Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian utama, karena
mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kualitas generasi yang akan
datang. Namun dalam penanganannya sangat sulit karena mencakup
masalah sangat kompleks. Kompleksnya masalah tersebut menyebabkan
upaya untuk menurunkan angka kematian ibu belum sesuai yang
diharapkan (Waryana, 2010).
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering
mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang
air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar
akan mempunyai waktu buang air Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur
lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Hasan,
2007).
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah
penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infekesi Saluran
Penapasan Akut). Terjadinya angka kematian yang tinggi pada usia balita
dikarenakan pada saat itu balita rentan terhadap penyakit, data statistik
menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian balita salah satunya
disebabkan karena penyakit diare (Depkes, 2008).
Menurut Soegijanto (2002), banyak faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menjadi pendorong terjadinya diare.
Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempengaruhi atau
mempercepat terjadinya diare seperti : status gizi pemberian ASI eksklusif,
lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan sosial ekonomi.
Penyebab langsung antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,

1
2

malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun


yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, bauh dan sayur-sayuran.
Berdasarkan Departemen Kesehatan (Depkes) angaka kejadian diare
dikota Semarang mencapai 11.029 pada tahun 2011 dengan angka
kesakitan 280 kasus per 1000 penduduk.
Pada tahun tahun 2011 meningkat sampai 200 – 400 kejadian per
1000 penduduk. Penderita diare mencapai 60 juta kejadian setiap
tahunnya, sebagian besar (70-80%) anak dibawah lima tahun (± 40 juta
kejadian) pada survei Depkes tahun 2000. Kelompok ini setiap tahunnya
mengalami lebih dari satu kejadian diare. Dehidrasi atau kekurangan
cairan pada diare dibedakan menjadi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-
sedang dan dehidrasi berat dikategorikan dari gejala klinis. Menurut
Wardhani (2012) dari 37 puskesmas yang ada di Semarang, puskesmas
Kedung Mundu menduduki pravelansi tertinggi kejadian diare pada balita.
Kejadian diare di puskesmas Kedungmundu pada tahun 2010 sebanyak
632 anak < 1 tahun dan mengalami peningkatan sebanyak 989 balita pada
tahun 2012 (Dinkes, 2012).
Keadaan gizi anak juga berpengaruh terhadap diare. Pada anak
yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang mengakibatkan
diare yang lebih berat, yang berakhir lebih lama dan sering terjadi pada
diare persisten dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare
persisten atau disentri sangat meningkat, apabila anak sudah kurang gizi
(Depkes, 2005).
Kejadian diare menurut Suharyono (2008) disebabkan karena
kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan
selain ASI sbelum berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi
bayi untuk terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna
makanan selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat
kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan
makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena
3

alat yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada


bayi tidak stril.
Upaya pemerintah selama ini dalam penanggulangan diare
khususnya diare pada balita sudah dilakukan melalui berbagai kegiatan
misalnya perbaikan sanitasi lingkungan dan air di enam daerah ibu kota,
pembuatan tengki septik komunal dan limbah. Tujuan yang diharapkan
tersebut sampai saat ini belum tercapai dan angka kejadian diare masih
meningkat di Indonesia. Hal tersebut tidak ditanggulangi dengan sungguh-
sungguh maka pemerintah akan banyak mengalami kerugian baik di sektor
ekonomi maupun sumber daya manusia (Depkes, 2009). Penatalaksanaan
diare secara medis diarahkan pada pengendalian atau pengobatan penyakit
dasar. Obat – obat tertentu (misalnya: prednisone, loperamid, dan lain-
lain) dapat mengurangi beratnya diare dan penyakit. Selain itu, terapi
cairan digunakan sebagai penanganan utama pada diare, hal ini dilakukan
agar mencegah terjadinya hidrasi cepat (Brunner & Suddarth, 2005).
Tempe merupakan pangan tradisional dengan bahan dasar kedelai
melalui proses fermentasi yang mengandung komponen fungsional
prebiotik dan prebiotik, serat larut, asam lemak omega 3 polyunsaturated,
konjungsi asam linoleat, antioksidan pada tanaman, vitamin dan mineral,
beberapa protein, peptida dan asam amino seperti phospolipid (Grajek et
al, 2005) dan menurut Toole & Cooney (2008), banyak mikroorganisme
yang dipertimbangkan sebagai prebiotik yang digunakan untuk
memelihara produk pangan tradisional dengan cara fermentasi dan
keberadaan makanan ini bermacam-macam angka mikroorganisme yang
digunakan bersamaan dengan hasil akhir dari fermentasi produk dan
metabolisme lainnya (Toole & Cooney, 2008).
Prebiotik merupakan mikroorganisme dengan jumlah yang cukup
dan dapat mengubah pertumbuhan bakteri patogen dalam usus sehingga
menyebabkan saluran pencernaan (usus besar) menjadi higienis
(Roberfroid, 2000). Prebiotik berasal dari kultur bakteri yang bermanfaat
bagi kesehatan usus, bakteri ini juga dapat mencegah bakteri berbahaya
4

penyebab penyakit. Prebiotik secara sederhana digambarkan sebagai


mikrobia yang memberikan keuntungan kesehatan melalui efeknya dalam
saluran intestinal. Karakteristik utama dari prebiotik adalah tahan terhadap
enzim pencernaan dalam usus manusia tetapi difermentasikan oleh kolini
mikoflora dan bifidogenik dan efek dari ph rendah. Dengan efek ini
prebiotik dapat menghalangi bakteri patogen (Clostridium) dan dapat
mencegah terjadinya diare. Keuntungan utama dari prebiotik adalah dapat
mengurangi prebiotik yang mempunyai potensi berbahaya pada usus
keadaan ini dapat mengurangi resiko terjadinya diare.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap anak yang menderita diare
di Puskesmas Kedungmundu pemberian antibiotik apabila terjadi infeksi
interal (feses disertai dengan darah). Hal ini sejalan dengan rekomendasi
dari WHO yang hanya menyertakan antibiotik dalam pengobatan jika
terdapat darah dalam feses (WHO, 2006). Selain obat (antibiotik) subjek
juga diberi zinc tablet dengan ketentuan : anak umur dibawah 6 bulan
dengan dosis pemberian 1/2 tablet (10 mg) per hari dan di atas 6 bulan
dengan dosis 1 tablet (20 mg) per hari selam 14 hari. Berdasarkan data
tersebut dimungkinkan juga variabel lain yang berperan dan berkontribusi
terhadap proses penyembuhan penyakit diare adalah obat yang diberikan
(antibiotik dan zinc). Zinc merupakan antioksidan kuat yang mampu
mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur dinding sel.
Kekurangan zinc dapat menimbulkan kurangnya nafsu makan disertai
penurunan berat badan dan mudah terinfeksi. Dalam penatalaksanaan
pengobatan diare, zinc mampu mengurangi durasi episode diare hingga
sebesar 25%. Disamping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian zinc mampu menurunkan volume dan frekuensi tinja rata-rata
sebesar 30%. Zinc juga menurunkan durasi dan keparahan pada diare
persisten. Bila diberikan secara rutin pada anak-anak baik jangka panjang
maupun pendek, zinc mampu menunjukkan efektifitas dalam mencegah
diare. Sangat dianjurkan pemberian zinc bersamaan dengan terapi
menggunakan antibiotik pada diare (Syafri R, 2009).
5

B. Rumusan Masalah
` Rumusan masalah penelitian ini “bagaimana pengaruh pemberian
bubur tempe terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kedung Mundu Semarang”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian bubur tempe terhadap tingkat
kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung
Mundu.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan karakter (umur, jumlah anggota keluarga,
pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga)
b. Mendiskripsikan frekuensi diare pada kelompok kontrol
c. Mendiskripsikan frekuensi diare pada kelompok intervensi
d. Mendiskripsikan lama diare pada kelompok kontrol
e. Mendiskripsikan lama diare pada kelompok intervensi
f. Menganalisis perbedaan frekuensi diare antara kelompok kontrol
dan intervensi
g. Menganalisis perbedaan lama diare antara kelompok kontrol dan
intervensi
h. Menganalisis pengaruh pemberian bubur tempe terhadap
kesembuhan diare

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi responden
Sebagai tambahan pengetahuan dan salah satu upaya untuk meningkatkan
pengetahuan responden khususnya untuk para orang tua mengenai
pengaruh pemberian bubur tempe terhadap kesembuhan diare pada balita.
6

2. Bagi pendidikan keperawatan


Sebagai tambahan literatur perpustakaan gizi dan KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak). Serta memberi gambaran dan informasi dalam mengembangkan
ilmu keperawatan sehingga dapat dijadikan sumber pembelajaran tentang
penyembuhan diare pada balita dengan diberikan bubur tempe.
3. Bagi Instansi kesehatan
Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran tentang
pengaruh pemberian bubur tempe terhadap kesembuhan diare pada balita
dan pengelola progam KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).
4. Bagi peneliti
Memberikan informasi dan upaya untuk mengukur tingkat kesembuhan
diare pada balita jika diberikan bubur tempe .

E. Bidang Ilmu
Bidang ilmu penelitian ini adalah keperawatan anak
7

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Originalitas penelitian

Peneliti/tahun Judul Sampel Metode Hasil

Endri Budy .K Analisis Faktor- 50 ibu Consecutive Dari hasil chi square di
2012 Faktor Yang yang sampling peroleh ada hubungan
Berhubungan mempunya status gizi pemberian asi
Dengan Kejadian i anak usia ekslusif lingkungan dan
Diare Pada Anak 6-12 bulan perilaku hidup bersih
Usia 6-12 Bulan sehat dengan kejadian
Dipuskesmas diare pada anak usia 6-
Kedung Mundu 12 bulan.
Semarang

Sri Yuniarti.H Pengaruh 46 anak Pre- Dari hasil analisis lama


2010 Pemberian yang experiment penyakit diare pada
Formula Preda menderita dengan design formula preda dan tempe
Tempe Terhadap diare Static group adalah 5 hari dan 4,2
Lama Penyakit dengan comparison hari.
Diare Akut Pada usia 6-24 design
Anak Usia 6-24 bulan
Bulan
8

Anton Vivaldy. Studi Pengaruh Anak usia Eksperimen Hasil penelitian


2011 Intervensi Tempe 2-5 tahun study dengan menunjukkan bahwa
Untuk yang rancangan frekuensi rata-rata buang
Mempercepat menderita rendomized air besar selam 5 hari
Penyembuhan diare treatment trial masa studi pada anak-
Diare Anak Balita design anak yang
mengkonsumsi 50 gram
tempe secara sugnifikan
lebih rendah (α= 0,05)
dari pada kelompok
kontrol, hal ini bisa
disimpulkan bahwa
konsumsi tempe
berpengaruh positif pada
pengobatan diare

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain pada tabel originalitas


penelitian diatas:

1. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pemberian Bubur Tempe


Terhadap Tingkat Kesembuhan Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedung Mundu”.

2. Variabel yang digunakan adalah variabel dependen Diare pada balita,


dan variabel independen pemberian bubur tempe.

Lokasi penelitian adalah Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung Mundu.

Anda mungkin juga menyukai