Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS + HEMATEMESIS MELENA


DI RPI PANDAN 2 RSUD Dr SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH:
FITRAH NURANI ERBA PUTRI
(P27820714030)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS

ANATOMI HATI
Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 –
1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan
bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat
oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah
posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare
area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan
organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamen:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian
dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh
prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior
dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior
dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada
orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan
lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis
membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan
lobus kiri.

Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti
spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana
akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-
sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena
lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupfer. Sel
Kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan
kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya
hubungan erat dengan sinusoid.
Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli, di
tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena
hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara
lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu
traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.
Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam
sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu.
FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi
hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan
sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui
heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu
piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – Keton Bodies
2. Senyawa 2 karbon – Active Acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme
lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan
organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein.∂
- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β
– globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino
dengan BM sekitar 66.000.
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi,
bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin
harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan
Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti
zat racun dan obat-obatan.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai
immune livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25%
dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu berolahraga, terpapar terik matahari, dan syok. Hepar
merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
SIROSIS HEPATIS
1. DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-
nodulyang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu
keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin
Inayah, 2004).
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang
merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi
untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-
sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.
Hematemesis atau muntah darah dan melena atau berak darah merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Hematemesis
melena adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah
sakit. Sebahagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya
datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat
(Fadila Milani Nur, 2011).
2. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
3. ETIOLOGI
1. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia
barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari
konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis
melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum
setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor)
atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan
sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang
lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver
disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic
Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD
mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah
nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak
mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak
aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang
dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada
gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2.
Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom
metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum
di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.

2. Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang
tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati.
Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun
para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-
pasien mengembangkan sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan
oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,
diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati
dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya
sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan
antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk
yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan
dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-
pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya,
suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH
mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-
pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun,
kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis
secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.

3. Hepatitis Virus Yang Kronis


Suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan
mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasien-
pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu
berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan
dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan
kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan
hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.

4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan


Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus
pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi
yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap
suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi
pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis,
kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi
(kelainan fungsi) yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan
ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan
besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu
kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga
dalam tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata,
dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan
kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini.
Perawatan adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang
dieliminasi dari tubuh didalam urin.

5. Primary biliary cirrhosis (PBC)


adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada
PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-
pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-
jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu
cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan
untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-
campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin.
(Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah
merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu
membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika
peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh
empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan.
Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk
dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari
peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi
produk-produk sisa memuncak pada sirosis.

6. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)


adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada
pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh
empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi.
Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh
empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
Pada beberapa pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya
sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis
pada hati.

7. Hepatitis Autoimun
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun
yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal
pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati
(hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.

8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)


dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada
akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka
parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).

9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi
yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-
racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian
tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu
parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati
dan sirosis.

4. PATOFISIOLOGI
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati
yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan
unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim
dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau
mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang
bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat
dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan
tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal.
Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam
vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena
dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu
untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya.
Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak
normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati
yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam
sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara
pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya
disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke
dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh
karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan
tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik)
yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar
vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan
penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan
portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan
tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi
vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi
dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena
porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur
kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan
saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal
dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara
sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu
menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi
dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.

5. KLASIFIKASI

A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :


1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar
nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah
menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas:


1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :

Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy

6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,
hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami
penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang
paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam
darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati
yang sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino
rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai
sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk
metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua
sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh
agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium
kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan
dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan
mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein
dan rendah garam.

7. DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN


A. Pemeriksaan Diagnostik
a. Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai faktor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase,
Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen,
BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan
nutrient, Urobilinogen urin, dan Urobilinogen fekal.
B. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba
dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi
induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg
untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu
24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi dengan RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic

1. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal
ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap
tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
2. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya
tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3
minggu.
3. Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan
infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler.
Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan
dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang
akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip
penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,
dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
5. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin
yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data
yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji
pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada
jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor
hepatikus, perdarahan gusi.

5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-
hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia

8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks

C. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet tinggi 1. Memberikan kalori
aktivitas energi dan partisipasi kalori, tinggi protein bagi tenaga dan protein
berhubungan dalam aktivitas (TKTP). bagi proses
dengan Kriteria Hasil: 2. Berikan suplemen penyembuhan.
kelelahan dan · Melaporkan vitamin (A, B kompleks, 2. Memberikan
penurunan peningkatan kekuatan C dan K) nutrien tambahan.
berat badan dan kesehatan pasien. 3. Motivasi pasien untuk 3. Menghemat tenaga
· Merencanakan melakukan latihan yang pasien sambil
aktivitas untuk diselingi istirahat mendorong pasien
memberikan 4. Motivasi dan bantu untuk melakukan
kesempatan istirahat pasien untuk melakukan latihan dalam batas
yang cukup. latihan dengan periode toleransi pasien.
· Meningkatkan waktu yang ditingkatkan 4. Memperbaiki
aktivitas dan latihan secara bertahap perasaan sehat secara
bersamaan dengan umum dan percaya diri
bertambahnya kekuatan.
· Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan alkohol
dari diet.
Perubahan suhu Tujuan: Pemeliharaan 1. Catat suhu tubuh 1. Memberikan dasar
tubuh: suhu tubuh yang normal secara teratur. untuk deteksi hati dan
hipertermia Kriteria Hasil: 2. Motivasi asupan evaluasi intervensi.
berhubungan · Melaporkan suhu cairan 2. Memperbaiki
dengan proses tubuh yang normal dan 3. Lakukan kompres kehilangan cairan
inflamasi pada tidak terdapatnya gejala dingin atau kantong es akibat perspirasi serta
sirosis menggigil atau untuk menurunkan febris dan
perspirasi. kenaikan suhu tubuh. meningkatkan tingkat
· Memperlihatkan 4. Berikan antibiotik kenyamanan pasien.
asupan cairan yang seperti yang diresepkan. 3. Menurunkan panas
adekuat. 5. Hindari kontak melalui proses
dengan infeksi. konduksi serta
6. Jaga agar pasien evaporasi, dan
dapat beristirahat meningkatkan tingkat
sementara suhu tubuhnya kenyaman pasien.
tinggi. 4. Meningkatkan
konsentrasi antibiotik
serum yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Batasi natrium 1. Meminimalkan
integritas kulit integritas kulit dan seperti yang diresepkan. pembentukan edema.
yang proteksi jaringan yang 2. Berikan perhatian 2. Jaringan dan kulit
berhubungan mengalami edema. dan perawatan yang yang edematus
dengan Kriteria Hasil: cermat pada kulit. mengganggu suplai
pembentukan · Memperlihatkan 3. Balik dan ubah nutrien dan sangat
edema. turgor kulit yang normal posisi pasien dengan rentan terhadap tekanan
pada ekstremitas dan sering. serta trauma.
batang tubun. 4. Timbang berat 3. Meminimalkan
· Tidak badan dan catat asupan tekanan yang lama dan
memperlihatkan luka serta haluaran cairan meningkatkan
pada kulit. setiap hari. mobilisasi edema.
· Memperlihatkan 5. Lakukan latihan 4. Memungkinkan
jaringan yang normal gerak secara pasif, perkiraan status cairan
tanpa gejala eritema, tinggikan ekstremitas dan pemantauan
perubahan warna atau edematus. terhadap adanya retensi
peningkatan suhu di 6. Letakkan bantalan serta kehilangan cairan
daerah tonjolan tulang. busa yang kecil dibawah dengan cara yang
· Mengubah posisi tumit, maleolus dan paling baik.
dengan sering. tonjolan tulang lainnya. 5. Meningkatkan
mobilisasi edema.
6. Melindungi tonjolan
tulang dan
meminimalkan trauma
jika dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Observasi dan catat 1. Memberikan dasar
integritas kulit integritas kulit dan derajat ikterus pada kulit untuk deteksi
berhubungan meminimalkan iritasi dan sklera. perubahan dan evaluasi
dengan ikterus kulit 2. Lakukan perawatan intervensi.
dan status Kriteria Hasil: yang sering pada kulit, 2. Mencegah
imunologi yang · Memperlihatkan kulit mandi tanpa kekeringan kulit dan
terganggu yang utuh tanpa terlihat menggunakan sabun dan meminimalkan
luka atau infeksi. melakukan masase pruritus.
· Melaporkan tidak dengan losion pelembut 3. Mencegah
adanya pruritus. (emolien). ekskoriasi kulit akibat
· Memperlihatkan 3. Jaga agar kuku pasien garukan.
pengurangan gejala selalu pendek.
ikterus pada kulit dan
sklera.
· Menggunakan
emolien dan
menghindari pemakaian
sabun dalam menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi pasien untuk 1. Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi makan makanan dan penting bagi penderita
kurang dari Kriteria Hasil: suplemen makanan. anoreksia dan
kebutuhan · Memperlihatkan 2. Tawarkan makan gangguan
tubuh asupan makanan yang makanan dengan porsi gastrointestinal.
berhubungan tinggi kalori, tinggi sedikit tapi sering. 2. Makanan dengan
dengan protein dengan jumlah 3. Hidangkan makanan porsi kecil dan sering
anoreksia dan memadai. yang menimbulkan selera lebih ditolerir oleh
gangguan · Mengenali makanan dan menarik dalam penderita anoreksia.
gastrointestinal. dan minuman yang penyajiannya. 3.Meningkatkan selera
bergizi dan 4. Pantang alkohol. makan dan rasa sehat.
diperbolehkan dalam 5. Pelihara higiene oral 4. Menghilangkan
diet. sebelum makan. makanan dengan
· Bertambah berat 6. Pasang ice collar “kalori kosong” dan
tanpa memperlihatkan untuk mengatasi mual. menghindari iritasi
penambahan edema dan 7. Berikan obat yang lambung oleh alkohol.
pembentukan asites. diresepkan untuk 5. Mengurangi
· Mengenali dasar mengatasi mual, muntah, citarasa yang tidak
pemikiran mengapa diare atau konstipasi. enak dan merangsang
pasien harus makan 8. Motivasi peningkatan selera makan.
sedikit-sedikit tapi asupan cairan dan latihan 6. Dapat mengurangi
sering. jika pasien melaporkan frekuensi mual.
· Melaporkan konstipasi. 7. Mengurangi gejala
peningkatan selera 9. Amati gejala yang gastrointestinal dan
makan dan rasa sehat. membuktikan adanya perasaan tidak enak
· Menyisihkan alkohol perdarahan pada perut yang
dari dalam diet. gastrointestinal. mengurangi selera
· Turut serta dalam makan dan keinginan
upaya memelihara terhadap makanan.
higiene oral sebelum 8. Meningkatkan pola
makan dan menghadapi defekasi yang normal
mual. dan mengurangi rasa
· Menggunakna obat tidakenak serta distensi
kelainan gastrointestinal pada abdomen.
seperti yang diresepkan. 9. Mendeteksi
· Melaporkan fungsi komplikasi
gastrointestinal yang gastrointestinal yang
normal dengan defekasi serius.
yang teratur.
· Mengenali gejala
yang dapat dilaporkan:
melena, pendarahan
yang nyata.
Resiko cedera Tujuan: Pengurangan 1. Amati setiap feses 1. Memungkinkan
berhubungan resiko cedera yang dieksresikan untuk deteksi perdarahan
dengan Kriteria Hasil: memeriksa warna, dalam traktus
hipertensi · Tidak konsistensi dan gastrointestinal.
portal, memperlihatkan adanya jumlahnya. 2. Dapat
perubahan perdarahan yang nyata 2. Waspadai gejala menunjukkan tanda-
mekanisme dari traktus ansietas, rasa penuh pada tanda dini perdarahan
pembekuan dan gastrointestinal. epigastrium, kelemahan dan syok.
gangguan · Tidak dan kegelisahan. 3. Mendeteksi tanda
dalam proses memperlihatkan adanya 3. Periksa setiap feses dini yang membuktikan
detoksifikasi kegelisahan, rasa penuh dan muntahan untuk adanya perdarahan.
obat. pada epigastrium dan mendeteksi darah yang 4. Menunjukkan
indikator lain yang tersembunyi. perubahan pada
menunjukkan hemoragi 4. Amati manifestasi mekanisme pembekuan
serta syok. hemoragi: ekimosis, darah.
· Memperlihatkan hasil epitaksis, petekie dan 5. Memberikan
pemeriksaan yang perdarahan gusi. dasar dan bukti adanya
negatif untuk 5. Catat tanda-tanda hipovolemia dan syok.
perdarahan tersembunyi vital dengan interval 6. Meminimalkan
gastrointestinal. waktu tertentu. resiko perdarahan dan
· Bebas dari daerah- 6. Jaga agar pasien mengejan.
daerah yang mengalami tenang dan membatasi 7. Memudahkan
ekimosis atau aktivitasnya. insersi kateter
pembentukan hematom. 7. Bantu dokter dalam kontraumatik untuk
· Memperlihatkan memasang kateter untuk mengatasi perdarahan
tanda-tanda vital yang tamponade balon dengan segera pada
normal. esofagus. pasien yang cemas dan
· Mempertahankan 8. Lakukan observasi melawan.
istirahat dalam keadaan selama transfusi darah 8. Memungkinkan
tenang ketika terjadi dilaksanakan. deteksi reaksi transfusi
perdarahan aktif. 9. Ukur dan catat (resiko ini akan
· Mengenali rasional sifat, waktu serta jumlah meningkat dengan
untuk melakukan muntahan. pelaksanaan lebih dari
transfusi darah dan 10. Pertahankan pasien satu kali transfusi yang
tindakan guna dalam keadaan puasa jika diperlukan untuk
mengatasi perdarahan. diperlukan. mengatasi perdarahan
· Melakukan tindakan 11. Berikan vitamin K aktif dari varises
untuk mencegah trauma seperti yang diresepkan. esofagus)
(misalnya, 12. Dampingi pasien 9. Membantu
menggunakan sikat gigi secara terus menerus mengevaluasi taraf
yang lunak, membuang selama episode perdarahan dan
ingus secara perlahan- perdarahan. kehilangan darah.
lahan, menghindari 13. Tawarkan minuman 10. Mengurangi resiko
terbentur serta terjatuh, dingin lewat mulut ketika aspirasi isi lambung
menghindari mengejan perdarahan teratasi (bila dan meminimalkan
pada saat defekasi). diinstruksikan). resiko trauma lebih
· Tidak mengalami efek14. Lakukan tindakan lanjut pada esofagus
samping pemberian untuk mencegah trauma : dan lambung.
obat. a. Mempertahankan 11. Meningkatkan
· Menggunakan semua lingkungan yang aman. pembekuan dengan
obat seperti yang b. Mendorong pasien memberikan vitamin
diresepkan. untuk membuang ingus larut lemak yang
· Mengenali rasional secara perlahan-lahan. diperlukan untuk
untuk melakukan c. Menyediakan sikat mekanisme pembekuan
tindakan penjagaan gigi yang lunak dan darah.
dengan menggunakan menghindari penggunaan 12. Menenangkan
semua obat. tusuk gigi. pasien yang merasa
d. Mendorong konsumsi cemas dan
makanan dengan memungkinkan
kandungan vitamin C pemantauan serta
yang tinggi. deteksi terhadap
e. Melakukan kompres kebutuhan pasien
dingin jika diperlukan. selanjutnya.
f. Mencatat lokasi 13. Mengurangi resiko
tempat perdarahan. perdarahan lebih lanjut
g. Menggunakan jarum dengan meningkatkan
kecil ketika melakukan vasokontriksi
penyuntikan. pembuluh darah
15. Berikan obat dengan esofagus dan lambung.
hati-hati; pantau efek 14. Meningkatkan
samping pemberian obat. keamanan pasien.
a. Mengurangi resiko
trauma dan perdarahan
dengan menghindari
cedera, terjatuh,
terpotong, dll.
b. Mengurangi resiko
epistaksis sekunder
akibat trauma dan
penurunan pembekuan
darah.
c. Mencegah trauma
pada mukosa oral
sementara higiene oral
yang baik ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses penyembuhan
e. Mengurangi
perdarahan ke dalam
jaringan dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang baru
dan pemantauan tempat
perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah akibat
penyuntikan yang
berkali-kali.
15. Mengurangi resiko
efek samping yang
terjadi sekunder karena
ketidakmampuan hati
yang rusak untuk
melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi) obat
secara normal.
Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1. Pertahankan tirah 1. Mengurangi
berhubungan rasa kenyamanan baring ketika pasien kebutuhan metabolik
dengan agen Kriteria Hasil: mengalami gangguan dan melindungi hati.
injuri biologi · Mempertahankan rasa nyaman pada 2. Mengurangi
(hati yang tirah baring dan abdomen. iritabilitas traktus
membesar serta mengurangi aktivitas 2. Berikan gastrointestinal dan
nyeri tekan dan ketika nyeri terasa. antipasmodik dan sedatif nyeri serta gangguan
asites) · Menggunakan seperti yang diresepkan. rasa nyaman pada
antipasmodik dan 3. Kurangi asupan abdomen.
sedatif sesuai indikasi natrium dan cairan jika 3. Memberikan dasar
dan resep yang diinstruksikan. untuk mendeteksi lebih
diberikan. lanjut kemunduran
· Melaporkan keadaan pasien dan
pengurangan rasa nyeri untuk mengevaluasi
dan gangguan rasa intervensi.
nyaman pada abdomen. 4. Meminimalkan
· Melaporkan rasa pembentukan asites
nyeri dan gangguan rasa lebih lanjut.
nyaman jika terasa.
· Mengurangi asupan
natrium dan cairan
sesuai kebutuhan
hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
· Merasakan
pengurangan rasa nyeri.
· Memperlihatkan
pengurangan rasa nyeri.
· Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang sesuai.
Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1. Batasi asupan 1. Meminimalkan
volume cairan kepada volume cairan natrium dan cairan jika pembentukan asites dan
berhubungan yang normal diinstruksikan. edema.
dengan asites Kriteria Hasil: 2. Berikan diuretik, 2. Meningkatkan
dan · Mengikuti diet suplemen kalium dan ekskresi cairan lewat
pembentukan rendah natrium dan protein seperti yang ginjal dan
edema. pembatasan cairan dipreskripsikan. mempertahankan
seperti yang 3. Catat asupan dan keseimbangan cairan
diinstruksikan. haluaran cairan. serta elektrolit yang
· Menggunakan 4. Ukur dan catat normal.
diuretik, suplemen lingkar perut setiap hari. 3. Menilai efektivitas
kalium dan protein 5. Jelaskan rasional terapi dan kecukupan
sesuai indikasi tanpa pembatasan natrium dan asupan cairan.
mengalami efek cairan. 4. Memantau
samping. perubahan pada
· Memperlihatkan pembentukan asites dan
peningkatan haluaran penumpukan cairan.
urine. 5. Meningkatkan
· Memperlihatkan pemahaman dan
pengecilan lingkar kerjasama pasien dalam
perut. menjalani dan
· Mengidentifikasi melaksanakan
rasional pembatasan pembatasan cairan.
natrium dan cairan.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Batasi protein 1. Mengurangi
proses berpikir status mental makanan seperti yang sumber amonia
berhubungan Kriteria Hasil: diresepkan. (makanan sumber
dengan · Memperlihatkan 2. Berikan makanan protein).
kemunduran perbaikan status mental. sumber karbohidrat 2. Meningkatkan
fungsi hati dan · Memperlihatkan dalam porsi kecil tapi asupan karbohidrat
peningkatan kadar amonia serum sering. yang adekuat untuk
kadar amonia. dalam batas-batas yang 3. Berikan memenuhi kebutuhan
normal. perlindungan terhadap energi dan
· Memiliki orientasi infeksi. “mempertahankan”
terhadap waktu, tempat 4. Pertahankan protein terhadap proses
dan orang. lingkungan agar tetap pemecahannya untuk
· Melaporkan pola hangat dan bebas dari menghasilkan tenaga.
tidur yang normal. angin. 3. Memperkecil
· Menunjukkan 5. Pasang bantalan resiko terjadinya
perhatian terhadap pada penghalang di peningkatan kebutuhan
kejadian dan aktivitas di samping tempat tidur. metabolik lebih lanjut.
lingkungannya. 6. Batasi pengunjung. 4. Meminimalkan
· Memperlihatkan 7. Lakukan gejala menggigil
rentang perhatian yang pengawasan keperawatan karena akan
normal. yang cermat untuk meningkatkan
· Mengikuti dan memastikan keamanan kebutuhan metabolik.
turut serta dalam pasien. 5. Memberikan
percakapan secara tepat. 8. Hindari pemakaian perlindungan kepada
· Melaporkan preparat opiat dan pasien jika terjadi
kontinensia fekal dan barbiturat. koma hepatik dan
urin. 9. Bangunkan dengan serangan kejang.
· Tidak mengalami interval. 6. Meminimalkan
kejang. aktivitas pasien dan
kebutuhan
metaboliknya.
7. Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan trauma
pada pasien yang
mengalami gejala
konfusi.
8. Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi
sekunder akibat
penurunan kemampuan
hati yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik dan
barbiturat.
9. Memberikan
stimulasi kepada pasien
dan kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Pola napas Tujuan: Perbaikan 1. Tinggalkan bagian 1. Mengurangi
yang tidak status pernapasan kepala tempat tidur. tekanan abdominal
efektif KriteriaHasil: 2. Hemat tenaga pada diafragma dan
berhubungan · Mengalami pasien. memungkinkan
dengan asites perbaikan status 3. Ubah posisi dengan pengembangan toraks
dan restriksi pernapasan. interval. dan ekspansi paru yang
pengembangan · Melaporkan 4. Bantu pasien dalam maksimal.
toraks akibat pengurangan gejala menjalani parasentesis 2. Mengurangi
aistes, distensi sesak napas. atau torakosentesis. kebutuhan metabolik
abdomen serta · Melaporkan a. Berikan dukungan dan oksigen pasien.
adanya cairan peningkatan tenaga dan dan pertahankan posisi 3. Meningkatkan
dalam rongga rasa sehat. selama menjalani ekspansi
toraks · Memperlihatkan prosedur. (pengembangan) dan
frekuensi respirasi yang b. Mencatat jumlah oksigenasi pada semua
normal (12-18/menit) dan sifat cairan yang bagian paru).
tanpa terdengarnya diaspirasi. 4. Parasentesis dan
suara pernapasan c. Melakukan torakosentesis (yang
tambahan. observasi terhadap bukti dilakukan untuk
· Memperlihatkan terjadinya batuk, mengeluarkan cairan
pengembangan toraks peningkatan dispnu atau dari rongga toraks)
yang penuh tanpa gejala frekuensi denyut nadi. merupakan tindakan
pernapasan dangkal. yang menakutkan bagi
· Memperlihatkan pasien. Bantu pasien
gas darah yang normal. agar bekerja sama
· Tidak mengalami dalam menjalani
gejala konfusi atau prosedur ini dengan
sianosis. meminimalkan resiko
dan gangguan rasa
nyaman.
a. Menghasilkan
catatan tentang cairan
yang dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.
b. Menunjukkan
iritasi rongga pleura
dan bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book,
St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
Diakses pada tanggal 8 Juli 2018 pukul 10:52 WIB
Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo

Anda mungkin juga menyukai