Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan

manfaat penelitian

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat

perawatan bagi orang sakit. Menurut Permenkes RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 Rumah

Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan dan gawat darurat. Setiap tindakan medis harus selalu mengutamakan keselamatan

pasien dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pasien.

Ditempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, oleh karena

itu perawatan yang diberikan salah satunya adalah pemasangan infus atau terapi

interavena (Darmadi, 2010). Terapi intravena merupakan salah satu tindakan kolaborasi

yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk

mensuplai cairan dan elektrolit, nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (intravascular).

Lebih dari 80% pasien rawat akut mendapatkan terapi intravena di rumah sakit. Adanya

terapi ini sering menyebabkan terjadinya komplikasi antara lain terjadi plebitis

(Wayunah, 2011).

Menurut data Menkes RI tahun 2013 angka kejadian plebhitis di Indonesia sebesar

50,11% untuk Rumah Sakit Pemerintah sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta sebesar

32,70%.

1 Universitas Borobudur
2

Angka kejadian plebitis merupakan salah satu indikator mutu asuhan keperawatan yang

diperoleh dari perbandingan jumlah kejadian plebitis dengan jumlah pasien yang

mendapat terapi intravena dengan standar kejadian kurang dari atau sama dengan 1,5%

(Menkes RI, 2008). Berdasarkan hasil pengambilan data awal mengenai angka kejadian

phlebitis di Rumah Sakit Sentosa di Tahun 2019 bulan Maret sebesar 4,2%, jika dihitung

per unit ruang ICU yang paling banyak yaitu mencapai 22,8%, sedangkan ruang rawat

inap yaitu 2,5%.

CDC (The Centers for Disease Control and Prevention), merekomendasikan untuk

pergantian kateter infus setiap 48-72 jam, kateter infus harus diganti tidak lebih dari 72

jam. CDC menyarankan untuk mengganti infus set yang digunakan untuk mengelola

darah, produk darah, atau lipid emulsi dalam waktu 24 jam. Plebhitis merupakan infeksi

nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh

selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-

kurangnya 3 x 24 jam setelah diberikan terapi intravena, selain itu plebhitis juga

merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi

intravena (Alexander, et al., 2010). Menurut Brunner & Suddarth (2013), plebitis terjadi

disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya

area penusukan intravena yang memerah dan hangat disekitar sepanjang vena, nyeri atau

rasa lunak di daerah penusukan atau sepanjang vena dan terjadi pembengkakan.

Angka kejadian plebhitis di rumah sakit umum Autapura Palu mengalami penurunan dari

Tahun 2016 yaitu dari 699 orang mengalami plebhitis menjadi 365 orang pada tahun

2017. Insiden plebhitis akan meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur

intravena. Komplikasi cairan atau obat yang di infuskan (terutama PH dan tonisitasnya),

ukuran dan tempat canula dimasukkan. Kejadian plebhitis yang terjadi pada pasien

Universitas Borobudur
3

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain prosedur tetap pemasangan infus, jenis

cairan intravena yang digunakan, lamanya pemasangan dan perawatan infus setelah

pemasangan (Lestari D Dwi et al, 2016). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

angka kejadian phlebitis jauh lebih besar dari standar yang ditetapkan oleh Depkes RI

yaitu kurang dari atau sama dengan 1.5%.

Salah satu diantara faktor yang perlu diperhatikan yaitu teknik aseptik atau kesterilan

sewaktu pemasangan infus, melakukan disinfektan sebelum penusukan kanule intra vena

pada daerah sekitar penusukan serta kesterilan alat-alat yang digunakan akan berperan

penting untuk menghindari komplikasi peradangan vena, seperti: cuci tangan sebelum

melakukan tindakan, disinfektan daerah yang akan dilakukan penusukan (Brunner dan

Suddart 2013). Plebitis juga dapat disebabkan karena jenis cairan yang digunakan,

pemberian cairan intravena disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada pasien.

Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan tenaga

kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Mada (2011), yang bertema hubungan

pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dengan penerapan prinsip steril pada

pemasangan infus di Rumah Sakit Kristen Lende Moripa, jumlah sampel 90

responden/perawat, dengan pendidikan yang berbeda-beda, pendidikan D3 sebanyak 10

perawat, pendidikan Ners sebanyak 2 perawat, pendidikan S1 sebanyak 1 perawat, dan

77 perawat lainnya adalah SPK. Sedangkan di Rumah Sakit Sentosa pendidikan D3

Keperawatan 43 orang dan Ners 11 orang.

Tindakan pemasangan infus harus sesuai standar di rumah sakit. Standar Operasional

Prosedure ( SOP ) adalah tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui

untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Penerapan SOP pada prinsipnya adalah

bagian dari kinerja dan perilaku individu dalam bekerja sesuai dengan tugasnya dalam

Universitas Borobudur
4

organisasi, dan biasanya berkaitan dengan kepatuhan (Simamora, 2012). Penelitian yang

dilakukan oleh Mitrajadi (2017) mengenai kepatuhan perawat terhadap SOP pemasangan

infus di rumah sakit umum daerah dr. Soedirman Kebumen didapatkan hasil 54

responden pada tahap praintraksi 4 tidak patuh (7,4%), pada tahap orientasi tidak patuh

sebanyak 8 (14,8%), pada tahap kerja semua masuk kategori patuh dan pada tahap

terminasi terdapat 1 yang tidak patuh (1,85%).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran perilaku

pelaksanaan pemasangan infus pada perawat di Rumah Sakit Sentosa.

1.2. Perumusan Masalah

Pemasangan infus yang tidak sesuai prosedur menyebabkan plebhitis, sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana gambaran perilaku pelaksanaan

pemasangan infus pada perawat di Rumah Sakit Sentosa?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku pelaksanaan pemasangan infus pada

perawat di Rumah Sakit Sentosa.

1.3.2 Tujuah Khusus

1.3.2.1 Teridentifikasi karakteristik (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,

masa kerja, riwayat pelatihan pemasangan infus) yang dilakukan di

Rumah Sakit Sentosa.

1.3.2.2 Teridentifikasi pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan pemasangan

infus di rumah sakit Sentosa.

Universitas Borobudur
5

1.3.2.3 Teridentifikasi sikap perawat dalam pelaksanaan pemasangan infus di

Rumah Sakit Sentosa

1.3.2.4 Teridentifikasi perilaku perawat dalam pelaksanaan pemasangan infus di

Rumah Sakit Sentosa

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Rumah Sakit Sentosa

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk

meningkatkan mutu dan kwalitas rumah sakit dalam memberikan asuhan

keperawatan berkaitan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan

pemasangan infus sesuai SPO untuk mencegah terjadinya plebhitis.

1.4.2 Pengembangan Ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi kepada

pembaca terkait kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan pemasangan infus

sesuai SPO untuk mencegah terjadinya phlebitis.

1.4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

wawasan dan menjadi rujukan penelitian selanjutnya tentang kepatuhan perawat

dalam melakukan tindakan pemasangan infus sesuai SPO untuk mencegah

terjadinya plebhitis.

Universitas Borobudur

Anda mungkin juga menyukai