Anda di halaman 1dari 15

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG

DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN BANYUMANIK


KOTA SEMARANG TAHUN 2022
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu:
drg. Zahroh Shaluhiyah, MPH., Ph.D.

Disusun oleh:
Nur Faiz Yulianto 25000120140305
Muhammad Faiq Mutashim M. 25000120140322
Siti Nur Azizah 25000120140327
Garinda Kusuma Putri 25000120140329
Bennaya Chantika Syahla 25000120140337
Ladinna Amanda Sari 25000120140339
Akmal Yusuf Abdulmajid 25000120140340

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare adalah kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari
biasanya, dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam periode 24 jam (WHO,
2005). WHO memperkirakan 4 miliar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta
diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun.
Menurut data di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan
rata-rata usia 5 tahun. Menurut data di Negara berkembang rata-rata tiap anak
dibawah usia 5 tahun mengalami episode diare tiga sampai empat kali pertahun
(WHO, 2009).
Berdasarkan proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah
kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65%, kelompok umur 12-17
bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%,
sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06%.
Hal tersebut dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor perilaku kesadaran dan pengetahuan masyarakat, ketersediaan sumber
air bersih, ketersediaan jamban keluarga dan jangkauan pelayanan kesehatan
perlu dipertimbangkan juga sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian luar
biasa (Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI, volume 2, Triwulan II, 2011). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia
tahun 2017, diare yang ditangani di fasilitas Kesehatan sebanyak 74,33% dan
36,9% pada tahun 2018. Profil Kesehatan Jawa Tengah menangani kasus diare
pada bayi dan balita sebanyak 55,8% pada tahun 2018 dan meningkat menjadi
62,7% pada tahun 2018 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2018).
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi pada balita. Diare lebih
dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah
sehingga balita sangat rentan terkena diare, selain itu pada anak usia balita,
anak mengalami fase oral yang membuat anak usia balita cenderung
mengambil benda apapun dan memasukkannya ke dalam mulut sehingga
memudahkan kuman masuk ke dalam tubuh. Balita yang mengalami diare akan
timbul gejala seperti sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau
encer, terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit menurun, ubun-ubun
dan mata cekung, membran mukosa kering), demam, muntah, anorexia, lemah,
pucat, perubahan tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan cepat), pengeluaran
urine menurun atau tidak ada (Suriadi & Yuliani, 2010).
Tingginya angka kejadian diare pada anak, tidak terlepas dari peran orang
tua, salah satunya adalah peran ibu. Menurut Setiadi (2008) peran ibu adalah
sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung
keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai
anggota masyarakat kelompok sosial. Peran dalam hal masalah kesehatan
adalah bagaimana ibu dapat mencegah, menangani anak yang terkena penyakit
diare. Peran ibu dalam masalah kesehatan adalah penting, karena di dalam
merawat anaknya ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam
pengasuhan anak yaitu dalam memberi makanan, memberi perawatan
kesehatan dan memberi stimulus mental sehingga ibu dalam pelaksanaannya
diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama dalam
diare (Sularyo, 2002).
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Lina Malikhah (2012)
menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang khususnya ibu sangat
mempengaruhi sikap ibu dalam mengatasi diare pada balita. Penelitian kedua
oleh Erisa Herwindasari (2013) menyatakan bahwa tindakan penanganan diare
di rumah oleh ibu ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu, semakin baik
pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakannya terhadap penanganan diare.
Dan dalam penelitian ini Herwindasari (2014) juga menemukan 63%
responden memiliki pengetahuan kurang mengenai diare pada balita. Selain itu,
pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013) mengenai tingkat
pengetahuan ibu yang mempunyai anak balita mengenai penanganan diare juga
menemukan 83,67% responden berpengetahuan cukup dan kurang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan peneliti sebagai berikut: “Bagaimana Gambaran Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Diare Pada Balita Di Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang Tahun 2022”.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita
di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Menggambarkan tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita
berdasarkan usia ibu.
2. Menggambarkan tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita
berdasarkan pendidikan ibu.
3. Menggambarkan tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita
berdasarkan pekerjaan ibu.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bidang Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai dasar dalam
mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan diare pada balita.
2. Bidang Pendidikan
Menambah wawasan mahasiswa tentang diare pada balita serta
penanganannya.
3. Bidang Pelayanan Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang faktor penyebabnya diare pada balita
dan pencegahan serta penanganan diare pada balita kepada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare


Diare merupakan kondisi seseorang ketika buang air besar dengan
lembek atau cair serta konsistensi atau frekuensi lebih sering (lebih dari tiga)
dalam satu hari. diare juga merupakan kondisi pengeluaran feses yang tidak
normal dengan ditandai meningkatnya keenceran feses disertai lendir maupun
tidak serta frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari. diare dibagi
menjadi dua yaitu diare akut dan diare kronik. diare akut merupakan diare yang
berlangsung kurang dari 15 hari, dan diare akut yaitu diare yang berlangsung
lebih dari 15 hari.

2.2 Faktor Risiko Diare pada Balita


Beberapa faktor yang menyebabkan kejadian diare pada balita yaitu
infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit, adanya gangguan
penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia
atau racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi yaitu kekebalan
tubuh yang menurun serta penyebab lain. Faktor-faktor risiko kejadian diare
pada balita yaitu:
a. Lingkungan
Dua faktor yang dominan yang mempengaruhi terjadinya diare yaitu sarana
air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian penyakit diare. Selain itu, faktor yang
mempengaruhi diare yaitu keadaan rumah, pembuangan air limbah, tempat
pembuangan sampah, kualitas air bersih, dan kepadatan hunian. Penyebab
lain dari diare bisa karena kondisi lingkungan buruk yang menjadi habitat
dari patogen, sanitasi dan kebersihan rumah tangga yang buruk, kurang
minum air yang aman, pajanan pada sampah yang padat serta musim
kemarau karena patogen di saluran air yang bertambah.
b. Ibu
Tingkat pengetahuan seorang ibu yang rendah tentang diare, cenderung
kesulitan untuk melindungi dan mencegah balitanya dari penularan diare.
Pengetahuan yang rendah tentang diare, pencegahan dan tindakan bila anak
mengalami diare. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya
seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk
memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Kebiasaan tidak mencuci
tangan dengan sabun sesudah buang air besar merupakan kebiasaan yang
dapat membahayakan balita terutama ketika balita hendak makan. Menurut
Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat
penting dalam keberhasilan manajemen diare pada anak. Orang tua dengan
tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat
memberikan perawatan yang tepat pada anak diare karena kurang
pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi.
c. Balita
Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit akan bertambah berat karena
berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya kebutuhan serta
kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup
makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti defisiensi Vitamin A dan
Zinc. Kekurangan nutrisi akan menyebabkan meningkatnya risiko infeksi
karena berkurangnya kemampuan proteksi kulit dan mukosa di samping
terganggunya fungsi imun dari host. Faktor risiko terjadinya diare akut pada
bayi dan anak adalah tidak mendapat ASI selama 6 bulan pertama
kehidupan (ASI eksklusif) dan tidak dilanjutkan sampai umur 1 tahun,
kejadian diare sebelumnya, status gizi, kurangnya perawatan ibu, sumber
air yang tidak bersih, anak diberi makanan yang disimpan pada suhu kamar,
serta kurangnya pengetahuan ibu. Faktor resiko lain berupa pemberian jenis
makanan baru dan menghentikan pemberian makanan selama diare akut,
menghentikan atau tidak memberikan ASI sebelum dan selama diare akut
dan pemberian PASI selama diare akut.

2.3 Patofisiologi Diare


Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng, gelisah,
suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak menutup
kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi
dehidrasi berat maka volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut
jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok),
berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung,
mulut dan kulit menjadi kering.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, encer, cair
(Depkes, 2011). Diare akut disebabkan oleh 90% oleh infeksi bakteri dan
parasit. Patogenesis diare akut yang disebabkan oleh bakteri dibedakan
menjadi dua yaitu bakteri non invasif dan bakteri enteroinvasif. Bakteri non
invasif yaitu bakteri yang memproduksi toksin yang nantinya tosin tersebut
hanya melekat pada usus halus dan tidak merusak mukosa. Bakteri non invasif
memberikan keluhan diare seperti air cucian beras. Sedangkan bakteri
enteroinvasif yaitu diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Faktor-faktor penyebab diare akut pada balita ini adalah
faktor lingkungan, tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat, dan
makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Diare persisten atau kronis, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari, berat badan turun, demam. Diare persisten adalah diare yang berlangsung
lebih dari 14 hari dimana infeksi adalah sebagai penyebabnya atau diare kronik
yang disebabkan infeksi.

2.4 Pencegahan dan Pengobatan Diare pada Balita


Menurut tatalaksana dari Depkes RI tentang pencegahan diare yaitu:
a. Memberikan ASI
Pemberian ASI pada bayi dapat memberikan antibodi dan zat-zat lain
sebagai perlindungan secara imunologi serta menghindarkan dari
kontaminasi oleh bakteri dan mikroorganisme penyebab diare.
b. Menggunakan air bersih yang cukup
Menggunakan air bersih dan melindungi sumber air dari kontaminasi atau
pencemaran seperti air bekas mandi, minum air yang sudah matang, dan
mencuci perabot dengan air bersih.
c. Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun setelah atau sebelum aktivitas sangatlah
penting dalam pencegahan penularan kuman diare
d. Menggunakan jamban
Penggunaan yang baik dan benar dapat menurunkan risiko diare.
penggunaan jamban yang baik dan benar yaitu terdapat penutup pada
saluran jamban dapat berupa air dan jarak dengan sumber air minimal 10
meter. dan membuang tinja bayi ke jamban secara langsung juga dapat
mencegah penyebab diare.
e. Pemberian imunisasi campak
Anak harus mendapat imunisasi campak setelah berumur 9 bulan.
pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadi diare karena
penyakit campak sering disertai diare. anak yang menderita campak dalam
4 minggu sering disertai dengan diare dan disentri.

Pengobatan diare pada balita dapat dilakukan dengan prinsip tatalaksana


LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
a. Rehidrasi dengan oralit osmolaritas rendah
b. Zinc yang diberikan 10 hari berturut-turut
c. Pemberian ASI dan makanan
d. Antibiotik selektif atas indikasi dokter
e. Pemberian nasihat kepada orang tua

2.5 Pengetahuan Ibu tentang Diare


Tingkat pengetahuan ibu tentang diare akan menunjukan kemampuan ibu
untuk mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan diare seperti pengertian,
gejala, penyebab, pencegahan, dan pengobatan. pengetahuan ibu tentang diare
sebabkan oleh pendidikan formal yang ditempuh ibu, semakin tinggi
pendidikan ibu semakin baik pula pengetahuan terhadap diare serta lebih
mudah dalam mendapatkan dan menyerap informasi kesehatan.
Perilaku ibu dalam pencegahan diare juga dapat mencegah terjadinya
diare pada anak. Ibu dengan perilaku positif ditandai dengan memberikan ASI
eksklusif dan makan yang higienis, menyediakan air yang bersih, menjaga
kebersihan lingkungan, selalu mencuci tangan menggunakan sabun, dan
menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai. mayoritas ibu
dengan perilaku positif ditemukan pada ibu yang bekerja di luar rumah karena
disebabkan belajar dan mendapat pengalaman dari teman dalam pencegahan
diare. oleh karena itu pengetahuan dan perilaku ibu dalam pencegahan diare
pada anak sangat diperlukan karena dengan pengetahuan yang baik dan
berperilaku positif seorang ibu dapat melakukan pencegahan diare pada anak
dengan benar.

2.6 Kerangka Teori

Tingkat Pengetahuan
Ibu

Diare Pada Balita

Pengertian Diare
Faktor Risiko Diare
Patofisiologi Diare
Pencegahan dan
Pengobatan Diare
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Tingkat pengetahuan Ibu Diare pada balita

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

3.2.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2022.

3.3 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan jenis penelitian
kualitatif fenomenologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
tingkat pengetahuan ibu tentang kejadian diare pada balita berdasarkan
pengalaman yang ada dalam kehidupan ibu balita.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seorang ibu yang memiliki balita
mengalami diare di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang pada bulan Mei-
Desember 2022.

3.4.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seorang ibu yang memiliki balita mengalami
diare di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang pada bulan Mei-Desember
2022.

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan dari adanya suatu variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah diare pada balita.

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat adanya


variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan ibu tentang diare pada balita.

3.6 Prosedur Penelitian


Penelitian ini melakukan pengambilan data melalui wawancara mendalam
antara peneliti dan informan sehingga sumber data utama yang diperoleh
adalah percakapan mendalam antara peneliti dan informan. Peneliti
menggunakan pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok yang perlu
ditanyakan secara terbuka yang dilakukan untuk menanyakan seputar
pengetahuan ibu terhadap diare. Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan
beberapa tahap penelitian yaitu:
1. Tahap Pra-lapangan
a. Mengumpulkan literatur dan kepustakaan lainnya yang berkaitan
dengan diare pada balita.
b. Menyusun rancangan penelitian berupa proposal penelitian kualitatif.
c. Memilih lapangan penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan
diteliti.
d. Pembuatan surat izin untuk melakukan penelitian di daerah
Banyumanik.
e. Melakukan survei awal atau studi pendahuluan untuk mengetahui dan
menilai keadaan tempat penelitian.
f. Memilih dan memanfaatkan informan untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan.
g. Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti pedoman wawancara,
kamera, dan alat perekam suara (handphone).
2. Tahap Kegiatan Lapangan
a. Memahami latar penelitian sesuai topik permasalahan yang diteliti
dan persiapan diri.
b. Mencatat dan merekam semua informasi dan data yang didapatkan
terkait diare pada balita.
c. Penelitian dilaksanakan dengan wawancara mendalam sesuai dengan
pertanyaan yang terdapat dalam pedoman wawancara.

3.7 Sumber Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder yang meliputi:
1. Data Primer
Data Primer merupakan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian secara
langsung kepada subjek penelitian melalui wawancara mendalam secara
langsung. Data primer yang diambil meliputi data hasil wawancara
mendalam dengan ibu yang memiliki balita.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dimanfaatkan sebagai data
pelengkap atau pendukung data primer yang berhubungan dengan keperluan
penelitian.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan pada wawancara mendalam ini, yaitu
draft/pedoman wawancara. Dalam proses pengumpulan memerlukan
penekanan pada wawancara mendalam terhadap narasumber/informan untuk
mendapatkan pengetahuan ibu balita terkait diare.

3.9 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara dilakukan kepada ibu
balita di daerah Banyumanik secara mendalam terkait pengetahuan diare. Hasil
wawancara mendalam (indepth interview) menggunakan pedoman wawancara
yang memuat pokok-pokok yang akan ditanyakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan dari ibu balita. Pengumpulan data primer didukung
dengan data sekunder, yakni dengan dokumentasi. Dokumentasi merupakan
salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh informan sendiri atau oleh
orang lain tentang hal yang menyangkut penelitian. Dokumentasi dalam
penelitian ini dilakukan oleh pihak lain sebagai pelengkap wawancara
mendalam kepada informan.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data


3.10.1 Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya adalah pengolahan data yang dapat
dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing
Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali kuesioner yang telah dijawab
oleh responden, dengan memperhatikan kelengkapan data dan identitas
responden serta memperhatikan kelengkapan jawaban.
2. Coding
Setelah data yang didapat diedit dan disunting, selanjutnya adalah
mengkoding data yang berupa pemberian kode berupa nomor pada
lembaran kuesioner untuk memudahkan pengelolaan data.
3. Entry
Hasil data yang telah di koding selanjutnya akan dimasukkan ke dalam
“software” atau program komputer dengan menggunakan perangkat lunak
pengolah data.
4. Cleaning
Pada tahap ini adalah proses jika semua data dari setiap sumber data atau
responden telah dimasukkan ke dalam komputer, selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan kembali untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam pemasukan data.

3.10.2 Analisa Data

1. Analisa Univariat
Pada penelitian ini, akan menyajikan analisis univariat yaitu
mengidentifikasi gambaran karakteristik yang meliputi usia ibu,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia balita, jenis kelamin balita dan tingkat
pengetahuan ibu tentang kejadian diare pada balita serta tabulasi silang
antara pengetahuan dengan usia ibu, pengetahuan dengan pendidikan ibu
dan pengetahuan dengan pekerjaan ibu di Kecamatan Banyumanik, Kota
Semarang.

3.11 Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian

Kegiatan Bulan

5 6 7 8 9 10 11 12

Penyusunan dan pengajuan


judul

Pengajuan proposal

Perizinan penelitian

Penyusunan instrumen

Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan laporan

Ujian hasil penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Fitri, S. M. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Situasi Diare Di Indonesia. Jakarta: Pusat Data Dan
Informasi Kemenkes RI.
Khasanah, U., & Sari, G. (2020). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU
TENTANG DIARE DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIARE PADA
BALITA. JURNAL KESEHATAN SAMODRA ILMU, 7(2), 149-160. Retrieved
from https://stikes-yogyakarta.e-journal.id/JKSI/article/view/30
Sukut, S. S., Arif, Y., & Qur’aniati, N. 2015. Faktor kejadian diare pada balita dengan
pendekatan teori Nola J. Pender di IGD RSUD Ruteng. Jurnal Pediomaternal.
3:2:230-249.
Suraatmaja, S. (2007). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta.
Suriadi, Yuliani, Rita, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Thanniel, M. (2021). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare pada Balita di
Kota Medan Tahun 2020. Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
WHO. (2005). The Treatment of Diarrhea : A Manual for Physician and The Other Senior
Health Workers. In: WHO.

Anda mungkin juga menyukai