Anda di halaman 1dari 4

Nama : Salsabila Putri Ariadma

NIM : 205070301111012

Kelas : 6A2

TUGAS MEMBACA DAN MERANGKUM ARTIKEL

Artikel 1: Planned, motivated and habitual hygiene behaviour : an eleven country review.

Penyakit menular telah menginfeksi seluruh dunia dengan sekitar 62% kematian telah
menjangkiti populasi besar di Afrika dan Asia Tenggara. Setengah dari semua kematian anak setiap tahun
disebabkan oleh diare dan infeksi saluran pernapasan akut efek dari interaksi orang-orang sekitar dalam
beraktivitas sehari hari. Infeksi bisa terjangkit melalui droplet dan udara, kontak langsung, kontaminasi
lingkungan. Cara terpenting untuk mencegah infeksi akibat penyakit menular adalah dengan secara rutin
mencuci tangan menggunakan sabun cuci tangan.

Dari hasil bukti epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa cuci tangan menggunakan sabun
telah mencegah sekitar 3047 diare pada anak dan 23 infeksi pernapasan. Tinjauan yang baru dilakukan
banyak menggencarkan promosi kesehatan termasuk mencuci tangan sebagai program intervensi minim
biaya dalam mencegah penyakit. Tinjauan yang dilakukan hasil dari akumulasi banyak negara dengan
tujuan untuk merancang program promosi cuci tangan skala besar atau nasional dengan subjek sasaran
adalah pengasuh anak di lingkungan rumah tangga.

Studi yang dilakukan melalui pengembangan metode dengan mengadaptasi antropologi penelitian
kualitatif. Tujuannya adalah untuk memberi pandangan epik mengenai perilaku cuci tangan. Secara
singkat, studi yang diolah menggunakan observasi terstruktur untuk memperbaiki validitas cuci tangan.
Dalam proses akumulasi data terdapat keterbatasan terkait dengan apa saja data yang bisa diperoleh dari
penelitian. Sebagai contoh, mengubah kebiasaan tidak dibahas dengan baik dalam literatur perubahan
perilaku yang padahal disebutkan dalam literatur lain bahwa sebanyak 50 aktivitas perubahan perilaku
didorong karena rasa terbiasa. Contohnya seperti kebiasaan mencuci tangan, menyikat gigi,
membersihkan wajah.

Untuk menumbuhkan kebiasaan, diperlukan waktu yang cukup agar terbentuk kebiasaan yang
diharapkan. Kebiasaan dapat dibentuk melalui kegiatan yang dilakukan secara rutin sesederhana para ibu
mengajari anak-anak mereka untuk berkebiasaan baik. Ritual untuk membentuk kebiasaan khusus
contohnya terkait dengan kebiasaan ajaran agama akan otomatis dijalankan secara rutin setelah beberapa
waktu diajarkan. Maka dari itu, pentingnya ditumbuhkan kebiasaan pada diri anak betapa pentingnya
mencuci tangan sebagai langkah awal dan langkah sederhana dalam mencegah infeksi terhadap penyakit
menular.

Referensi:

Valerie A. Curtis et al (2009). Planned, motivated and habitual hygiene behaviour : an eleven country
review. Health Education Research, Vol.24 no.4 2009, Pages 655-673
Artikel 2: Effect of an Integrated Package of Nutrition Behavior Change Interventions on Infant
and Young Child Feeding Practices and Child Growth from Birth to 18 Months: Cohort Evaluation
of the Baduta Cluster Randomized Controlled Trial in East Java, Indonesia

Sekitar 150 juta anak di seluruh dunia terinfeksi masalah stunting meskipun ada kemajuan untuk
memperbaiki status gizi anak dalam beberapa dekade terakhir. Indonesia menjadi negara dengan
penghasilan menengah tetapi tidak menutup akses terhadap bahaya stunting dilihat dari prevalensi anak
stunting di Indonesia yang menjadi salah satu tertinggi di dunia. Konsekuensi jangka pendek dan panjang
terkait dengan stunting harus lebih diwaspadai oleh masyarakat serta efeknya terhadap perkembangan
anak.

Prevalensi stunting pada anak balita di Indonesia ada di rentang 3637 kasus pada tahun 2007
hingga 2013. Asupan energi dan zat gizi yang tidak adekuat secara kronis menjadi faktor penyebab gizi
buruk pada masa kanak kanak di Indonesia. Akan tetapi, di samping masalah gizi yang tidak adekuat,
faktor yang memperburuk kondisi gizi buruk pada anak juga harus dipertimbangkan untuk mengurangi
masalah stunting. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan secara multisektoral untuk mengatasi masalah
stunting.

Menurut WHO, faktor rumah tangga dan keluarga mengambil peran besar dalam program
pencegahan stunting melalui pemberian makanan pendamping yang tidak memadai, praktik menyusui
yang tidak memadai, serta infeksi. Ketiga faktor besar ini menjadi faktor proksimal yang sering tumpang
tindih mengganggu tumbuh kembang anak. Dua tinjauan baru menyebutkan penentu lainnya dalam
masalah stunting yakni kualitas air, sanitasi dan kebersihan yang buruk, peningkatan pemberian ASI
eksklusif, status sosial ekonomi, serta pendidikan ibu.

Program Baduta diluncurkan di Indonesia di tahun 2014 yang didukung oleh Global Alliance for
Improved Nutrition GAIN. Baduta sendiri berarti anak dengan usia di bawah dua tahun. Program ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi kekurangan gizi pada anak-anak selama 1000 hari pertama
kehidupan menggunakan paket intervensi. Program ini mengintervensi khusus masalah zat gizi dalam
upaya penguatan sistem kesehatan dan intervensi perubahan perilaku yang menargetkan ibu dan anak
serta promosi praktik air sanitasi bersih dan praktik pemberian makan pendamping. Intervensi ini
digerakkan oleh LSM organisasi seperti Save the Children dan staf kesehatan desa.

Penelitian ini dilakukan untuk menilai efektivitas program Baduta dalam meningkatkan praktik
pemberian makan bayi dan anak (PMBA), pertumbuhan dan anemia anak di bawah usia dua tahun.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Enam kecamatan
diambil sebagai perwakilan untuk daerah perkotaan dan pedesaan sebagai sasaran intevensi ataupun
sebagai pembanding.

Referensi:

Umi Fahmida et al (2020) Effect of an Integrated Package of Nutrition Behavior Change Interventions on
Infant and Young Child Feeding Practices and Child Growth from Birth to 18 Months: Cohort
Evaluation of the Baduta Cluster Randomized Controlled Trial in East Java, Indonesia, Nutrients
12, 3851; doi:10.3390/nu12123851
Artikel 3: Interpersonal communication campaign promoting knowledge, attitude, intention, and
consumption of iron folic acid tablets and iron rich foods among pregnant Indonesian women

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia memberikan penawaran berupa layanan


perawatan prenatal dan suplementasi. Akan tetapi, isi aksesibilitas dan kepatuhan terhadap konsumsi
suplemen masih tergolong rendah yang berdampak pada tingkat kerdil pada masa kanak-kanak cukup
tinggi. Timbulnya masalah akibat kekurangan gizi akhirnya membesarkan hati Kampanye Komunikasi
Gizi Nasional memulai strategi komunikasi interpersonal. Strategi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempromosikan konsumsi aktif suplemen asam folat dan juga makanan yang kaya akan zat besi.

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh manakah pengaruh dari
partisipasi kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap pengetahuan, sikap, niat, dan juga
kepatuhan terhadap konsumsi suplemen pada ibu hamil di Indonesia. Data cross-sectional yang berasal
dari 766 ibu hamil yang berpatisipasi dalam survei didasari oleh konstruksi dari Theory of Planned
Behavior dan Health Belief Model. Dari hasil kampanye yang dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 20
perempuan terpapar IPC. Para perempuan mendapat paparan kampanye ini dilaporkan memiliki
pengetahuan terkait tablet IFA dan ATIKA lebih baik dibanding perempuan yang tidak terpapar.

Dari temuan ini menunjukkan bahwa paparan intervensi intensita rendah dapat meningkatkan
pengetahuan, tetapi tidak cukup mampu untuk dapat memengaruhi perilaku. Dengan demikian, upaya di
masa depan dalam mengurangi stunting melalui peningkatan gizi ibu harus lebih baik lagi dari sisi
peningkatan paparan, mengatasi hambatan, memahami kerentanan yang dirasakan, serta meningkatkan
efikasi diri dalam perluasan jangkauan intervensi di Indonesia.

Pertumbuhan kerdil ditandai dengan gangguan pertumbuhan masa kanak-kanak yang


didefinisikan sebagai panjang anak lebih dari SD di bawah panjang yang direkomendasikan untuk usia.
Stunting adalah wujud nyata akibat dari gizi yang tidak adekuat selama 1000 hari pertama kehidupan
dimulai dari pembuahan hingga kira-kira usia 18 tahun. Nutrisi ibu yang kurang optimal selama
kehamilan kemudian berakibat pada pertumbuhan janin yang tidak tepat hingga mempengaruhi
perkembangan otak.

Referensi:

Emily Gamboa et al (2020) Interpersonal communication campaign promoting knowledge, attitude,


intention, and consumption of iron folic acid tablets and iron rich foods among pregnant Indonesian
women, Asia Pac J Clin Nutr 2020;29(3):545 551

Artikel 4: Digital behaviour change interventions to increase vegetable intake in adults: a systematic

Latar belakang dari timbulnya intervensi digital diperkirakan mampu mengatasi asupan sayuran
yang rendah pada orang dewasa. Akan tetapi, pemahaman terkait komponen yang sekiranya akan efektif
untuk digunakan masih sangat terbatas. Maka dari itu, timbul peninjauan secara sistematis mengenai
intervensi digital peningkatan asupan sayuran untuk menjelaskan keefektifan intervensi, memeriksa
hubungan antara keefektifan penggunaan desain bersama, personalisasi kebutuhan tiap individu, teori
perilaku, dan kerangka kerja kebijakan.
Metode strategi untuk melakukan pencarian sistematis digunakan untuk mengidentifikasi studi-
studi yang memenuhi syarat. Adapun studi yang dinilai dapat memenuhi syarat adalah seperti MEDLINE,
Embase, PsycINFO, Scopus, CINAHL, Cochrane Library, INFORMIT, IEEE Xplore, dan Clinical Trial
Registry. Studi-studi di atas merupakan hasil studi yang terbit antara Januari 2000 hingga Agustus 2022.

Tujuan dibentuknya intervensi dalam bentuk digital adalah agar terjadi peningkatan asupan
sayuran. Diharapkan dengan dilakukannya intervensi digital ini akan lebih semakin efektif karena saat ini
semua kegiatan hampir semuanya berbasis digital yang dimana akan lebih memudahkan untuk eksekusi
tujuan yang diharapkan. Dengan melakukan intervensi efektif ini juga dapat diidentifikasi berdasarkan
peningkatan signifikan secara statistik untuk data asupan sayuran.

Untuk mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi antara yang tertera pada kebijakan dan aksi
yang digencarkan, maka dipetakkan studi-studi yang ada dengan tiga kerangka NOURISHING. Tiga
kerangka ini meliputi domain komunikasi perubahan perilaku, lingkungan pangan, dan sistem pangan.
Risiko bias dinilai menggunakan alat Cochrane untuk menilai percobaan acak, acak kluster, dan tidak
acak. Sebanyak 1347 data telah teridentifikasi dan ditemukan sebesar 2530 dinilai sebagai risiko bias
tinggi.

Dapat diperkirakan ada sekitar satu per empat dari intervensi yang dilakukan efektif untuk
peningkatan asupan terhadap sayuran. Adapun perbandingan untuk intervensi yang efektif dan tidak
efektif, penyertaan teori perubahan perilaku adalah sebesar 89 dan 61 untuk masing-masingnya. Setelah
dilakukan pengecekan ulang walaupun terdapat selisih yang cukup besar tetapi hanya ada satu intervensi
yang dinilai tidak efektif untuk menggunakan desain bersama yang benar.

Meskipun lebih sedikit intervensi yang dinilai efektif, tetapi tingkat personalisasi sangat
bervariasi antar penelitian. Semua intervensi dipetakan dalam domain kerangka NOURISHING dengan
satu intervensi yang tidak efektif juga dipetakkan di seluruh domain lingkungan makanan. Harapannya
dengan dilakukannya pembagian seperti ini maka risiko terhadap bias tinggi bisa ditekan. Selain itu,
harapannya dengan ditekannya risiko bias tinggi juga intervensi berbasis digital ini bisa dapat lebih efektif
sesuai dengan tujuan yang dipetakan.

Referensi:

Katherine M. Livingstone et al (2023) Digital behaviour change interventions to increase vegetable intake
in adults: a systematic review, Int J Behav Nutr Phys Act 20:36, https://doi.org/10.1186/s12966 023
01439 9

Anda mungkin juga menyukai