Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Puskesmas Batangan, Kecamatan Batangan,


Kabupaten Pati.

B. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas


Batangan tahun 2021 maka dapat digambarkan karakteristik responden sebagai
berikut :

1. Usia

Tabel 4.1
Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

Dewasa 8 80

Lansia 2 20

Total 10 100

Sumber: Data Primer 2021


Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah responden
dengan kategori dewasa berjumlah 8 (80%), sedangkan responden dalam
kategori lansia berjumlah 2 (20%).
2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 3 30

Perempuan 7 70

Total 10 100

Sumber : Data primer 2021


Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang
mempunyai jenis kelamin laki-laki berjumlah 3 orang (30%). Sedangkan
responden yang mempunyai jenis kelamin perempuan berjumlah 7 orang (70%).

3. Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 7 70

SMP 2 20

SMA/Sederajat 1 10

Total 10 100

Sumber : data primer 2021


Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa reponden yang
mempunyai pendidikan SD sebanyak 7 orang (70%), SMP sebanyak 2
orang (20%) dan SMA sebanyak 1 orang (10%).

4. Agama
Tabel 4.4
Distribusi karakteristik responden berdasarkan agama

Agama Frekuensi Persentase (%)

Islam 10 100

Sumber : data primer 2021


Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh
responden beragama islam dengan jumlah 10 orang (100%)
C. Analisa Univariat
1. Diet
Tabel 4.5
Distribusi Diet Responden

Diet Frekuensi Persentase (%)

Baik 4 40
Tidak Baik 6 60

Total 10 100

Sumber : Data primer 2021


Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat disimpulkan bahwa responden
yang mempunyai diet kategori baik sebanyak 4 orang (40%). Responden
yang mempunyai diet dengan kategori tidak baik sebanyak 6 orang (60%)
2. Olahraga
Tabel 4.6
Distribusi Olahraga Responden

Olahraga Frekuensi Persentase (%)

Teratur 4 40

Tidak Teratur 6 60

Total 10 100

Sumber data primer 2021


Berdasarkan tabel 4.6 Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat disimpulkan
bahwa responden yang mempunyai diet kategori baik sebanyak 4 orang
(40%). Responden yang mempunyai diet dengan kategori tidak baik
sebanyak 6 orang (60%)

3. Neuropati Perifer
Tabel 4. 7
Distribusi neuropati perifer responden
Neuropati Perifer Frekuensi Persentase (%)
Tidak Neuropati Perifer 7 70
Neuropati Perifer 3 30
Total 10 100
Sumber: data primer 2021
Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang
masuk dalam kategori neuropati perifer sebanyak 3 orang (30%), sedangkan
yang masuk kategori tidak neuropati perifer sebanyak 7 orang (70%).
D. Analisa Bivariat
1. Hubungan diet dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Melitus)
di Wilayah Kerja Puskesmas Batangan
Tabel 4.8
Hubungan diet dengan neuropati perifer

Diet Neuropati Perifer Total P value

Neuropati Tidak Neuropati


Perifer Perifer

N % N % N %

Baik 1 10 3 30 4 40 0,005

Tidak Baik 6 60 0 0 6 60

Jumlah 7 70 3 30 10 100

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 4.8 diatas hasil analisis hubungan antara diet


dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Mellitus) diperoleh
bahwa sebanyak 6 (60%) pasien DM melakukan diet dengan tidak baik
mengalami neuropati perifer. Sedangkan 3 (30%) pasien DM yang
melakukan diet dengan baik tidak mengalami neropati perifer. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan ada hubungan
yang bermakna (signifikan) antara diet dengan neuropati perifer pada
pasien DM (diabetes mellitus)
2. Hubungan olahraga dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes
Melitus) di Wilayah Kerja Puskesmas Batangan
Tabel 4.9
Hubungan olahraga dengan neurpati perifer pada pasien DM

Olahraga Neuropati Perifer Total P value


Neuropati Tidak Neuropati
Perifer Perifer
N % N % n %
Teratur 1 10 3 30 4 40 0,005
Tidak Teratur 6 60 0 0 6 60
Jumlah 7 70 3 30 10 100
Sumber : data primer 2021
Berdasarkan tabel 4.9 diatas Hasil analisis hubungan antara olahraga
dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Mellitus) diperoleh bahwa
sebanyak 6 (60%) pasien DM tidak olahraga dengan teratur mengalami
neuropati perifer. Sedangkan 3 (30%) pasien DM yang melakukan olahraga
dengan teratur tidak mengalami neropati perifer. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,005 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna (signifikan)
antara olahraga dengan neuropati perifer pada psien DM (diabetes mellitus).
BAB V
PEMBAHASAN
A. Hubungan diet dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Melitus) di
Wilayah Kerja Puskesmas Batangan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 6 (60%) pasien diabetes
melitus yang melakukan diet dengan tidak baik mengalami neuropati perifer.
Sedangkan 3 (30%) pasien DM yang melakukan diet dengan baik tidak mengalami
neropati perifer. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan ada
hubungan yang bermakna (signifikan) antara diet dengan neuropati perifer pada psien
DM (diabetes mellitus).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novyanda
& Hadiyani,(2017) bahwa uji statistis mengenai hubungan diet diabetes melitus dengan
kejadian komplikasi didapatkan p-value= 0,02 yang berarti lebih kecil daripada alpha
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara diet diabetes
melitus dengan kejadian komplikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian lain
yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Yoga, (2011) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan antara 4 pilar pengelolaan diabetes melitus dengan
keberhasilan pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan hasil analisis odds ratio (OR)
= 4,297 dan nilai p value = 0,008 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang
mempunyai pola makan baik berisiko 4 kali untuk berhasil dalam pengelolaan diabetes
melitus tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak baik dan secara statistik bermakna.
Diet diabetes melitus merupakan cara yang dilakukan oleh penderita diabetes
untuk merasa nyaman, mencegah komplikasi yang lebih berat. Serta memperbaiki
kebiasaan makan makan untuk mendapatkan kontrol metabolisme yang lebih baik
dengan cara menurunkan kadar gula darah mendekati normal dengan menyeimbangkan
asupan maknan, insulin/obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik, menurunkan
glukosa dalam urine menjadi menjadi negatif dan mengurangi polidipsi (sering kencing),
memberikan cukup energi untuk mempertahakan atau mencapai berat badan
normalserta menegakkan pilar uama dalam terapi diabebetes melitus sehngga diabetesi
dapat melakukan aktivitas secara normal (Novyanda & Hadiyani, 2017)
Di sebagian besar negara maju, pedoman diet untuk pengelolaan diabetes telah
berevolusi dari fokus pada diet rendah lemak menjadi pengakuan bahwa pertimbangan
yang lebih penting adalah kualitas makronutrien, menghindari makanan olahan
(terutama pati dan gula yang diproses). Konsumsi makanan yang tinggi sayuran, buah,
biji-bijian, kacang-kacangan, dan produk susu seperti yoghurt (Forouhi et al., 2018).
Beberapa pendekatan diet (misalnya, diet rendah karbohidrat) merekomendasikan untuk
membatasi asupan buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan karena kandungan
gula atau patinya (Forouhi et al., 2018).  Banyak pedoman terus merekomendasikan
buah, namun, atas dasar bahwa asupan fruktosa dari buah-buahan lebih baik daripada
asupan isokalorik sukrosa atau pati karena tambahan mikronutrien, fitokimia, dan
kandungan serat buah (Mozaffarian, 2016). .
Ada konsensus untuk mengurangi atau menghindari asupan daging merah
olahan, biji-bijian olahan dan gula (terutama minuman manis gula) baik untuk
pencegahan dan pengelolaan diabetes tipe 2, sekali lagi dengan beberapa peringatan
(Forouhi et al., 2018). Pertama, untuk daging merah yang tidak diproses, bukti
kemungkinan bahaya karena perkembangan diabetes tipe 2 kurang konsisten dan
dalam skala yang lebih kecil.  Kedua, bukti meningkat pada relevansi kualitas
karbohidrat: yaitu bahwa biji-bijian dan serat adalah pilihan yang lebih baik daripada biji-
bijian olahan dan asupan serat harus setidaknya sama tinggi pada orang dengan
diabetes tipe 2 seperti yang direkomendasikan untuk populasi umum, bahwa diet yang
memiliki indeks glikemik dan beban yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan
risiko diabetes tipe 2.
B. Hubungan olahraga dengan neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Melitus)
di Wilayah Kerja Puskesmas Batangan
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara olahraga dengan neuropati perifer
pada pasien DM (Diabetes Mellitus) diperoleh bahwa sebanyak 6 (60%) pasien DM
yang tidak olahraga dengan teratur mengalami neuropati perifer. Sedangkan 3 (30%)
pasien DM yang melakukan olahraga dengan teratur tidak mengalami neropati perifer.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
bermakna (signifikan) antara olahraga dengan neuropati perifer pada psien DM
(diabetes mellitus).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saralangi (2016)
menyatakan terdapat hubungan antara aktivitas fisik (olahraga) dengan kejadian
komplikasi diabetes melitus tipe 2. Nilai koefisien korelasi Kendal tau bernilai negative
(-0,420) yang artinya semakin baik perilaku olahraga maka semakin rendah kejadian
komplikasi diabetes melitus tipe 2.
Aktivitas fisik diperlukan karena terapi farmakologis tidak cukup untuk
mengurangi dan memperlambat perkembangan neuropati perifer diabetik. Olahraga
dapat meningkatkan faktor metabolik yang mempengaruhi kesehatan saraf dan
fungsi mikrovaskular yang secara tidak langsung dapat mencegah kerusakan saraf
perifer. Frekuensi neuropati sensorik dan motorik pada pasien diabetes melitus
yang melakukan olahraga jalan cepat lebih rendah dibandingkan frekuensi neuropati
sensorik dan motorik pada pasien diabetes melitus yang tidak melakukan olahraga jalan
cepat. Persarafan pasien neuropati perifer yang melakukan olahraga dan modifikasi
diet mengalami perbaikan yang dihubungkan dengan penurunan derajat nyeri neuropati
(Kluding et al., 2017).
Pasien neuropati perifer disarankan untuk melakukan aktivitas fisik intensias
ringan, kecuali terdapat ulkus kaki akut. Selain jalan kaki, pasien neuropati perifer
dapat melakukan aktivitas fisik lain seperti olahraga dengan duduk di kursi, berenang,
dan peregangan. Perawatan dan pemeriksaan kaki harian diperlukan agar dapat
melanjutkan aktivitas fisik serta selalu menggunakan alas kaki yang nyaman (Siomos,
Andreoni, Buchholz, dan Dickins, 2017). Kombinasi aktivitas fisik berupa aerobik,
resistance, tai chi, jalan kaki, peregangan/ latihan keseimbangan, dan mengurangi
sedentary behavior serta konsultasi diet dapatmeningkatkan keseimbangan, mengurangi
resiko jatuh, mengurangi nyeri dan fatiq serta memperbaiki persarafan kulit pada
neuropati perifer (Kluding et al., 2017b). Latihan fleksibilitas dan strengthening foot-ankle
selama setahun pada pasien neuropati perifer diabetik menunjukkan terdapat
peningkatan kecepatan berjalan dan level aktivitas sehari-hari, serta peningkatan
kualitas hidup, kekuatan kaki, fungsi kaki, mobilitas fisik dan kemampuan biomekanik
saat berjalan (Monteiro, Sartor, Ferreira, Dantas, Bus, dan Sacco, 2018). Aktivitas
fisik berupa olahraga aerobik intensitas sedang merupakan landasan dalam
meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati perifer Hail
ini sejalan dengan adanya perubahan fisik yang memberikan dampak pada kondisi
psikologis pasien (Dixit, Maiya, dan Shastry, 2014).
Perbaikan fatiq, meningkatkan kebugaran, komposisi tubuh, kualitas tidur,
fungsi vaskular perifer, dan plasma metabolic markers ditemukan pada pasien neuropati
perifer diabetik yang melakukan olahraga aerobik selama 16 minggu (Kluding et al.,
2015). Olahraga merupakan suatu terapi pendukung yang memiliki potensi perbaikan
yang menjanjikan di masa depan bagi pasien diabetes melitus dengan neuropati perifer.
Aktivitas fisik merupakan terapi yang layak, aman dan menjanjikan untuk memperbaiki
derajat neuropati perifer pada pasien diabetes melitustipe 2. Olahraga aerobik
merupakan jenis aktivitas fisik yang dapat mencegah dan mengurangi neuropati perifer
diabetik. Latihan keseimbangan menunjukkan efek positif yang tinggi pada perbaikan
gejala motorik dan sensorik pada neuropati perifer. Latihan keseimbangan merupakan
jenis aktivita fisik yang paling efektif pada pasien neuropati perifer diabetik (Streckmann
et al., 2014). Pasien diabetes melitus dengan neuropati perifer dapat melakukan
berbagai macam jenis aktivitas fisik baik weight bearing atau non weight bearing
exercise (aktivitas fisik yang membuat kaki menahan beban berat badan atau aktivitas
fisik yang tidak membuat kaki menahan beban berat badan). Weight bearing exercise
tidak meningkatkan kejadian ulkus kaki pada pasien diabetes melitus dengan neuropati
perifer yang menggunakan alas kaki dan melakukan pemeriksaan dan perawatan kaki
secara rutin. Akan tetapi ha ini tidak berlaku pada pasien neuropati perifer dengan
deformitas kaki berat seperti charchoot foot. Jalan kaki dan latihan keseimbangan serta
latihan ekstremitas bawah tidak meningkatkan kejadian jatuh pada pasien neuropati
perifer.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Adanya keterbatasan peneliti menggunakan kuesioner terkadang jawaban yang
diberikan oleh sampel tidak menunjukkan keadaan yang sesungguhnya
2. Penelitian dilakukan berbarengan dengan adanya pandemi covid-19 sehingga
menghambat interaksi antara peneliti dan responden.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa responden yang
mempunyai diet kategori baik sebanyak 4 orang (40%). Responden yang
mempunyai diet dengan kategori tidak baik sebanyak 6 orang (60%).
2. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa responden yang mempunyai
diet kategori baik sebanyak 4 orang (40%). Responden yang mempunyai diet
dengan kategori tidak baik sebanyak 6 orang (60%).
3. Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa responden yang
masuk dalam kategori neuropati perifer sebanyak 3 orang (30%), sedangkan yang
masuk kategori tidak neuropati perifer sebanyak 7 orang (70%).
4. Berdasarkan hasil analisis statistik tentang hubungan antara diet dengan neuropati
perifer pada pasien DM (Diabetes Mellitus) diperoleh bahwa sebanyak 6 (60%)
pasien DM melakukan diet dengan tidak baik mengalami neuropati perifer.
Sedangkan 3 (30%) pasien DM yang melakukan diet dengan baik tidak mengalami
neropati perifer. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan
ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara diet dengan neuropati perifer pada
pasien DM (diabetes mellitus).
5. Berdasarkan hasil analisis statistik tentang hubungan antara olahraga dengan
neuropati perifer pada pasien DM (Diabetes Mellitus) diperoleh bahwa sebanyak 6
(60%) pasien DM tidak olahraga dengan teratur mengalami neuropati perifer.
Sedangkan 3 (30%) pasien DM yang melakukan olahraga dengan teratur tidak
mengalami neropati perifer. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara olahraga dengan
neuropati perifer pada psien DM (diabetes mellitus).
B. Saran
1. Bagi peneliti
Sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih luas terkait komplikasi
diabetes melitus khususnya neuropati perifer.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan data untuk referensi dan masukan dalam melakukan penelitian
selanjutnya dengan neuropati perifer. Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar
meneliti lebih banyak variabel yang berhubungan dengan kejadian neuropati perifer
3. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Diharapkan dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu keperawatan yang
berkaitan dengan neuropati perifer
2. Bagi Puskesmas Batangan
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kepentingan dalam penyusunan RUK
(Rancangan Usulan Kegiatan) tahunan supaya menambahkan kegiatan Penyuluhan
tentang penyakit komplikasi diabetes melitus
3. Bagi Teori keperawatan
Penelitian ini diharapkan sebagai masukan dalam pengembangan teori ilmu
keperawatan medikal bedah khususnya tentang komplikasi diabetes melitus.
6.
4. Saran
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Clasification of Diabetes. Vol. 37.
Diabetes Care.

Arofah, I., Raharjo, B., & Setyo, F. (2015). HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN
DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI
SURAKARTA. 12.

Bilous, R., & Donelly, R. (2015). Bilous, R., & Donelly, R. (2015). Buku Pegangan Diabetes
(Edisi 4). Jakarta: Bumi Medika. Bumi Medika.

Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Nuha Medika.

Diabetes Australia. (2015). Type 2 Diabetes. Diabetes Australia.


https://www.diabetesaustralia.com.au/diabetes-australia-researchprogram

Guyton, & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th ed.). EGC.

Harvey, R., & Champe, P. C. (2014). Farmakologi. EGC.

Hutapea, F. S., Kembuan, M. A. H. N., & Maja, P. S. J. (2016). Gambaran Klinik Neuropati pada
Pasien Diabetes Melitus di Polikilinik Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Periode
Juli 2014-Juni 2015. Jurnal E-Clinic, 4.

Kariadi, & Hartini, S. (2009). Kariadi, Sri Hartini. 2009. Diabetes? SiapaTakut?
PanduanLengkapuntukDiabetesi,KeluargannyadanProfesionaldis.Bandung: PT
MizanPustaka. Mizan Pustaka.
Khan, F. F., Numan, A., Khawaja, K. I., Atif, A., Fatima, A., & Masud, F. (2015).
PERFORMANCE OF TWO DIFFERENT CLINICAL SCORING SYSTEMS IN
DIAGNOSING DISTAL SENSORY POLYNEUROPATHY IN PATIENTS WITH TYPE-2
DIABETES. Journal of Ayub Medical College, Abbottabad: JAMC, 27(1), 187–191.

Lumb, A. (2014). Diabetes and exercise. Clinical Medicine, 14(6), 673–676.


https://doi.org/10.7861/clinmedicine.14-6-673

Novitasari, R. (2012). Diabetes Melitus 1. Nuha Medika.

Novyanda, H., & Hadiyani, W. (2017). HUBUNGAN ANTARA PENANGANAN DIABETES


MELITUS: EDUKASI DAN DIET TERHADAP KOMPLIKASI PADA PASIEN DM TIPE 2
DI POLIKLINIK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG. Jurnal Keperawatan
Komprehensif (Comprehensive Nursing Journal), 3(1), 25–33.
https://doi.org/10.33755/jkk.v3i1.81

PERKENI. (2011). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia.

Prasetyani, D., & Martiningsih, D. (2019). View of ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN NEUROPATI DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2.
http://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/article/view/489/433

Prasetyo, M. A. (2011). Pengaruh Penambahan Alpha Liopic Acid Terhadap Perbaikan


Penderita Polineuropati Diabetika. Universitas Diponegoro.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Poses Penyakit. EGB.

Priyoto. (2015). Perubahan dalam Perilaku Kesehatan Konsep dan Aplikasi. Graha Ilmu.

Purbondari, & Arum. (2014). Hubungan keparuhan Pengobatan dengan Kejadian Komplikasi
Neuropati Diabetes Tipe 2. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Purwanto, & Nasrul Hadi. (2011). Hubungan Pengetahuan tentang Diet Diabetes Mellitus
dengan Kepatuhan Pelaksanaan Diet padaPenderita Diabetes Mellitus.

Putro, P. J. S., & Suprihatin. (2012). Pola Diet Tepat Jumlah, Jadwal, Dan Jenis Terhadap
kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal STIKES, 5.

Qilsi, F. R. M., & Ardiansyah, M. (2012). Hubungan Hiperglikemik, Usia, dan Lama Menderita
Pasien Diabetes Melitus dengan Angka Kejadian Neuropati.
Qureshi, M. S., Iqbal, M., Zahoor, S., Ali, J., & Javed, M. U.American Diabetes Association. (2014).

Diagnosis and Clasification of Diabetes. Vol. 37. Diabetes Care.

Forouhi, N. G., Misra, A., Mohan, V., Taylor, R., & Yancy, W. (2018). Dietary and nutritional

approaches for prevention and management of type 2 diabetes. The BMJ, 361, k2234.

https://doi.org/10.1136/bmj.k2234

Mozaffarian, D. (2016). Dietary and Policy Priorities for Cardiovascular Disease, Diabetes, and

Obesity: A Comprehensive Review. Circulation, 133(2), 187–225.

https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.115.018585

Novyanda, H., & Hadiyani, W. (2017). HUBUNGAN ANTARA PENANGANAN DIABETES

MELITUS: EDUKASI DAN DIET TERHADAP KOMPLIKASI PADA PASIEN DM TIPE 2

DI POLIKLINIK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG. Jurnal Keperawatan

Komprehensif (Comprehensive Nursing Journal), 3(1), 25–33.

https://doi.org/10.33755/jkk.v3i1.81

PERKENI. (2011). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia.

Risnasari, N. (2014). HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES

MELLITUS DENGAN MUNCULNYA KOMPLIKASI DI PUSKESMAS PESANTREN

IIKOTA KEDIRI. 01, 5.


Saralangi, R. (2016). HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI DIABETES

MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. 16.

Smeltzer, S. C., & Brenda, G. B. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (8th ed., Vol.

2). EGC.

Sudoyo, A. W., Setiyohandi, B., Alwi, I., Simadribata, K. M., & Sotiati, S. (2007). Buku Ajar Ilmu

Penyekit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

(2017). Ambulatory screening of diabetic neuropathy and predictors of its severity in outpatient
settings. Journal of Endocrinological Investigation, 40(4), 425–430.
https://doi.org/10.1007/s40618-016-0581-y

Rendi, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika.

Rusli, L., & Sumardianto. (2000). Filsafat Olahraga. DEPDIKNAS.

Saralangi, R. (2016). HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI DIABETES


MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. 16.

Setiati, S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Vol. V. Interna Publishing.

Smeltzer, S. C., & Brenda, G. B. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (8th ed., Vol.
2). EGC.

Sudoyo, A. W., Setiyohandi, B., Alwi, I., Simadribata, K. M., & Sotiati, S. (2007). Buku Ajar Ilmu
Penyekit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

Suyanto, & Susanto, A. (2016). Faktor—Faktor yang berhubungan dengan kejadian neuropati
perifer diabetik. J Keperawatan Dan Pemikir Ilm.

Tanhardjo, J., Pinzon, R. T., & Sari, L. K. (2016). Perbandingan rerata kadar HbA1c pada
pasien Diabetes Melitus Dengan Neuropati dan Tanpa Neuropati. 1.
Tesfaye, S., Boulton, A. J. M., Dyck, P. J., Freeman, R., Horowitz, M., Kempler, P., Lauria, G.,
Malik, R. A., Spallone, V., Vinik, A., Bernardi, L., Valensi, P., & Toronto Diabetic
Neuropathy Expert Group. (2010). Diabetic neuropathies: Update on definitions,
diagnostic criteria, estimation of severity, and treatments. Diabetes Care, 33(10), 2285–
2293. https://doi.org/10.2337/dc10-1303

Umpierre, D. (2011). Physical Activity Advice Only or Structured Exercise Training and
Association With HbA 1c Levels in Type 2 Diabetes: A Systematic Review and Meta-
analysis. JAMA, 305(17), 1790. https://doi.org/10.1001/jama.2011.576

Warburton, D. E. R., Nicol, C. W., & Bredin, S. S. D. (2006). Health benefits of physical activity:
The evidence. CMAJ: Canadian Medical Association Journal = Journal de l’Association
Medicale Canadienne, 174(6), 801–809. https://doi.org/10.1503/cmaj.051351

Wulandari, I. (2017). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Dan Terapi Kelereng Terhadap
Neuropati Perifer Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Faletehan Heal J.

Yasa, I. D. P. G. P., Wanjaya, I. K. O., Rahayu, V. E. S., & Rasdini, I. G. A. A. (2020).


HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN DIABETIK NEUROPATI PERIFER PADA
PASIEN DM TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABIANSEMAL II TAHUN 2019.
JURNAL GEMA KEPERAWATAN, 13(1), Article 1. http://www.ejournal.poltekkes-
denpasar.ac.id/index.php/JGK/article/view/1173

Yoga, A. S. (2011). Hubungan antara 4 Pilar Penanganan Diabetes Mellitus dengan


Keberhasilan Pengelolaan DM Tipe2. FK UNPAD.

Anda mungkin juga menyukai