Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengurusan surat izin ke instansi Pendidikan,

peneliti kemudian melanjutkan permohonan izin ke kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu (KP2T), setelah itu ke Badan Kesehatan dan perlindungan Masyarakat

Kabupaten Musi Rawas yang kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Rawas untuk mendapatkan surat rekomendasi dari RS dr. Sobirin

Musi Rawas sebagai tempat dilakukannya penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015. Langkah awal yang

dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan data sekunder dengan melihat buku

register untuk mengetahui kejadian BBLR. Setelah mengetahui jumlah yang

mengalami BBLR dan tidak BBLR selanjutnya melakukan undian terhadap

populasi untuk mengambil sampel dengan jumlah yang telah ditentukan

sebelumnya yaitu 13 orang yang mengalami BBLR dan 84 orang yang tidak

mengalami BBLR. Sampel dalam penelitian sebanyak 97 orang yang diambil

teknik pengambilan sampel secara proportional random sampling. Setelah data

terkumpul, dilakukan editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh

benar-benar sesuai, selanjutnya dilakukan rekapituasi data kemudian dianalisa

menggunakan Analisis Univariat yaitu untuk menggambarkan distribusi frekuensi

masing-masing variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat dan analisis

36
37

bivariat yaitu untuk menguji hipotesis antara variabel independent dengan

variabel dependent.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Distribusi Frekuensi BBLR di ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas

tahun 2014

Distribusi frekuensi BBLR di ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas

tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.
Distribusi Frekuensi BBLR di ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas
tahun 2014

No BBLR Frekuensi Persentase (%)


1 BBLR 13 13,4
2 Tidak BBLR 84 86,6
Jumlah 97 100,0

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 97 orang di RS dr. Sobirin Musi

Rawas tahun 2014 terdapat 13 orang (13,4%) yang mengalami BBLR dan

84 orang (86,6%) yang tidak mengalami BBLR.

b. Distribusi Frekuensi kejadian sepsis neonatorum di ruang melati RS dr.

Sobirin Musi Rawas tahun 2014

Distribusi frekuensi kejadian sepsis neonatorum di ruang melati RS dr.

Sobirin Musi Rawas tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
38

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi kejadian sepsis neonatorum di ruang melati
RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014

No Sepsis Neonatorum Frekuensi Persentase (%)


1 Sepsis Neonatorum 19 19,6
2 Tidak Sepsis Neonatorum 78 80,4
Jumlah 97 100,0

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 97 orang di di ruang melati RS

dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014 terdapat 19 orang (19,6%) yang

mengalami sepsis neonatorum dan 78 orang (80,4%) yang tidak mengalami

sepsis neonatorum.

2. Analisis Bivariat

Hubungan BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatorum di ruang melati

RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014 dapat dilihat pada tabel tabulasi silang

di bawah ini :

Tabel 5.
Hubungan BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatorum di Ruang Melati
RS dr. Sobirin Musi Rawas Tahun 2014

Sepsis Neonatorum Total


BBLR Sepsis Tidak Sepsis p C
Neonatorum Neonatorum F %
F % F %
BBLR 10 76,9 3 23,1 13 100

Tidak BBLR 9 10,7 75 89,3 84 100 0,000 0,494

Jumlah 19 19,6 78 80,4 97 100

Tabel di atas menunjukkan tabulasi silang antara BBLR dengan

Kejadian Sepsis Neonatorum di Ruang Melati RS dr. Sobirin Musi Rawas


39

Tahun 2014. Ternyata dari 13 orang yang mengalami BBLR terdapat 10

orang (76,9%) yang mengalami menderita sepsis neonatorum dan 3 orang

(23,1%) yang tidak menderita sepsis neonatorum, sedangkan dari 84 orang

yang tidak mengalami BBLR terdapat 9 orang (10,7%) yang mengalami

menderita sepsis neonatorum dan 75 orang (89,3%) yang tidak menderita

sepsis neonatorum. Karena terdapat 1 sel frekuensi ekspektasi nilainya < 5

maka digunakan uji statistik Fisher’s Exact.

Hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p = 0,000 < α = 0,05, jadi

signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang

signifikan antara BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatorum di Ruang

Melati RS dr. Sobirin Musi Rawas Tahun 2014.

Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,494 dengan p

(Approx.Sig.) = 0,000 < α = 0,05 berarti signifikan. Nilai C tersebut

dibandingkan dengan nilai Cmax = √ √ √


m−1 2−1 1
m
=
2
=
2 = 0,707, dimana m

adalah nilai terkecil dari baris atau kolom. Karena nilai C = 0,494 tidak

terlalu jauh dengan nilai Cmax = 0,707 maka kategori hubungan sedang.

C. Pembahasan

1. Gambaran BBLR di ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 97 orang di RS dr.

Sobirin Musi Rawas tahun 2014 terdapat 13 orang (13,4%) yang mengalami

BBLR dan 84 orang (86,6%) yang tidak mengalami BBLR. Hal ini berarti
40

hanya sebagian kecil dari responden yang berat badan saat lahirnya tergolong

rendah (< 2500 gr).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi (neonatus) yang lahir

dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499

gram (Hidayat, 2008). Menurut Proverawati (2010) Penyebab terbanyak

penyebab terjadinya BBLR adalah kelainan prematur. Semakin muda usia

kehamilan semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat

terjadi.

Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan

masalah kesehatan yang sering dialami pada sebagian masyarakat yang

ditandai dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR pada

dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa

kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama

pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan

konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak

hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi

pada mereka dengan status perekonomian yang cukup. Hal ini dapat berkaitan

dengan paritas, jarak kelahiran, kadar hemoglobin, dan pemanfaatan pelayanan

antenatal. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,

morbiditas, dan diabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak

jangka panjang terhadap kehidupannya dmasa depan.

BBLR yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan

timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada
41

pernafasan (aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan pada sistem

pencernaan (lambung kecil), gangguan sistem perkemihan (ginjal belum

sempurna), gangguan sistem persyarafan (respon rangsangan lambat). Selain

itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik serta

tumbuh kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan

balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu

akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh

pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).

Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) memerlukan

perawatan yang tepat agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan bayi

seperti yang telah disebutkan diatas. Bidan dan perawat adalah bagian dari

pemberi pelayanan yang ikut berperan penting dalam memberikan perawatan

pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Perkembangan bayi dengan

BBLR yang dirawat di RS ini sangat tergantung pada ketepatan tindakan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

2. Gambaran kejadian sepsis neonatorum di ruang melati RS dr. Sobirin


Musi Rawas tahun 2014

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 97 orang di di ruang melati

RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014 terdapat 19 orang (19,6%) yang

mengalami sepsis neonatorum dan 78 orang (80,4%) yang tidak mengalami

sepsis neonatorum. Hal ini berarti bahwa sebagian kecil dari responden di

ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas yang mengalami sepsis neonatorum.
42

Sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses

berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok

septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Haque KN, 2005).

Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu

maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap

kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi tersebut ialah penyakit

infeksi yang diderita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak

memadai, ibu menderita eklampsia, diabetes melitus, pertolongan persalinan

yang tidak higienes, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang

bulan, BBLR, cacat bawaan, adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan

invasif pada, neonatus, tidak menerapkan rawat gabung, sarana perawatan yang

tidak balk, bangsal yang penuh sesak, ketuban pecah dini, amnion hijau kental

dan berbau, pemberian minum menggunakan botol, dan pemberian minum

buatan (Surasmi, 2003).

Sedangkan menurut Aminullah dkk (2007), berbagai macam kuman

seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang

mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda

antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara

berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram

negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Pada cairan

serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan

bakteri Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada awitan
43

lambat selain bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae

serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah

sakit serta pada usap vagina wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp

biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain

mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas,

Enterobacter, dan Staphylococcus aureus (Aminullah dkk, 2007)

3. Hubungan BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatorum di ruang melati RS


dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014

Berdasarkan uji Fisher’s Exact diperoleh hasil ada hubungan yang

signifikan antara BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatorum di ruang melati

RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Manuaba (2008), yang

menyatakan bahwa BBLR berisiko tinggi mengalami infeksi atau sepsis

seonatorum. Bayi BBLR berisiko mengalami sepsis neonatom karena pada

bayi dengan BBLR pematangan organ tubuhnya (hati, paru, pencernaan, otak,

daya pertahanan tubuh terhadap infeksi, dll) belum sempurna, maka bayi

BBLR sering mengalami komplikasi yang berakhir dengan kematian. Pada

bayi berat badan normal, minggu pertama setelah lahir berat bayi akan turun,

kemudian akan naik sesuai dengan pertumbuhan bayi.

Pada BBLR menurunnya berat badan bayi dapat terjadi setiap saat,

karena biasanya ada masalah pemberian air susu ibu (ASI). Akibat bayi kurang

atau tidak mampu menghisap ASI, bayi menderita infeksi atau mengalami

kelainan bawaan. Pada bayi BBLR pusat pengatur pernafasan belum sempurna,

surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna,


44

otot pernafasan dan tulang iga masih lemah yang mengakibatkan oksigen

masuk ke otak kurang, jika oksigen (O 2) kurang maka kuman anaerob mudah

berkembang menyebabkan mudah terjadi infeksi (Manuaba, 2008).

Berdasarkan tabel 5, menunjukkan bahwa dari 13 orang yang BBLR

terdapat 3 orang (23,1%) yang tidak mengalami sepsis neonatorum, hal ini

berarti bahwa bayi BBLR tidak selalu akan mengalami sepsis neonatorum.

Hasil penelitian Carolus (2013), menyatakan bahwa menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan berat badan lahir dalam bentuk kategori rendah dan normal

dengan kejadian sepsis. Tetapi dari tabel diperoleh bayi dengan sepsis memiliki

berat badan lahir rendah lebih banyak persentasenya. Tidak terjadinya sepsis

neonatorum pada bayi BBLR bisa dikarenakan telah dilakukan tindakan

pencegahan infeksi dan diagnosis dini untuk mencegah terjadinya sepsis atau

mengurangi masalah sepsis neonatorum seperti menggunakan peralatan medis

yang steril dan ruangan yang terjaga kebersihannya dengan baik.

Sedangkan dari tabel 5, juga menunjukkan bahwa dari 84 orang yang

tidak BBLR tetapi terdapat 9 orang (10,7%) yang mengalami sepsis

neonatorum, hal ini berarti bahwa BBLR bukan merupakan satu-satunya yang

dapat menyebabkan sepsis neonatorum. Menurut Guyton & Hall (2008),

faktor-faktor yang membawa risiko yang signifikan untuk pengembangan

sepsis neonatorum antara lain prematur membran ruptur, cairan ketuban

bercampur mekonium, berat badan lahir rendah, dan skor Apgar rendah saat

lahir. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko
45

signifikan terjadinya sepsis neonatorum karena 37%-80% kasus BBLR

merupakan kasus prematuritas.

Bayi lahir dengan prematuritas menyebabkan immaturitas sistem imun

berupa penekanan pembentukan gamma globulin oleh sistem limfoid.

Immaturitas sistem imun akan menyebabkan gangguan fungsi immunologi

berupa penurunan aktivitas fagosit pada sel darah putih dan penurunan produk

sitokin dan akan terjadi kegagalan dari sistem kekebalan humoral (Karnen

Garna, 2006).

Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat di rumah sakit masih

merupakan penyebab sepsis neonatorum. Infeksi pada neonatus lebih sering

ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit daripada yang lahir di luar

rumah sakit. Oleh karena terjadinya gangguan immunologi tersebut,

menyebabkan kegagalan dari fungsi imun untuk mengatasi infeksi yang terjadi.

Sekitar 60%-70% kasus pada BBLR dilakukan tindakan intervensi resusitasi, di

mana 20%-30% dari tindakan tersebut menyebabkan infeksi sekunder.

Kegagalan fungsi imun tersebut akan menyebabkan terjadinya sepsis

neonatorum. Frekuensi infeksi nosokomial pada bayi berat lahir rendah di unit

perawatan intensif neonatus lebih tinggi daripada tempat lain di rumah sakit

dan berkisar antara 20-30%, insiden ini meningkat sehubungan dengan

lamanya rawat inap dan umur kehamilan yang lebih rendah (Nelson, 2004).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang BBLR dengan kejadian Sepsis

Neonatorum di ruang melati RS dr. Sobirin Musi Rawas tahun 2014 dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat 13 orang (13,4%) yang mengalami BBLR dan 84 orang (86,6%) yang

tidak mengalami BBLR.

2. Terdapat 19 orang (19,6%) yang mengalami sepsis neonatorum dan 78 orang

(80,4%) yang tidak mengalami sepsis neonatorum.

3. Ada hubungan yang signifikan antara BBLR dengan Kejadian Sepsis

Neonatorum di Ruang Melati RS dr. Sobirin Musi Rawas Tahun 2014.

B. Saran

1. Bagi Akademik

Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang BBLR dan sepsis

neonatorum.

2. Bagi Puskesmas

Diharapkan kepada puskesmas terkait khususnya bidan agar dapat memberikan

konseling kepada ibu-ibu yang bayinya berisiko tinggi untuk mengalami sepsis

neonatorum, menjaga status gizi dengan makan-makanan yang bergizi.

46
47

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan

pengetahuan bagi ibu tentang hubungan BBLR dan kejadian sepsis

neonatorum.

4. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan kepada peneliti lain agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis neonatorum.

Anda mungkin juga menyukai