BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus_Menstruasi
TidakTeratur Teratur Total
Energi Lebih Count 6 6 12
Expected Count 7.6 4.4 12.0
Cukup Count 3 4 7
Expected Count 4.4 2.6 7.0
Kurang Count 10 1 11
Expected Count 7.0 4.0 11.0
Total Count 19 11 30
Expected Count 19.0 11.0 30.0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan uji statistik Chi-Square didapatkan nilai p = 0,023 < 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara asupan energi dengan siklus
menstruasi.
Siklus_Menstruasi
TidakTeratur Teratur Total
Karbohidrat Lebih Count 3 3 6
Expected Count 3.8 2.2 6.0
Cukup Count 4 6 10
Expected Count 6.3 3.7 10.0
Kurang Count 12 2 14
Expected Count 8.9 5.1 14.0
Total Count 19 11 30
Expected Count 19.0 11.0 30.0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p = 0,017 < 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan
siklus menstruasi.
Siklus_Menstruasi
TidakTeratur Teratur Total
Protein Lebih Count 5 3 8
Expected Count 5.1 2.9 8.0
Cukup Count 8 6 14
Expected Count 8.9 5.1 14.0
Kurang Count 6 2 8
Expected Count 5.1 2.9 8.0
Total Count 19 11 30
Expected Count 19.0 11.0 30.0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p = 0,672 > 0,05. Hal ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan protein dengan
siklus menstruasi.
Siklus_Menstruasi
TidakTeratur Teratur Total
Lemak Lebih Count 2 3 5
Expected Count 3.2 1.8 5.0
Cukup Count 5 8 13
Expected Count 8.2 4.8 13.0
Kurang Count 12 0 12
Expected Count 7.6 4.4 12.0
Total Count 19 11 30
Expected Count 19.0 11.0 30.0
Sumber : Data Primer, 2017
IV.2 Pembahasan
Proporsi subjek penelitian berdasarkan asupan energi terbanyak adalah
asupan energi lebih yaitu sebanyak 12 orang (40%). Berdasarkan kategori asupan
energi, subjek dengan energi kurang mengalami siklus menstruasi tidak teratur
lebih banyak dibandingkan asupan energi cukup dan lebih. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Michopoulou dkk. pada tahun 2011, atlet yang
mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur memiliki rata-rata asupan energi
yang kurang dan Rachmawati pada tahun 2014, yang menemukan subjek dengan
asupan energi defisit tingkat berat dan sedang mengalami 7,14 kali lebih besar
untuk mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur. Hasil analisi bivariat
berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,023 < 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara asupan energi dengan siklus
menstruasi. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Michopoulou dkk pada tahun 2011 dan Wahyuningsih pada 2014 yang
menemukan adanya hubungan antara asupan energi dengan siklus menstruasi.
Siklus menstruasi yang tidak teratur tersebut diakibatkan karena kurangnya
asupan energi yang dapat menyebabkan penurunan kadar hormon estrogen yang
merupakan hormon pengatur siklus menstruasi. Menurut Asmarani di tahun 2010,
rendahnya kadar hormon estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi
reproduksi dan gangguan siklus menstruasi. Atlet yang mengalami siklus
menstruasi yang tidak teratur cenderung memiliki keseimbangan energi yang
negatif akibat dari asupan energi yang tidak adekuat (Beals & Marone, 2002).
karbohidrat yang kurang. Hasil analisis bivariat berdasarkan uji statistik Chi-
square diperoleh nilai p = 0,017 < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara asupan karbohidrat dengan siklus menstruasi. Hasil ini sejalan
dengan Michopoulou dkk tahun 2011 dan Wahyuningsih 2014, yang menemukan
adanya hubungan antara asupan karbohidrat dengan siklus menstruasi.
Karbohidrat merupakan sumber peningkatan asupan kalori selama fase luteal,
sehingga apabila asupan karbohidrat terpenuhi maka tidak akan terjadi
pemendekan fase luteal (Marmi, 2013).
uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan
terdapat hubungan bermakna antara asupan lemak dengan siklus menstruasi. Hasil
analisis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Michopoulou dkk pada
tahun 2011 dan Wahyuningsih pada tahun 2014, yang menemukan adanya
hubungan antara asupan lemak dengan siklus menstruasi. Lemak menyumbang
energi lebih besar dibandingkan dengan protein dan karbohidrat yaitu sebesar
9Kkal. Diit rendah lemak akan menyebabkan 3 efek utama, yaitu siklus
menstruasi memanjang dan meningkat rata-rata 1,3 hari, lamanya waktu
menstruasi meningkat rata-rata 0,5 hari, dan fase folikuler meningkat rata-rata 0,9
hari (Paath EF dkk, 2005). Menurut Rumawas pada tahun 2000, asupan lemak
akan sangat mempengaruhi persen lemak dalam tubuh. Lemak di dalam tubuh
merupakan salah satu faktor pengatur fungsi endokrin sehingga rendahnya persen
lemak dalam tubuh dapat mengganggu sekresi GnRH pada atlet dan menyebabkan
atlet mengalami ketidakteraturan menstruasi.