pemberian oralit,
pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut, pemberian ASI dan MP ASI,
pemberian antibiotik, dan pemberian nasihat kepada orang tua dan wali anak.
Sedangkan untuk pengendalian diare yang berbasis lingkungan ditangani dengan
pelaksanaan program STBM, yakni sanitasi total berbasis masyarakat. Sesuai
dengan namanya, program ini berfokus pada perbaikan dan penyehatan
lingkungan tempat tinggal.

Program LINTAS Diare yang pertama adalah pemberian oralit guna


mengganti cairan tubuh yang berkurang karena diare. Kedua, ada pemberian zinc
selma 10 hari berturut-turut dengan tujuan untuk meminimalisasi efek samping
diare sekaligus membantu memperbaiki jaringan di dalam usus yang rusak.
Ketiga, ada pemberian ASI dan MP ASI karena ASI dapat membantu menjaga
dan menaikkan imunitas bayi. Keempat, terdapat pemberian antibiotik dengan
cermat dan tidak boleh sembarangan, karena antibiotik dapat menimbulkan efek
samping yang buruk apabila tidak sesuai dengan dosis dan resep. Poin kelima,
yakni pemberian nasihat pada orang tua dan wali untuk merespon problematika
diare pada anak dengan baik dan sigap.

Hasil penelitian yang dilaksanakan di Jawa Timur menunjukkan kualitas


tatalaksana diare. Hasil yang didapatkan adalah capaian pemberian oralit serta
zinc mencapai 98,04% untuk oralit dan 97,17% untuk zinc. Namun, untuk
pemenuhan indikator utama program diare sendiri belum terpenuhi. Indikator yang
digunakan adalah 80% puskesmas yang ada di kota/kabupaten dapat melaksanakan
tatalaksana diare sesuai standar berlaku. Di Jawa Timur pada tahun 2021 hanya 11
kota/kabupaten yang telah berprogres mencapai indikator tersebut. Sedangkan di
sisi lain, persentase Puskesmas yang melaksanakan tatalaksana diare sesuai standar
baru mencapai 74% di kota/kabupatendi Provinsi Jawa Barat. Untuk persentase
cakupan pelayanan diare sendiri baru mencapai 24,59%.
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bogor Utara dan Puskesmas
Tanjung Pinang pada tahun 2020 menunjukkan masalah yang sama, yakni
pemberian obat diare kepada balita beberapa belum memenuhi standar LINTAS
Diare. Dimana untuk pemberian zinc tidak sesuai dengan dosis standar yang harus
diberikan selama 10 hari berturut-turut 1 tablet sehari bagi balita diatas 6 bulan dan
setengah tablet untuk dibawah 6 bulan. Apabila standar ini tidak dipenuhi, maka
dikhawatirkan dapat mengurangi keefektifan pengobatan diare.

Selain hambatan pada aspek pengobatan, program pencegahan diare yang


berbasis lingkungan juga menuai hambatan. Penelitian yang dilakukan di wilayah
Puskesmas Branti Raya menunjukkan bahwa program STBM-nya telah
dilaksanakan. Namun, masih banyak masyarakat yang mengolah sampah mereka
dengan cara dibakar, bahkan masih banyak ditemukan rumah-rumah belum
memiliki tempat pembuangan sampah yang sesuai dengan standar kesehatan.

Puskesmas Matakali juga menemui tantangan dalam pelaksanaan program


STBM-nya. Hal ini dikarenakan ditemukan adanya warga yang masih buang air
besar sembarangan, dimana hal ini dapat meningkatkan risiko kontaminasi air
sekaligus dapat menyebabkan diare. Kejadian ini bisa terjadi lantaran warga yang
beranggapan bahwa diare tidak berbahaya dan juga karena kurangnya
pemberdayaan masyarakat. Karena tanpa pemberdayaan masyarakat, pengetahuan
masyarakat memang sudah bertambah, tetapi tidak mau melakukan tindakan dan
perubahan. Mereka hanya sekedar mengetahui tanpa ada tindak lanjut.

Hasil yang berbeda ditemukan di wilayah lain, Kabupaten Buton Utara


sebagai contoh yang membuktikan bahwa pelaksanaan STBM dengan baik akan
sangat membantu menurunkan angka kejadian diare. Pada tahun 2016, jumlah
kasus diare terdeteksi sebanyak 1.475 kasus dan menurun pada tahun 2020
dengan angka 843 penderita. Hal ini selaras dengan naiknya persentase desa yang
melaksanakan program STBM, dari 16,45% di tahun 2016 menjadi 79,12% di
tahun 2020.
Didapatkan bahwa pada Puskesmas Sering sudah ditempatkan tenaga ahli
seperti petugas kesehatan lingkungan untuk membantu palaksanaan penyehatan
lingkungan dengan mengkoordinasikan kegiatan seperti bersih-bersih bersama
ataupun sosialisasi saat ada posyandu. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Kelayan Timur mendapatkan hasil bahwa penduduk yang kurang memiliki
pengetahuan tentang diare berpotensi lebih besar untuk menderita diare.

Oleh karena itu, upaya pengendalian penyakit tidak akan pernah lepas dari
peran penyuluhan dan promosi kesehatan, karena pengetahuan akan sangat
berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan program. Penyebaran informasi bisa
dilakukan secara langsung dengan sosialisasi atau melalui media efektif lain
seperti poster. Kegiatan penyuluhan bisa dilakukan di tempat seperti posyandu dan
sekolah. Pemberian edukasi kepada orang tua dan wali merupakan hal yang juga
harus dilakukan. Pemberian informasi melalui tokoh masyarakat yang dihormati di
daerah tersebut akan sangat membantu, terutama pada daerah yang masyarakatnya
masih skeptis terhadap informasi baru.

KESIMPULAN

Program pencegahan dan pengendalian diare yang telah dibuat oleh


pemerintah sudah dilaksanakan dan memang terbukti membantu menunurunkan
angka kasus diare. Namun, tetap ada beberapa aspek yang harus perhatian. Seperti
perbaikan mekanisme pemberian obat agar tepat sasaran secara pengadaan,
pemberian, dosis, dan periode konsumsi obat. Dengan demikian, hasil pengobatan
akan menjadi efektif. Selain itu, langkah pencegahan dengan penyehatan
lingkungan tempat tinggal juga akan sangat membantu. Memberikan pengertian
kepada masyarakat dan terus melaksanakan pemberdayaan agar tercipta gaya hidup
yang sehat. Tidak lupa pengadaaan penyuluhan dan sosialisasi baik di posyandu,
balai warga, atau sekolah harus dilaksanakan agar informasi bisa lebih
tersampaikan ke berbagai kalangan. Menyebarkan informasi melalui tokoh
masyarakat, poster, media sosial, atau kader kesehatan juga patut dilakukan untuk
memasifkan penyebaran informasi.
SARAN

Sehubungan dengan hasil analisis terkait pelaksanaan Pengendalian Diare


di Puskesmas, maka saran yang bisa diberikan yaitu:

a. Dilaksanakannya penyebaran informasi mengenai program


Pengendalian Diare di Puskesmas secara masif ke orang tua atau wali
dan ke instansi pendidikan,

b. Penyebaran informasi melalui poster atau infografis dengan visualisasi


yang menarik secara cetak atau media sosial agar cakupannya lebih
luas,

c. Melakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai program Pengendalian


Diare di Puskesmas ke warga, baik secara langsung ataupun melalui
pihak ketiga seperti kader kesehatan atau tokoh masyarakat,

d. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat agar tercipta kebiasaan hidup


yang lebih sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, F., Samino and Sari, N. (2021) “EVALUASI PROGRAM SANITASI


TOTAL BERBASIS MASYARKAT : STUDI KASUS DALAM
MENCEGAH TERJADINYA DIARE DI WILAYAH KERJA UPT
PUSKESMAS BRANTI RAYA KECAMATAN NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN”, Indonesian Journal of Health and Medical,
1(2), pp. 266–275. Available at: https://ijohm.rcipublisher.org/index.p
hp/ijohm/article/view/46 (Accessed: December2022).

Dinkes Jatim (2021) “Profil Kesehatan 2021 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur,” Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Irma, and Sabilu Y. (2021) “Prevalensi dan Determinan Kejadian Diare Pada
Balita di Daerah Pesisir Kabupaten Buton Utara,” Jurnal Farmasi Sains
dan Praktis, 7(3), pp. 420-426.
Kementerian Kesehatan RI (2022) “Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021”,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Nemeth, V. and Pfleghaar, N (2022) Diarrhea, In: StatPearls [Internet]. Available


at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
NBK448082/#_NBK448082_pubdet Silviavitari, T., Dewi, R. and
Sanuddin, M. (2021) “Evaluasi Terapi Obat Diare

Tuang, A. (2021) “Analisis analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Diare Pada Anak,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), pp.
534–542. Available at: https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.643.

UNICEF (2022) Diarrhoea, UNICEF DATA. Available at:


https://data.unicef.org/topic/child-he alth/diarrhoeal-disease/ (Accessed:
December 2022).

UPTD Puskesmas Bojongsari (2020) “Profil UPTD Puskesmas Bojongsari Tahun


2020,” UPTD Puskesmas Bojongsari.

Anda mungkin juga menyukai