Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA


DI RUANG RESUSITASI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
Vike Naura Widya Resmi
P27820714001
Tingkat IV Semester VIII

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

A. DEFINISI
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya yang disebabkan oleh bermacam – macam penyebab seperti bakteri,
virus, jamur dan benda benda asing (Bennete, 2013).
Bronkopenemoni merupakan suatu peradangan paru yang menyerang dibronkoli
terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk
bercak-bercak konsolidasi dilobuli yang berdekatan (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Bronkopneumoni adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi,
gelisah, dipsnie, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif
(Hidayat, 2014).
B. ETIOLOGI

Secara umum bronkopneumoni diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan


tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Organ normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan
batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ,
dan sekresi humoral setempat (Nurarif dan Hardi, 2013).
Penyebab tersering terhadap anak meliputi Pneumokokus, Streptococcus
pneumonia, Stapilakokus aureus, Haemophillus influenza, Jamur (seperti candida
albicans), dan Virus. Penyebab tersering terhadap bayi dan anak kecil ditemukan
staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan
mortalitas tinngi (Sujono dan Sukirma, 2009).
Bahwa penyebab pneumoni pada anak dan bayi meliputi dengan adanya virus, jamur, dan
benda asing, serta meliputi streptococcus grup B dan bakteri garam negative seperti E.
Colli, pseudomonas sp, atau klebsiella sp. Pada bayi dan anak pneumonia di sebabkan
oleh infeksi streptococcus pneumonia, haemopillus infleenzae tipe B, dan
staphylococcussaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar itu disebabkan oleh infeksi
mychoplasma pneumonia. Hal ini menurut peneliti Fadhila A (2013).

C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ
pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga
hidung, pharynx, larynx, trakhea,dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
a. Saluran nafas bagian atas,terdiri dari:
1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk
kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan
air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar teronggorokan sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya dibelakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan
dibelakang farinx (farinx laryngeal)
b. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari:
1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang memisahkan
dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk kedalam trachea dibawahnya.
2) Trachea (Batang tenggorokan ) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini
bercabang menjadi dua bronchus(bronchi).
3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea
dengan sudut lancip. Keanehan anatomis inimempunyai makna klinis yang penting.
Tabung endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara
paten yang mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan,
makap tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).Tapi arah
bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk
melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih mudah
tersangkut dalam percabangan bronchus kanan ke arahnya vertikal. Cabang utma
bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus,kemudian
menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil
yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang lebih
bergaris tengah 1 mm.bronchiolus tidak diperkuat oleh cincintulang rawan, tetapi di
kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran udara
dibawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi
utamanya dalah sebagai pengantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.Diluar
bronchiolus terminalisterdapat sinus yang merupakan unit fungsional paru-paru,
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang-
kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal dari dinding mereka.
Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris
terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks
atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang
mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.Setiap paru mempunyai
apeks (bagian atas paru) dan dasar.Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk
akar paru.Paru kanan lebih daripada kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan
paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronchusnya.Parukanan dibagi menjadi 10
segmen sedangkan paru dibagi 10 segmen.Paru kanan mempunyai 3 buah segmen
pada lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis, 5buah pada lobus superior
kiri. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen
pada lobus superior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan belahan
yang bernama lobules. Didalam lobolus, bronkhiolus ini bercabang- cabangbanyak
sekali, cabangini disebut ductus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada di
bungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura. Pleura dibagi menjadi dua :
1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru.2.) pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada
sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura.Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan
dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit,
pleura mengalami peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga
pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
D. PATOFISISOLOGI

Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan dari atas
untuk mencapai broukeolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul
berupa bercak konsolidasiyang terbesar kepada kedua paru-paru, lebih banyak pada
bagian bangsal. brounkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang
ada diudara, aspirasi organisme dari nasofharinks atau penyebaran hematogen dari fokus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalu saluran nafas masuk ke brounkeoli
dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang
kaya protein dalam alveoli dan dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat
meluas melalui porus khon dari alveoli keseluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami
perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal
dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh
dengan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap
hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel
darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli (Sujono dan Sukarmen,
2009).
Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
Saluran
kemampuan dalam pertukaran gas, Pernafasan
Akan tetapiAtas
apabila proses konsolidasi tidak dapat
berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus
akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan proses difusi osmosis oksigen
Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
pada alveolus.
bronkus Perubahan
salurantersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
pencernaan

dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai
Proses peradangan
sianosis. Terdapatny cairan purulent
Infeksi saluran pada alveolus juga dapat
Dilatasi mengakibatkan
Peningkatan peningkatan
suhu Edema antara
tekanan pada paru, selainpencernaan pembuluh darah
kemampuan mengambilkaplier dan
dapat berakibat penurunan oksigen dari
alveoli
Akumulasi sekret
luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normalmenggunakan
tingginya tekanan tersebut dalam usus otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang
masuk alveoli eritrosit pecah
dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada infeksi pada paru, akan tetapi apabila
Gangguan difusi
Bersihan jalan infeksi saluran
Mukus bronkuspernafasan bawah tidak dapat
Peningkatan berlangsung baik
dalam plasma
dan menyebabkan kapiler
Peningkatan Edema paru
nafas tidak dan alveoli, peristaltik usus
meningkatiritan PMN eritrosit pecah dan menyebabkanmetabolisme
pergeseran paru, penurunan
efektif
capliance paru, dan suplai O2 menurun, dari Gangguan
hiperventilasi menyebabkan dipsneu, dan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
menjadisedap
retraksi dada/ nafas cuping hidung. Dari hipoksia menyebabkan
meningkat dindinganaerob
paru

meningkat menjadi akumulasi asam laktat dan fentique. Selain itu banyak eksudat sering
Anoreksia Diare Penurunan
terjadi karena absopsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
compliance paru
mengandung
Intake kurangbanyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya
Gangguan Suplai O
eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen brounkus.
2
keseimbangan menurun
Sumbatan tersebut cairan
dapatdan eletrolit
mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
Nutrisi kurang dari
mengalami sesak nafas (Nurarif dan Hardi Kusuma, 2013).
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
PATHWAY Dispneu anaeraob meningkat

Bakteri Stafilokokus aureus Akumulasi asam


Retraksi dada / laktat
nafas cuping
Bakteri Haemofilus influezae hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
 Penderita akit berat yang dirawat di RS
 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh

E. MANIFESTASI KLINIS

Pneumonia bakteri
Gejala awal :
1. Rinitis ringan
2. Anoreksia
3. Gelisah
Berlanjut sampai :
1. Demam
2. Malaise
3. Nafas cepat dan dangkal (50 – 80)
4. Ekspirasi bebunyi - Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
5. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan - Leukositosis - Foto thorak
Pneumonia virus
Gejala awal :
1. Batuk
2. Rinitis
Berkembang sampai
1. Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
2. Emfisema obstruktif
3. Ronkhi basah
4. Penurunan leukosit
Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
1. Demam - Mengigil
2. Sakit kepala
3. Anoreksia
4. Mialgia
Berkembang menjadi :
1. Rinitis
2. Sakit tenggorokan
3. Batuk kering berdarah
4. Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak

F. KLASIFIKASI

Berikut merupakan klasifikasi pneumonia:


1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum &
dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu
organisme penyebab umum. Type pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-
anak atau kalangan orang lanjut usia

2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial.


Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus
stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini
ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi
anatominya.

4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme perusak.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah

Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis.

- Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3

- Laju endap darah meningkat 100mm

- ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.

- GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2

- Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

- Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

2. Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.

3. Pemeriksaan Radiologi

RontgenThoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal


atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus. Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus. Laringoskopi/
bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.

H. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2. Terapi oksigen (O2)
3. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4. Istirahat yang cukup
5. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari
atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
I. KOMPLIKASI

1. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.


2. Atelektasis :Pengembangan paru yang tidak sempurna.
3. Abses paru :pengumpulan pus pada jaringan paru yg mengalami peradangan.
4. Meningitis : Peradangan pada selaput otak. Infeksi sistomik
5. Endokarditis :peradangan pada endokardium.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PADA KLIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA

A. PENGKAJIAN
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-
40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada
musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan
kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.
Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem pernapasan (B1 Breathing).
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronkhi, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada
asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada
daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.

b. Sistem Kardiovaskuler (B2 Blood)


Pada klien biasanya ditemukan dengan kondisi takikardi
c. Sistem saraf (B3 Brain).
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-
anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
d. Sistem eliminasi (B4 Bladder).
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem pencernaan (B5 Bowel).
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan
dan cara pemberian makanan/cairan personde.
f. Sistem lokomotor/musculoskeletal (B6 Bone).
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3 dengan
pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-
paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari
etiologinya.
Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi
salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk
melihat :
a. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
b. Luas daerah paru yang terkena.
c. Evaluasi pengobata
d. Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.
e. Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru
(perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB
turun, mual dan muntah, turgor kulit tidak elastis.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan
kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-
hari sesuai kemampuan tanpa bantuan.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
kehilangan cairan karena berkeringat banyak, muntah atau diare.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri pathogen

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (1x15 menit)
diharapkan jalan nafas pasien efektif dengan criteria hasil : jalan nafas paten, tidak ada
bunyi nafas tambahan, tidak sesak, RR normal (35-40x/menit), tidak ada penggunaan otot
bantu nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung
INTERVENSI RASIONAL
Observasi TTV terutama respiratory rate Member informasi tentang pola pernafasan
pasien, tekanan darah, nadi, suhu pasien.
Crekcels, ronkhi dan mengi dapat
Auskultasi area dada atau paru, catat
terdengar saat inspirasi dan ekspirasi pada
hasil pemeriksaan
tempat konsolidasi sputum

Memudahkan bersihan jalan nafas dan


Latih pasien batuk efektif dan nafas
ekspansi maksimum paru
dalam

Lakukan suction sesuai indikasi Mengeluarkan sputum pada pasien tidak


sadar atau tidak mampu batuk efektif

Memberi posisi semifowler atau supinasi Meningkatkan ekspansi paru


dengan elevasi kepala
Air hangat dapat memudahkan pengeluaran
Anjurkan pasien minum air hangat
Kolaborasi : secret
Bantu mengawasi efek pengobatan Memudahkan pengenceran dan
nebulizer dan fisioterapi nafas lainnya pembuangan secret
Berikan obat sesuai indikasi, seperti
Proses medikamentosa dan membantu
mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
mengurangi bronkospasme
analgesic
Berikan O2 lembab sesuai indikasi
Mengurangi distress respirasi

Diagnosa 2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru (perubahan
membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan (1x24 jam) diharapkan ventilasi pasien
tidak terganggu dengan KH : GDA dalam rentang normal ( PO2 = 80 – 100 mmHg,
PCO2 = 35 – 45 mmHg, pH = 7,35 – 7,45, SaO2 = 95 – 99 %), tidak ada sianosis,
pasien tidak sesak dan rileks.
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman,- Memberi informasi tentang pernapasan
kemudahan bernapas pasien. pasien.

Observasi warna kulit, membran


- Kebiruan menunjukkan sianosis.
mukosa bibir.

Berikan lingkungan sejuk, nyaman,


ventilasi cukup.
- Untuk membuat pasien lebih nyaman.
Tinggikan kepala, anjurkan napas
dalam dan batuk efektif.

Pertahankan istirahat tidur. - Meningkatkan inspirasi dan pengeluaran


sekret.
Kolaborasikan pemberian oksigen dan
pemeriksaan lab (GDA)
- Mencegah terlalu letih.

- Mengevaluasi proses penyakit dan


mengurangi distres respirasi.

Diagnosa 3
Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (1x6 jam) diharapkan
suhu pasien turun atau normal (36,5 – 37,5°C) dengan KH: pasien tidak gelisah, pasien
tidak menggigil, akral teraba hangat, warna kulit tidak ada kemerahan.
Intervensi Rasional
Kaji suhu tubuh pasien - Data untuk menentukan intervensi

Pertahankan lingkungan tetap sejuk - Menurunkan suhu tubuh secara radiasi

Berikan kompres hangat basah pada


- Menurunkan suhu tubuh secara konduksi
ketiak, lipatan paha, kening (untuk
sugesti)

- Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan


Anjurkan pasien untuk banyak minum
penguapan cairan tubuh meningkat,
sehingga diimbangi dengan intake cairan
yang banyak
Pakaian yang tipis mengurangi penguapan
Anjurkan mengenakan pakaian yang
cairan tubuh
minimal atau tipis - Antipiretik efektif untuk menurunkan
Berikan antipiretik sesuai indikasi
demam
Berikan antimikroba jika disarankan
- Mengobati organisme penyebab

Diagnosa 4
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB turun,
mual dan muntah, turgor kulit tidak elastis.
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (5x24 jam) diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien adekuat dengan KH: nafsu makan pasien meningkat, BB
pasien ideal, mual muntal berkurang, turgor kulit elastis, pasien tidak lemas
Intervensi Rasional
Kaji penyebab mual muntah pasien Untuk menentukan intervensi
selanjutnya
Berikan perawatan mulut
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan
Bantu pasien membuang atau Sputum dapat menyebabkan bau mulut
mengeluarkan sputum sesering mungkin yang nantinya dapat menurunkan nafsu
makan
Anjurkan untuk menyajikan makanan
dalam keadaan hangat
Membantu meningkatkan nafsu makan
Anjurkan pasien makan sedikit tapi
sering
Meningkatkan intake makanan

Kolaborasikan untuk memilih


Memenuhi gizi dan nutrisi sesuai
makanan yang dapat memenuhi
dengan keadaan pasien
kebutuhan gizi selama sakit
DAFTAR PUSTAKA

Bennett NJ. 2013. Pediatric pneumonia. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview# aw2aab6b2b5aa. [cited 2013
Maret 18]

Dongoes. Marlym. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta: EGC


Hidayat, A. dkk. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1, Yogyakarta: Graha
Ilmu

Smeltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Vol 1.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai