Anda di halaman 1dari 9

KASUS DIARE

DOSEN PENGAMPU :
AHMAD BUDIMAN SIREGAR S.PD., M.SI
DISUSUN OLEH:
DEWI (2002001)

FAKULTAS S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES WIDYA HUSADA MEDAN
BAB III
PEMBAHASAN
CONTOH KASUS DIARE
Dari survei pendahuluan terdapat beberapa permasalahan terkait tatalaksana diare,
diantaranya adalah belum ada bukti Standar Pelayanan Medis (SPM) untuk diare, antibiotik masih
diberikan pada anak diare akut dan perawat belum menjalankan peran sebagai pelindung, untuk
melindungi pasien dari pemberian terapi. Kemudian pemberian tablet zink belum sesuai dengan
dosis sesuai umur, perawat belum memberikan nasehat untuk orang tua mengenai kapan harus
membawa anak kembali ke petugas, dan orang tua belum mengetahui dosis pemberian zink serta
cara pemberian jika anak muntah, hal itu menunjukan bahwa perawat belum melaksanakan peran
pendidik. Dari hal tersebut dirumuskan masalah apa peran perawat dalam tatalaksana diare akut
dan bagaimana perawat melakukan tatalaksana diare akut.
1.ANALISIS SITUASI MENGENAI
DIARE
Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok usia di Indonesia yaitu 7,0
persen dan 3,5 persen. Sedangkan insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia mencapai
10,2 persen (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Seksi Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kabupaten Jember selama tahun 2014 hingga 2016,
jumlah kasus diare terus mengalami peningkatan setiap tahunnya (Dinas Kesehatan Kabupaten
Jember, 2017). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember (2016, 2017) Puskesmas
Sumberjambe termasuk dalam 10 Puskesmas dengan angka kejadian tertinggi diare pada balita.
Diare merupakan penyebab kematian kedua pada anak dibawah lima tahun. Sekitar 525.000 anak
9 meninggal setiap tahunnya karena diare. Dehidrasi berat dan kehilangan cairan secara
berlebihan merupakan penyebab utama kematian karena diare bagi sebagian besar masyarakat.
Anak-anak yang kekurangan gizi atau memiliki kekebalan yang lemah termasuk yang paling
berisiko menderita diare yang mengancam jiwa (WHO, 2017).
2.IDENTIFIKASI MASALAH
MENGENAI DIARE
Kasus diare pada balita di Puskesmas Sumberjambe didapatkan sebanyak 361 kasus dan
jumlah balita yang berobat karena diare lebih dari satu kali dalam periode 3 bulan (diare
berulang) sebanyak 58 balita. Frekuensi faktor anak (usia anak, jenis kelamin, ASI eksklusif,
imunisasi campak, status gizi, dan keberisihan kuku tangan), faktor ibu (usia ibu, pendidikan,
pengetahuan, dan kebiasaan cuci tangan), dan faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga)
tampak pada Tabel 1 kolom total.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang diare. Contohnya:
Jarang mencuci tangan setelah ke toilet,Penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak
bersih,Jarang membersihkan dapur dan toilet,sumber air yang tidak bersih, Makan makanan sisa
yang sudah dingin,Tidak mencuci tangan dengan sabun.
3.PRIORITAS MASALAH
MENGENAI DIARE

Ada beberapa kondisi yang bisa membuat seseorang mengalami diare. Umumnya, diare
disebabkan oleh hal-hal berikut: Intoleransi terhadap makanan, seperti laktosa dan
fruktosa,Alergi makanan,Efek samping dari obat-obatan tertentu,infeksi bakteri, virus, atau
parasite,Penyakit usus,Pasca operasi batu empedu,radang pada saluran pencernaan, seperti pada
penyakit Crohn, olitis ulseratif, atau olitis mikroskopik,Irritable bowel syndrome, Penyakit celiac
atau penyakit yang menyebabkan tubuh menolak protein gluten.
4. EVALUASI MENGENAI DIARE
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dokter untuk mengatasi diare. Misalnya:
.Konsumsi banyak cairan untuk menggantikan kehilangan cairan, baik melalui oral maupun
melalui intravena,
.Pemberian obat yang dapat melawan infeksi bakteri,
.Selain dua hal tersebut, ada pula pengobatan lainnya. Pengobatan untuk diare ini biasanya akan
disesuaikan dengan hal yang menyebabkan terjadinya diare.
Beberapa upaya untuk mencegah diare, antara lain:
◦ > Selalu mencuci tangan, terutama sebelum dan setelah makan, setelah menyentuh daging
yang belum dimasak, setelah dari toilet, atau setelah bersin dan batuk, dengan menggunakan
sabun dan air bersih.
◦ > Mengonsumsi makanan dan minuman yang sudah dimasak hingga matang sempurna, serta
menghindari makanan dan minuman yang tidak terjamin kebersihannya.
Kesimpulan
Dengan mengetahui Jenis dan Langkah-Langkah Analisis Situasi secara konsisten, maka
pemecahan masalah akan berjalan dengan baik serta mendapatkan hasil yang maksimal.
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan studi literatur,
perbandingan dengan kondisi ideal, pengujian, ataupun dengan observasi langsung.,Karena perannya
yang sangat vital dalam menentukan apa yang akan diteliti dalam suatu penelitian, maka identifikasi
masalah ini umumnya diletakkan di awal-awal riset. Identifikasi masalah yang kurang tepat dapat
membuat penelitian tersebut berkurang validitasnya atau bahkan tidak relevan terhadap masalah
yang ingin diselesaikan.
Terdapat pengaruh faktor anak (usia anak dan ASI eksklusif) terhadap kejadian diare berulang pada
balita dan tidak terdapat pengaruh faktor anak (jenis kelamin, imunisasi campak, status gizi, dan
kebersihan kuku tangan) terhadap kejadian diare berulang pada balita. Tidak terdapat pengaruh
faktor ibu (usia, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu, dan kebiasaan mencuci tangan terhadap
kejadian diare berulang pada balita). Tidak terdapat pengaruh faktor sosial ekonomi (penghasilan
keluarga) terhadap kejadian diare berulang pada balita. Usia anak merupakan faktor risiko yang
paling berpengaruh terhadap kejadian diare berulang pada balita.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai