Anda di halaman 1dari 66

0

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret –

mencret, tinjanya encer, dapat bercampur darah lendir kadang disertai muntah-

muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar

melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh,

maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak

usia lima tahun. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak

antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada

akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Diare disebut juga muntaber

(muntah berak). Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta

menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak

segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam) penderita akan meninggal

(Triatmodjo, 2008).

Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak diseluruh dunia

setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penyakit ini diperkirakan

ditemukan 1 milyar kasus per tahun dan merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak-anak di Asia, Afrika, dan Amerika Latin

(Parashar, 2003).

Menurut WHO (2005), diare merenggut nyawa sekitar 3,5 juta anak

diseluruh dunia setiap tahunnya dan merupakan penyakit pembunuh kedua

terbesar terhadap anak-anak di negara berkembang. Hingga saat ini penyakit

diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini

1
1

dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun.

Di dunia. Sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare,

sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang pada tahun 2003

diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian

tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di negara

berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun (Parashar, 2003).

Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia.

Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta

bayi yang meninggal pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini,

menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh

diare. Untuk mendiagnosis diare maka pemeriksaan antigen secara langsung

dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya

pemeriksaan cukup mahal (kompas.com 2008)

Hasil survey Subdit Diare angka kesakitan diare semua umur tahun

2001 adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah penduduk 374/1000

penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk dan tahun 2010 411/1000

penduduk. Kematian diare pada Balita 75,3 per 100.000 balita dan semua

umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur. Diare merupakan penyebab

kematian no. 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular.

Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal

(31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (KemenKes RI, 2011).

Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal

ini dapat menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah

umur lima tahun. Diare pada tingkat kronis dapat mengakibatkan dehidrasi,
2

sehingga tubuh menjadi lemas dan sulit mencerna makanan(Mediacastore,

2008).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa dari 35 persen seluruh

kematian balita akibat diare disebabkan oleh diare akut. Kebijakan pemerintah

dalam pemberantasan penyakit diare antara lain bertujuan untuk menurunkan

angka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangan kejadian luar biasa

(KLB). Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Linkungan (PPM & PL) telah

mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan dan Pemantauan Program

Pemberantasan Diare dengan tujuan khusus menurunkan angka kematian pada

semua umur dari 54 per 100.000 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk,

menurunkan angka kematian balita dari 2,5 per 1.000 balita menjadi 1,25 per

1.000 balita dan menurunkan angka fatalitas kasus (CFR) diare pada KLB dari

1-3,8 persen menjadi 1,5 persen (Kemenkes RI, 2011).

Hasil studi Curtis V dari departemen Of Infectious and Tropical

Diseases London School Of Hygiene and Tropical Medicine pada tahun 2003,

membuktikan bahwa mencuci tangan pakai sabun dapat mengurangi kasus

penyakit diare yang merupakan penyebab terbesar kematian balita di banyak

negara. Balita memang rentan terhadap diare disebabkan rendahnya tingkat

kekebalan tubuh balita dibandingkan orang dewasa (Reset, 2008).

Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan

keadaan linkungan, seperti penyediaan sumber air minum yang bersih,

penggunaan jamban, pembuangan sampah pada tempatnya, sanitasi

perumahan dan penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak.

Perbaikan perilaku ibu terhadap balita seperti pemberian Asi sampai anak
3

berumur 2 tahun, perbaikan cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan

sebelum dan sesudah beraktifitas, membuang tinja pada tempat yang tepat,

memberikan imunisasi morbili (Andrianto, 1995). Masyarakat dapat terhindar

dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan,

sehingga perilaku dan keadaan linkungan sosialnya menjadi sehat

(Notoadmodjo, 2003)

Berdasarkan data yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan

Kabupaten Pandeglang pada., angka kejadian Balita dengan Diare yang

berumur 0 - < 11 bulan sebanyak 7071 orang, yang berumur 12 – 59 bulan

sebanyak 16.674 orang dan yang berumur > 5 tahun sebanyak 24.513 orang.

Kasus diare ini terbanyak setelah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA). Sedangkan di Puskesmas Periode Januari - Juni 2015, angka kejadian

Balita dengan Diare yang berumur 12 - 59 bulan sebanyak 761 balita.

Melihat data diatas sehingga penulis tertarik untuk mengambil kasus

dengan judul “Faktor - faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada

Balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode

Januari - Juni 2015.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dari itu rumusan masalah

yang diangkat “Apakah faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian

Diare Pada Balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor

Periode Januari - Juni 2015?


4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu yang memiliki

balita di wilayah kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor

Periode Januari - Juni 2015.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu yang memiliki

balita tentang diare berdasarkan pendidikan, pekerjaan dan

frekuensi pemberian Asi Ekslusif di wilayah kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015.

c. Diketahui hubungan antara pendidikan dengan tingkat

pengetahuan, pekerjaan dengan tingkat pengetahuan dan Frekuensi

pemberian Asi Ekslusif dengan tingkat pengetahuan di wilayah

kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari -

Juni 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan agar dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam memberikan penyuluhan

tentang Diare pada Balita.


5

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Diare pada

Balita untuk menunjang peningkatan wawasan dalam proses belajar

mengajar serta dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk

menambah referensi perpustakaan.

1.4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan suatu temuan

bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan terhadap faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita, sehingga

diharapkan selanjutnya dengan analisa bivariat guna melihat

hubungan yang terjadi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Serta mampu mengenali permasalahan kesehatan di masyarakat serta

dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat dibangku kukliah

ketengah masyarakat.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan

sehingga balita yang mengalami diare mendapat penanganan yang

tepat. Bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti

guna melihat hubungan yang terjadi dengan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.
6

1.5 Ruang Lingkup

Di dalam penelitian akan membatasi ruang lingkup yang diteliti, yaitu :

1.5.1 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah, pengetahuan, pendidikan,

pekerjaan dan pemberian Asi Ekslusif tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja UPF

Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015.

1.5.2 Ruang Lingkup Responden

Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang

berada di wilayah kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor

Periode Januari - Juni 2015.

1.5.3 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015

1.5.4 Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat yang digunakan penulis dalam pengambilan

data dan penelitian adalah di wilayah kerja UPF Puksesmas Banjarsari

Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari

bahasaYunani yaitu “diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan

keadaanabnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu.Terdapat

beberapapendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut

Hippocrates definisi diareyaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari

frekuensi dan kepadatan tinja (Alatas, 1999).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit

diare adalah bilatinja mengandung air lebih banyak dari normal.

Menurut WHO diare adalahberak cair lebih dari tiga kali dalam 24

jam, dan lebih menitik beratkan padakonsistensi tinja dari pada

menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudahtahu kapan

anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak

anaknya encer atau cair (Cahyadi, 2008).

Menurut Direktur Jenderal PPM dan PLP, diare adalah

penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air

saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau

lebih dalam waktu sehari) (Kemenkes RI, 2011).

7
8

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Penyakit diare dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu :

1. Faktor Infeksi

Infeksi internal yaitu saluran cerna yang merupakan penyebab

utama pada anak, meliputi :

a. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio,

BacillusCereus, Clostridium perfringens, Staphilococ

Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)

b. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)

c. Parasit :

i. Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia

Lambia,Balantidium Coli, Crypto Sparidium)

ii. Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides,

Blastissistis Huminis)

iii. Bacilus Cereus, Clostridium PerfringensBakteri : Vibrio

E. Colisalmonella

2. Faktor Mal Absorbsi

a. Mal Absorbsi karbohidrat Disakarida ( Intoleransi laktosa,

Maltosadan Sukrosa), monosakarida ( intoleransi Glukosa,

Fruktosa dan Galaktosa )

b. Mal absorbsi lemak

c. Mal absorbsi protein


9

3. Faktor Bukan Infeksi

a. Alergi terhadap makanan, makanan basi, susu dan protein

b. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan

c. Emosional atau stress

4. Penyebab lainnya yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita

a. Bakteri, virus, Parasit ( Jamur, cacing, protozoa ).

b. Keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh

bakteri maupun bahan kimia

c. Kurang gizi

d. Alergi terhadap susu

e. Immuno Defesiansi

f. Lingkungan

g. Faktor Gizi

h. Kependudukan

i. Pendidikan

j. Sosial Ekonomi

k. Perilaku Masyarakat

(Alatas, 1999).

2.1.3 Patofisiologi

Bakteri masuk melalui makanan ke saluran pencernaan dan

berkembangbiak dalam usus, terutama usus besar (kolon). Jika

jumlahnya berlebihan, bakteri ini dapat menimbulkan sakit perut serta

diare atau mencret (Admin, 2008).


10

Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makanan / air minum

yang terkontaminasi tinja / muntahan penyakit diare. Penularan

langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk

menyuap makanan (Admin, 2008).

2.1.4 Penularan Penyakit Diare

Kontak dengan tinja yang terinfeksi secara tidak langsung seperti :

a. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang

sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan

kotor.

b. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi

yang sering memasukkan tangan atau minuman atau apapun

kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan di permukaan

udara sampai beberapa hari.

c. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak

air dengan benar.

d. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.

e. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar atau

membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga

mengkontaminasi perobatan dan alat-alat yang dipegang

(Suririnah, 2008).

2.1.5 Klasifikasi Diare

a. Diare akut, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa

diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari, terbagi atas :


11

a) Diare tanpa dehidrasi

b) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5%

dari berat badan.

c) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang

hilangberkisar 6 – 10% dari berat badan.

d) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang

lebih dari 10%.

b. Diare persisten, bila diare berlangsung 14 hari atau lebih

c. Disentri, apabila diare berlangsung disertai dengan darah.

(Sinthamurniwaty, 2006).

2.1.6 Klasifikasi Dehidrasi

a. Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi di bagi

menjadi 3, yaitu :

1) Dehidrasi Ringan

Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok, tandanya anak

melihat:

a) Lesu

b) Haus

c) Agak rewel

2) Dehidrasi sedang

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih dari gejala berikut :

a) Gelisah

b) Cengeng
12

c) Kehausan

d) Mata cekung

e) Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dingding perut maka

kulit tidak segera kembali ke posisi semula

3) Dehidrasi Berat

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih dari gejala berikut :

a) Berak cair terus menerus

b) Muntah terus menerus

c) Kesadaran menurun, lemas luar biasadan terus mengantuk

d) Tidak bisa minum dan tidak bisa makan

e) Mata cekung dan bibir biru

f) Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik

g) Tidak kencing 6 jam atau lebih / frekuensi buang air

berkurang / kurang dari 6 popok oer hari

h) Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi.

4) Terdapat 3 keadaan akibat dehidrasi yaitu, :

a) Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

b) Dehidrasi ringan atau sedang (kehilangan cairan 5-10%

berat badan)

c) Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)

(Alatas, 1999).
13

2.1.7 Diagnosa Diare

Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan fisik. Amati konsistensi tinja dan frekuensi buang air

besar bayi atau balita. Jika tinja encer dengan frekuensi buang air

besar 3 kali atau lebih dalam sehari, maka bayi atau balita tersebut

menderita diare. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk

mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih. Namun, untuk

mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan terhadap

contoh tinja (Admin, 2008).

2.1.8 Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare, adalah :

a. Gangguan Osmotik

Makanan dalam zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan merangsang usus untuk mengeluarkan cairan sehingga

timbul diare.

b. Gangguan Sekresi

Gangguan ransangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus

akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

c. Gangguan Metabolisme Usus

Hiperstatistik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan hingga timbul diare, jika peristaltik


14

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,

selanjutnya timbul diare.

(Suratmaja, 2005).

2.1.9 Gambaran Klinik

Karena terjadinya mencret dan muntah yang terus menerus,

pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi

(kekurangan cairan tubuh) ringan. Bila tidak ditolong dehidrasi

bertambah berat dan timbullah gejala-gejala : anak tampak cengeng,

gelisah dan bisa tidak sadarkan diri pada dehidrasi berat, mata tampak

cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi), bibir dan lidah kering, tidak

tampak air mata walaupun menangis, turgor berkurang yaitu bila kulit

perut dicubit tetap berkerut, nadi melemah sampai tidak teraba, tangan

dan kaki terasa dingin dan kencing berkurang. Pada keadaan dihidrasi

berat, nafas tampak sesak karena tubuh kehilangan zat basa

( menderita asidosis ). Bila terjadi kekurangan elektrolit dapat terjadi

kejang (Alatas, 1999).

2.1.10 Komplikasi

Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak

dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :

a. Dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau

hipertonik).

b. Renjatan Hipovolemik.
15

c. Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardi, perubahan elektrokardiogram ).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi sekunder akibat keruakan villi mukosa usus dan

defisiensi enzim laktase, karena kerusakan villi mukosa usus

halus.

f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein ( akibat muntah dan diare, jika lama dan

kronik ), penderita juga mengalami kelaparan ( Mansjoer, 2000).

2.1.11 Pencegahan

Untuk menurunkan angka kejadian kematian akibat diare, maka

diperlukan upaya-upaya pencegahan berikut :

a. Menggunakan air berih.

b. Buang air ditempatnya dan tidak sembarang tempat, latih anak

buang air besar di kakus.

c. Cuci tangan sebelum memasak makanan dan pastikan tangan

anda selalu bersih ketika memberikan makanan pada bayi atau

balita. Pastikan peralatan makan dan minum anak bersih dan tidak

terkontaminasi kuman apapun juga.

d. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

e. Untuk bayi, usahakan selalu memasak atau merebus peralatan

makan dan minumnya terlebih dahulu.


16

f. Minum dan makan makanan yang sudah dimasak. Hindari

memberikan makanan setengah masak atau matang pada anak.

g. Pastikan air yang dimasak benar-benar mendidih.

h. Berikan Asi selama mungkin kepada anak, disamping pemberian

makanan lainya.

i. Bayi yang minum susu botol lebih muda terserang diare pada

bayi.

j. Tetap menyusui anak, walaupun anak terserang diare.

k. Pastikan tangan sipengasuh tetap bersih ketika mengasuh anak

atau memberikan makanan pada anak.

l. Jaga kebersihan diri dan kebersihan tempat tinggal(Cahyadi,

2008).

2.1.12 Penanganan

Pertolongan pertama pada diare di rumah :

a. Minumkan garam Oralit untuk mencegah terjadinya kekurangan

cairan tubuh sebagai akibat diare. Minumkan cairan oralit

sebanyak mungkin si penderita mau. Caranya

Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam satu gelas air

matang (200 cc).

b. Kalau Oralit tidak ada, buatlah Larutan Garam Gula. Caranya :

Ambillah air teh ( matang ) 1 gelas. Masukkan dua sendok teh

gula pasir dan seujung sendok teh garam dapur. Diaduk rata dan

diberikan kepada penderita sebanyak mungkin ia minum.


17

c. Bila diare tidak terhenti dalam sehari atau penderita lemas sekali

segera bawa ke pusat kesehatan terdekat.

Pertolongan diare menurut dehidrasi :

1) Tindakan diare dengan dehidrasi ringan atau sedang :

a) Beri oralit.

b) Teruskan pemberian makanan.

c) Berikan makanan lunak yang mudah dicerna dan tidak

merangsang.

d) Bila tidak ada perubahan segera bawa ke pelayanan

kesehatan yang terdekat.

2) Tindakan diare dengan dehidrasi berat :

a) Segera bawa ke RS atau pelayanan kesehatan lainya.

b) Oralit dan Asi diteruskan selama masih bisa minum.

(Suratmaja, 2005).

2.1.13 Manajemen Umum.

a. Berikan dukungan pada ibu untuk menyusui, jika bayi tidak dapat

menyusu, berikan Asi peras dengan menggunakan salah satu

alternative cara pemberian minum.

b. Jika ibu memberikan makanan atau cairan lain selain ASI harus

segera dihentikan.

c. Berikan larutan rehidrasi oral setiap kali diare :

1) Jika bayi dapat menyusu, ibu dianjurkan untuk memberikan

Asi sesering mungkin atau berikan larutan rehidrasi oral


18

sebanyak 20 ml antara pemberian Asi dengan menggunakan

salah satu alternatif secara pemberian minum.

2) Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik, pasang pipa

lambung. Berikan cairan oralit 20ml yang sudah diencerkan,

dengan perbandingan 1: 3.

3) Jika bayi tidak dehidrasi, Asi diberikan lebih sering dan lebih

lama.

4) Jika bayi menunjukkan tanda dehidrasi atau sepsis :

a) Pasang jalur iv, sementara bayi masih menyusu jika

memungkinkan.

b) Jika bayi menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, berikan

larutan ringer laktat atau NaCl 0,9% 30 ml/kg berat badan

dalam 1 jam.

c) Lakukan penilaian setelah 1 jam :

a. Jika membaik, lanjutkan dengan 70 ml/kg berat badan

dalam 5jam

b. Jika kondisi bayi tidak membaik dan menunjukkan

tanda-tanda denyut nadi lemah, ulangi pemberian

cairan 30 ml/kg berat badan dalam satu jam, kemudian

lanjutkan dengan 70 ml/kg berat badan diberikan

dalam 5 jam.

5) Lakukan pengamatan dan penilaian dalam 18 jam berikutnya :

a. Jika bayi telah terehidrasi dan tidak diare lagi, berikan

cairan dengan dosis rumatan sesuai umur.


19

b. Jika bayi telah terehidrasi tapi masih diare, tambahkan

cairan rumatan dengan 10 ml setiap kali dan sesuaikan

volume cairan yang diberikan.

c. Lakukan kaji ulang setelah 12 jam

(Suraatmaja, 2003).

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Balita

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan ibu adalah merupakan hasil “tahu”, yang

sekedar menjawab pertanyaan what. Apabila pengetahuan

mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan

untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang

dapat disusun secara sistematis dan diakui secara umum, maka

terbentuklah disiplin ilmu (Notoatmodjo, 2007). Dalam kamus Besar

Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengetahuan adalah hasil

mengetahui segala apa yang diketahui atau kepandaian

(Poerwadarminto, 2001).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan,yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu (know) yaitu kemampuan mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

ransangan yang telah diterima. Ini merupakan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah. Dalam tingkatan ini, tekanan

utama pada pengenalan kembali fakta, prinsip, aturan, atau


20

strategi penyelesaian masalah. Beberapa kata kerja yang dipakai

untuk mengukur kemampuan tingkat tahu (know) antara lain :

atur; kutip; urutkan; tetapkan; daftar; ingat-ingat; gambarkan;

cocokkan; kenali; perkenalkan; sebutkan; hubungkan; beri nama;

garis bawahi; nyatakan; ulangi; reproduksi; tabulasi; pilih.

(Shirran, 2008).

b. Memahami (Comprehension)

Merupakan kemampuan untuk memperjelas objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Dalam tingkatan pengetahuan ini, seseorang telah dapat

menafsirkan fakta, menyatakan kembali apa yang ia lihat,

menerjemahkan menjadi satu konteks baru, menarik kesimpulan

dan melihat konsekuensi. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk

mengukur tingkat pemahaman seseorang antara lain: perbaiki;

pertahankan; uraikan; klasifikasi; cari ciri khasnya; jelaskan;

pertajam; bedakan; perluas; ubah; berikan; generalisir;

diskusikan; simpulkan; ringkas; laporkan; prediksikan;

perkirakan; identifikasi; nyatakan; kembali (Shirran, 2008).

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya. Dapat diartikan

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks ini. Beberapa kata kerja yang

digunakan untuk mengukur tingkat aplikasi seseorang adalah:


21

terapkan; demonstrasikan; siapkan; perhitungkan; buat

eksperimen; temukan; pilih; buat; kaitkan; klasifikasikan;

upayakan; selesaikan; kembangkan; ambil contoh; pindahkan;

gambarkan; atur; pakai; tunjukkan; manfaatkan; hasilkan;

tafsirkan (Shirran, 2008).

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur

organisasi. Kata kerja yang digunakan antara lain:

menggambarkan; memisahkan; mengelompokkan; analisis;

garisbawahi; bedakan; tunjukkan; rincikan; asosiasikan;

gambarkan; bedakan; pisahkan; buat diagram; simpulkan;

tegaskan; bedakan; hubungkan; kurangi dan bandingkan

(Shirran, 2008).

e. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baku untuk

menyusun suatu formulasi-formulasi dan beberapa kata kerja

yang digunakan dalam mengukur tingkat sintesis adalah:

kategorikan; susun; bangun; sintesiskan; desain; integrasikan;

temukan; hipotesiskan; prediksikan; hadapkan; integrasikan;

susun; kumpulkan; kombinasikan; ciptakan; rencanakan; perluas;

formulasikan; hasilkan; rencanakan; teorisasikan (Shirran, 2008).


22

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan Justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang

telah ada (Anitah, 2005). Beberapa kata kerja yang dapat

digunakan untuk mengukur kemampuan tingkat evaluasi

seseorang adalah: tafsir; pertahankan; dukung; pertimbangkan;

kritik; kurangi; kontraskan; beri komentar; beri alasan;

bandingkan; evaluasi; verifikasi; nilai; putuskan dan validasikan

(Shirran, 2008).

Pengetahuan ibu adalah kumpulan informasi tentang diare

yang dipahami yang diperoleh dari pengalaman dan pengindraan

terhadap objek tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawacara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut

diatas (Notoatmodjo, 2007)

Menurut Nursalam (2008), skor yang didapatkan kemudian

diklasifikasikan menjadi :

1) Baik : Jika hasil jawaban terhadap kuesioner ≥70–100

benar.

2) Kurang : Jika hasil jawaban terhadap kuesioner <70% benar.


23

2.2.2 Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah

diikuti seseorang sampai selesai secara formal (Depdikbud, 1997).

Menurut pendapat Kuncoro Ningrat (1992) dalam (Depdikbud,

1997) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin

mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, pendidikan yang

kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai – nilai

yang baru diperkenalkan. Pendidikan juga mampu merubah

tingkahlaku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup.

Pendidikan merupakan faktor internal dari seseorang yang

mengetahui orang lain dalam berprilaku (Blum, 1980).

Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan adalah suatu

proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan

emosional kearah dalam sesama manusia. Pendidikan juga

diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan

berlangsung seumur hidup.

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses

perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang

semakin dalam memiliki tempat-tempat pelayanan kesehatan

semakin diperhitungkan.
24

Pendidikan ibu erat kaitannya dengan kesehatan keluarga.

Ibu umumnya sangat berperan dalam pemeliharaan bayi dan balita,

karena umumnya ibu tidak ingin anaknya jatuh sakit. Ibu yang

berpendidikan baik akan mempunyai wawasan yang cukup dalam

pemeliharaan kesehatan bayi dan anaknya.

Sabarinah (2004), melaporkan bahwa sikap ibu terhadap

diare paling dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Hal ini sejalan

dengan penelitian Agustina (2000), yang melaporkan bahwa salah

satu resiko relatif yang bermakna terhadap kejadian diare adalah

pendidikan ibu.

Tingkat pendidikan rendah menyebabkan kesulitan

menyerap informasi atau gagasan baru, sebaliknya seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih terbuka

menerima gagasan baru (Muamalah, 2006).

Menurut Slamet tahun 1999 (Muamalah, 2006),

melaporkan bahwa ada kecenderungan pendidikan ibu berpengaruh

positif terhadap kematian bayi. Pendidikan yang baik dapat

meningkatkan kematangan intelektual seseorang dan merupakan

faktor penting dalam proses penyerapan informasi, peningkatan

wawasan dan cara berfikir yang selanjutnya akan memberikan

dampak terhadap pengetahuan, persepsi dan sikap yang

menentukan seseorang mengambil keputusan untuk bertindak.


25

2.2.3 Pekerjaan

Arikunto (2002), pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan

seseorang tiap hari dalam kehidupannya. Seseorang yang bekerja

dapat terjadi sesuatu kesakitan, misalnya dari situasi linkungan juga

dapat menimbulkan stres dalam bekerja sehingga kondisi

pekerjaannya pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial

yang baik dengan orang lain, setiap orang harus dapat bergaul

dengan teman sejawat.

Jenis pekerjaan pada umunya berhubungan dengan tingkat

pendidikan dan pendapatan. Pendidikan ibu jelas turut

mempengaruhi pendapatan keluarga. Di indonesia pada umumnya

ibu bekerja pegawai swasta atau negeri rata-rata mempunyai

pendidikan yang tinggi dibanding ibu yang bekerja sebagai buruh

atau petani. Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap

kemampuan akses dibidang kesehatan serta kemampuan dan

kemauan untuk mencegah penyakit.

Seorang ibu rumah tangga yang bekerja akan memberikan

dampak ekonomi yang lebih baik daripada keluargannya, sehingga

akan memberikan kondisi yang lebih baik. Namun demikian

dengan status bekerja maka secara otomatis perhatian terhadap

bayinya juga akan berkurang disebabkan waktu yang berfokus

untuk bekerja.
26

2.2.4 Pemberian Asi Eksklusif

Asi adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen

zatmakanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang

untukdicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Asi saja sudah

cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak

adamakanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

Asi Eksklusif yaitu pemberian Asi sejak lahir sampai usia 6

bulan hanya mendapatkan Asi saja dari ibu tanpa diberikan

makanan tambahan (Depkes, 2002).

Asi adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai

dengankebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang

tidak bisaditiru oleh pabrik susu manapun juga. Tetapi pada

pertengahan abadke 18 berbagai pernyataan. penggunaan air susu

binatang belummengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan

abad ke-20 sudahdimulai produksi secara masal susu kaleng yang

berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI (Firmasyah, 2009)

Asi steril, berbeda dengan sumber susu lain ; susu formula

ataucairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang

terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian Asi saja,

tanpacairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain

yangakan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui

secara penuh (Sinthamurniwaty, 2006).


27

Bayi - bayi harus disusui secara penuh sampai mereka

berumur 4 - 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian

Asi harusditeruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain

(proses menyapih) (Sinthamurniwaty, 2006).

Asi mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan

adanyaantibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Asi turut

memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru

lahir, pemberian Asi secara penuh mempunyai daya lindung 4 x

lebih besar terhadap diare daripada pemberian Asi yang disertai

dengan susu botol. Florausus pada bayi -bayi yang disusui

mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare (Shinthamurniwaty,

2006).

Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan

obat terutatama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan

seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta

produk-produk bebas gula lainnya juga dapat menimbulkan diare.

Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki

daya tahan tubuh yang lemah. Orang tua berperan besar dalam

menentukan penyebab anak terkena diare . Bayi dan balita yang

masih menyusui dengan Asi Eksklusif umumnya jarang diare

karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan

makanan pendamping Asi dapat terkontaminasi bakteri dan virus

(Mediacastor, 2006)
28

Pada bayi yang tidak diberi Asi secara penuh, pada 6 bulan

pertamakehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.

Pemberiansusu formula merupakan cara lain dari menyusui.

Penggunaan botoluntuk susu formula, biasanya menyebabkan

risiko tinggi terkenadiare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi

buruk (Shinthamurniwaty, 2006).

Pada akhir-akhir ini dengan bertambahnya penggunaan

"Pengganti Asi” (Pasi) untuk makanan bayi, terutarna di negara-

negara yang sedang berkembang, timbulah berbagai sindrom,

misalnya yang dikenal dengan syndrome Jelliffe yang terdiri dari

kekurangan kaloriprotein tipe marasmus, monilisasi pada mulut,

dan diare karenainfeksi. Hal ini disebabkan karena di negara-

negara yang sedangberkembang, tingkat pendidikan ibu yang masih

rendah, kebersihanyang masih kurang, tidak adanya sarana air

bersih, dan rendahnyakeadaaan sosial ekonomi dari penduduknya

(Setiawan, 2006).
29

2.3 KERANGKA TEORI

a. Faktor Predisposisi (Predisposing


Factor) :

- Pengetahuan

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Sikap

- Kepercayaan
Diare pada
- Keyakinan Balita
- Nilai-nilai

b. Faktor Pendukung (Enabling Factor) :

- Pemberian Asi Eksklusif

- Personal hygiene

- Riwayat alergi

- Sumber Informasi

c.. Faktor pendorong

( Renforing Factors ) :

- Sikap dan prilaku petugas

- Sumber Informasi

Gambar 2.1
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita (Green, 1980).”
30

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan

dilakukan, konsep lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan variabel independent yang diteliti adalah pengetahuan,

pendidikan, pekerjaan dan pemberian Asi Eksklusif.

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Pengetahuan

2. Pendidikan

3. Pekerjaan Diare pada Balita

4. Pemberian Asi
Ekslusif

Gambar 3.1

“Kerangka Konsep Penelitian”

30
31

3.2 Definisi Operasional

Definisi Cara Skala


NO Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
1 Dependen kejadian Kuesio 1.Bila dalam satu 1. Ya Nominal
Kejadian diare/mencret ner bulanterakhir balita
Diare pada balita dengan balita anda terkena
diagnosa adanya diare
perubahan bentuk
dan 2. Tidak
konsistensi tinja 2.Bila dalam satu
melembek sampai bulan terakhir balita
mencair dan anda tidak perna
bertambahnya terkena diare
frekuensi berak
lebih dari biasanya
(minimal tiga kali
atau lebih dalam
waktu
sehari) atau
adanya keterangan
dari medis /
paramedis yang
diperkirakan
penyebabnya
adalah karena,
infeksi saluran
pencernaan
oleh bakteri
penyebab penyakit
diare.
2 Independen Kemampuan Kuesio 1.Jika hasil jawaban 1. Baik Ordinal
Pengetahuan kognitif berupa ner terhadap kuesioner
Ibu tentang mengetahui, > 70% 100 %.
diare memahami, 2,Jika hasil jawaban 2.Kurang
menerapkan, terhadap kuesioner
menganalisis, <70%
sintesis dan
evaluasi terhadap
kejadian diare
pada balita
(Nursalam, 2008)
3 Pendidikan Ijasah tertinggi Kuesio 1. Jika tidak 1. Tinggi Ordinal
Ibu yang dimiliki oleh ner tamat/SD,SMP dan
responden sederajat 2. Rendah
(Notoadmodjo, 2.Tinggi,jika tamat
2003). SMA Perguruan
tinggi
4 Pekerjaan Kegiatan rutin Kuesio 1. Ya Nominal
Ibu yang dilakukan ner
oleh ibu yang 2. Tidak
dapat
32

menghasilkan
penghasilan
(Muhammad Ali,
2000)
5 Pemberian Pemberian Asi Kuesio Jika ibu memberi Asi 1. YA Nominal
ASI saja tanpa ner
Eksklusif makanan 2. Tidak
tambahan apapun
selama 6 bulan
pertama kehidupan
bayi (Roesli,
2005)

3.3 Hipotesa Alternatif (Ha)

1. Ada hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Diare dengan kejadian

Diare pada Balita.

2. Ada hubungan antara Pendidikan ibu dengan kejadian Diare pada Balita.

3. Ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian Diare pada Balita.

4. Ada hubungan antara pemberian Asi Eksklusif dengan Kejadian Diare

pada Balita
33

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik, yaitu suatu

metoda penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa

fenomena kesehatan itu terjadi (Notoadmojo, 2010, p. 37).Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional.

Desain study Cross Sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(point time approach).Data yang menyangkut variabel bebas (variabel

resiko) dan variabel terikat (variabel akibat), akan dikumpulkan dalam

waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010, p. 37). Alasan pemilihan desain

study cross sectional karena mudah dilakukan, lebih ekonomis, dan

hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Di UPF

Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor..

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 dan

pengumpulan data primer dilakuan pada bulan Juni 2015 di wilayah kerja

UPF Puskesmas Banjarsari Ciawi Periode Januari - Juni 2015.

33
34

4.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atausubjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

(Sugiyono, 2009).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai

anak balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor.

yaitu sebanyak 700 balita.

2. Sampel

Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002).

Adapun sampel yang diteliti menggunakan rumus :

n= ____N______
1 + N (d2)

Keterangan :

d2 : Ketetapan (Presisi), adalah 5 % atau 0,01%

N : Populasi

n : Jumlah Sampel

Sehingga jumlah sampel adalah

N= 700

n = _____700_______
1 + 700 (0,012)

n = ______700______
88

n = 88

n = 88 ibu yang mempunyai balita.


35

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 88 ibu yang mempunyai

balita dimana pendistribusian sampel dengan menggunakan tekhnik

berdasarkan proporsional straifide random sampling, sebagai berikut:

Tabel 4.1

Pengambilan sampel Ibu yang mempunyai Balita di Wilayah


Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

Jumlah ibu yang


No Desa Proporsi
mempunyai balita

1 Bojongmurni 225 225/700x88=28

2 Jambuluwuk 168 168/700x88=21

3 Banjarsari 145 145/700x88=18

4 Banjarwangi 162 162700x88=20

Total 700 88

4.4 Kode Etika Penelitian

1. Peneliti mendapatkan surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu

Kesehatan Bhakti Pertiwi Indonesia untuk mendapatkan izin

penelitian.

2. Setelah mendapatkan izin dari Kepala UPT UPF Puksesmas Banjarsari

Ciawi Bogor, peneliti melakukan penelitian di wilayah kerja UPF

Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor terhadap ibu yang mempunyai

balita yang datang di UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor pada

bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2015.


36

3. Peneliti mengutarakan maksud dan tujuan penelitian dengan

pendekatan kepada klien, untuk mendapatkan persetujuan sebagai

responden.

4. Pengumpulan data dengan observasi dilakukan dengan menggunakan

lembar kuesioner untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan

dengan kejadian diare pada balita.

5. Peneliti menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner yang berisi

karakteristik responden dan sejumlah item pertanyaan. Selama

menjawab tiap item pertanyaan peneliti menguraikan maksud dari

pertanyaan yang diajukan supaya ibu menjawab sesuai pertanyaan

yang diajukan.

6. Setelah pengisian kuesioner selesai, kuesioner ditarik kembali oleh

peneliti untuk dilakukan pengolahan data.

7. Dalam penelitian ini peneliti menjaga kerahasian dari hasil data

kuesioner yang didapat dari respoden.

4.5 Langkah-Langkah Pengumpulan Data dan Analisa Data

1. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan data primer dimana data diambil

dengan membagikan kuesioner kepada responden, yaitu ibu yang

memiliki anak balita yang datang memeriksakan anaknya ke Wilayah

Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni

2015.
37

2. Metode Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan khusus penelitian,

maka data yang dikumpulkan meliputi Kejadian balita dengan diare di

Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode

Januari - Juni 2015.

Pelaksanaan pengumpulan data terdiri dari :

a. Mendata semua ibu yang mempunyai balita

b. Menyebarkan kuesioner kepada ibu yang memiliki anak balita

dengan diare yang datang memeriksakkan anaknya.

3. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya diolah secara manual dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Dilakukan proses pemilihan data dilapangan sehingga dapat

menghasilkan data yang lebih akurat untuk pengolahan

selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa dan

mengamati apakah semua pertanyaan sudah terjawab dan apakah

jawaban yang ada dapat dibaca dan konsisten.

b. Pengelompokan Data

Pengelompokan persentase dilakukan untuk mempermudah dalam

menafsirkan serta menarik kesimpulan dari setiap variabel yang

diberikan.
38

c. Coding

Proses untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel

diberi kode terutama data klarifikasi.

d. Menyusun data (Tabulating)

Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan

mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan

dianalisis.

4.6 Analisa Data

Analisis data menggunakan alat bantu komputer dan langkah-

langkah analisis yang dilakukan antara lain :

1. Analisis Univariat

Variabel-variabel yang ada dianalisa secara deskriptif

dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi untuk

mengetahui karakteristik dari subjek penelitian. Hasilnya disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Analisis

Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari masing-

masing variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2002)

Data persentasi dihitung dengan menggunakan rumus Sabarguna

(2008) : P = f x 100%
n

Keterangan : P : persentase

f : frekuensi tiap kategori

n : Jumlah Sampel
39

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang menghubungkan

antara satu variabel independent dengan variabel dependen.

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen. Pada penelitian

ini analisis dilakukan untuk melihat hubungan dua kelompok

variabel, yaitu variabel dependen (Diare pada Balita) dan variabel

independent (pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, Asi

Eklusif,)

Analisis ini dilakukan dengan uji statistik Chi Square,

untuk melihat hubungan dua variabel pada tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05) dan batas kemaknaan 0,05. Data diolah dengan

SPSS versi 16,0. Apabila nilai p kurang dari 0,05, maka hasilnya

bermakna secara statistik atau terdapat hubungan (Ho ditolak dan

Ha diterima), sedangkan bila nilai p lebih dari 0,05, maka hasilnya

tidak bermakna secara statistik atau tidak terdapat hubungan (Ho

diterima da Ha ditolak) (Notoatmodjo, 2002).

Adapun rumus Kai – Kuadrat (Chi-Square) :

X2 = ∑ (O – E)2
E

X2 = N (ad – bc)

(a+b) (b+d) (a+b)(c+d)

Keterangan :

O : Nilai Observasi

E : Nilai ekspektasi atau harapan

X2 : Nilai Chi-Square
40

4.7 Uji Validitas


Uji validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu apa yang seharusnya hendak
diukur. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan komputerisasi
rumus product moment, yaitu:
rxy = N ∑XY - ∑X.∑Y
√{N∑X2 – (∑X)2 }{N∑Y2 – (∑Y)2}
Keterangan:
N: jumlah responden
rxy: koefisien korelasi
X: skor pertanyaan
Y: skor total
xy: skor pertanyaan dikalikan skor total

Tabel 4.6.1 hasil uji coba kuisioner


Scale Scale Corrected
Alpha
Mean Variance Item-
if Item
if Item if Item Total
Deleted
Deleted Deleted Correlation
P1 14.9318 18.7999 .9426 .9613
P2 14.9659 20.4241 .5179 .9706
P3 14.9205 18.8097 .9235 .9617
P4 14.9318 18.7999 .9426 .9613
P5 14.9318 20.1792 .5517 .9701
P6 14.9545 20.2278 .5612 .9697
P7 14.9205 18.7407 .9435 .9612
P8 14.9659 19.9414 .6574 .9676
P9 14.8977 18.7595 .9092 .9620
P10 14.9091 18.7503 .9256 .9616
P11 14.9205 18.8097 .9235 .9617
P12 14.8977 18.7365 .9157 .9618
P13 14.8977 18.8055 .8962 .9623
41

4.8 Uji Releabilitas


Releabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-
jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan
kenyataannya, maka berapakalipun diambil akan sama hasilnya
(Arikunto,2006).
Untuk menguji releabilitas instrumen digunakan rumus alpha
cronbach adalah sebagai berikut.
r11 = { k }{1 - ∑σb2}
k-1 σ2t
keterangan:
r11: releabilitas instrumen
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2 : jumlah varian butir
σ2t : varian total
42

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum UPF Puskesmas Banjarsari

UPF Puskesmas Banjarsari adalah Unit Pelaksana Fungsional dari

UPT Puskesmas Ciawi. Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Bogor

No.11B Tahun 2002, tentang Pembentukan Organisasi dan tata kerja

UPT, Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Ciawi adalah Unit Pelaksana

Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang bertanggungjawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan, dan berperan dalam

penyelenggaraan sebagian dari tugas opersional Dinas Kesehatan di

wilayah kerja Kecamatan Ciawi, serta merupakan Unit Pelaksana

Tingkat Kecamatan. Dalam menjalankan fungsinya UPT Puskesmas

Ciawi dibantu oleh 2 Unit Pelaksana Fungsional yaitu: Puskesmas

Citapen dan Puskesmas Banjarsari dengan 2 buah Puskesmas

Pembantu di Desa Bojongmurni dan Desa Banjarwaru.

UPF Puskesmas Banjarsari mewilayahi 6 Desa binaan, yaitu:

Desa Bojongmurni, Desa Jambuluwuk, Desa Banjarsari, Desa

Banjarwangi, Desa Telukpinang, dan Desa Bitungsari. Sumber daya

yang dimiliki oleh UPF Puskesmas Banjarsari sebanyak 67 orang,

yang terdiri dari 7 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 6 orang

bidan puskesmas, 13 orang bidan desa, 13 orang perawat, 2 perawat

gigi, 1 orang ahli kesehatan lingkungan, 1 orang farmasi, 3 orang

42
43

pelaksana gizi, 1 orang analis, 1 orang tenaga administrasi, yang

terbagi kedalam 3 Puskesmas.

Sedangkan bentuk Topologi Wilayah Kerja UPF Puskesmas

Banjarsari Kecamatan Ciawi terletak di Kabupaten Bogor, Provinsi

Jawa Barat, dengan luas wilayah 2.518 Ha, yang terdiri dari tanah

darat dengan luas 1471,827 Ha dan tanah sawah dengan luas 1046,173

Ha. Penduduk Kecamatan Ciawi berjumlah 102.501 jiwa, yang terdiri

dari 51.403 jiwa laki-laki dan 51.098 jiwa perempuan, dengan jumlah

kepala keluarga 24.356. Adapun tipologi daerah Kecamatan Ciawi

merupakan tipe daerah pedesaan, dan secara admisnistratif Kecamatan

Ciawi terbagi menjadi 13 Desa, yang meliputi 33 dusun, 86 rukun

warga dan 341 rukun tetangga. Kecamatan Ciawi mempunyai 3 desa

yang berpenduduk padat yaitu Desa Ciawi, Desa Bendungan, Desa

Banjarwaru dan Desa Pandansari. Secara geografi Kecamatan Ciawi

berada pada ketinggian 183,567 meter di atas permukaan laut, suhu

rata-rata antara 20º-50º Celcius, dengan curah hujan rata-rata 11,25

mm. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah buruh/jasa

yaitu sebesar 33,11% (8.992 jiwa), tingkat pendidikan penduduk

sebagian besar adalah tidak tamat Sekolah Dasar yaitu sebesar 43,15%

(36.223 jiwa). Adapun jarak Ibukota Kecamatan Ciawi dengan

Ibukota Kabupaten Bogor adalah 30 km, dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut:
44

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Bogor

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Megamendung

Kabupaten Bogor

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Caringin

Kabupaten Bogor

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kota Bogor

5.2 Analisis Univariat

Tabel 5.1
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari
Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015

No Kejadian Diare Frekuensi Persentase


1 Ya 36 40,9
2 Tidak 52 59,1
Jumlah 88 100

Dari analisis data diatas dapat dilihat bahwa angka kejadian diare pada

balita cukup besar yaitu sebanyak 52 orang (59,1%).

1. Pengetahuan Ibu Tentang Diare

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Diare
di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari
Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015

No Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase


1 Baik 74 84,1
2 Kurang 14 15,9
Jumlah 88 100
45

Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat dari 88 responden, didapatkan

sebagian besar responden terbanyak kepada ibu yang berpengetahuan baik yaitu

sebanyak 74 responden (84,1%), daripada ibu yang berpengetahuan kurang.

2. Pendidikan Ibu

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah
Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

No Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase


1 Tinggi 68 77,3
2 Rendah 20 22,7
Jumlah 88 100

Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat dari 88 responden, didapatkan

sebagian besar kepada ibu yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 68 responden

(77,3%), daripada ibu yang berpendidikan rendah.

3. Pekerjaan Ibu

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Wilayah
Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi
Bogor Periode Januari - Juni 2015

No Pekerjaan Ibu Frekuensi Persentase


1 Ya 73 83,0
2 Tidak 15 17,0
Jumlah 88 100

Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat dari 88 responden, sebagian

besar kepada ibu yang bekerja yaitu sebanyak 73 responden (83,0%).


46

4. Pemberian Asi Eksklusif

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari
Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015

No Asi Eksklusif Frekuensi Persentase


1 Ya 67 76,1
2 Tidak 21 23,9
Jumlah 88 100

Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat dari 88 ibu yang mempunyai

balita, didapatkan sebagian besar didominasi kepada ibu yang memberikan ASI

Eksklusif yaitu sebanyak 64 responden (76,1%).

5.3 Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Diare dengan Kejadian

Diare pada Balita

Tabel 5.8
Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Diare dengan Kejadian Diare pada
Balita di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

Kejadian Diare
Pengetahuan Total P-
No Ya Tidak OR
Diare Value
N % N % N %
1 Kurang 11 78,5 3 21,5 14 100
2 Baik 25 33,7 49 66,3 74 100 ,002 0,139
Total 36 40,9 52 59,1 88 100

Dari analisis hasil data diatas dapat dilihat bahwa dari 88

responden ibu yang mempunyai balita, proporsi kejadian diare pada balita

lebih besar kepada ibu yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 78,5%,

daripada ibu yang berpengetahuan baik.


47

Hasil pengujian hubungan antara kedua variabel menunjukkan

statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square = 0,002 ; maka

dapat disimpulkan p value ≤ α (0,05) Ho ditolak, sehingga ada hubungan

yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian

diare pada balita.

Dari analisis hasil data diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio) =

0,139. Yang berarti odds ratio pada ibu yang berpengetahuan baik

memberikan peluang proteksi untuk tidak mengalami kejadian diare pada

balita 0,139 kali > besar dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan

kurang.

2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita

Tabel 5.9
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita
di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

Kejadian Diare
Pendidikan Total P–
Ya Tidak OR
Ibu Value
N % N % N %
1 Rendah 14 70 6 30 20 100
2 Tinggi 22 32.5 46 67.5 68 100 0,003 0.139
Total 36 40,9 52 59,1 88 100

Dari analisis hasil data diatas dapat dilihat bahwa dari 88

responden. Proporsi kejadian diare pada balita sebagian besar kepada ibu

yang berpendidikan rendah yaitu sebanyak 70 %, daripada ibu yang

berpendidikan tinggi.
48

Hasil pengujian hubungan antara kedua variabel menunjukkan

statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square = 0,003 ; maka

dapat disimpulkan p value ≤ α (0,05) Ho ditolak, sehingga ada hubungan

yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita.

Dari analisis hasil data diatas diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio)

= 0,139. Yang berarti pada odds ratio ibu yang berpendidikan rendah

mengalami peluang resiko kejadian diare pada balita 0,139 kali > besar

dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

3. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita

Tabel 5.10
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita
di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

Kejadian Diare
Total P–
No Pekerjaan Ibu Ya Tidak OR
Value
N % N % N %
1 Ya 24 32,5 49 67,5 73 100
2 Tidak 12 80 3 20 15 100 0,001 0,122
Total 36 40,9 52 59,1 88 100

Dari analisis hasil data diatas dapat dilihat bahwa dari 88

responden, proporsi kejadian diare pada balita kepada ibu yang tidak

bekerja cukup besar 32,5 % dengan ibu yang bekerja 80 %.

Hasil pengujian hubungan antara kedua variabel menunjukkan

statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square = 0,001 ; maka

dapat disimpulkan p value > α (0,05) Ho ditolak, sehingga ada hubungan

yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada balita.
49

Dari analisis hasil data diatas diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio)

= 0,122. Yang berarti odds ratio pada ibu yang bekerja memberikan

peluang proteksi kejadian diare pada balita 0,122 kali > besar

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

4. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada

Balita

Tabel 5.11
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita di
Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor
Periode Januari - Juni 2015

Kejadian Diare
ASI Total P-
No Ya Tidak OR
Eksklusif Value
N % N % N %
1 Ya 21 31.3 46 68,7 67 100
2 Tidak 15 71.4 6 28.6 21 100 0,002 0,183
Total 36 40,9 52 59,1 88 100

Dari analisis data diatas dapat dilihat bahwa dari 88 responden ibu

yang mempunyai balita, proporsi kejadian diare pada balita sebagian besar

kepada ibu yang tidak memberikan Asi Eksklusif yaitu sebanyak 71,4%,

daripada ibu yang memberikan Asi Eksklusif.

Hasil pengujian hubungan antara kedua variabel menunjukkan

statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square = 0,002 ; maka

dapat disimpulkan p value ≤ α (0,05) Ho ditolak, sehingga ada hubungan

yang signifikan antara pemberian Asi Eksklusif dengan kejadian diare

pada balita.

Dari analisis hasil data diatas diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio)

= 0,183. Yang berarti odds ratio pada ibu yang memberikan ASI Eksklusif
50

memberikan peluang proteksi kejadian diare pada balita 0,183 kali > besar

dibandingkan dengan ibu yang tidak memberikan Asi Eksklusif.


51

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini, peneliti akan menyajikan hasil penelitian

Kejadian Diare pada Balita yaitu pada 88 responden Ibu yang mempunyai Balita

yang ada di Wilayah Kerja UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode

Januari - Juni 2015. Pembahasan hasil ini meniti pada tujuan penelitian, hasil yang

didapat pada penelitian dan kesenjangan dengan tinjauan teori yang sesuai kriteria

inklusi dengan menggunakan kuesioner.

6.1 Analisa Univariat

1. Proporsi Kejadian diare pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa balita

yang mengalami kejadian diare di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015 yaitu sebanyak 59,1

%.

Hal ini menggambarkan bahwa masih tingginya kejadian diare

pada balita. Dimana menurut WHO (2005), diare merenggut nyawa

sekitar 3,5 juta anak diseluruh dunia setiap tahunnya dan merupakan

penyakit pembunuh kedua terbesar terhadap anak-anak di negara

berkembang. Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan

meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Di dunia.

Sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare, sebagian

51
52

kematian tersebut terjadi di negara berkembang pada tahun 2003

diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10

kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di

negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun

(Parashar, 2003).

Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka

hal ini dapat menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak-anak

di bawah umur lima tahun. Diare pada tingkat kronis dapat

mengakibatkan dehidrasi, sehingga tubuh menjadi lemas dan sulit

mencerna makanan (Mediacastore, 2008).

Hasil survey Subdit Diare angka kesakitan diare semua umur

tahun 2001 adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah penduduk

374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk dan tahun

2010 411/1000 penduduk. Kematian diare pada Balita 75,3 per 100.000

balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur. Diare

merupakan penyebab kematian no. 4 (13,2%) pada semua umur dalam

kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian

nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%)

(KemenKes RI, 2011).

2. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang diare

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa ibu

yang mempunyai pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebanyak 84,1 %,


53

dibandingkan dengan Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang lebih

kecil yaitu sebanyak 15,9%.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hal yang

sangat penting untuk membentuk suatu tindakan seseorang. Pengetahuan

mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesis

dan evaluasi. Tingkatan yang dicapai oleh responden dalam penelitian ini

ternyata sebagian besar baru mencapai tingkat pertama yaitu tahu atau

know, artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap

sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari dan ransangan

yang telah diterima.

3. Gambaran Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 5.3, dapat dilihat bahwa

ibu yang berpendidikan rendah lebih tinggi yaitu sebanyak 77,3%,

dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi lebih kecil yaitu

sebanyak 22,7%.

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah

diikuti seseorang sampai selesai secara formal (Depdikbud, 1997).

Menurut pendapat Kuncoro Ningrat (1992) dalam (Depdikbud, 1997)

bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah

menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimilikinya. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat

sikap seseorang terhadap nilai - nilai yang baru diperkenalkan.


54

Pendidikan juga mampu merubah tingkah laku seseorang sehingga

mencapai kualitas hidup. Pendidikan merupakan faktor internal dari

seseorang yang mengetahui orang lain dalam berprilaku. (Blum, 1980).

4. Gambaran Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 5.4, dapat dilihat bahwa pada

Ibu yang tidak bekerja lebih tinggi yaitu sebanyak 83,0 %, dibandingkan

dengan Ibu yang bekerja lebih kecil yaitu sebanyak 17,0%.

Arikunto (2002), pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan

seseorang tiap hari dalam kehidupannya. Seseorang yang bekerja dapat

terjadi sesuatu kesakitan, misalnya dari situasi linkungan juga dapat

menimbulkan stres dalam bekerja sehingga kondisi pekerjaannya pada

umumnya diperlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan orang

lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat.

5. Gambaran Ibu yang Memberikan Asi Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 5.5, dapat dilihat bahwa pada

ibu yang memberikan Asi Eksklusif pada balita lebih tinggi yaitu

sebanyak 76,1%, dibandingkan dengan Ibu yang tidak memberikan Asi

Eksklusif lebih kecil yaitu sebanyak 23,9 %.

Asi adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen

zatmakanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untukdicerna

dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk
55

menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak adamakanan lain

yang dibutuhkan selama masa ini.

Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat

terutatama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti

sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk

bebas gula lainnya juga dapat menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada

anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh yang

lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak

terkena diare . Bayi dan balita yang masih menyusui dengan AsiEksklusif

umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun,

susu formula dan makanan pendamping Asi dapat terkontaminasi bakteri

dan virus (Mediacastor, 2006)

Asi Eksklusif yaitu pemberian Asi sejak lahir sampai usia 6 bulan

hanya mendapatkan ASI saja dari ibu tanpa diberikan makanan tambahan

(Depkes, 2002).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan

adanyaantibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut

memberikanperlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,

pemberianASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar

terhadapdiare daripada pemberian Asi yang disertai dengan susu botol.

Florausus pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri

penyebab diare (Shinthamurniwaty, 2006).

Pada bayi yang tidak diberi Asi secara penuh, pada 6 bulan

pertamakehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.


56

Pemberiansusu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan

botoluntuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi

terkenadiare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk

(Shinthamurniwaty, 2006).

6.2 Analisa Bivariat

1. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dengan Kejadian

Diare Pada Balita

Dari analisis data hasil tabel 5.8, dapat dilihat bahwa proporsi

kejadian diare pada balita kepada ibu yang berpengetahuan baik lebih

rendah yaitu sebanyak 33,7 % daripada ibu yang berpengetahuan kurang

lebih tinggi yaitu sebanyak 78,5%.

Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara kedua variabel

menunjukkan statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square =

0,000 ; maka dapat disimpulkan p value ≤ α (0,005) Ho ditolak, sehingga

ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang diare

dengan kejadian diare pada balita.

Dari analisis hasil data diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio) =

0,139. Yang berarti odds ratio pada ibu yang berpengetahuan kurang

mengalami peluang resiko kejadian diare pada balita 0,139 kali > besar

dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan baik.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Notoatmodjo (2007),

pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk suatu

tindakan seseorang. Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu,


57

memahami, aplikasi, analisa, sintesis dan evaluasi. Tingkatan yang

dicapai oleh responden dalam penelitian ini ternyata sebagian besar baru

mencapai tingkat pertama yaitu tahu atau know, artinya kemampuan

untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk

diantaranya mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari dan ransangan yang telah diterima. Cara

memperoleh pengetahuan dapat melalui pendidikan secara formal maupun

informal termasuk pendidikan intra dan ekstrakulikuler pendidikan juga

berfungsi sebagai media bagi seseorang dalam masyarakat. Sehubungan

dengan itu, tidak ada salahnya pada ibu untuk mencari informasi sebanyak

mungkin tentang diare pada balita.

2. Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada

Balita

Dari hasil analisis data tabel 5,9 terlihat bahwa proporsi kejadian

diare pada balita dengan ibu yang berpendidikan rendah lebih tinggi yaitu

sebanyak 70% daripada ibu yang berpendidikan tinggi lebih kecil yaitu

sebanyak 32,5%.

Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara kedua variabel

menunjukkan statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square =

0,003 ; maka dapat disimpulkan p value ≤ α (0,005) Ho ditolak, sehingga

ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare

pada balita.
58

Dari analisis hasil data diatas diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio)

= 0,139. Yang berarti pada odds ratio ibu yang berpendidikan rendah

mengalami peluang resiko kejadian diare pada balita 0,139 kali > besar

dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

Angka kejadian diare lebih tinggi pada ibu yang berpendidikan

rendah, hal ini sesuai dengan teori Pendidikan adalah jenjang pendidikan

formal yang pernah diikuti seseorang sampai selesai secara formal

(Depdikbud, 1997). Menurut pendapat Kuncoro Ningrat (1992) dalam

(Depdikbud, 1997) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan

semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan

menghambat sikap seseorang terhadap nilai – nilai yang baru

diperkenalkan. Pendidikan juga mampu merubah tingkah laku seseorang

sehingga mencapai kualitas hidup. Pendidikan merupakan faktor internal

dari seseorang yang mengetahui orang lain dalam berprilaku (Blum, 1980).

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan

tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin dalam

memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan dan semakin diperhitungkan.

Pendidikan ibu erat kaitannya dengan kesehatan keluarga. Ibu

umumnya sangat berperan dalam pemeliharaan bayi dan balita, karena

umumnya ibu tidak ingin anaknya jatuh sakit. Ibu yang berpendidikan baik

akan mempunyai wawasan yang cukup dalam pemeliharaan kesehatan

bayi dan anaknya.


59

Menurut Sabarinah (2004) bahwa sikap ibu terhadap diare paling

dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Hal ini sejalan dengan penelitian

Agustina (2000), bahwa salah satu resiko relatif yang bermakna terhadap

kejadian diare adalah pendidikan ibu.

Tingkat pendidikan rendah menyebabkan kesulitan menyerap

informasi atau gagasan baru, sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi akan lebih terbuka menerima gagasan baru

(Muamalah, 2006).

Menurut Muamalah (2006), bahwa ada kecenderungan pendidikan

ibu berpengaruh positif terhadap kematian bayi. Pendidikan yang baik

dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang dan merupakan

faktor penting dalam proses penyerapan informasi, peningkatan wawasan

dan cara berfikir yang selanjutnya akan memberikan dampak terhadap

pengetahuan, pendapatan ekonomi lebih baik, persepsi dan serta sikap

yang menentukan seseorang mengambil keputusan untuk bertindak.

3. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada

Balita

Dari hasil analisis data tabel 5.10 dapat dilihat bahwa proporsi

kejadian diare pada balita, cukup besar kepada ibu yang tidak bekerja

80%, dengan ibu yang bekerja 32,5%.

Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara kedua variabel

menunjukkan statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square =

0,001 ; maka dapat disimpulkan p value > α (0,005) Ho ditolak, sehingga


60

ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare

pada balita.

Hal ini terjadi kesenjangan antara teori bahwa Pendidikan ibu turut

mempengaruhi pendapatan keluarga. Jenis pekerjaan mempunyai

pengaruh terhadap kemampuan akses dibidang kesehatan serta

kemampuan dan kemauan untuk mencegah penyakit. Seorang ibu rumah

tangga yang bekerja akan memberi dampak ekonomi yang lebih baik

daripada keluarganya, sehingga akan memberi kondisi lebih baik dalam

hal pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Namun demikian dengan

status bekerja maka secara otomatis perhatian terhadap balitanya juga

akan berkurang disebabkan waktu yang berfokus untuk bekerja. Sehingga

jelas disini pada ibu yang tidak bekerja, kurang memahami tentang balita

hal ini dikarenakan sosial ekonomi mereka yang kurang.

4. Hubungan Antara Pemberian AsiEksklusif Dengan Kejadian Diare

Pada Balita

Dari hasil analisi data tabel 5.11 dapat dilihat bahwa proporsi kejadian

diare pada balita dengan ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif lebih

tinggi yaitu sebanyak 71,4%, daripada ibu yang memberikan Asi Eksklusif

yaitu sebanyak 31,3%.

Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara kedua variabel

menunjukkan statistik nilai uji chi square dengan Person Chi Square =

0,002 ; maka dapat disimpulkan p value ≤ α (0,005) Ho ditolak, sehingga


61

ada hubungan yang signifikan antara pemberian Asi Eksklusif dengan

kejadian diare pada balita.

Dari analisis hasil data diatas diperoleh pula nilai OR (Odds Ratio)

= 0,183. Yang berarti odds ratio pada ibu yang tidak memberikan ASI

Eksklusif mengalami peluang resiko kejadian diare pada balita 0,183 kali

> besar dibandingkan dengan ibu yang memberikan Asi Eksklusif.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa Asi mempunyai khasiat

preventif secara imunologik dengan adanyaantibodi dan zat-zat lain yang

dikandungnya. Asi turut memberikanperlindungan terhadap diare. Pada

bayi yang baru lahir, pemberianAsi secara penuh mempunyai daya lindung

4 x lebih besar terhadapdiare daripada pemberian Asi yang disertai dengan

susu botol. Florausus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya

bakteri penyebab diare (Shinthamurniwaty, 2006).

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan

pertamakehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.

Pemberiansusu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan

botoluntuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkenadiare

sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Shinthamurniwaty, 2006).

Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat

terutatama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti

sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk

bebas gula lainnya juga dapat menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada

anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah.

Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare .
62

Bayi dan balita yang masih menyusui dengan Asi Eksklusif umumnya

jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula

dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus

(Mediacastor, 2006)
63

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor – Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja UPF

Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015, maka penulis

dapat mengambil simpulan, sebagai berikut :

1. Univariat

a. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015, proporsi kejadian

diare pada balita yaitu sebanyak 59,1 %.

b. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015. Berdasarkan

Pengetahuan Ibu, sebagian besar pada ibu yang mempunyai

pengetahuan baik yaitu sebanyak 84,1 %.

c. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015. Berdasarkan

Pendidikan Ibu, sebagian besar pada ibu yang pendidikan rendah yaitu

sebanyak 77,3 %.

d. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015. Berdasarkan

pekerjaan ibu, sebagian besar pada ibu yang tidak bekerja yaitu

sebanyak 83,0 %. 65
64

e. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPF Puksesmas

Banjarsari Ciawi Bogor Periode Januari - Juni 2015. Berdasarkan

Pemberian Asi Eksklusif, sebagian besar pada ibu yang memberikan

Asi Eksklusif yaitu sebanyak 76,1%.

7.2 Saran

1. Bagi Puskesmas

Agar meningkatkan penyuluhan promosi kesehatan di puskesmas,

posyandu, poskesdes dan pusling, mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare khususnya bagi petugas kesehatan, yakni

perawat dan bidan di puskesmas, agar dapat meningkatkan upaya-upaya

pelatihan terhadap kader-kader posyandu secara rutin sebagai usaha

peningkatan keterampilan kader agar akses informasi dapat diterima oleh

ibu-ibu. Sehingga pengetahuan ibu dapat menjadi lebih baik lagi, karena

pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi prilaku kesehatan khususnya

pada anak balita. Sehingga diharapkan juga angka kejadian diare pada

balita di UPF Puksesmas Banjarsari Ciawi Bogor dapat menurun dan

apabila ada suatu kejadian diare pada satu kelurahan pada anak balita

dapat tertangani dengan cepat dan tepat.


65

2. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan penelitian mengenai berbagai faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian diare pada balita dan sebagai referensi

untuk menambah ilmu pengetahuan dan dikembangkan pada penelitian

selanjutnya dikemudian hari jika diperlukan melakukan penelitian lagi.

3. Bagi Masyarakat

Pentingnya usaha peningkatan pengetahuan ibu tentang kejadian

diare pada anak balita, pemberian hanya Asi Eksklusif saja pada usia 0 –

6 bulan tanpa makanan tambahan apapun.Usaha peningkatan ini dapat

dilakukan dengan penyuluhan oleh kader-kader posyandu setempat,

terutama tentang pencegahan diare, sehingga apabila ada balita ibu yang

terkena diare disuatu desa dapat tertangani degan cepat dan tepat dan

dengan prilaku hidup bersih dan sehat dapat mengurangi kejadian diare

pada balita.

Anda mungkin juga menyukai