Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Responden
Di Ruang Teratai RSUD dr. R. Soetrasno Bulan November 2017

Variabel Mean SD Modus Min-Max


Median Range
45,9 12,2
Umur 53 19-59
50,5 40

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa nilai rata-rata umur


responden adalah 45,9 tahun, umur tengah (median) dari responden
adalah 50,5 tahun, dengan standar deviasi 12,2. Rentang jarak umur
adalah 40 tahun. Umur responden yang sering muncul adalah 53
tahun. Umur terendah 19 tahun dan umur tertinggi 59 tahun.

2. Pendidikan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Responden Di Ruang Teratai RSUD dr. R. Soetrasno
Bulan November 2017

Pendidikan Frekuensi %
SD 5 25
SMP 8 40
SMA 3 15
PT 4 20
Total 20 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa dari 20 responden


sebagian besar berpendidikan SMP yaitu sebanyak 8 orang (40%).
Pendidikan SD sebanyak 5 orang (25%), pendidikan SMA sebanyak 3
orang 3 orang (15%). Sedangkan yang berpendidikan Perguruan
Tinggi yaitu sebanyak 4 orang (20%).

B. Analisa Univariat
1. Lokasi Pemasangan Intravena
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Lokasi Pemasangan Intravena Responden
Di Ruang Teratai RSUD dr. R. Soetrasno
Bulan November 2017

Lokasi Frekuensi %
Pemasangan
BASILIKA 6 30,0
SEFALIKA 7 35,0
METACARPAL 7 35,0
Total 20 100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang


lokasi pemasangan intravena di vena basilika sebanyak 6 orang
(30%). responden yang lokasi pemasangan intravena di vena
sefalika sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan responden yang
lokasi pemasangan intravena di vena metacarpal sebanyak 7 orang
(35%).

2. Kejadian Phlebitis
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Phlebitis Responden
Di Ruang Teratai RSUD dr. R. Soetrasno
Bulan November 2017

Lokasi Frekuensi %
Pemasangan
TIDAK PHLEBITIS 2 10,0
RINGAN 10 50,0
SEDANG 7 35,0
BERAT 1 5,0
Total 20 100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang tidak
phlebitis sebanyak 2 orang (10%). Responden yang phlebitis ringan
sebanyak 10 orang (50%). Responden yang phlebitis sedang
sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan responden yang phlebitis
berat sebanyak 1 orang (5%).

C. Analisa Bivariat
1. Hubungan lokasi pemasangan terapi intravena dari persendian
dengan kejadian phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr R.
Soetrasno Rembang
:
Tabel 4.5
Hubungan Lokasi Pemasangan Terapi Intravena Dari Persendian
Dengan Kejadian Phlebitis Di Ruang Teratai RSUD dr R. Soetrasno
Rembang Bulan November 2017

Kejadian Phlebitis
Lokasi Tidak Ringan Sedang Berat Total
Pemasangan Phlebitis
f % f % f % f % f %
Basilika 2 10% 4 20% 0 0% 0 0% 6 30%
Sefalika 0 0% 4 20% 3 15% 0 0% 7 35%
Metacarpal 0 0% 2 10% 4 20% 1 5% 7 35%
Total 2 10% 10 50% 7 35% 1 5% 20 100%

Berdasarkan tabel 4.5 dari 6 responden yang lokasi


pemasangan intravena di vena basilika yang tidak phlebitis
sebanyak 2 orang (10%), phlebitis ringan sebanyak 4 orang (20%),
phlebitis sedang dan berat tidak ada (0%). 7 responden yang
lokasi pemasangan intravena di vena sefalika yang tidak phlebitis
sebanyak 0 orang (0%), phlebitis ringan sebanyak 4 orang (20%),
phlebitis sedang 3 orang (15%) dan berat tidak ada (0%).
Sedangkan 7 responden yang lokasi pemasangan intravena di
vena metacarpal yang tidak phlebitis sebanyak 0 orang (0%),
phlebitis ringan sebanyak 2 orang (20%), phlebitis sedang 4 orang
(20%) dan phlebitis berat 1 orang (5%).
Tabel 4.6
Hasil Uji Statistik
Hubungan Lokasi Pemasangan Terapi Intravena Dari Persendian
Dengan Kejadian Phlebitis Di Ruang Teratai RSUD dr R. Soetrasno
Rembang Bulan November 2017

Variabel r P N
value
Lokasi Pemasangan 0,602 0,003 20
Dengan Kejadian
Phlebitis

Pada Tabel 4.6 menunjukkan hasil hipotesis menggunakan uji


Kendall Tau didapatkan nilai ρ value adalah 0,003 ( ≤ 0,005) yang
artinya signifikan ada hubungan. Dalam penelitian ini ada hubungan
lokasi pemasangan terapi intravena dari persendian dengan kejadian
phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr R. Soetrasno Rembang.
Pada perhitungan korelasi juga didapatkan nilai r sebesar 0,602
(0,500-0,750) yang bermakna mempunyai korelasi yang cukup kuat
antara variabel lokasi pemasangan intravena dengan kejadian
phlebitis. Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa ada hubungan yang kuat lokasi pemasangan terapi intravena
dari persendian dengan kejadian phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr
R. Soetrasno Rembang.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Lokasi Pemasangan Intravena


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden
yang lokasi pemasangan intravena di vena basilika sebanyak 6
orang (30%). responden yang lokasi pemasangan intravena di vena
sefalika sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan responden yang
lokasi pemasangan intravena di vena metacarpal sebanyak 7 orang
(35%).
Pemasangan infus yaitu tindakan yang dilakukan pada
pasien yang memerlukan masukan cairan atau obat, langsung ke
dalam pembuluh darah vena, dalam jumlah dan waktu tertentu
dengan menggunakan infus set. Pemasangan infus merupakan
prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di
rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang
akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan.
Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam
pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit (Priharjo, 2013).
Sebelum dilakukan pemasangan infus atau terapi intravena,
sebaiknya perawat harus paham terlebih dahulu bagaimana
anatomi pembuluh darah vena. Dengan memahami letak dan lokasi
pembuluh-pembuluh darah vena pada tubuh, akan semakin
mempermudah perawat untuk memilih vena yang tepat untuk
melakukan pemasangan infus (Perry & Potter, 2012).
Pada vena basilika ditemukan pada sisi ulnaris lengan
bawah. Vena ini berjalan ke atas pada bagian posterior atau
belakang lengan dan kemudian melengkung ke arah permukaan
anterior atau region antekubiti. Vena ini kemudian berjalan lurus ke
atas dan memasuki jaringan yang lebih dalam.
Keuntungan memilih vena basalika ini adalah sama seperti vena
sefalika, biasanya lebih lurus dari vena sefalika sedangkan
Kerugiannya adalah vena ini cenderung berputar yang
menyebabkan posisi pasien mungkin agak kurang nyaman selama
pungsi vena (Hidayat, 2013).
Vena sefalika merupakan pembuluh darah vena yang
terletak di lengan bagian bawah pada posisi radial lengan yang
posisinya sejajar dengan ibu jari. Vena ini berjalan ke atas
sepanjang bagian luar dari lengan bawah dalam region antekubiti.
Vena sefalika lebih kecil dan biasanya lebih melengkung dari vena
basilika. Keuntungan memilih vena sefalika adalah dapat
menggunakan kateter ukuran bsar untuk infus yang cepat. Pilihan
yang baik untuk pemberian cairan infus yang mengandung larutan
yang mengiritasi pembuluh darah. Kerugian vena sefalika ini adalah
bentuknya lebih melengkung daripada vena basilica. Hal ini
biasanya merugikan jika memasang IV kateter yang lebih panjang
(Perry & Potter, 2012).
Vena metacarpal terdapat pada punggung tangan yang
mengalir di sepanjang sisi lateral jari tangan dan terhubung ke vena
dorsalis oleh cabang-cabang penyambung. Keuntungan
pemasangan infus pada vena digitalis adalah vena ini merupakan
vena yang paling ujung atau distal yang ada ditangan yang dapat di
lakukan tempat penusukan untuk pemasangan infus. Jika kita tidak
berhasil melakukan insisi pada vena digitalis ini, kita masih bisa
melakukan insisi pada vena di atasnya yaitu vena dorsalis.
Kerugian dari lokasi penusukan di vena digitalis adalah hanya IV
kateter yang berukuran kecil dapat kita gunakan, mudah terjadi
infiltrasi dan tidak cocok untuk terapi jangka panjang. Dan yang
paling susah adalah infusnya akan mudah macet karena ukuran IV
kateter yang kecil (Perry & Potter, 2012).
Hasil observasi selama penelitian yang penulis dapatkan
selama proses pemasangan infus perawat patuh pada SOP
meliputi perawat melakukan teknik cuci tangan yang baik, mengatur
tetesan infus dengan benar sesuai kebutuhan pasien, melakukan
fiksasi dengan benar serta melakukan pemasangan dengan teknik
aseptik dan teknik pemasangan intravena kateter yang baik.

2. Kejadian Phlebitis
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden yang tidak
phlebitis sebanyak 2 orang (10%). Responden yang phlebitis ringan
sebanyak 10 orang (50%). Responden yang phlebitis sedang
sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan responden yang phlebitis
berat sebanyak 1 orang (5%).
Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai
kondisi penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit
dan merupakan salah satu terapi utama. Sebanyak 70% pasien
yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan infus. Tetapi
karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka
waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah
infeksi (Hinlay, 2006).
Salah satu infeksi yang sering ditemukan dirumah sakit
adalah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tersebut diakibatkan
oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya phlebitis.
Keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan
pemasangan infus bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan
yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan klien secara benar (Andares, 2009).
Phlebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih
tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di
bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998).
Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu pemasalahan yang
penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan
dalam proses keperawatan (Jarumi Yati, 2009).
Hasil penelitian didapatkan responden yang tidak mengalami
phlebitis setelah pada hari ke 3 dipasang infus tidak terdapat tanda-
tanda kemerahan ditempat penyuntikan, responden tidak
merasakan nyeri, dan tidak adanya tanda bengkak disekitar tempat
pemasangan infus. Sedangkan hasil penelitian ada responden
yang mengalami phlebitis dengan tanda-tanda bengkak pada
tempat pemasangan infus dan responden merasakan nyeri
ditempat pemasangan infus. Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya phlebitis diantaranya mencegah
phlebitis bakteri dengan cara perawat melakukan cuci tangan
sebelum memasang infus, selalu waspada dan melakukan
pemasangan infus dengan tindakan aseptik, rotasi kateter yaitu
melakukan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi
potensi infeksi, melakukan aseptic dressing dan melakukan
kecepatan pemberian infus (Darmawan, 2008).
Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang
menyatakan rata-rata kejadian phlebitis waktu ≥ 24 jam dan ≤ 72
jam setelah 49 pemasangan terapi intravena.
Gayatri dan Handayani (2013) menyatakan bahwa 35% dan
60 responden mengalami phlebitis dengan jenis kelamin rata-rata
laki-laki. Semakin jauh jarak pemasangan terapi intravena dan
sendi maka resiko terjadinya phlebitis akan semakin meningkat. Hal
ini dapat disebabkan karena kurangnya fiksasi dan dekatnya
persambungan selang kanul dengan persendian lainnya. Hal utama
yang perlu diperhatikan sebaiknya jarak pemasangar infus minimal
3-7 cm dan persendian. flehitis yang terjadi dalarn penelitian
termasuk phlebitis mekanik.
Angeles dalam Gayatri & Handayani (2013) menyatakan
hahwa phlebitis mekanik atau fisik dapat terjadi karena kanul yang
terlalu besar untuk vena, iritasi vena selama pemasangan, atau
adanya pergerakan kanul di dalam vena.

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan lokasi pemasangan terapi intravena dari persendian


dengan kejadian phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr R.
Soetrasno Rembang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil hipotesis


menggunakan uji Kendall Tau didapatkan nilai ρ value adalah 0,003
( ≤ 0,005) yang artinya signifikan ada hubungan. Dalam penelitian
ini ada hubungan lokasi pemasangan terapi intravena dari
persendian dengan kejadian phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr R.
Soetrasno Rembang.
Pada perhitungan korelasi juga didapatkan nilai r sebesar
0,602 (0,500-0,750) yang bermakna mempunyai korelasi yang
cukup kuat antara variabel lokasi pemasangan intravena dengan
kejadian phlebitis. Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan yang kuat lokasi pemasangan
terapi intravena dari persendian dengan kejadian phlebitis di
Ruang Teratai RSUD dr R. Soetrasno Rembang.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya phlebitis
diantaranya obat yang dimasukkan dalam suntikan, kecepatan
aliran infus serta bahan kateter yang digunakan, ukuran kateter
infus dan lokasi penusukan yang tidak sesuai (Smetlzer, 2001).
Hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam
melaksanakan SOP pemasangan infus tetapi masih ada yang
terjadi phlebitis hal ini disebabakan karena faktor lain seperti
tindakan pengobatan yang dilakukan, penggunaan kateter infus
yang kurang sesuai dan pergerakan ekstermitas yang dipasang
infus.
Phlebitis merupakan salah satu infeksi nosokomial yang
sering terjadi di rumah sakit. Ditandai dengan inflamasi vena yang
disebabkan oleh iritasi kimia, mekanik maupun bakteri. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan
pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Di
RSUD dr. R. Soetrasno Rembang phlebitis merupakan infeksi
nosokomial yang paling tinggi dibanding infeksi nosokomial lainnya.
didapatkan data infeksi nosokomial phlebitis sebanyak 3,3 %, yang
mana hasil ini masih termasuk tinggi karena menurut standar
Depkes RI angka phlebitis kurang atau sama dengan 1,5 %.
Kejadian phlebitis masih sering terjadi di RSUD dr. R. Soetrasno
Rembang disebabkan karena lokasi pemasangan intravena yang
kurang sesuai.
Pada penelitian ini didapatkan ada responden yang
mengalami phlebitis sebanyak 18 orang, penangan awal yang
dilakukan jika ada timbul tanda-tanda phlebitis adalah mepaskan
alat intravena, meninggikan ekstremitas, mengkaji nadi distal
terhadap area yang phlebitis, menghindari pemasangan intravena
berikutnya di bagian distal vena yang meradang.
Penelitian yang sejalan dilakukan oleh Kamma (2010)
dengan judul hubungan antara pemasangan infus dengan kejadian
phlebitis di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan didapatkan hasil
ada hubungan yang bermakan antara lokasi pemasangan infus
(pvalue = 0,042), jenis cairan infus yang diberikan (pvalue = 0,001)
dan pemasangan infus (pvalue =0,011).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pasaribu, M (2008) dengan judul Analisis Pelaksanaan Standar
Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian
phlebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan didapatkan
hasil ada hubungan antara perawat yang melaksanakan
pemasangan infus sesuai SOP dengan kejadian phlebitis pada
pasien, hal ini terlihat dari p value 0,008. Dari 100 orang sampel
yang di observasi terdapat kejadian phlebitis sebanyak 52 orang
(52%) dan yang tidak phlebitis 48 orang (48%).
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Wayunah (2009)
tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus
dengan kejadian phlebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat
inap RSUD Indramayu didapatkan hasil sebanyak 50.8% jumlah
responden perawat memiliki pengetahuan kurang baik, angka
kejadian phlebitis sebesar 40%, dan sebanyak 53.8% responden
pasien merasa nyaman dengan pemasangan infus yang dilakukan
oleh perawat pelaksana. Hasil analisis lanjut menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang
terapi infus dengan kejadian phlebitis (p=0.000), dan ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus
dengan kenyamanan (p=0.000).
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian merupakan hambatan atau
kelemahan dalam penelitian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
yang merupakan kelemahan penelitian ini adalah :
1. Wilayah penelitian yang hanya dilakukan di Ruang Teratai RSUD dr
R Soetrasno sehingga kurang luas, sehingga ada beberapa
responden yang diambilkan dari luar lokasi penelitian.
2. Terdapat faktor yang mempengaruhi kejadian phlebitis, antara lain:
faktor Jenis cairan (faktor kimiawi), Lokasi pemasangan (faktor
mekanis), Aseptik dressing (faktor bakterial) dan faktor internal
(umur, jenis kelamin dll) akan tetapi yang dilakukan penelitian
hanya faktor lokasi pemasangan (faktor mekanis) saja.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Responden yang lokasi pemasangan intravena di vena basilika
sebanyak 6 orang (30%). responden yang lokasi pemasangan
intravena di vena sefalika sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan
responden yang lokasi pemasangan intravena di vena metacarpal
sebanyak 7 orang (35%).
2. Responden yang tidak phlebitis sebanyak 2 orang (10%).
Responden yang phlebitis ringan sebanyak 10 orang (50%).
Responden yang phlebitis sedang sebanyak 7 orang (35%).
Sedangkan responden yang phlebitis berat sebanyak 1 orang (5%).
3. Uji Kendall Tau didapatkan nilai ρ value adalah 0,003 ( ≤ 0,005)
yang artinya signifikan ada hubungan. Dalam penelitian ini ada
hubungan lokasi pemasangan terapi intravena dari persendian
dengan kejadian phlebitis di Ruang Teratai RSUD dr R. Soetrasno
Rembang.
4. Pada perhitungan korelasi juga didapatkan nilai r sebesar 0,602
(0,500-0,750) yang bermakna mempunyai korelasi yang cukup kuat
antara variabel lokasi pemasangan intravena dengan kejadian
phlebitis. Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa ada hubungan yang kuat lokasi pemasangan terapi
intravena dari persendian dengan kejadian phlebitis di Ruang
Teratai RSUD dr R. Soetrasno Rembang.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit


Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi RSUD dr R.
Soetrasno Rembang sebagai acuan dalam meningkatkan mutu
layanan kesehatan khususnya tentang pencegahan infeksi
nosokomial akibat tindakan invasif pemasangan infus melalui
pembaharuan SOP pemasangan infus dengan lebih spesifik
menentukan lokasi pemasangan infus.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan referensi dan sumber literatur bagi institusi
pendidikan mengenai kejadian phlebitis.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya agar dapat sebagai pedoman dan
acuan dalam meneliti tentang kejadian phlebitis dan sebagai bahan
atau sumber data bagi peneliti berikutnya, bahan pembanding bagi
yang berkepentingan untuk penelitian sejenis yang lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai