Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambar 5. Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo merupakan Fakultas

Kedokteran pertama dan satu-satunya di Sulawesi Tenggara yang pada

tanggal 20 September 2011 keluar SK Rektor Nomor 413/SK/UN29/PP/2011

tentang berdirinya Fakultas Kedokteran internal dalam lingkungan

Universitas Halu Oleo. Dengan Dr. dr. Juminten Saimin, Sp.OG (K) selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Pada tanggal 29 Juli 2017 berdasarkan keputusan Perkumpulan

LAMPTKes Nomor 0413/LAM-PTKes/Akr/Sar/VII/2017 tentang Status,

66
67

Nilai dan Peringkat Akreditasi Program Studi Sarjana Kedokteran Universitas

Halu Oleo Kendari, terakreditasi dengan nilai 308 dengan status akreditasi B

(Baik) yang berlaku hingga 29 Juli 2022.

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo saat ini memiliki 2 gedung.

Masing-masing gedung terdiri dari 3 lantai. Gedung yang berada di depan

terdiri dari ruang kuliah dan laboratorium. Gedung yang berada dibelakang

terdiri dari 4 ruang kuliah, aula, kantin, mushola, perpustakaan, ruang tutorial,

ruang CSL, ruang dekan, ruang untuk masing-masing wakil dekan 1, 2, dan 3,

ruang ketua jurusan, ruang ketua program studi, ruang dosen, ruang

keuangan, dan ruang perlengkapan.

Proses pembelajaran pada Program Studi Pendidikan Dokter

menggunakan pembelajaran terintegrasi, bertumpu pada masalah dan

pembelajaran berbasis kompetensi yang mendorong mahasiswa belajar aktif

secara mandiri sebagai bekal untuk belajar sepanjang masa. Program

pembelajaran untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

yaitu perkuliahan, praktikum ilmu-ilmu biomedis dan praktikum keterampilan

klinis (CSL), penugasan, tutorial dengan pendekatan Problem Based Learning

(PBL), Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan penelitian terakhir yaitu membuat

skripsi.

Jadwal perkuliahan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo berlangsung selama 5 hari yaitu senin hingga jumat. Proses perkuliahan

dimulai dari pukul 07.30 – 15.30 untuk perkuliahan blok, jika terdapat

perkuliahan non blok dimulai pada pukul 16.00 – 17.30. Hal ini sudah
68

menjadi suatu rutinitas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo. Sistem evaluasi belajar pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo yaitu ujian praktikum laboratorium, uji keterampilan

klinik, dan ujian final teori yang dilakukan pada setiap akhir blok.

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo terdapat beberapa organisasi

kemahasiswaan yang mampu membantu mahasiswa dalam pengembangan

diri, minat dan bakat seperti Dewan Perwakilan Mahasiwa (DPM), Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM), Tim Bantuan Medis (TBM) Ischiadicus,

Medical Recearch Club (MRC), Asean Medical Student Association

(AMSA). Masing-masing UKMF memiliki program kerja tersendiri dan

menjadi jalan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

dalam mencari hal lain selain kegiatan perkuliahan sehingga memudahkan

dalam melakukan interaksi dan berbagi pemikiran dengan mahasiswa lainnya

baik itu dengan mahasiswa yang seangkatan maupun berbeda.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2022 Fakultas

kedokteran Universitas Halu Oleo Kota Kendari. Hasil penelitian ini

digambarkan dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat

digunakan untuk mendeskripsikan gambaran karakteristik variabel dependen

dan variabel independen. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui

hubungan antara stres dengan kejadian gastritis pada pasien rawat jalan di

Puskesmas Mokoau Kota Kendari. Sampel dalam penelitian ini berjumlah

136 responden yang terdiri dari sampel gastritis yang berjumlah 68 responden

dan sampel yang tidak mengalami gastritis yang berjumlah 68 responden.

Berdasarkan hasil penelitian perbedaan tingkat kecemasan mahasiswa


69
Fakultas Kedokteran Halu Oleo yang tinggal di kos dengan yang tinggal

Bersama orang tua pada angkatan 2021 diperoleh hasil yang disajikan sebagai

berikut:

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Angkatan, Usia, dan Jenis

Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan angkatan, usia dan jenis

kelamin ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:


70

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Angkatan, Usia, dan Jenis

Kelamin

Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Responden
Angkatan

2021 130m 100


Jenis Kelamin

Laki-Laki 30 23.1
Perempuan 100 76.9
Total 100
Sumber: Data Primer

Berdasakan data responden yang pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa

pada penelitian ini diikuti oleh mahasiswa angkatan 2021 dengan jumlah

130 responden (100%), dengan distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin

perempuan dengan jumlah 100 responden (76,9%) dan jenis kelamin

laki-laki dengan jumlah 30 responden (23,1%).


71

2. Analisis Univariat

Analisis univariat mencakup karakteristik responden penelitian

berdasarkan tingkat kecemasan yang tinggal di kos dan yang tinggal

bersama orang tua pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo angkatan 2021.

a. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Berdasarkan kuesioner HARS dari 130 responden, didapatkan

data tingkat kecemasan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo angkatan 2021 dapat dilihat pada Tabel 6,

sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan tingkat kecemasan

Kecemasan Jumlah(n) Persentase (%)


Tidak Ada Kecemasan 39 30.0
Kecemasan Ringan 58 44.6
Kecemasan Sedang 23 17.7
Kecemasan Berat 10 7.7
Total 130 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 6 dapat dikemukakan bahwa dari 130

responden, yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 58

responden (44,6%), Kecemasan sedang 23 responden (17,7%),

Kecemasan berat 10 responden (7,7%) dan tidak ada kecemasan 39

responden (30,0%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Cemas yang tinggal


di Kos

Berdasarkan kuesioner Hamilton Anxiety rating Scale (HARS) dari

50 responden yang tinggal di Kos, didapatkan data tingkat stress


72
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

angkatan 2018-2020 dapat dilihat pada Tabel 7, sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Stress

Kecemasan Jumlah(n) Persentase (%)


Tidak Ada Kecemasan 16 32.0
Kecemasan Ringan 22 44.0
Kecemasan Sedang 10 20.0
Kecemasan Berat 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 7 dapat dikemukakan bahwa dari 50

responden yang tinggal di kos, yang tidak mengalami kecemasan

sebanyak 16 responden (32,0%), 22 responden (44,0%) mengalami

kecemasan ringan, 10 responden (20,0%) mengalami kecemasan

sedang dan 2 responden (4,0%) mengalami kecemasan berat.

c. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Cemas yang tinggal


di Bersama Orang Tua

Berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yang

diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan dari 87

responden, didapatkan data Indeks Massa Tubuh (IMT) pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan

2018-2020 dapat dilihat pada Tabel 8, sebagai berikut

Tabel 8. Distribusi responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh


(IMT) Jumlah (n) Persentase (%)
Kurus 14 16,1
Normal 35 40,2
Berat Badan Lebih 17 19,5
Obesitas 1 14 16,1
Obesitas 2 7 8,0
Total 87 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 8 dapat dikemukakan bahwa dari 87


73
responden, sebanyak 14 responden (16,1%) memiliki IMT kategori

kurus, 35 responden (40,2%) memiliki IMT kategori normal, 17

responden (19,5%) memiliki IMT kategori berat badan lebih, 14

responden (16,1%) memiliki IMT kategori obesitas 1 dan 7

responden (8,0%) memiliki IMT kategori obesitas 2.

d. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkar Perut

Berdasarkan pengukuran lingkar perut dari 87 responden,

didapatkan data lingkar perut pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo angkatan 2018-2020 dapat dilihat pada Tabel

9, sebagai berikut:

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkar Perut

Lingkar Perut Jumlah (n) Persentase (%)


Normal 69 79,3
Obesitas Viseral 18 20,7
Total 87 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 9 dapat dikemukakan bahwa dari 87

responden, sebanyak 69 responden (79,3%) memiliki lingkar perut

kategori normal, dan 18 responden (20,7%) memiliki lingkar perut

kategori obesitas viseral.


74
75

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat mencakup hubungan indeks massa tubuh dengan

dispepsia, hubungan lingkar perut dengan dispepsia dan hubungan

tingkat stress dengan dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo angkatan 2018-2020.

a. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Dispepsia

Hubungan indeks massa tubuh dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan

2018-2020 dijelaskan pada tabel 10 dibawah ini:

Tabel 10. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Dispepsia

Dispepsia
Indeks Massa Tidak P-
Dispepsia Total
Tubuh (IMT) Dispepsia Value
n % n % n %
Kurus 5 5,7 9 10,3 14 16,1
Normal 19 21,8 16 18,4 35 40,2
Berat Badan Lebih 5 5,7 12 13,8 17 19,5 0,024
Obesitas 1 7 8,0 7 8,0 14 16,1
Obesitas 2 7 8,0 0 0,0 7 8,0
Total 43 49,4 44 50,6 87 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 10 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,024. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 5

responden (5,7%) dengan IMT kategori kurus, 19 responden (21,8%)

dengan IMT kategori normal, 5 responden (5,7%) dengan IMT

kategori berat badan lebih, 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori

obesitas 1 dan 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori obesitas 2

mengalami dispepsia. Sedangkan sebanyak 9 responden (10,3%)

dengan IMT kategori kurus, 16 responden (18,4%) dengan IMT

kategori normal, 12 responden (13,8%) dengan IMT kategori berat


76
badan lebih, dan 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori obesitas 1

yang tidak mengalami dispepsia.

a. Hubungan Lingkar Perut Dengan Dispepsia

Hubungan lingkar perut dengan dispepsia pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan 2018-2020

dijelaskan pada tabel 11 dibawah ini:

Tabel 11. Hubungan Lingkar Perut Dengan Dispepsia

Dispepsia
Tidak P-
Lingkar Perut Dispepsia Total
Dispepsia Value
n % n % n %
Normal 30 34,5 39 44,8 69 79.3
0,030
Obesitas Viseral 13 14,9 5 5,7 18 20,7
Total 43 49,4 44 50,6 87 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 11 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,030. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara lingkar perut dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 30

responden (34,5%) memiliki lingkar perut kategori normal

mengalami dispepsia dan 13 responden (14,9%) memiliki lingkar

perut kategori obesitas viseral mengalami dispepsia. Sedangkan

sebanyak 44 responden (50,6%) tidak mengalami dispepsia terdiri

atas kategori lingkar perut normal sebanyak 39 responden (44,8%)

dan kategori obesitas viseral sebanyak 5 responden (5,7%).


77

b. Hubungan Tingkat Stress Dengan Dispepsia

Hubungan tingkat stress dengan dispepsia pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan 2018-2020

dijelaskan pada tabel 12 dibawah ini:

Tabel 12. Hubungan Tingkat Stress Dengan Dispepsia

Dispepsia
Tingkat Tidak
Dispepsia Total P-Value
Stress Dispepsia
n % n % n %
Stress Rendah 3 3,4 16 18,4 19 21,8
Stress Sedang 9 10,3 14 16,1 23 26,4 0,000
Stress Tinggi 31 35,6 14 16,1 45 51,7
Total 43 49,4 44 50,6 87 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 12 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,000. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat stress dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 43

responden (49,4%) mengalami dispepsia terdiri atas 3 responden

(3,4%) dengan kategori stress rendah, 9 responden (10,3%) dengan

kategori stress sedang, dan 31 responden (35,6%) dengan kategori

stress berat. Sedangkan responden yang tidak mengalami dispepsia

diantaranya kategori stress rendah dengan jumlah 16 responden

(18,4%), kategori stress sedang dengan jumlah 14 responden

(16,1%) dan kategori stress berat dengan jumlah 14 responden

(16,1%).
78
C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Angkatan 2018-2020

Berdasakan data responden yang pada Tabel 5, dapat dilihat

bahwa pada penelitian ini diikuti oleh mahasiswa angkatan 2018-

2020, dengan jumlah responden terbanyak dari angkatan 2018

dengan jumlah 34 responden (39,1%).

Angkatan 2018-2020 merupakan mahasiswa aktif Program

Studi Pendidikan Dokter tahun 2021 di Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo. Mahasiswa adalah seseorang yang sedang

dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang

menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang

terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan

universitas. Mahasiswa Aktif adalah mahasiswa yang terdaftar pada

semester tertentu sehingga berhak mengikuti kegiatan akademik

serta mendapatkan layanan administratif dan akademik (Hartaji,

2012).

Bentuk pendidikan yang dilalu mahasiswa kedokteran selama

menempuh program sarjana kedokteran antara lain perkuliahan,

praktikum ilmu-ilmu biomedis dan praktikum keterampilan klinis

(CSL), penugasan, tutorial dengan pendekatan Problem Based

Learning (PBL), Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan penelitian terakhir

yaitu membuat skripsi. Selain itu banyak mahasiswa kedokteran


79

berasal dari luar pulau sehingga memungkinkan mahasiswa untuk

kos/kontrak dan berjauhan dengan orang tua (Christyanti dkk.,

2010).

Angka kejadian dispepsia pada mahasiswa aktif Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiah Palembang tahun 2013

sebanyak 151 orang (58,5%) (Rahmi, 2014).

Berdasarkan penelitian tentang tingkat stres yang dilakukan di

Saudi Arabia, diketahui bahwa prevalensi stres pada mahasiswa

fakultas kedokteran adalah 57% dimana 21,5% diantaranya

merupakan stres ringan, 15,8% stres sedang, dan 19,6% stres berat

(Abdulghani, 2008). Di Iran, penelitian sejenis yang diikuti 129

partisipan menunjukkan prevalensi stres pada mahasiswa fakultas

kedokteran adalah 61,47% dimana 26,22% diantaranya merupakan

stres ringan, 20,5% stres sedang, dan 14,75% stres berat (Marjani,

dkk., 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Diani (2018) di Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Indonesia pada 215 responden,

terdapat 35,5% yang mengalami obesitas yang mencerminkan bahwa

mahasiswa mempunyai risiko tinggi mengalami obesitas

dibandingkan populasi umum.

b. Usia

Berdasarkan tabel 5, Distribusi responden berdasarkan usia

menunjukkan bahwa dari total 87 responden berada pada rentang


80

usia 18-22 tahun. Mahasiswa merupakan masa memasuki masa

dewasa yang pada umum berada pada rentang usia 18-25 tahun, pada

masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

perkembangannya, termasuk memiliki tanggung jawab terhadap

kehidupannya untuk memasuki masa dewasa (Hulukati dkk., 2018).

World Health Organization (WHO) (2014) mengungkapkan

bahwa Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak

anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 12

tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Pada masa

ini remaja mengalami proses pematangan fisik yang lebih cepat dari

pada pematangan psikososialnya dan semakin banyak menghabiskan

waktu diluar keluarga.

Studi mengenai jumlah remaja yang mengalami stres di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa rentang usia 12-18 tahun, di

dapatkan 59,7% mengalami stres (49% mengalami stres berat,

sisanya mengalami stres sedang dan ringan) yang disebabkan karena

berbagai macam hal seperti keluarga, pelajaran, pergaulan,

lingkungan dan masih banyak lagi (K, Madvhi et al., 2013).

Prevalensi dispepsia berdasarkan kriteria umur ditemukan

meningkat secara signifikan yaitu : 7,7% pada umur 15-17 tahun,

17,6% pada umur 18-24 tahun, 18,3% pada umur 25-34 tahun,

19,7% pada umur 35-44 tahun, 22,8% pada umur 45-54 tahun,
81

23,7% pada umur 55-64 tahun, dan 24,4% pada umur di atas 65

tahun (Brun & Kuo, 2010).

Indeks massa tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor

diantaranya Usia, prevalensi obesitas meningkat secara terus

menerus dari usia 20-60 tahun (Sugiritama dkk, 2015).

c. Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5 distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin

perempuan dengan jumlah 48 responden (55,2%) dan jenis kelamin

laki-laki dengan jumlah 39 responden (44,8%).

Penelitian di sebuah universitas di India didapatkan bahwa

sebanyak 57,2% mahasiswa laki-laki mengalami stres dan angka ini

lebih tinggi daripada mahasiswi perempuan yang hanya 25,2% (K,

Madvhi et al., 2013). Hasil penelitian pada mahasiswa kedokteran di

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung didapatkan prevalensi

stres adalah 71%, dimana 23,6% diantaranya adalah wanita dan

76,4% diantaranya adalah pria (Aguesti, 2015).

Penelitian di Amerika Serikat mengenai prevalensi

berdasarkan jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan antara pria dan wanita. Beberapa penelitian menunjukkan

perbandingan prevalensi penderita dispepsia wanita lebih banyak

dari pada laki-laki yaitu sebesar 4:1 (Abdeljawad dkk., 2017). Hal ini

karena pada perempuan lebih rentan untuk mengalami stres, pola


82

makan sering tidak teratur dan pada wanita sering menjalankan

program diit yang salah, menggunakan obat-obat pelangsing yang

justru membuat produksi asam lambung terganggu (Widya dkk.,

2015). Perempuan memiliki ekspektasi yang berbeda terhadap

perasaan tidak nyaman ketika mengalami gejala seperti perut

kembung atau nyeri perut, hal ini karena penyakit ini dianggap

subjek sensitif dan kondisi memalukan yang mungkin lebih sulit bagi

perempuan untuk mengatasi daripada laki-laki, sehingga perempuan

lebih sering datang kontrol ke pelayanan kesehatan untuk

memeriksakan keluhannya ini ( Farejo dkk., 2007)

Di Indonesia, hasil penelitian didapatkan, penderita dispepsia

paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 55,7%

(Hemriyantton dkk., 2017). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi obesitas dilihat dari jenis

kelamin. Prevalensi obesitas pada wanita ada di angka 32,9 persen,

jauh lebih tinggi daripada pria di angka 19,7 persen (Kurdanti dkk.,

2015).

2. Kejadian Sindroma Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo Angkatan 2018-2020

Berdasarkan tabel 6 dapat dikemukakan bahwa dari 87

responden, yang mengalami sindrom dispepsia sebanyak 43

responden (49,4%). Pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan 2014-2016


83

persentase kejadian dispepsia cukup tinggi yaitu 78,6% (Suyanto,

2017).

Kejadian sindrom dispepsia ini merupakan salah satu

masalah kesehatan yang cukup mengganggu dikarenakan rasa nyeri

atau rasa tidak nyaman yang dialami oleh pasien seringkali bersifat

kronik dan dapat kambuh kembali. Meskipun terkadang gejala yang

timbul pada setiap orang berbeda dan dapat diobati sendiri, namun

tidak sedikit pula pasien yang datang berobat kepada dokter dengan

keluhan sindrom dispepsia tersebut (Rahmadya dkk,2019)

Kejadian dispepsia menurut World Health organization

(WHO) terjadi pada usia remaja dimana mahasiswa juga berada pada

kategori usia tersebut. Mahasiswa memiliki banyak rutinitas, mulai

dari kegiatan akademik, tugas kuliah, diskusi kelompok, maupun

kegiatan non-akademik lainnya. Kepadatan aktifitas tersebut

membuat seseorang mengabaikan atau menunda waktu makan.

Dispepsia dapat terjadi pada mahasiswa dengan gejala yang

bervariasi, adapun mekanisme yang mendasari yaitu gangguan

motilitas usus, hipersensitivitas, infeksi, maupun factor psikososial.

Meskipun gejala ini tidak fatal, namun gangguan ini dapat

mengganggu aktifitas sehari-hari. Dispepsia berdampak pada pasien

dan pelayanan kesehatan, walaupun tidak meningkatkan angka

kematian (Hasanuddin, 2019).


84

Perubahan gaya hidup, prestasi akademik, jadwal kuliah yang

padat, lingkungan pertemanan, menyesuaikan diri jauh dari rumah

untuk pertama kali, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial

yang baru serta pola makan mahasiswa yang tidak teratur menjadi

faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia (Rahmi, 2014).

3. Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo Angkatan 2018-2020

Berdasarkan tabel 8, terdapat sebanyak 14 responden (16,1%)

memiliki IMT kategori kurus, 35 responden (40,2%) memiliki IMT

kategori normal, 17 responden (19,5%) memiliki IMT kategori berat

badan lebih, 14 responden (16,1%) memiliki IMT kategori obesitas 1

dan 7 responden (8,0%) memiliki IMT kategori obesitas 2.

Gambaran indeks massa tubuh pada setiap mahasiswa tahun

pertama dan kedua menunjukkan laki-laki kategori obesitas

sebanyak 54,5% dan 44,8%. Perempuan pada tahun pertama dan

kedua termasuk pada kategori normal sebanyak 49,3% dan 40,3%

(Faiq dkk., 2018).

Pada penelitian yang dilakukan Habut dkk. (2015) Pada 107

responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana dominan memiliki IMT pada kategori

overweight sebanyak 27 responden (25,2%), kategori aktivitas fisik

yang dominan adalah kategori aktivitas fisik rendah sebanyak 41

responden (38,3%), dan kategori keseimbangan dinamis yang


85

dominan adalah tidak seimbang yaitu sebanyak 61 responden (57%).

Dapat dilihat bahwa cukup banyak mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang mengalami kelebihan berat badan karena

perilaku atau aktivitas terbatas yang menimbulkan

ketidakseimbangan antara energy yang masuk dan keluar.

4. Lingkar Perut pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo Angkatan 2018-2020

Berdasarkan tabel 9 dapat dikemukakan bahwa sebanyak 69

responden (79,3%) memiliki lingkar perut kategori normal, dan 18

responden (20,7%) memiliki lingkar perut kategori obesitas visceral.

Pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran

Universitas Sumatera Utara diperoleh bahwa baik pada responden

perempuan maupun laki-laki sebagian besar memiliki lingkar perut

dalam kategori normal yaitu 83,9% pada perempuan dan 57,1% pada

laki-laki (Lubis, 2021).

Pada penelitian yang dilakukan Santoso dkk (2017) pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara

didapatkan Sebanyak 17 (24,6%) subjek laki-laki memilki lingkar

pinggang di atas 90 cm, dan 38 (23,2%) subjek perempuan memiliki

lingkar pinggang di atas 80 cm. Kelompok mahasiswa merupakan

kelompok remaja yang rentan terhadap obesitas. Selain perubahan

pola hidup, seperti duduk terlalu lama, jarang berolahraga, merokok,


86

mahasiswa juga cenderung memilih makanan siap saji, tidak cukup

mengonsumsi buah dan sayur.

5. Tingkat Stress pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo Angkatan 2018-2020

Berdasarkan tabel 7 dapat dikemukakan bahwa mahasiswa

yang mengalami stress rendah sebanyak 19 responden (21,8%), 23

responden (26,4%) mengalami stress sedang dan 45 responden

(51,7%) mengalami stress tinggi.

Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran

universitas riau ditemukan frekuensi terbanyak adalah stres sedang

yaitu 95 responden (57,23%), sedangkan frekuensi tingkat stres

paling sedikit yaitu stres sangat berat sebanyak 4 responden (2,41%)

(Wahyudi dkk., 2015).

Tingkatan stres mahasiswa Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2017 setelah 1

tahun mengikuti perkuliahan. Dari data diatas didapatkan bahwa

mayoritas mahasiswa mengalami stres sedang yaitu 91 responden

(48,4%), diikuti oleh stres berat (40,4%), kemudian stres ringan

(11,2%) (Rahmayani dkk.,2019).

Pada mahasiswa tahun pertama terjadi banyak perubahan atau

transisi kehidupan, Perubahan yang terjadi dapat berupa gaya

belajar, tugas-tugas perkuliahan, target pencapaian dan masalah

lainnya. Penyesuaian tersebut dapat diperberat dengan adanya faktor


87

personal seperti kondisi keuangan, tinggal jauh dari orang tua untuk

pertama kalinya, adaptasi dengan lingkungan baru serta masalah

lainnya yang harus dihadapi oleh masing-masing individu

(Rahmayani dkk.,2019).

6. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Dispepsia

Berdasarkan tabel 10 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,024. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 5

responden (5,7%) dengan IMT kategori kurus, 19 responden (21,8%)

dengan IMT kategori normal, 5 responden (5,7%) dengan IMT

kategori berat badan lebih, 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori

obesitas 1 dan 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori obesitas 2

mengalami dispepsia. Sedangkan sebanyak 9 responden (10,3%)

dengan IMT kategori kurus, 16 responden (18,4%) dengan IMT

kategori normal, 12 responden (13,8%) dengan IMT kategori berat

badan lebih, dan 7 responden (8,0%) dengan IMT kategori obesitas 1

yang tidak mengalami dispepsia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Le Pluart dkk. (2016), bahwa ditemukan hubungan antara IMT

dengan dispepsia fungsional yang tidak dipengaruhi oleh jenis

kelamin. Peningkatan risiko dispepsia untuk orang gemuk bisa


88

menjadi akibat langsung dari ukuran makanan yang dimakan, yang

menyebabkan distensi lambung yang cepat dan bolus osmotik ke

usus kecil yang tidak dapat ditangani secara normal. Selain itu, efek

endokrin langsung adipokin dapat mempengaruhi motilitas saluran

pencernaan. Pengosongan lambung yang cepat pada orang gemuk,

penurunan waktu transit usus atau kolon dan perubahan respons

sekretori juga mempengaruhi hubungan antara IMT dan dispepsia.

Penelitian yang dilakukan Beh dkk (2021) yang dilakukan

pada 1002 responden orang dewasa Asia di Malaysia menunjukkan

bahwa adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh kategori kurus

dengan kejadian dispepsia yang tidak dipengaruhi adanya kecemasan

maupun depresi. Hubungan tersebut terjadi disebabkan oleh adanya

pembatasan diet oleh pasien akibat dari gejala dispepsia yang

presisten sehingga menyebabkan IMT kategori kurus. Jenis kelamin

wanita lebih cenderung mengalami dispepsia dengan IMT kategori

Kurus. Obesitas morbid merupakan factor risiko terjadinya

dispepsia.

Mohamed dan Ali (2014) meningkatnya IMT berhubungan

positif dengan beberapa gejala gastrointestinal seperti konstipasi,

dispepsia, dan rasa terbakar pada ulu hati. Sedangkan pada penelitian

ini didapati frekuensi penderita dispepsia terbanyak pada kategori

normal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup seperti kebiasaan

makan dan minum dari responden pada kategori tersebut, dari 21


89

orang yang menderita dispepsia diperoleh 7 orang memiliki pola

makan tidak teratur, 16 orang memiliki kebiasaan mengonsumsi

makanan iritatif dan 11 orang mempunyai kebiasaan mengonsumsi

minuman iritatif.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Indra (2018) pada mahasiswa FK universitas Sumatera

Utara dimana Tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh

dengan dispepsia. Pada penelitian Bansode dkk (2018) juga

diperoleh hasil bahwa tidak ditemukan hubungan antara IMT dengan

dispepsia. Bahkan berdasarkan hasil endoskopi tidak ada perbedaan

yang signifikan di antara variasi kategori IMT pada kasus yang

diteliti (p value>0,05).

Mekanisme yang mendasari hubungan antara gejala dispepsia

dan IMT tidak sepenuhnya dipahami, hubungan dengan penurunan

berat badan mungkin terkait dengan relaksasi adaptif lambung dan

hipersensitivitas pada pasien dispepsia. Sebuah studi tentang

dispepsia telah menyatakan bahwa, meskipun rasa cepat kenyang

dan gangguan akomodasi fundus dalam beberapa subjek akan

menyebabkan kekurangan gizi dan oleh karena itu status IMT

mereka underweight, tetapi pada kenyataannya, sebagian besar

datang dengan IMT normal bahkan overweight (Ogisu dkk., 2020).


90

7. Hubungan Lingkar Perut Dengan Dispepsia

Berdasarkan tabel 11 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,030. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara lingkar perut dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 30

responden (34,5%) memiliki lingkar perut kategori normal

mengalami dispepsia dan 13 responden (14,9%) memiliki lingkar

perut kategori obesitas viseral mengalami dispepsia. Sedangkan

sebanyak 44 responden (50,6%) tidak mengalami dispepsia terdiri

atas kategori lingkar perut normal sebanyak 39 responden (44,8%)

dan kategori obesitas viseral sebanyak 5 responden (5,7%).

Jaringan adiposa perut terdiri dari dua jenis lemak yang

berbeda secara fungsional dan anatomis yaitu jaringan adiposa

viseral dan subkutan. Jaringan adiposa visceral tidak hanya memiliki

efek metabolik, tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-

abdomen. Selanjutnya, jaringan adiposa viseral mengeluarkan

sitokin inflamasi yang terkait dengan peradangan sistemik pada

subjek obesitas. Hubungan antara dispepsia dengan obesitas visceral

secara spesifik terhadap lemak visceral bukan pada lemak subkutan.

Lemak Viseral sebagai organ yang aktif secara metabolic

memainkan peran penting terhadap pathogenesis dispepsia. Beberapa

penjelasan lain yang berkaitan dengan kejadian dispepsia pada orang


91

dengan obesitas visceral diantaranya perilaku makan dalam porsi

banyak hingga menyebabkan ketidaknyamanan pada perut, asupan

makanan lemak berlebih yang menyababkan perlambatan

pengosongan lambung sehingga menimbulkan gejala mual dan

muntah, dan selain itu juga makan dalam porsi besar dan waktu

singkat berpotensi mengakibatkan terganggunya akomodasi

fungsional dan pengosongan lambung yang mengarah pada gejala

Gastrointestinal (GI) lainnya (Jung dkk,2016).

Perubahan fungsi neuropeptida gastrointestinal pada subjek

obesitas juga dapat berperan dalam patogenesis dispepsia.

Neuropeptida GI seperti leptin, peptida YY, kolesistokinin, dan

peptida mirip glukagon terlibat dalam pengaturan rasa kenyang,

perilaku makan, dan motilitas GI. Orang gemuk telah terbukti

memiliki kadar ghrelin yang lebih rendah daripada orang dengan

berat badan normal. Kadar ghrelin dalam plasma meningkat setelah

penurunan berat badan yang diinduksi diet pada individu obesitas.

Ghrelin secara struktural dikategorikan sebagai peptida mirip motilin

yang mempotensiasi kontraksi lambung seperti fase III,

meningkatkan sekresi asam lambung, dan meningkatkan

pengosongan lambung (Jung dkk, 2016).

Adipositas viseral memiliki peran dalam patogenesis dispepsia,

tidak hanya sebagai efek mekanis, tetapi juga sebagai efek

metabolik. Hubungan antara adipositas visceral dan dispepsia adalah


92

sebagai berikut: Pertama, adipositas visceral yang juga dikenal

sebagai lemak intra-abdomen, terletak di dalam rongga peritoneum.

Ada kemungkinan bahwa kelebihan adipositas visceral

meningkatkan tekanan intraabdominal dan pada gilirannya

menyebabkan motilitas GI abnormal secara mekanis. Kedua,

adipositas viseral mensekresi berbagai adipokin dan proinflsitokin

inflamasi yang mengarah ke jaringan flammation. Jaringan adiposa

visceral diakui aktif secara metabolik dan telah sangat terkait dengan

peningkatan kadar serum pro-infladipokin inflamasi termasuk tumor

necrosis factor-, interleukin 6, dan adiponektin. Sitokin ini mungkin

memainkan peran penting dalam perubahan status imunologi dan

patogenesis dispepsia. Kelainan imunologi ini dapat menyebabkan

sekresi epitel abnormal dan hipersensitivitas viseral pada pasien

dispepsia. Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa konsumsi

postprandial inflammation meningkat setelah asupan makanan tinggi

lemak. Juga ditunjukkan bahwa endotoksin yang bersirkulasi

meningkat setelah makan tinggi lemak dan bahwa lipopolisakarida

dapat berkontribusi pada perkembangan postprandial inflammation

oleh aktivasi sel endotel. Selain itu, inflamasi dapat mempengaruhi

fungsi otot polos dan saraf enterik sehingga menimbulkan gejala

klinis dismotilitas dan nyeri (Jung dkk., 2016).


93

8. Hubungan Tingkat Stress Dengan Dispepsia

Berdasarkan tabel 12 yang dianalisis menggunakan uji Chi

Square diketahui nilai p=0,000. P< 0,05 yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat stress dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

Dari tabel diatas juga dapat dikemukakan bahwa sebanyak 43

responden (49,4%) mengalami dispepsia terdiri atas 3 responden

(3,4%) dengan kategori stress rendah, 9 responden (10,3%) dengan

kategori stress sedang, dan 31 responden (35,6%) dengan kategori

stress berat. Sedangkan responden yang tidak mengalami dispepsia

diantaranya kategori stress rendah dengan jumlah 16 responden

(18,4%), kategori stress sedang dengan jumlah 14 responden

(16,1%) dan kategori stress berat dengan jumlah 14 responden

(16,1%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Suyanto (2017) dimana terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Mekanisme tubuh seseorang yang sedang mengalami stres

dimulai dengan peranan sistem biologis tubuh yaitu sistem saraf

otonom dan aksis hypothalamic-pituitary- adrenal (HPA) pada otak.

Sebuah penelitian menghasilkan sebuah fakta bahwa remaja akan

lebih rentan terhadap stress. Hal tersebut karena adanya pematangan


94

saraf berkelanjutan otak pada daerah limbik dan kortikal yang

menghasilkan perubahan yang signifikan dalam aksis HPA sehingga

meningkatkan sensitivitas saraf otak terhadap respon stres sementara

respon remaja yang masih labil terhadap stresor. Regulasi

neuroendrokrin akibat adanya stresor menghasilkan hormon kortisol

dapat memunculkan respon fisiologis dan adaptif terhadap stresor.

Akan tetapi, jika otak sangat sensitif terhadap stresor dan sering

terpapar dalam jangka waktu yang lama maka dapat terjadi respon

maladaptif. Sistem saraf simpatik menurunkan kerja sistem

gastrointestinal ketika tubuh terpapar stresor sementara asam

lambung yang terus diproduksi pada proses pencernaan yang lamban

dapat menyebabkan produksi asam lambung berlebih (Putri dkk.,

2019).

Respon terhadap stres yang diberikan setiap individu berbeda-

beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor

kepribadian, karakteristik stresor dan kemampuan adaptasi individu

terhadap stres atau strategi koping terhadap stres yang dihadapi.

Faktor kepribadian sangat berpengaruh terhadap bagaimana

seseorang mengolah stresor sehingga menimbulkan dampak stres

yang berbeda. Kemampuan adaptasi dan strategi koping mahasiswa

juga berperan dalam respon tubuh terhadap stres, seseorang yang

kurang baik dalam hal adaptasi atau mengkoping stres maka stres

tidak dapat teratasi secara keseluruhan sehingga menimbulkan


95

dampak negatif dari stres. Dampak negatif dari stres terhadap

mahasiswa dapat berupa penurunan konsentrasi dan pemusatan

perhatian selama kuliah, penurunan minat, demotivasi diri bahkan

dapat menimbulkan perilaku kurang baik seperti sengaja terlambat

datang ketika kuliah, minum alkohol, merokok dan sebagainya

(Wahyudi dkk, 2015).

Gangguan kesehatan mental pada mahasiswa kedokteran

sering dilaporkan. Bukti menunjukkan bahwa baik mahasiswa

kedokteran maupun dokter mengalami gejala yang lebih tinggi dari

segi tekanan psikologis, depresi, anxietas, dan kelelahan daripada

populasi lain. Hal ini dapat disebabkan karena mahasiswa

kedokteran memiliki stres tambahan akibat dari masa studi yang

lebih panjang serta lebih beresiko terpapar dengan penyakit maupun

kematian karena patogen yang ditularkan dari pasien. Penyebab stres

terbanyak pada mahasiswa kedokteran adalah terkait masalah

akademik berupa perubahan yang terjadi seperti gaya belajar, tugas-

tugas perkuliahan, target pencapaian, sehingga dapat memberikan

dampak negatif yang signifikan terhadap prestasi belajar mahasiswa

kedokteran. Faktor lainnya berupa faktor personal seperti kondisi

keuangan, tinggal jauh dari orang tua untuk pertama kalinya,

adaptasi dengan lingkungan baru serta masalah lainnya yang harus

dihadapi oleh masing-masing individu (Rahmayani dkk., 2019).


96

D. Keterbatasan Penelitian

Adapun kelemahan dan kekurangan yang di alami selama pelaksanaan

penelitian yaitu tidak ditelitinya faktor-faktor lain yang mungkin dapat

mempengaruhi kejadian dispepsia, status nutrisi dan tingkat stress.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara Status Nutrisi dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

2. Terdapat hubungan antara tingkat stress dengan dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Halu Oleo Angkatan 2018-2020.

B. Saran

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan agar mengembangkan penelitian

terkait hubungan indeks status nutrisi dan tingkat stress dengan kejadian

dispepsia pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas halu oleo

angkatan 2018-2020 dalam menyusun skripsi dengan mengambil variabel

lain yang belum diteliti.

2. Bagi Institusi

Dispepsia, obesitas dan stress merupakan penyakit umum yang

terjadi di masyarakat, namun sering kali tidak diketahui atau diabaikan

oleh penderitanya. Karena itu, sebaiknya dilakukan edukasi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo mengenai gejala-

gejala dispepsia, obesitas, dan stress agar mereka bisa mencari tahu

95
96

penanganan sejak dini sehingga keadaan mereka tidak berlanjut sampai

ke tahap yang lebih parah.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai