Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat ( Permenkes RI No.340.MENKES/PER/III/2010 ). Setiap pasien yang

dirawat inap membutuhkan tindakan medis seperti pemasangan infus. Pemasangan infus adalah

suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit atau pun obat secara langsung kedalam pembuluh

darah vena yang banyak dalam waktu yang lama dengan cara menggunakan infus set untuk

tujuan tertentu (Hamston dalam Erpan, 2012).

Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat langsung

mempengaruhi keutuhan jaringan. Manfaat dari terapi infus dapat sebagai jalur pemberian obat,

pemberian cairan, pemberian produk darah atau sampling darah (Alexander et.al, 2010).

Namun, hal ini bisa menjadi tempat resiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial atau disebut

juga Healthcare Associated Infection (HAIs).

Infeksi Nosokomial atau disebut juga Healthcare Associated Infection (HAIs) terbanyak di

Rumah sakit di Indonesia, yang sering terjadi sebagai akibat komplikasi pada terapi intravena

atau plebitis. Phlebitis merupakan salah satu jenis HAIs yang terjadi ditandai dengan adanya

infeksi pada pasien yang mengalami perawatan medis, baik karena virus maupun bakteri. HAIs

terdiri dari banyak jenis, mulai dari Ventilator Associated Pneumonia ( VAP ), infeksi aliran
darah ( IAD ), infeksi saluran kemih ( ISK ) , infeksi daerah operasi ( IDO ) dan lain-lainnya

( Nurseha 2013, Ray-Barruel at al. 2014, Fitriyanti 2015, Menkes RI, 2017, Riza 2017 Akbar

dan Insanfiari , 2018, Apsari 2018)

Angka kejadian phlebitis merupakan salah satu indicator mutu asuhan keperawatan yang

diperoleh dari perbandingan jumlah kejadian phlebitis dengan jumlah pasien yang mendapat

terapi infus ( Direktorat Pelayanan Keperawatan & Medik Depkes, 2015; Depkes RI &

PERDALIN, 2017 ).

Sedangkan angka kejadian yang direkomendasikan oleh Infusion Nurses Society ( INS )

adalah 5 % atau kurang . Dan jika ditemukan angka kejadian phlebitis lebih dari 5 %, maka

data harus di analisis kembali terhadap derajat phlebitis dan kemungkinan penyebabnya untuk

menyusun pengembangan rencana peningkatan kinerja perawat

( Alexander, et al, 2015 ) .

Menurut Owen dalam Nursalam ( 2011 ) upaya pencegahan yang dilakukan pada kejadian

flebitis yaitu dengan secara rutin mengganti dan merotasi sisi intravena setidkanya setiap 72

jam dan teknik aseptic saat pemasasngan kateter intravena. Secara teknik lama penggunaan

terapi intravena harus dirotasi lokasi penusukan setiap 72 sampai 96 jam dan mengganti selang

setiap 48 sampai 72 jam. Disamping itu teknik ini lebih mencegah atau menurunkan resiko

infeksi ( Nursalam, 2011 ).

Keterlibatan perawat dalam pemberian terapi infus memiliki implikasi tanggungjawab

dalam mencegah terjadinya komplikasi phlebitis dan ketidaknyamanan pada pasien, terutama

dalam hal ketrampilan pemasasngan kanula secara aseptic dan tepat, sehingga mengurangi

resiko terjadinya kegagalan pemasnagan, selain itu juga harus menguasai tentang regimen
pengobatan. Pemindahan lokasi penusukan dengan terencana setiap 48 jam secara signifikan

mengurangi insiden plebitia infus. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk pemindahan

lokasi pemasangan yang tepat sehingga angka kejadian phlebitis dapat dikurangi.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Faktor-faktor yang

mempengaruhi phlebitis di RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun “

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “ Apakah ada pengaruh factor-faktor terhadap kejadian phlebitis pada

pasien yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena di RSU PKU Muhammadiyah

Kutowinangun “

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisa factor-faktor kejadian phlebitis pada

pasien yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena di RSU PKU Muhammadiyah

Kutowinangun.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian in antara lain sebagai berikut :

1..3.2.1 Mengetahui lama pemasangan infus di RSU PKU Muhammadiyah

Kutowinangun

1.3.2.2 Mengetahui kejadian phlebitis di RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun

1.3.2.3 Mengetahui hubungan lama pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di

RSU PKU Muhammadiyah Kutowinangun.


1.4 Manfaat

1.4.1 Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyebab, proses

terjadinya dan upaya-upaya pencegahan phlebitis dalam pemasangan infus. Hasil penelitian

juga dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya terutama terkait kejadian

phlebitis-phlebitis dalam pemasangan infus.

1.4.2 Praktis

1. Bagi profesi keperawatan

Sebagai bahan maasukan tentang pentingnya pendidikan kesehatan bagi pasien dan dapat

memberikan gambaran kejadian phlebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan

intravena.

2. Bagi Penulis

Mengetahui dan menambah wawasan peneliti khususnya tentang analisa factor-faktor terhadap

kejadian phlebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di ruang ICU RSU

PKU Muhammadiyah Kutowinangun.

3. Bagi Instansi RSU PKU Muhamadiyah Kutowianngun

Sebagai bahan masukan yang di gunakan untuk penerapan pendidikan kesehatan kepada pasien

sehingga dapat meningkatkan mtuu pelayanan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai