Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan

kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian

khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia) dan

keluarga miskin (Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi baru Kementerian Kesehatan

RI, yaitu : “Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan”, dimana ada tiga pilar

yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan

pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk

konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta

berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi yang telah

ditetapkan, misi pembangunan yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat, melalui

pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, melindungi

kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang

paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, menjamin ketersediaan dan

pemerataan sumberdaya kesehatan serta menciptakan tatakelola kepemerintahan

yang baik (Kemenkes RI, 2010).

1
2

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan

dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan

sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak

di dunia. Angka kejadian diare di Amerika diperkirakan 211-375 juta kasus diare

terjadi setiap tahun, yakni 73 juta kasus diantaranya berkonsultasi ke dokter, 1,8

juta kasus opname di rumah sakit dan 3.100 kasus di antaranya mengalami

kematian (Hardi, 2012).

Hasil survei morbiditas diare di Indonesia menunjukan penurunan angka

kesakitan penyakit diare yaitu dari 423 per 1.000 penduduk pada tahun 2006 turun

menjadi 411 per 1.000 penduduk pada tahun 2010. Jumlah penderita pada KLB

diare tahun 2012 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2011 dari 3.003

kasus menjadi 1.585 kasus pada tahun 2012. KLB diare terjadi di 15 provinsi

dengan penderita terbanyak terjadi di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan

Sumatera Utara masing-masing sebanyak 292, 274 dan 241 penderita. Sedangkan

kecenderungan case fatality rate (CFR/angka kematian) diare pada periode tahun

2007-2012 mengalami penurunan CFR diare sejak tahun 2008 sampai tahun 2011,

dari 2,94% menjadi 0,4%. Walaupun terjadi penurunan penderita pada KLB diare

pada tahun 2012, namun terjadi peningkatan CFR pada tahun 2012 menjadi

1,45%. CFR KLB diare tertinggi terjadi di Provinsi Papua sebesar 5%. Target CFR

KLB Diare diharapkan <1%, dengan demikian secara nasional CFR KLB diare

tidak memenuhi target program (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan data laporan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2012

Puskesmas Sukamerindu termasuk urutan pertama puskesmas yang memiliki


3

jumlah kasus penyakit diare pada balita terbanyak di Kota Bengkulu yaitu sebesar

1.003 kasus, urutan kedua terbanyak adalah Puskesmas Basuki Rahmad yaitu

sebesar 548 kasus, sedangkan jumlah kasus penyakit diare pada balita terendah

adalah di Puskesmas Sidomulyo yaitu sebesar 36 kasus. Sedangkan pada tahun

2013 Puskesmas Sukamerindu termasuk urutan pertama puskesmas yang memiliki

jumlah kasus penyakit diare pada balita terbanyak di Kota Bengkulu yaitu sebesar

797 kasus, urutan kedua terbanyak adalah Puskesmas Pasar Ikan yaitu sebesar 567

kasus, sedangkan jumlah kasus penyakit diare pada balita terendah adalah di

Puskesmas Sidomulyo yaitu sebesar 47 kasus. Sedangkan pada tahun 2014, kasus

diare di Puskesmas Sukamerindu sebesar 481 kasus. Tingginya kasus diare di

wilayah Puskesmas Sukamerindu dikarenakan sebagian besar (76%) wilayah

Puskesmas Sukamerindu merupakan lingkungan padat penduduk dan termasuk

daerah rawan banjir terutama di Kelurahan Tanjung Jaya.

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi

dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau

atau dapat pula bercampur lendir dan darah. Hal ini karena secara fisiologis sistem

pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya belum matang),

sehingga rentan sekali terkena penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran

pencernaan ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan amoeba atau parasit

melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan juga mal absorpsi serta alergi

zat makanan tertentu (Sari, 2009).

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar

yaitu karena infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immuno defisiensi, dan


4

penyebab lain. Adapun penyebab-penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau prilaku, sanitasi lingkungan,

dan sebagainya  (Amirudin, 2007).

Penyakit  diare merupakan suatu penyakit yang berbasis lingkungan. Ada 2

faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor

ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku keluarga yang tidak sehat. Ada

beberapa perilaku keluarga yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu

menyimpan makanan masak pada suhu kamar, air minum tercemar pada bakteri

tinja, tidak mencuci tangan sesudah BAB sebelum menjamah makanan (Kemenkes

RI, 2011).

Sedangkan menurut Noorkasiani (2009), perilaku seseorang dipengaruhi

oleh faktor predisposisi berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan norma

sosial. Perilaku yang didasari oleh tingkat pengetahuan yang tinggi akan

menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang positif dan akan berdampak

pada tindakan yang akan dilakukan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan maka

akan semakin positif sikap sehingga semakin baik pula cara bertindak dalam

melakukan perawatan (Notoatmodjo, 2010). Dewi (2011) menyatakan bahwa

sebagai orang tua khususnya ibu harus mengetahui berbagai penyakit yang lazim

menyerang anak. Tujuannya adalah agar sebagai orang tua, ibu mampu mencegah

terjadinya penyakit. Bila anak sakit, ibu tahu bagaimana cara memberikan

penanganan pertama, kemudian membawanya ke puskesmas, bidan, praktik

dokter, atau rumah sakit.


5

Berdasarkan survei awal melalui wawancara terhadap 10 orang ibu balita yang

menderita diare terdapat 6 orang menggunakan obat tradisional contohnya memakai

daun jambu untuk mengobati diare dan tidak memberikan larutan oralit karena tidak

bisa membuatnya, sedangkan 3 orang memberikan oralit dan juga yang menggunakan

obat-obat resep dari dokter serta 1 orang tidak melakukan tindakan apa-apa hanya

memberikan makan seperti biasa pada saat anak tidak sakit.

Dengan melihat dan mengamati latar belakang dari survei awal di atas telah

tergambarkan, sehingga peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan

masalah masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan diare

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita di wilayah kerja Puskesmas

Sukamerindu Kota Bengkulu


6

b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dapat

menambah wawasan tentang diare, dan peneliti berharap dapat digunakan sebagai

bahan tambahan bacaan bagi mahasiswa STIKES Dehasen Bengkulu.

2. Manfaat Praktis

Bagi instansi terkait (puskesmas dan dinas kesehatan), hasil penelitian ini

dapat :

a. Memberikan masukan bagi pihak Sukamerindu Kota Bengkulu selaku

penyelenggara kegiatan perawatan, guna meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan. Hasil penelitian ini merupakan

umpan balik untuk meningkatkan mutu perawat dalam upaya pemberantasan

diare.

b. Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat khususnya dalam

mengatasi masalah diare.

c. Sebagai masukan dalam merencanakan program untuk upaya pencegahan

penyakit diare di masyarakat

E.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), diare didefinisikan sebagai

kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan

frekuensi > 4 kali selama 1 hari. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi

tinja daripada frekuensinya. Jika frekuensi BAB meningkat namun konsistensi

tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare (Kemenkes RI, 2011).

Diare sebagai suatu kondisi terjadi perubahan dalam kepadatan dan

karakter tinja dan atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih per hari.

Ditambahkan juga oleh Zulfito, dkk (2010), menyatakan diare adalah BAB

yang keluar berupa cairan atau mencret yang terjadi lebih dari tiga kali sehari

dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja, sedangkan diare akut

adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari tujuh

hari pada bayi dan anak yang sebelumnya dalam kondisi sehat.

Diare adalah pengeluaran kotoran (tinja) dengan frekuensi yang meningkat

(tiga kali dalam 24 jam) disertai dengan perubahan konsistensi tinja

menjadi lembek atau cair, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja (Wijoyo,

2013).

7
8

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan diare adalah buang air

besar lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam

tinja serta terdapat perubahan konsistensi tinja menjadi lembek atau cair.

2. Etiologi

Menurut Kemenkes RI (2011), secara klinis penyebab diare dapat

dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri,

virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan

sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun

secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.

a. Faktor infeksi

Diare merupakan suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran

pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri,

virus dan parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi

saluran pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang telah

tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease). Organisme penyebab

diare biasanya berbentuk renik dan mampu menimbulkan diare yang dapat

dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama

adalah diare cair akut dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam

jumlah yang besar sehingga mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu

yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut berdarah yang sering disebut

dengan disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang

disebabkan akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare berdarah


9

akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan

status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare

dapat berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan

status gizi rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (Kemenkes RI,

2011).

Beberapa jenis diare tersebut sering disebabkan oleh organisme renik

seperti bakteri dan virus. Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella,

Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera merupakan beberapa contoh

bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera

merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan

dengan penyebabkan kematian utama pada anak. Namun sebagian besar

kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada dewasa dan anak

dengan usia yang lebih besar. Diare cair pada anak sebagian besar

disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli. Diare berdarah

paling sering disebabkan oleh Shigela. Sedangkan diare cair akut pada anak

di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus

(Kemenkes RI, 2011).

Wijoyo (2013), menyatakan bahwa infeksi penyebab diare dapat

berupa bakteri, virus atau parasit sebagai berikut :

1) Diare karena virus

Diare karena virus sebagai contoh traveller’s diarhoea yang disebabkan

antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus ini melekat pada sel-sel
10

mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak sehingga resorpsi

menurun dan sekresi air maupun elektrolit meningkat. Diare yang terjadi

bertahan terus sampai beberapa hari (biasanya 3-6 hari).

2) Diare karena bakteri invasif

Mekanisme terjadinya yaitu bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif

dan menyerbut ke dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil

membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan

menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan

kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan

mencret berdarah dan berlendir.

3) Diare karena parasit

Diare karena parasit disebabkan oleh protozoa seperti Entamoeba

histolytica dan Giardia lamblia, yang terutama terjadi di daerah

subtropics. Diare karena infeksi parasit ini biasanya bercirikan mencret

cairan yang berkala dan bertahan lama lebih dari satu minggu.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan

sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa),

pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa)

2) Malabsorbsi lemak

3) Diartikan sebagai suatu keadaan terdapatnya gangguan malabsorbsi

dalam usus, sehingga lemak keluar berlebihan dalam tinja.


11

4) Malabsorbsi protein, bisa terdapat pada dua keadaan utama, yaitu

gangguan pada pankreas dan kelainan mukosa usus halus.

c. Faktor makanan

Disebabkan oleh makanan, yaitu karena makanan telah basi, beracun,

atau alergi terhadap makanan menyebabkan diare. Protein susu merupakan

allergen (penyebab alergi yang paling umum dijumpai pada bayi dan balita.

Alergi makanan merupakan reaksi system imun tubuh terhadap makanan

yang masuk. Alergi makanan pada balita biasa terjadi saat makanan

pendamping ASI. Selain protein susu, allergen yang umum dijumpai adalah

telur, kedelai, gandum, kacang-kacangan, ikan dan kerang-kerangan.

Disebabkan oleh minuman, yaitu karena terlalu banyak minum jus (terutama

jus buah yang mengandung sorbitol dan fruksosa yang tinggi), juga dapat

menyebabkan diare.

Wijoyo (2013), menyatakan bahwa adanya intoleransi terhadap

makanan dapat memicu diare. Sebagai contoh, yaitu alergi terhadap laktosa

(banyak terjadi pada bayi dan balita karena tubuhnya tidak mempunyai atau

hanya sedikit memiliki enzim lactose yang berfungsi mencerna laktosa yang

terkandung dalam susu sapi), makanan yang mengandung lemak tinggi, dan

makanan terlalu pedas atau mengandung terlalu banyak serat dan kasar.

d. Faktor psikologis

Faktor ini adalah rasa takut, cemas walaupun jarang, dapat menimbulkan

diare terutama pada anak yang lebih besar.


12

e. Faktor-faktor lain

Seperti kurangnya penyediaan air bersih, kurangnya fasilitas sanitasi

lingkungan dan hygiene perorangan dan lain-lain.

Menurut Wijoyo (2013), disamping faktor penyebab terjadinya diare di

atas, terdapat beberapa faktor risiko timbulnya diare, yaitu :

a. Faktor pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP

ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral

lebih balk pada balita daripada kelompok ibu status pendidikan SD ke

bawah. Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas

anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin balk

tingkat kesehatan yang diperoleh.

b. Faktor Pekerjaan

Saat ini banyak orang tua bekerja di luar rumah sehingga anak diasuh oleh

orang lain/pembantu. Anak yang diasuh oleh orang lain/pembantu

mempunyai risiko lebih besar untuk terpajan penyakit diare.

c. Faktor umur balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak usia di bawah dua tahun. Balita yang

berumur 12-24 bulan mempunyai risiko 2 kali lebih besar terserang diare

daripada anak umur 25-59 bulan.


13

d. Faktor lingkungan

Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor

lingkungan yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.

Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui

makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan diare.

e. Faktor Gizi

Diare menyebabkan kurang gizi sehingga memperberat diarenya. Oleh

karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen

utama penyembuhan diare. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian

besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan oleh dehidrasi dan

malnutrisi.

f. Faktor sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap penyebab

diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga

besar dengan daya bell rendah, kondisi rumah buruk, dan tidak mempunyai

penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

g. Faktor makanan/minuman yang dikonsumsi

Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum

yang tidak dimasak, sewaktu mandi, dan berkumur. Kontak kuman pada

kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada
14

tangan kemudian dimasukkan ke mulut, misalnya untuk memegang

makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur juga merupakan sumber

penularan diare.

h. Faktor terhadap laktosa (susu sapi)

Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan dapat

menyebabkan diare. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi

dari berbagai kuman penyebab diare, seperti Shigella sp. dan V. Cholerae.

Bayi yang tidak diberi ASI, risiko menderita diare lebih besar dan

kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar daripada bayi yang diberi

ASI penuh. Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman

sehingga menyebabkan diare.

3. Tanda dan Gejala Diare

Menurut Widjaja (2009), menyatakan bahwa gejala diare ialah:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.

b. Suhu badannya pun meninggi.

c. Tinja encer, berlendir atau berdarah

d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu

e. Anusnya lecet

f. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang

g. Muntah sebelum dan sesudah diare.

h. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)

i. Dehidrasi (kekurangan cairan).


15

4. Patofisiologi

Menurut Priyanto (2009), pada dasarnya diare terjadi bila terdapat gangguan

transport terhadap air dan elektrolit pada saluran pencernaan, mekanisme gangguan

ada lima kemungkinan yaitu osmolaritas intraluminer yang meningkat (diare

ostmotik), sekresi cairan dan elektrolit meningkat (diare sekretorik), absorpsi

elektrolit berkurang, motilitas usus yang meningkat (hiperperistaltik) atau waktu

transit yang pendek dan sekresi eksudat (diare eksudat).

Sedangkan menurut Wijoyo (2013), berdasarkan gangguan fungsi fisiologis

saluran pencernaan dan penyebab diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi

dalam tiga macam kelainan pokok sebagai berikut :

a. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)

Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat

menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga

cukup penting dalam diare ialah empedu. Ada empat macam garam empedu

yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kantong empedu.

Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum

dan kolon dan akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. lni terjadi

karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan

mukosa usus.

Diduga bakteri mikroflora usus turut berperan dalam pembentukan asam

dioksikholik tersebut. Hormon-hormon saluran pencernaan diduga juga dapat

memengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain gastrin,
16

sekretin, kholesistokinin, dan glukagon. Suatu perubahan pH cairan usus juga

dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada sindroma zollinger

ellison atau pada jejunitis.

b. Kelainan cepat laju bolus makanan di dalam lumen usus (invasive diarrhea)

Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal apabila

bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran pencernaan dan

berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Selain itu, waktu sentuhan yang

adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk

absorpsi normal.

Kemampuan permukaan mukosa usus halus berfungsi sangat

kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi

usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan

faktor yang berperan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus.

Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak

secara berlebihan yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan

gangguan digesti, dan absorpsi sehingga menimbulkan diare.

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin,

gastrin, dan pankreosimin, dalam hal ini dapat memberikan efek langsung

terhadap diare. Selain itu, hipermotilitas dapat terjadi karena pengaruh

enterotoksin Staphilococcus maupun kolera atau ulkus mikro yang invasif oleh

Shigella sp. atau Salmonella. Selain uraian di atas, harus diingat bahwa
17

hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus, dan absorpsi

mukosa usus, merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.

c. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus)

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi

kapasitas pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya

malabsorpsi dari karbohidrat, lemak, dan protein akan menimbulkan kenaikan

daya tekanan osmotik intraluminal sehingga akan dapat menimbulkan gangguan

absorpsi air.

Malabsorpsi karbohidrat pada umumnya merupakan malabsorpsi laktosa

yang terjadi karena defisiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat

dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang diabsorpsi oleh

usus halus. Bakteri-bakteri dalam usus besar, kemudian memecah laktosa

menjadi monosakarida dan terjadi fermentasi, selanjutnya menjadi gugusan

asam organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4

atom karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air

dalam lumen kolon hingga terjadi diare.

Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai

defisiensi disakaridase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase, dan trehalase)

dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat

terjadi karena enzim-enzim tersebut terdapat pada brush border epitel mukosa

usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya

tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
18

5. Klasifikasi

Menurut Ramaiah (2007), menyebutkan diare dapat dibagi menjadi tiga

jenis berdasarkan lama waktunya, antara lain sebagai berikut:

a. Diare Akut

Adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu dan berlangsung kurang dari 14

hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai

lendir dan darah.

b. Diare Persisten

Adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, diare persisten merupakan

kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c. Diare Kronis

Adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-

infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gangguan metabolisme yang

menurun, dimana lama diare kronik ini berlangsung lebih dari 30 hari.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi

penyakit diare dapat dibedakan dalam empat katagori, yaitu :

a. Diare tanpa dehidrasi

b. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari berat

badan serta terdapat dua atau lebih tanda berupa gelisah, rewel/mudah

marah, mata cekung, haus, minum dengan lahap, cubitan perut kembali

lambat
19

c. Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6-10 %

dari berat badan serta terdapat berupa gelisah, rewel/mudah marah, mata

cekung, haus, minum dengan lahap, cubitan perut kembali lambat

d. Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 10% serta

terdapat dua atau lebih tanda-tanda berupa letargis atau tidak sadar, mata

cekung, tidak bisa minum atau malas minum, cubitan perut kembali sangat

lambat (Kemenkes RI, 2011).

6. Komplikasi

Menurut Widjaja (2009), akibat dari diare adalah sebagai berikut :

a. Dehidrasi

Dehidrasi akan menyebabkan gangguan keseimbangan metabolisme

tubuh. gangguan ini dapat mengakibatkan kematian pada bayi/balita.

Kematian ini lebih disebabkan karena balita kehabisan cairan tubuh. Hal ini

karena asupan cairan itu tidak seimbang dengan pengeluaran melalui muntah

dan berak, meskipun berlangsung sedikit demi sedikit. Banyak orang

menganggap bahwa pengeluaran cairan seperti ini adalah hal biasa dalam

diare. Namun, akibatnya sungguh berbahaya. Kehilangan cairan tubuh

sebanyak 10% saja sudah membahayakan jiwa.

Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, sedang

dan berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika

cairan yang hilang sudah lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada

dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah
20

cepat tetapi lemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran

menurun dan penderita sangat pucat.

b. Gangguan pertumbuhan

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan terhenti sementara

pengeluaran zat gizi terus berjalan. Jika tidak ditangani dengan benar, diare

akan menjadi kronis. Pada kondisi ini obat-obatan yang diberikan tidak serta

merta dapat menyembuhkan diare. Pada orang dewasa, diare jarang

menimbulkan kematian. Pada bayi atau anak-anak, dalam waktu singkat,

diare akan menyebabkan kematian. Jika diare dapat disembuhkan tetapi

sering terjadi lagi, akan menyebabkan berat badan anak terus merosot.

Akibatnya, anak akan kekurangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik

dan jaringan otaknya.

Seperti diketahui, 60% pertumbuhan otak anak terjadi sejak anak

masih berada di dalam kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi

pada anak usia di bawah 2 tahun (dan balita) akan mengganggu

perkembangan otaknya. Volume otak menjadi kecil dan jaringan otaknya

menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang pertumbuhannya

normal. Kondisi kurang gizi ini juga akan diikuti oleh rentetan lain yang

memperburuk kondisi fisik bayi. Daya tahan tubuh yang menurun padabayi

kurang gizi akan membuat pertahanan tubuhnya rapuh dan mudah diserang

berbagai kuman penyakit, seperti kuman penyebab infeksi saluran

pernapasan.
21

7. Penularan

Penyakit diare dapat ditularkan melalui : mulut yang memakan makanan

yang tercemar atau tidak higienis, feses yang mengandung kuman penyakit,

proses pengolahan makanan yang tidak sehat sehingga tercemar oleh kuman-

kuman penyakit diare (Farida, 2010).

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung

dengan tinja penderita. Menurut Ratnawati (2009) beberapa perilaku dapat

menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya

diare antara lain:

a. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran

oleh kuman karena botol susah dibersihkan.

b. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, maka akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.

c. Menggunakan air minum yang tercemar/kotor. Air mungkin sudah tercemar

dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran

d. di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila

tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat

penyimpanan.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.


22

f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar, ibu sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya

mengandung virus atau bakteri.

Menurut Kemenkes RI (2011), penderita diare rotavirus dapat

mengekskresi virus dalam jumlah besar, yang dapat menyebar melalui tangan

yang terkontaminasi. Rotavirus merupakan virus yang tahan terhadap berbagai

lingkungan, sehingga dapat ditularkan melalui berbagai benda yang

terkontaminasi, air, maupun makanan. Pada iklim tropis, rotavirus pada tinja

dapat bertahan hidup sampai 2 bulan. Para peneliti juga menduga bahwa

rotavirus dapat ditularkan melalui udara, karena virus ini juga terdeteksi di

sekresi saluran nafas pada anak yang menderita infeksi rotavirus.

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak

langsung tangan dengan penderita atau barang yang tercemar tinja penderita.

Penularan diare juga secara tidak langsung melalui lalat/melalui 4 F atau

finger, flies, fluid, food (Bambang, dkk, 2009).

Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara

lain tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan

bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,

kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang

buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak hygiene dan cara

penyapihan yang tidak baik (Bambang, dkk, 2009).


23

Penyebab seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah

perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang

buruk. Sanitasi dan lingkungan yang buruk termasuk didalamnya adalah

penyediaan sumber air yang tidak sehat, jarak rembesan dengan sumber air

kurang dari 10 meter, penggunaan jamban yang tidak menggunakan tangki

septik, dan penggunaan lantai rumah yang tidak kedap air. Terdapat tiga

kebiasaan yang dapat mencegah penyakit diare yaitu cuci tangan dengan tehnik

yang benar, pengelolaan pembuangan tinja, dan pencegahan kontaminasi tinja

terhadap makanan dan minuman (WHO, 2006).

Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air

bersih dan pembuangan tinja. Sumber air yang sudah tercemar dari sumbernya

atau tercemar pada saat disimpan di rumah, tercemarnya sumber air dapat

terjadi jika penyimpanan air di rumah tidak tertutup dan juga dapat terjadi bila

jarak sumber air dengan rembesan tinja sangat dekat, hal ini dapat

menyebabkan penularan penyakit karena meminum air yang sudah tercemar,

kemudian jenis kakus yang mempengaruhi kesehatan adalah penggunaan jenis

jamban yang tidak menggunakan tangki septik, hal ini terjadi karena dapat

mengotori air tanah dan juga menimbulkan bau sehingga mendatangkan

serangga terutama lalat dan dari serangga dan sumber air yang tercemar akibat

penggunaan kakus yang tidak dilengkapi tangki septik dapat menyebabkan

penularan penyakit. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan

perilaku manusia. Apabila lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman serta
24

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan

diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes RI, 2006).

Dari sanitasi rumah yang berpengaruh terhadap penyakit diare adalah

penggunaan jenis lantai rumah, lantai yang menunjang kesehatan adalah lantai

yang mudah untuk dibersihkan dan juga lantai yang kedap air, jenis lantai

sangat berpengaruh terhadap penyakit yang terjadi pada balita, hal ini

dikarenakan pada anak umur 1-5 tahun mereka sudah mulai bermain, dan yang

sering menjadi tempat bermainnya anak yaitu berada di atas lantai rumah, jika

lantai rumah tidak bersih dan tidak kedap air hal ini dapat menyebabkan

tumbuhnya kuman penyebab diare pada lantai sehingga menyebabkan sakit

pada anak (Depkes RI, 2006).

Perilaku manusia yang berpengaruh terhadap angka kejadian diare

diantaranya adalah tidak melakukan cuci tangan, penggunaan botol susu yang

tidak dibersihkan, membuang tinja anak sembarangan dan tidak melakukan

imunisasi campak, dari perilaku ibu yang sering dilakukan yaitu tidak mencuci

tangan dengan sabun sebelum memberi makan pada anak, perilaku ini dapat

menyebabkan timbulnya diare pada anak karena menggunakan tangan yang

kotor ketika memberi makan kepada anak. Perilaku mencuci alat makan dan

minum sebelum memberi makan kepada anak juga menjadi hal penting dalam

mencegah penularan penyakit, alat makan dan minum yang kotor dapat

menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme patogen, apabila alat-alat tersebut

digunakan dapat menyebabkan penyakit pada anak (Depkes RI, 2006).


25

Transmisi melalui tangan merupakan faktor penyebab penyakit yang

diantaranya disebabkan oleh penularan melalui makanan dan minuman, lebih

dari 5000 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh

penularan makanan, 70% diantaranya akibat kontaminasi makanan dan sisanya

akibat perilaku cuci tangan yang tidak baik (WHO, 2006).

8. Perawatan Diare

Perawatan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan

memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita

anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya

(self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir

melihat keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit

dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)

Menurut Kemenkes RI (2011), menjelaskan pengobatan yang tepat

diberikan kepada balita yang sedang menderita diare, yaitu:

a. Diare dengan dehidrasi berat

1) Tidak ada klasifikasi berat lain, beri cairan untuk dehidrasi (rencana

terapi C) dan tablet Zinc.

2) Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain : rujuk segera, jika masih

bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama perjalanan, jika ada

kolera di daerah tersebut, beri antibiotik untuk kolera.

Rencana terapi C : penanganan dehidrasi berat dengan cepat adalah sebagai

berikut :
26

Apabila dapat segera memberi cairan intravena, maka :

1) Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum beri oralit

melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml.kg cairan

Ringer Laktat (atau jika tidak tersedia, gunakan cairan NaCl) yang dibagi

sebagai berikut :

Tabel 1. Pemberian Cairan

Umur Pemberian Pertama Pemberian berikut


30 ml/kg selama : 70 ml/kg selama :
Bayi (di bawah umur 12 1 jam * 5 jam
bulan)
Anak (12 bulan sampai 5 30 menit * 2 ½ jam
tahun)
* Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

2) Periksa kembali anak setiap 15-30 menit, jika nadi belum teraba, beri

tetesan lebih cepat

3) Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya

sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet zinc.

4) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.

Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk

melanjutkan pengobatan.

Apabila tidak dapat memberikan cairan intravena, maka rujuk segera

ke fasilitas pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit), dan jika

anak bisa minum, bekali larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada

anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalan.


27

Apabila tidak terdapat fasilitas pemberian cairan intravena terdekat,

maka gunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi jika petugas mampu

melakukannya atau dengan memberikan minum apabila anak masih bisa

minum, yaitu dengan :

1) Melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut,

beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)

2) Periksa kembali anak setiap 1-2 jam, jika anak muntah terus atau perut

makin kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan

hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.

3) Sesudah 6 jam, periksa kembali anak, klasifikasikan dehidrasi, kemudian

tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan

pengobatan.

b. Diare dehidrasi ringan/sedang

1) Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi B dan tablet Zinc (10 hari

berturut-turut)

2) Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain, rujuk segera, jika masih

bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama perjalanan.

3) Nasehati kapan kembali segera

4) Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada perbaikan.

Rencana terapi B : penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit

dilakukan dengan cara :

1) Berikan oralit di klinik sesuai yang diajurkan selama periode 3 jam


28

Tabel 2. Pemberian Oralit Rencana Terapi B

4- < 12 1-<2 2-<5


Umur < 4 bulan
bulan tahun tahun
Berat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400

2) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

Jumlah oralit yang diperlukan = berat badan (dalam kg) x 75 ml.

Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui.

a) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman

di atas.

b) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,

berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

3) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

a) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih

lambat.

c) Lanjutkan ASI selama anak mau

4) Berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut, untuk umur < 6 bulan :

10 mg/hari, untuk umur > 6 bulan : 20 mg/hari.

5) Setelah 3 jam :

a) Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya

b) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan


29

c) Mulailah memberi makan anak.

6) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:

a) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.

b) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk

menyelesaikan 3 jam pengobatan.

c) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6

bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.

d) Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah, yaitu : beri cairan tambahan,

lanjutkan pemberian tablet zinc sampai 10 hari, lanjutkan pemberian

makan, kapan harus kembali.

c. Diare tanpa dehidrasi

1) Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A dan tablet Zinc (10 hari

berturut-turut)

2) Nasihati kapan kembali segera

3) Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada perbaikan

Rencana terapi A, penanganan diare di rumah berupa :

1) Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

a) Jelaskan kepada ibu untuk memberi ASI lebih sering dan lebih lama

pada setiap kali pemberian, jika anak memperoleh ASI eksklusif

berikan oralit atau air matang sebagai tambahan, jika anak tidak

memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih cairan berikut ini :

oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang. Anak
30

harus diberi larutan oralit di rumah jika : anak telah diobati dengan

rencana terapi B atau C dalam kunjungan, anak tidak dapat kembali

ke klinik jika diarenya bertambah parah.

b) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit, beri ibu 6 bungkus

oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

Cara Membuat Oralit (Sediaan Jadi)

1) Siapkan 1 gelas (200 ml) air yang telah dimasak / air teh

2) Kemudian masukan 1 bungkus bubuk oralit kedalam gelas

3) Aduk sampai larut benar

Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit/cairan lain yang harus

diberikan setiap kali anak berak :

Sampai umur 1 tahun : 50-100 ml (1/2 gelas) setiap kali berak

Umur 1 sampai 5 tahun : 100-200 ml (1 gelas) setiap kali berak

Katakan kepada orang tua agar meminumkan sedikit-sedikit tapi

sering dari mangkuk/cangkir/gelas. Jika anak muntah, tunggu 10

menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat, lanjutkan

pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Larutan oralit juga bisa dibuat sendiri yang disebut larutan gula-

garam. Caranya larutkan 1 sendok teh garam dan 8 sendok teh gula

ke dalam 5 gelas air matang. Berikan larutan tersebut semuanya bayi,

2 gelas atau 3 gelas. Setelah itu, 1 gelas larutan garam gula setiap kali

mencret (Khomsan dkk, 2008).


31

2) Beri tablet zinc selama 10 hari

3) Lanjutkan pemberian makan

4) Kapan harus kembali

Sedangkan menurut Pangau (2011), cara merawat balita yang

mengalami diare adalah sebagai berikut :

1) Apabila anak tersebut terus muntah dan tidak mau makan apapun, maka

periksalah apakah ada tanda-tanda dehidrasi padanya. Seperti pada kasus

anak hari ke-3, ini kemungkinan sudah masuk pada keadaan dehidrasi

ringan atau sedang sehingga perlu sekali perawatan yang maksimal dan

kalau keadaannya tidak bertambah baik, sebaiknya cepat-cepat dibawa

ke dokter.

2) Apabila anak diare tanpa dehidrasi, maka berikan dia juga cairan seperti

oralit atau larutan garam-gula dan cairan makanan tambahan seperti kuah

sayur dengan air tajin atau air matang atau pun makanan sesuai dengan

keinginan anak.

3) Untuk anak usia 1-5 tahun berikan oralit atau larutan gula-garam

sebanyak 100-200 ml setiap kali buang air besar yang diberikan secara

sedikit-sedikit sambil teruskan pemberian cairan makanan tambahan

sampai diarenya berhenti.

Balita yang diare biasanya buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24

jam, dan fesesnya berair. Sebelum panik membawa balita ke rumah sakit

karena fesesnya berair, lakukan perawatan ini di rumah untuk mengatasi

diare.    Beri minum dan makan. ASI, kuah sup, jus buah segar, air kelapa
32

dan air putih bersih dari sumber yang aman, dapat menggantikan cairan yang

sudah terbuang saat anak BAB. Jika masih menyusu, susui dia lebih sering

dari biasanya. Jika anak muntah, sebaiknya tunggu hingga 10 menit,

kemudian mulai lagi memberinya minum secara perlahan dan sedikit demi

sedikit. Makanan tetap perlu diberikan pada anak yang sedang diare.

Meskipun ia menolak, usahakan agar anak mau makan sedikit namun sering.

Fungsinya, memberi energi yang surut ketika anak diare serta membantu

anak tidak kehilangan berat badan berlebihan. Makanan yang dianjurkan

adalah yang lunak, seperti bubur nasi, bubur kacang hijau, ikan atau daging

yang dimasak hingga lembut. Larutan oralit. Oralit merupakan kombinasi

antara garam dengan air putih. Fungsinya membantu tubuh menggantikan

cairan yang hilang akibat diare. Anak di bawah 2 tahun membutuhkan

seperempat hingga setengah mangkuk oralit, usai ia BAB cair. Gunakan

ukuran mangkuk 125 ml. Sedangkan untuk anak di atas dua tahun berikan

setengah hingga satu mangkuk oralit. Atau berikan larutan gula dan garam.

Buat dengan cara melarutkan air putih dengan enam sendok teh gula yang

dicampur dengan setengah sendok teh garam.

9. Pencegahan

Menurut Ramaiah (2007), menjelaskan bagaimana cara melakukan

pencegahan diare, adalah sebagai berikut:

a. Mencuci tangan menggunakan sabun dengan benar pada lima waktu penting,

yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi,

setelah membersihkan anak dari BAB, dan sebelum menyiapkan makanan.


33

b. Makanan sehat, yaitu masakan yang di masak dengan cara yang benar.

Dimana memasak yang benar adalah dengan memisah makanan yang telah

dimasak dengan yang belum dimasak, memisahkan makanan yang telah di

cuci bersih dan yang belum dicuci. Jaga makanan dari serangga seperti lalat

yang dapat menjadi vektor penyebab diare.

c. Pengelolaan sampah yang baik agar makanan tidak terkontaminasi dengan

kuman penyebab penyakit yang di bawa oleh serangga (lalat, kecoa, kutu,

lipas, dan lain-lain).

d. BAB dan BAK pada tempatnya.

Sedangkan Wijoyo (2013), pencegahan diare dapat dilakukan dengan

memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, memberikan

imunisasi campak, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan sabun

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan/menyuapi makanan anak dan sebelum makan serta menggunakan

jamban.

B. Konsep Teori Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu

pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi


34

oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan lain

sebagainya (Taufik, 2007).

Pengetahuan berarti segala sesuatu yang diketahui; kepandaian; segala

sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu hal (Widada, 2010).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang mencangkup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,

termasuk didalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh badan yang dipelajari.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.
35

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, hukum, metode,

prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi kemampuan untuk melakukan justifikasi untuk penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada dua cara untuk memperoleh

pengetahuan antara lain :

a. Cara tradisional atau non ilmiah

1) Cara coba-salah (trial and Error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,

maka dicoba kemungkinan lain.


36

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk

masalah yang lain, yang sama orang dapat menggunakan cara tersebut.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran, pengetahuan manusia telah

menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi.

Apabila proses pembuatan kesimpulan dari umum ke khusus dinamakan

deduksi, sedangkan induksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan khusus ke umum.

b. Cara modern atau ilmiah

Merupakan penggabungan antara proses berfikir deduktif-induktif

yang dijadikan dasar pengembangan metode penelitian.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007), ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu:


37

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang

lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat

dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula

mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar

ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,

hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat

pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.


38

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman

yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika

pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis

akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan

sikap positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara

langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga

kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

5. Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2010). Hasil

pengukuran pengetahuan dapat diinterpretasikan sebagai berikut :


39

a. Baik, jika skor jawaban >75%

b. Cukup, jika skor jawaban 56-75%

c. Kurang, jika skor jawaban <55%.


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori tentang pengetahuan dan diare serta variabel pada

penelitian maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Pengetahuan Perawatan
Diare

B. Definisi Operasional

Tabel 3.
Defenisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang Kuesioner 0= Kurang, bila Ordinal
ibu tentang diketahui ibu jumlah jawaban
perawatan mengenai perawatan benar < 56%
diare pada diare pada balita 1 = Cukup, bila
balita jumlah jawaban
benar 56-75%
2= Baik, bila
jumlah jawaban
benar > 75%

40
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu

untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dan objek penelitian yang di teliti

(Notoadmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang berkunjung

ke puskesmas dengan membawa balita ke Puskesmas Sukamerindu Kota

Bengkulu pada bulan Januari sampai Desember 2014 yang berjumlah 481

orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu

yang berkunjung ke Puskesmas Sukamerindu dengan membawa balita, dengan

kriteria :

a. Ibu yang membawa balita ke puskesmas

b. Ibu bersedia menjadi responden

41
42

c. Ibu mampu membaca dan menulis

Besarnya sampel yang diambil dihitung dengan menggunakan rumus :

N
2
n = 1+N ( d )

(Notoamodjo, 2010)
Keterangan :

n = Besarnya sampel

N = Populasi

d = Derajat kepercayaan (10%)

Dari rumus di atas, maka didapat besarnya sampel dalam penelitian ini adalah :

N
2
n = 1+N ( d )

481
2
n = 1+481(0,1 )

481
n = 1+4,81

481
n = 5,81

n = 82,8 dibulatkan menjadi 83

Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 83 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan metode accidental

sampling yaitu peneliti menunggu setiap ibu yang berkunjung ke puskesmas

saat dilakukan penelitian diambil menjadi sampel sampai yang ditentukan.


43

C. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di Puskesmas Sukamerindu

Kota Bengkulu dan akan dilaksanakan pada bulan April 2015.

D. Etika Penelitian

Prinsip dasar dalam etika penelitian harus berdasarkan empat prinsip yaitu

menghormati orang lain, manfaat, tidak membahayakan subyek penelitian dan

keadilan. Untuk menghormati dan menghargai orang peneliti harus

mempertimbangkan secara mendalam terhadap kemungkinan bahaya dan

penyalahgunaan penelitian. Keharusan secara etik untuk mengusahakan manfaat

sebesar-besarnya dan memperkecil kerugian atau risiko bagi subyek dan

memperkecil kesalahan penelitian. Dalam penelitian ini, risiko yang mungkin

muncul berupa risiko psikologis misalnya rasa cemas atau malu. Hal ini dapat

diantisipasi dengan penjelasan/informasi sebelumnya seperti mengenai

kerahasiaan data yang diberikan. Sebelum responden memberikan data yang

diperlukan untuk penelitian sebelumnya terlebih dahulu calon responden

memberikan persetujuan bersedia menjadi responden.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sulistyaningsih, 2011).


44

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada

balita.

F. Rencana Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini berasal dari data primer yang diperoleh

dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden tentang variabel

pengetahuan ibu tentang perawatan diare pada balita dan data sekunder tentang

jumlah ibu balita yang berkunjung yang diperoleh dengan melihat register di

Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner kepada

responden dengan jenis pertanyaan pilihan ganda, serta data sekunder dengan

melihat laporan Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tentang pengetahuan

ibu tentang perawatan diare pada balita.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini alat yang digunakan dalam pengumpulan data

adalah menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan tentang pengetahuan ibu

tentang perawatan diare pada balita.


45

G. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dengan

bantuan program komputer. Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Editing data (Pengeditan Data)

Editing data adalah meneliti kembali apakah isian pada kuisioner yang

dilakukan responden sudah cukup dan benar sesuai dengan petunjuk yang

ada. Editing dilakukan langsung pada saat responden mengembalikan

kuesioner yang sudah diisi dengan harapan apabila ada kekurangan data atau

kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki.

b. Coding data (Pengkodean)

Peneliti melakukan pengkodean terhadap hasil atau jawaban yang diberikan

oleh responden dalam pengisian kuesioner terhadap semua pertanyaan yang

ada agar lebih memudahkan dalam proses pengolahan data selanjutnya.

c. Entry Data (Pemasukan Data)

Data yang telah ada dicoding kemudian diolah kedalam komputer dengan

menggunakan program komputerisasi.

d. Cleaning data (Pembersihan Data)

Pembersihan data dengan melihat variabel apakah sudah benar atau belum.

Jika berbeda, maka telusuri letak kesalahan entry data sebelumnya. Jadi

pada tahap ini kita dapat memeriksa konsistensi data.


46

2. Analisis Data

Analisis univariat adalah untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel

yang diteliti, dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2010) :

F
P= x 100 %
n

Keterangan:

P = Presentase yang ingin dicapai

F = Jawaban dalam setiap katagori

n = Jumlah sampel penelitian

3. Teknik Penyajian Data

Setelah data diolah, maka penyajian data yang digunakan adalah berbentuk

tabel distribusi frekuensi yang selanjutnya diberikan narasi.

4. Interpretasi Data

Hasil pengolahan data yang telah dimasukkan ke dalam bentuk tabel,

selanjutnya dilakukan interpretasi data, dengan ketentuan sebagai berikut :

0% = Tidak ada responden

0,1% - 24% = Sebagian kecil responden

25% - 49% = Hampir sebagian responden

50% = Setengah dari responden

51% - 74% = Sebagian besar responden

76% - 99% = Hampir seluruh responden

100% = Seluruh responden (Arikunto, 2010)


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin R., 2007, Current Issue Kematian Anak (Penyakit Diare), Makasar :
Universitas Hasanuddin

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka


Cipta

Badan Pusat Statistik Kota Bengkulu. 2013. Kota Bengkulu Dalam Angka.
Bengkulu : BPS Kota Bengkulu.

Bambang, dkk, 2009. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : UKK-


Gastroenterologi-Hepatologi IDAI

Depkes RI, 2006. Pedoman Tata Laksana Diare. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI, 2007. Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan di


Pelabuhan/Bandar/Pos Lintas batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan.
Jakarta : Ditjen PPM & PL

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI

Dewi, 2011. Waspadai Penyakit Pada Anak. Jakarta : PT. Indeks

Farida, 2010. Kid's Health Series: Kid And Global Disease. Jakarta : Grasindo.

Hardi, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Batita Di


Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah Tahun
2012. Makasar : Unhas.

Kemenkes RI, 2011. Buku Bagan Manajemen Terpadu. Jakarta : Kemenkes RI.

________, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare. Jakarta: Kemenkes RI

________, 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Kemenkes RI

________, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

Khomsan dkk, 2008. 60 Variasi Makanan Tim Sehat. Jakarta: Pustaka Bunda.
Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Pangau, Stephani, 2011. Anak Tiba-tiba Kurus dan Lemas. Tabloid Reformata Edisi
135 Januari 2011.

Priyanto, 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika.

Purnamasari, Dewi. 2011. Deteksi dan Pengobatan Dini Balita Anda Panduan
Praktis Bagi Orangtua. Yogyakarta : Pustaka Solomon.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta : EGC

Ramaiyah, S. 2007. All You Wanted to Know About Diarrhoea . Jakarta : EGC.

Ratnawati, 2009. Faktor-Faktor Perilaku Penyebab Diare, Surakarta: UNS

Sari, 2009. Perilaku ibu dalam Penatalaksanaan Rehidrasi Oral Pada Balita Diare
Yang Berada Di Rumah di Kelurahan Siringo-Ringo Labuhan Batu. Medan :
Universitas Sumatera Utara

Sintamurniwaty 2006, Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Balita,


Universitas Diponegoro, Semarang.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

WHO. 2006. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta : EGC.

Widjaja, 2009. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka

Wijoyo, Yosef. 2013. Diare, Pahami Penyakit dan Obatnya. Klaten : PT. Intan
Sejati.

Zulfito, dkk, 2010. Smart Parents : Pandai Mengatur Menu dan Tanggap Anak Sakit.
Jakarta: Gagas Media.
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG
PERAWATAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU
KOTA BENGKULU
TAHUN 2015

OLEH :

DIAN PERMANA PUTERA


NPM. 142426050 DPP

PROGRAM STUDI DI III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DEHASEN BENGKULU
2015
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG


PERAWATAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU
KOTA BENGKULU
TAHUN 2015

Proposal Karya tulis Ilmiah ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan
dihadapan Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Studi
Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Dehasen Bengkulu

Bengkulu, Februari 2015

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Yulia, S.Kep, M.Kes Berlian Kando S, S.Kep, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Diare

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2015”

dapat penulis selesaikan.

Dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak

mendapatkan bimbingan dan bantuan yang bermanfaat oleh berbagai pihak, oleh

karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ida Samidah, SKp, M.Kes selaku Ketua STIKes Dehasen Bengkulu.

2. Ibu Des Metasari, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma III

Keperawatan STIKes Dehasen Bengkulu

3. Ibu Yulia, S.Kep, M.Kes selaku Pembimbing I yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah tepat pada waktunya.

4. Ibu Berlian Kando S, S.Kep, M.Kes selaku Pembimbing II yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis tentang pembuatan proposal Karya Tulis

Ilmiah ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

5. Seluruh Staf pengajar STIKes Dehasen Bengkulu, yang telah memberikan banyak

bekal ilmu selama di bangku kuliah.

6. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan do’a dan dukungan atas

keberhasilanku.
7. Semua teman-teman sejawat dan seperjuangan yang telah mendukung dan

membantu saya dalam menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah.

Dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan-

kekurangan baik dari segi isi, penyusunan maupun teknik penulisan karena

keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu dengan kerendahan hati

penulis mengharapkan saran, kritik yang sifatnya membangun dari pembaca demi

kesempurnaan proposal Karya Tulis Ilmiah dan perbaikan-perbaikan di masa akan

datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian proposal Karya Tulis Ilmiah.

Bengkulu, Februari 2015

Penulis

DIAN PERMANA PUTERA


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Diare................................................................................................. 7
1. Definisi....................................................................................... 8
2. Etiologi....................................................................................... 10
3. Tanda dan Gejala Diare.............................................................. 14
4. Patofisiologi............................................................................... 15
5. Klasifikasi.................................................................................. 18
6. Komplikasi................................................................................. 19
7. Penularan.................................................................................... 21
8. Perawatan Diare......................................................................... 25
9. Pencegahan................................................................................. 32
B. Konsep Teori Pengetahuan............................................................... 33
1. Pengertian................................................................................... 33
2. Tingkat Pengetahuan.................................................................. 34
3. Cara Memperoleh Pengetahuan................................................. 35
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan....................... 37
5. Cara Mengukur Pengetahuan..................................................... 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


A. Kerangka Konsep............................................................................ 40
B. Definisi Operasional....................................................................... 40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian................................................................................ 41
B. Populasi dan Sampel....................................................................... 41
C. Rencana Tempat dan Waktu Tempat Penelitian............................. 43
D. Etika Penelitian............................................................................... 43
E. Variabel Penelitian.......................................................................... 43
F. Rencana Teknik Pengumpulan Data............................................... 44
G. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data.......................... 45

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemberian Cairan ................................................................................. 26

Tabel 2. Pemberian Oralit Rencana Terapi B..................................................... 28

Tabel 3. Definisi Operasional............................................................................. 40


DAFTAR BAGAN

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep ............................................................................ 40


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Surat Pengambilan Data Pra Penelitian

Lampiran 3. Lembar Konsultasi Pembimbing I

Lampiran 4. Lembar Konsultasi Pembimbing II


KUESIONER PENELITIAN

A. BIODATA
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :

B. PETUNJUK
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang anda anggap benar, mohon
pertanyaan tidak ada satupun dilewatkan, atas bantuan Ibu saya ucapkan terima
kasih.

C. PERTANYAAN PENGETAHUAN
1. Dalam penanganan pertama kali pada balita yang terkena diare adalah:
a. Pemberian Oralit
b. Minum air putih
c. Tidak tahu

2. Cara pembuatan oralit yang benar adalah ?


a. Dengan memasukkan satu bungkus oralit ke dalam 200 cc air minum
yang masak dan aduk sampai larut
b. Dengan memasukkan satu bungkus oralit ke dalam 400 cc air minum
c. Tidak tahu

3. Apabila tidak ada oralit, penderita diare juga bisa diberikan minum apa ?
a. Minum susu
b. Minum larutan gula-garam
c. Minuman dingin

4. Minuman pengganti oralit dapat dibuat dengan cara bagaimana ?


a. 1 sendok gula + 1 gelas teh hangat.
b. 1 sendok teh garam + 8 sendok teh gula ke dalam 5 gelas air matang
c. 1 gelas susu + 1 sendok teh garam

5. Pemberian oralit pada balita pada saat menderita diare setelah tiga jam
pertama diberikan sebanyak ?
a. 1 gelas setiap kali diare
b. 2 gelas setiap kali diare
c. 3 gelas setiap kali diare
6. Apa bahaya diare bila tak segera ditangani ?
a. Tidak terjadi apa-apa
b. Kekurangan cairan (Dehidrasi)
c. Tidak Tahu

7. Apabila balita mengalami dehidrasi berat, apa yang harus dilakukan ?


a. Beri minum banyak-banyak
b. Beri cairan oralit dan tablet zinc, serta rujuk segera apabila terdapat
klasifikasi berat lain
c. Dibiarkan saja

8. Selain memberi oralit, apa yang Anda lakukan terhadap penderita diare?
a. Ke pengobatan alternatif
b. Ke petugas kesehatan
c. Dibiarkan saja

9. Apabila balita mengalami diare, sebaiknya :


a. Dipuasakan
b. Tetap memberi makanan seperti biasa
c. Mengganti makanan dengan yang lebih lunak

10. Kemana ibu membawa berobat anak ibu saat diarenya sudah semakin parah?
a. Diberi obat yang di warung
b. Pengobatan alternatif / tukang urut
c. Tenaga kesehatan terdekat.

Anda mungkin juga menyukai