Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN

TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA ANAK


DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIBARU KULON

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:
RATNA DWI LESTARI
14.401.18.047

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
MARET 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti indonesia. diare penyakit yang sangat berbahaya dan sering terjadi di
dunia yang dapat menyerang kelompok usia baik laki-laki ataupun perempuan, akan
tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian yang paling
tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita, diare dianggap sebagai penyakit sepele,
padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya (Notoadmojo,
2018). Kematian pada anak diseluruh dunia yaitu pneumonia, komplikasi kelainan
premature, diare, afiksia dan malaria (Wawan dan Dewi, 2015). Sekitar sepertiga dari
semua kematian anak adalah kekurangan gizi dan diare menepati urutan kelima kematian
anak pada seluruh dunia (Zulkarnaen, 2015).
Berdasarkan data Rimskesdas 2018, pravalensi diare diindonesia berdasarkan
diagnosis dari tenaga kesehatan yaitu 6,8% dan mengalami peningkatan dari tahun 2015
yaitu 7,5% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan diagnosis dari tenaga kesehatan, pravalensi
diare pada anak di indonesia yaitu 11% dan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dari tahun 2018 yaitu 2,4% (Riskesdas, 2018). Lebih dari 1,3 miliar serangan
dan 3,2 juta kematian tiap tahun pada balita dikarenakan oleh diare (Nursalam dkk,
2018). Setiap anak mengalami episode serangan rata-rata 3.3 kali setiap tahun
(Proverawati, 2019). Menurut World Health Organization (WHO) sekitar 780.000 aanak
balita meninggal akibat diare stiap tahunya (Kemenkes RI, 2018). Dikawasan afrika dan
asia tenggara telah mencapai angka terbesar 78% dari dari total jumlah kejadian diare di
dunia (Sari et al, 2017). Data profil kesehatan indonesia pada tahun 2018 jumlah kasus
diare adalah 213.435 penderita dengan jumlah kematian 1.289 orang (Kemenkes RI,
2018).
Banyak faktor yang berperan dalam timbulnya diare, yaitu faktor infeksi,
malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis (Widjaaj, 2017). Adapun faktor resiko
yang ikut berperan dalam timbulnya diare pada umumnya adalah kurangnya pengetahuan
ibu tentang Hygiene perseorangan maupun lingkungan, pola pemberian makan dan faktor
sosial ekonomi maupun sosial budaya (Nursalam, 2015). Ibu yang memiliki pengetahuan
tentang pencegahan akan senantiasa menjaga kebersihan, sehingga akan menjaga anaknya
dari pencemaran kuman, baik yang terdapat dalam makanan maupun minuman yang
dikonsumsi (Notoadmojo, S, 2017). kebiasaaan kebersihan ibu yang diajarkan kepada
anak seperti mencuci tangan sebelum makan, akan membuat anak terlindung dari kuman
yang melekat di tangan sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak (Adisaswito
W, 2017). Saat anak diare ibu bisa memberikan perolongan pertama pada anak dengan
memberikan anak minum, bisa berupa oralit, larutan gula garam, dan apabila bayi
diberikan ASI, lanjutkan pemberian ASI untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang dalam tubuh (Widjaja, 2017).
Penanganan diare di indonesia dilakukan dengan upaya rehidrasi atau
pengantian cairan yang hilang akibat dehidrasi karena diare, pengunaan oralit sesuai
dengan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) dan pengunaan zink (Profil
Kesehatan Indonesia, 2017). Penderita diare harus mendapatkan oralit dengan target
pengunaan oralit adalah 100% dari semua kasus diare (Cahyaningrum D, 2015).
Penggunaan zink merupakan mikroneutrein berfungsi untuk mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja dan menurunkan
kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya, penggunaan zink selama 10 hari pada
balita diare merupakan terapi diare pada balita (Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Anak
yang tidak dapat minum membutuhkan terapi intravena segera, jika pemberian cairan
melalui nasogastrik juga tidak bisa dilakukan (Kemenkes Ri, 2018).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka hal yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Tindakan
Pertolongan Pertama Pada Anak Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalibaru kulon”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui tentang hubungan ibu dengan tindakan pertolongan pertama
pada anak diare di wilayah kerja puskesmas kalibaru kulon.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan
bagaimana hubungan pengetahuan ibu dengan tindakan pertolongan pertama pada
anak diare di wilayah kerja puskesmas kalibaru kulon.
b) Mengidentifikasi pengetahuan setelah diberikan pengetahuan setelah diberikan
pendidikan kesehatan pengetahuan ibu dengan tindakan pertolongan pertama pada
anak diare di wilayah kerja puskesmas kalibaru kulon.
c) Mengindentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu
dengan tindakan pertolongan pertama pada anak diare di wilayah kerja puskesmas
kalibaru kulon.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitan ini diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang hubungan pengetahuan ibu dengan
tindakan pertolongan pertama pada anak diare di wilayah kerja puskesmas
kalibaru kulon, dan juga dapat menambah wawasan masyarakat setempat untuk
melakukan perolongan pertama pada anak diare. Serta kuisoner dapat digunakan
sebagai bahan refrensi untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengambarkan pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan ibu dengan tindakan pertolongan pada anak
diare, dan hasil dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap hubungan pengetahuan ibu tentang tindakan pertolongan pada anak diare
di wilayah kerja puskesmas kalibaru kulon.
1.5 Penelitian terkait
Dalam penyusunan ProposaL Karya Tulis Ilmiah ini, penulis terinspirasi dari
beberapa jurnal penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar belakang masalah,
berikut ini yang berhubungan dengan proposal karya tulis ilmiah ini.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018 oleh Retno Ambarwati, Nita
Yunianti Ratnasari dan Kristiana Puji Purwandari Akademi Keperawatan Giri Satria
Husada Wonogiri tentang ”Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap
Kejadian Diare Pada Anak Di Puskesmas Tirtomoyo I Wonogiri”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap
kejadian diare pada anak di puskesmas tirtomoyo I wonogiri 2018. Diare adalah buang
air besar encer atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare yang
berlangsung lebih dari 3 kali dalam 24 jam dapat menyebabkan kehilangan cairan tubuh
atau dehidrasi. Gejala ini manifestasi dari infeksi sistem gastrointestinal yang dapat
disebabkan oleh berbagi jenis bakteri, virus dan parasit. Infeksi ini dapat menyebar
melalui makanan dan minuman terkontaminasi maupun infeksi langsung antar manusia.
Dampak akibat penyakit diare pada anak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses
absorbsi makanan dan zat nutrisi yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan
dapat mengakibatkan kematian pada anak. Penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dengan jumlah sample 80 orang ibu yang dipilih secara “purposive sampling” serta
pengumpulan data menggunakan kuisoner. Hasil distribusi frekuensi pengetahuan ibu
terhadap kejadian diare didapatkan bahwa sebanyak 18 responden (22% ) dengan
pengetahuan baik, 26 responden (32%) dengan pengetahuan cukup, dan 36 responden
(45%) dengan pengetahuan kurang. 36% responden memiliki sikap baik, 41% memiliki
sikap yang cukup, dan 22% memiliki sikap yang kurang. Hasil distribusi frekuensi
sikap ibu terhadap terhadap kejadian diare menunjukkan bahwa 29 responden (36%)
yang memiliki sikap baik, sedangkan 33 responden (41%) yang memiliki sikap yang
cukup, 18 responden (22%) yang memiliki sikap yang kurang. Pengetahuan dan sikap
ibu tentang diare sangat penting dalam penatalaksanaan awal anak yang menderita
diare. Penanganan yang tepat dan cepat terhadap diare dapat mengurangi resiko
kematian pada anak akibat kehilangan cairan yang berlebiahan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengetahuan Orang Tua
1. Definisi Pengetahuan
Secara umum pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan telah terjadi setelah
orang itu melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Baik itu melakukan
penginderaan menggunakan pengelihatan , penciuman, pendengaran, perasa, maupun
peraba sekalipun (Ladjar, putri, and Rahmayani, 2015). Pengetahuan sangat erat
hubunganya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi seseorang akan semakin luas pula pengetahuanya.
Orang tua dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia disebutkan bahwa orang tua
adalah arti dari ayah dan ibu. Definisi lain menyebutkan bahwa orang tua adalah
komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan hasil dari
perkawinan yang sah. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan
membimbing anak-anaknya.
Dari beberapa komponen diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan orang tua
adalah pengamatan atau penilaian anak terhadap stimulasi perkembangan dengan
cara orang tua memahami tentang pentingnya pengetahuan orang tua tentang
perkembanganmotorik halus maupun kasar, perkembangan kognitif, perkembangan
bicara dan bahasa, perkembangan emosi dan sosial.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Orang Tua
a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pendidikan juga merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
pengetahuan sangat erat hubunganya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan yang tinggi maka semakin
luas pengetahuanya. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga
mendukung dua aspek yaitu positif dan negatif kedua aspek inilah
yang nantinya akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diektahui maka akan yang
menumbuhkan sikap yang positif (pasanda, 2016).
2) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan
karena jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain
maka akan lebih banyak pengetahuanya dengan orang yang tidak
berinteraksi dengan orang lain (Pasanda, 2016).
3) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru terbaik oleh sebab itu pengalaman
pribadipun dapat digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan
pengetahuan. Jika pengalaman individu itu sedikit maka pengetahuan
seseorang akan minim atau sedikit (Meilawati, 2017).
4) Usia
Usia atau umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia khusunya beberapa
kemampuan yang lain misalnya seperti kosa kata dan pengetahuan
umum (pasanda, 2016).
b. Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
seseorang atau kelompok (Nugrahaningtyas, 2020).
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi
(Nugrahaningtyas, 2020).
3. Tingkat Pengetahuan
Terdapat 6 tingkat (Meilawati, 2017).
1. Tahu (Know)
Tahu dapat diartikan sebagai upaya untuk mengingat kembali sesuatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu tahu merupakan
tingkatan yang paling rendah.
2. Memahami ( comperhension)
Memahami dapat diartikan sebagai bagian dari suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara tepat. Orang yang sudah
memahami suatu objek akan dapat menjelaskan, menyebutkann contoh dan
bisa membuat kesimpulan dari objek tersebut.
3. Aplikasi ( aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi
yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk bisa menjabarkan suatu materi atau objek
kedalam komponen-komponen tetapi dalam satu struktur organisasi atau
masih berkaitan dengan objek tersebut.
5. Sintesis (sintesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,
dan dapat meningkatkan.
6. Evaluasi (evaluation)
7. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian dari suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau mengunnakan kriteria-kriteria yang
sudah ada.
4. Cara Pengkuruan Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan ini dapat dinilai dari penguasaan sesorang terhadap objek
atau materi tes yang bersifat objektif maupun esay. Penilain objektif seseorang akan
diberikan pertanyaan tentang suatu objek atau pokok bahasan yang berjenis pilihan
ganda, kuisoner atau sebagainya. Setelah itu akan didapatkan skor setiap responden
dari setiap pertanyaan yang benar. Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi tiga,
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Kategori baik apabila nilai akuntansi 80%-100%
2) Kategori sedang apabila nilai akuntansi 60%-80%
3) Kategori kurang apabila nilai akuntansi <60%
(Pasanda, 2016).
2.1.2 Konsep Perilaku
1. Pengertian perilaku
Menurut Lawrent W. Green (1980) dalam Nursallam 2018, perilaku adalah proses
interaksi individu dengan lingkunganya, sebagai manifestasi dari makhluk bio, psiko,
sosial, mempunyai dorongan bersumber dari kebutuhanya.
2. Faktor yang mempengaruhi Perilaku manusia
Menurut Green(2017), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu;
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposisi Factors)
Faktor-faktor ini mencangkup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors)
Faktor-faktor ini mencangkup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan
sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan
sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmass,
rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
praktek swasta, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan.
Selain ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
terdapat juga faktor lain, yakni faktor inter dan ekstern. Fsktor intern
mencangkup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan
sebagainya yang berfungsi untuk mengelolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non
fisik seperti: iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudataan dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2015).
3. Domain Perilaku Kesehatan
Benyamin Bloom(2018), membagi perilaku kedalam 3 dominan (ranah/kawasan),
yaitu ranah kognitif (cognitif domain), ranah afektif (affective domain), ranah
psikomotor (psycomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge).
b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude).
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan peserta didik sehubungan materi
pendidikan yang diberikan (pratice).
Praktik atau tindakan mempunyai beberpa tindakan yaitu:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih bebagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambikl adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh merupakan indikator praktik tingakt pertama.
c. Mekanisme (mekanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang
lalu (Recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmojo, 2015).
2.1.3 Konsep Dire
1. Definisi Diare
Ada beberapa pengertian diare menurut para ahli, yaitu :
a. Menurut Ngastiyah (1997) dalam Nursalam 2015 diare adalah keadaan
frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada
anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hujau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
b. Menurut Suharyono (1995) dalam Nursalam 2015 diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
2. Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, antara lain :
a. infeksi bakteri : Vibrio, E-coli, salmonella, shingella,
campylobacter, Yersinia, aeromonas dan sebagainya.
b. infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO , coxsackie,
poliomyelitis) adenovirus, rota virus, astovirus, dan lain-lain.
c. infeksi parasit: cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongloider)
protozoa (entamoba hisfolytica, giardia lamblia, trichomonas
hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA), tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronchopneumonia, encefalitis dan sebagainya.
b. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak terpenting dan tersering intoleransi laktosa, ,alabsorbsi lemak,
dan malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan: makanan basi, racun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.
3. Faktor Risiko Diare
a. Faktor anak
1) Usia
Diare banyak menyerang anak pada usia 6-24 bulan, pada usia
tersebut bayi mulai mendapat makanan tambahan sehingga
memungkinkan kontaminasi lebih besar.
2) Status gizi
Interaksi diare dengan status gizi kurang merupakan lingkaran setan.
Diare menyebabkan kurang gizi, dan gizi kurang memperberat diare.
3) Imunitas
Rendahnya daya tahan tubuh akan mempermudah terjadinya infeksi.
Infeksi disaluran pencernaan menyebabkan timbulnya diare.
b. Faktor ibu
1) Staus sosial ekonomi
Kebanyakan anak penderita diare adalah berasal dari status sosial
ekonomi yang rendah. Dengan kondisi rumah yang buruk, dan tidak
punya perssediaan air bersih yang memadai.
2) Pendidikan ibu
Faktor pendidikan berkaitan dengan pengetahuan , sikap, dan perilaku
ibu terhadap masalah kesehatan. Misalnya kebiasaan ibu yang tidak
mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan setelah buang air
besar, atau membuang kotoran dsb.
3) Status pekerjaan ibu
Kesehatan anak dipengaruhi oleh pola pengasuhan dan perawatan
anak pada ibu yang tidak bekerja maupun ibu yang tidak bekerja. Hal
ini berkaitan dengan pola pemberian ASI. Ibu yang bekerja biasanya
melakukan penyepihan terlebih lebih dini. Sedangkan bayi yang
mendapatkan kecukupan asi memiliki angka kejadian diare lebih
kecil.
c. Faktor longkungan
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
perorangan seperti kebersihan putting susu, kebersiahn botol susu dan dot
susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengelolah makanan.
d. Faktor iklim
Didaerah yang beriklim sedang, diare karena bakteri cenderung lebih sering
terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus memuncak pada
musim dingin. Di daerah tropis diare karena rotavirus cenderung terjadi
sepanjang tahun, sedangkan diare oleh bakteri cenderung memuncak pada
musim hujan.
e. Faktor kependudukan
Insiden diare lebih tiggi pada penduduk di daerah pemukiman yang padat dan
kumuh(Sugianto, 2017).
4. Pembagian Diare
Menurut pedoman dari laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Airlangga (2019), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-
5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari (Nursallam, 2015).
5. Gejala Klinis
Menurut Suharyono (2019) adalah :
a. Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
c. Anus dan daerah sekitar anus timbul lecet karena sering defikasi.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
f. Diuresis : terjadi oliguria (kurang 1 ml/kg/bb/jam) bila terjadi dehidrasi. Urin
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urin sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urin dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat).
Tanda-tanda klinis yang timbul apabila penderita diare jatuh dalam
dehidrasi adalah:
• Mulut kering
• Mata cekung
• Ubun-ubun bayi menyusut
• Turgor kulit berkurang
• Sedikit buang air kecil atau tidak sama sekali dalam 6 jam
• Anak menangis tanpa mengeluarkan air mata
• Kesadaran menurun (Sugianto, 2017).
6. Patofisiologi
Sebagai akibat diare dapat terjadi :
1) Dehidrasi (kehilangan cairan)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan cairan (output) lebih banyak
daripada pemasukan cairan (input).
2) Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis).
3) Hipoglikemia
4) Gangguan gizi
5) Gangguan sirkulasi (Nursallam, 2015).
6)
7. Penatalaksanaan
a) Tatalaksana penderita diare dirumah, meliputi :
1) Pemberian cairan yang lebih banyak dari biasanya
Cairan dehidrasi yang dianjurkan untuk tatalaksana pada setiap
penderita diare di rumah yaitu: larutan oralit, larutan gula garam,
makanan yang cair (sup, air tajin, dan air matang). Oralit merupakan
salah satu cairan yang sudah dilengkapi dengan elektrolit, sehingga
dapat menggantikan elektrolit yamg ikut hilang bersama cairan.
Jumlah cairan yang diberikan pada penderita adalah sebagai berikut;

Umur Jumlah cairan


Dibawah 1 tahun 3 jam pertama 1,5 gelas
selanjutnyta 0,5 gelas setiap kali
mencret.
Dibawah 5 tahun (anak balita) 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya
1 gelas setiap kali mencret.
Anak diatas 5 tahun 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnay
1,5 gelas setiap kali mencret.
Anak diatas 12 tahun & dewasa 3 jam pertama 12 gelas,
selanjutnya 2 gelas setiap kali
mencret (1 gelas: 200cc)

a. Cara membuat dan memberikan oralit dirumah:


• 1 bungkus oralit masukan ke dalam 200ml ( 1 gelas) air
matang.
• Berikan oralit sedikit-sedikit dengan sendok apabila muntah
tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi.
• Berikan setiap habis buang air besar.
b. Cara membuat larutan garam gula dan larutan garam-tajin:
• Larutan garam-gula : bahan terdiri dari 1 sendok the
gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur dan
1gelas (200 ml) air matang. Setelah diaduk rata pada
sebuah gelas diperoleh larutan garam-gula yang siap
digunakan.
• Larutan garam-tajin : bahan terdiri dari 6 (enam)
sendok makan munjung (100 gram) tepung beras, 1
(satu) sendok the (5 gram) garam dapur, 2 (dua) liter
air. Setelah dimasak hingga mendidih akan diperoleh
larutan garam-tajin yang siap digunakan (Ronald H,
Sitorus, 2018).

2) Pemberian makanan
Pada bayi yang masih menetek maka ASI terus diberikan. Sedangkan
pada anak yang minum susu formula, maka berikan oralit selang
seling dengan susu formula, kemudian periksakan ke dokter akan
perlunya penghentian pemberian susu atau penggantian jenis susu
formula. Untuk anak yang sudah mengkonsumsi makanan seperti
pisang masak yang dihaluskan, sereal beras, bubur, roti, dsb (Gloria
Mayer, 2018).
3) Upaya rujukan
Upaya rujukam dilakukan apabila penderita tidak membaik atau
terdapat tanda-tanda berikut :
• Diare berlangsung terus-menerus, bahkan sebelum anak dapat
menghabiskan cairan pengganti yang harus diminum.
• Muntah secara terus-menerus hingga tidak sempat minum.
• Anak tidak dapat/ tidak mau minum
• Tinja bercampur darah
• Buang air sedikit atau tidak sama sekali dalam 6-7 jam
• Demam tinggi (Ronald H. Sitorus, 2018).
b) Tatalaksana penderita diare di sarana kesehatan meliputi :
Rehidrasi oral dengan oralit, rehidrasi parental, pengobatan medisa
metosa, dan rujukan. Rehidrasi parental dilakukan pada penderita diare
dengan dehidrasi berat atau keadaan menurun, sangat lemah, muntah-muntah
berat, sehingga penderita tidak mampu minum sama sekali. Sebenarnya ada
beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan penderita
diare. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas
kesehatan. pada umumnya antibiotik diberikan bila tidak adda penyebab yang
jelas.

8. Pencegahan diare
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif adalah:
1) Pemberian ASI
2) Memperbaiki makanan sapihan
3) Mengunnakan air bersih yang cukup banyak
4) Mencuci tangan
5) Mengunnakan jamban keluarga
6) Pemberian imunisasi campak (Suratmaja, 2017).
Kemudian sat ini dikenal 4F, yaitu diare yang ditularkan melalui FOOD,
FECES,FLY and FINGER. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis
adalah sengan memutus rantai penularan tersebut.
Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah:

• Penyiapan makanan yang hiegenis


• Penyediaan air minum yang bersih
• Kebersihan perorangan
• Cuci tangan sebelum makan
• Pemberian ASI eklusif
• Buang air bedar pada tempatnya (WC, TOILET)
• Tempat buang smapah yang memadai
• Brantas lalat agar tidak menginggapi makanan
• Lingkungan hidup yang sehat
(Gloria Mayer, 2018).

2.2 Kerangka Teori


Pengetahuan adalah
hasil tahu dan ini terjadi
setelah sesorang
individu melakukan
penginderaan terhadap Tujuh intervensi
suatu objek tertentu pencegahan diare

Menurut Ngastiyah • Pemberian ASI


(1997) dalam • Memperbaiki
Nursalam 2015 makanan sapihan
Perilaku adalah diare adalah • Mengunnakan air
proses interkasi keadaan frekuensi besrsih yang
individu dengan buang air besar cukup banyak
lungkunganya, lebih dari 4 kali • Mencuci tangan
sebagai manifestasi pada bayi dan • Menggunakan
dari makhluk bio, lebih dari 3 kali jamban keluarga
psiko, sosial, pada anak, • Cara membuang
mempunyai dorongan konsistensi feses tinja yang baik
bersumber dari encer, dapat dan benar
kebutuhan. berwarna hijau • Pemberian
atau dapat pula imunisasi campak
bercampur lendir
dan darah atau
lendir saja
2.3 Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi perilaku :


pengetahuan:
• Faktor predisposisi
• Usia • Faktor pemungkin
• Pendidikan • Faktor penguat
• Pekerjaan
• Budaya
• Sosial ekonomi
Variabel terkait

Variabel bebas

Pengetahuan ibu tentang diare Tindakan ibu dalam pertolongan


pertama pada anak diare

Gambar 2.1 kerangka konsep hubungan pengetahuan ibu dengan tindakan pertolongan
pertama pada anak diare.
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan ibu dalam pertolongan pertama pada
anak diare.

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimen, dengan metode
koreklasi untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara pengetahuan ibu dengan tindakan
pertolongan pertama pada anak diare. Dalam penelitian ini digunakan metode korelasi yang
bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectioral, dimana variabel-variabel yang
termasuk faktor resiko dan faktor-faktor yang termasuk efek diobservasi pada waktu yang
sama (Nursalam, 2017).
3.3 Populasi dan Sample penelitian
Populasi penelitian
1. Populasi target :
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempuynayi anak/ balita menderita
diare dan menjalani perawatan di Puskesmas Kalibaru Kulon.
2. Populasi aktual :
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak/ balita yang
menderita diare dan menjalani perawatan di Puskesmas Kalibaru Kulon. Berdasarkan
hasil survey pendahuluan, penderita diare pada naka rata-rata adalah 50 orang/ bulan.
Sampel dan tekhnik sampling
1. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak/ balita menderita diare
dan menjalani perawatan di Puskesmas Kalibaru Kulon
2. Estimasi Besar Sampel
Agar besar sampel dalam penelitian respresentatif, maka perlu ditentukan besar
sampel yang digunakan dalam penelitan. Dalam penelitian ini menggunakan
ketentuan besar sampel minimal 30. Kaidah umum penelitian mengatakan bahwa
jumlah 30 adalah batas jumlah antara sedikit dan banyak (Machfoedz, 2017). Maka
jumlah sampel digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang.
3. Tekhik sampling
Pada penelitian ini tekhnik sampling adalah acchidental sampling, yaitu dengan
berdasarkan kebetulan bertemu, jika peneliti menjumpai responden yang sesuai
dengan kriteria langsung dimasukkan dalam sampel penelitian (Alimul, 2017).
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan dengan pengambilan sampel di
wilayak kerja Puskesmas Kalibaru Kulon.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal
3.5 Variabel Penelitian
Menurut Notoadmojo (2018), variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat
atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu.
1. Variabel Bebas (independent variabel)
Dalam penelitian ini variabel independenya ialah pengetahuan ibu tentang diare.
2. Variabel Terikat (dependent Variabel)
Dalam penelitian ini variabel depedenya ialah tindakan penanganan diare.
3.6 Definisi Operasional
Pengetahuan ibu tentang diare adalah segala sesuatu yang diketahui ibu melalui panca
indra tentang diare pada balita. Skala yang digunakan adalah skala ordinal yang meliputi
pengetahuan baik jika nilainya 76-100%, cukup jika nilainya 56-75% dan kurang jika
nilainya kurang dari 56%.
Tindakan penangannan diare adalah segala sesuatu yang dilakukan ibu untuk menangani
balita menderita diare. Skala yang digunakan adalah skala ordinal yang meliputi tindakan
baik jika nilainya 76-100%, cukup jika nilainya 56-75% dan jika nilainya kurang dari 56%.
3.7 Alat dan Bahan Penelitian atau Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih cermat (Notoadmojo, 2018). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar wawancara yang telah disusun secara
terstruktur meliputi lembar wawancara tingkat pengetahuam dan lembar wawancara
tindakan penanganan diare.
Untuk tingkat pengetahuan mengunakan wawancara dengan pertanyaan yang disusun
secara terperinci, sehingga tinggal menumbuhkan tanda silang (X) pada jawaban yang
sesuai, dengan 10 pertanyaan dimana jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi
nilai 0.
Sedangakan untuk mengetahui tindakan penanganan diare mengunnakan wawancara
dengan pertanyaan yang disusun secara terperinci, sehingga tinggal menumbuhkan √ (tick)
pada jawaban yang sesuai, dengan 10 pertanyaan yang terdiri dari 6 pertanyaan positif dan 4
pertanyaan negatif. Untuk pertanyaan positif jawaban ‘ya’ nialinya 1 dan jawaban ‘tidak’
nialinay 0, sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban ‘ya’ nilainya 0 dan jawaban ‘tidak’
nialinya 1.

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas


3.9 Cara Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara
yang disusun dengan pertanyaan secara terstruktur untuk 2 variabel. Wawancara
beruisi pertanyaan untuk variabel bebas yaitu berkaitan dengan pengetahuan ibu
tentang diare dan pertanyaan untuk variabel terikat yaitu tindakan penanganan pada
anak.
2. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini prosedur pengambilan data dan pengumpulan datanya adalah
sebagai berikut:
a) Mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan kepada calon
responden dipersilahkan mengisi surat persetujuan.
b) Responden diberi penjelasan tentang beberapa pertanyaan yang akan diajukan
oleh peneliti.
c) Melakukan wawancara secara langsung umtuk mendapatkan jawaban dari
responden berdasarkan lembar wawancara yang telah tersedia.
d) Setelah semua pertanyaan terjawab, maka lembar wawancara dikumpilkan
oleh peneliti untuk dilakuakna pengolahan dari analisa data.
3. Tekhnik Pengolaan Data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Editing, yaitu melakukan pengolaan terhadapa kemungkinan kesalahan
pengisian daftar pertanyaan dan ketidakserasian informasi.
b) Coding, yaitu cara penyederhanaan jawaban yang dilakukan dalam bentuk
simbol-simbol (kode) tertentu untuk setiap jawaban. Untuk pengetahuan
ibu tentang diare jawaban benar diberi kode 1, jika salah 0. Demikian
halnya untuk tindakan penanganan pada anak, jawaban benar diberi kode
1, jika salah 0.
c) Scoring, yaitu pemberian skor pada jawaban. Untuk pengetahuan ibu
tentang diare jawaban benar diberi skor 1, jika salah 0. Demikian halnya
untuk tindakan penanganan pada balita, dimana terdapat 2 jenis
pertanyaan yaitu pertanyaan yang bersifat positif dan pertanyaan yang
bersifat negatif. Untuk pertanyaan positif jawaban ‘ya’ nilainya 1 dan
jawaban ‘tidak’ nialinya 0, sedangakan untuk pertanyaan negatif jawaban
‘ya’ nialinya 0 dan jawaban ‘tidak’ nialinay 1.
d) Tabulating, yaitu proses pengelompokkan jawaban-jawaban yang serupa
dan menjumlahkanya dengan cara yang teliti dan teratur, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel-tabel yang disiapkan.
3.10 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul peneliti memeriksa kembali kelengkapanya lembar
wawancara kemudian jawaban tabulasi dan diberi nilai.
a) Analisa Data Univariat
Untuk analisis data univariat masing-masing variabrl, maka jawaban diberi skor,
kemudian dipresentasekan dan dihitung menggunakan rumus:
N= Sp x 100%
Sm
Keterangan :
N : nilai yang didapat
Sp : skor yang didapat
Sm : Skor maksimal
(Nursalam, 2016).
Setelah presentase diketahui hasilnya dimasukkan ke dalam kriteria:
Baik bila : 76-100%
Cukup Bila : 56-75%
Kurang Bila : <56%
(Nursalam, 2016).
b) Analisis Data Brivat
Setelah data diproses, selanjutnay diolah dan disajikan untuk mengukur
tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel. Eratnya hubungan antara 2
variabel dapat dieketahui dengan cara menghitung besarnya korelasi dengan
mengunnakan statistik. Tekhnik statistik yang koefisien korelasi bifariat, yaitu
statistik yang dapat digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan
hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2017). Macam koefisien korelasi yang
digunakan adalah korelasi Sperman Rank, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang
berskala ordinal (Sarwono, 2016).
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel adalah dengan menafsir
angka korelasi penghitungan dan menentukan signifikan hasil korelasi. Angka
korelasi berkisar anatara 0 s/d 1, dan besar kecilnya angka korelasi menenetukan
kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel. Patokan angkanya adalah sebagai
berikut:
• 0-0,25 : korekasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
• >0,25-0,5: korelasi cukup
• >0,5-0,75 : Korelasi Kuat
• >0,75-1 : korelaso sangat kuat
Korelasi dapat bersifat positif dan negatif. Korelasi positif menunjukkan
arah yang sama hubungan antar variabel. Artinya jika variabel 1 besar maka
variabel 2 semakin besar pula. Sebaliknya, korelasi negattif menunjukkan arah
yang berlawanan. Artinya, jika variabel 1 besar maka variabel 2 menjadi kecil.
Signifikan hubungan dua variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai
berikut:
• Jika probablitas <0,05, hubungan kedua variabel signifiksn
• Jika probablitas >0,05, hubungan kedua variabel tidak signifikan
(Sarwono, 2016).
Setelah data diproses, selanjutnya diolah dan disajikan untuk mengukur
eratnya hubungan antara dua variabel dengan menggunakan uji statistik yang
berupa uji korelasi Spearman Rank dengan rumus sebagai berikut:
P= 6∑ bi²
n (n²-1)
Keterangan :
P = koefisien korelasi Spearmen Rank
N = jumlah sampel (Sugiyono, 2018).
Perhitungan uji statistik ini dilakukan dengan menggunakan program
komputer SPSS versi 12.00

3.11 Etika Penelitian


Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada Puskesmas
Kalibaru Kulon untuk mendapatkan persetujuan, setelah disetujui maka pengambilan data
dengan menggunakan tekhnik wawancara terstruktur segera dilakukan denagn menekankan
pada masalah etika yang meliputi:
1) Informed Consert (lembar persetujuan)
Informed Consert atau lembar persetujuan diberikan pada subjek yang
akan diteliti, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan
dan dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika
ibu yang mempunyai balita diare bersedia diteliti, maka mereka harus
mendatangani lembar persetujuan, jika ibu yang mempunyai balita diare menolak
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2) Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan ibu dijamin oleh peneliti, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup dengan
memberikan nomor kode masing-masing lembar tersebut.
3) Confidemtiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai