Alamat Korespondensi:
Maria Vonny H. Rumampuk
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar P4200210037
HP: 0811430853
Email: mariarumampuk@yahoo.com
Abstrak
Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit, dengan maksud
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peran kepala ruangan melakukan supervisi perawat pelaksana dengan penerapan patient safety di ruang
rawat inap RSU Gunung Maria Tomohon. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational
dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah perawat pelaksana diruang rawat inap
sebanyak 42 orang, pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan tingkat
pendidikan perawat DIII Keperawatan dan SPK yang berpengalaman dalam pemberian injeksi intra
vena dan pada saat penelitian melakukan pemberian injeksi intra vena sesuai kriteria inklusi.
Pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Kuesioner untuk menilai peran kepala ruangan
melakukan supervisi perawat pelaksana dan penerapan patient safety. Observasi untuk mengobservasi
perawat pelaksana menerapkan patient safety pemberian injeksi 6 Benar, identifikasi pasien dengan
benar dan mencuci tangan yang dilakukan dua kali kegiatan untuk masing-masing perawat pelaksana,
observasi dilakukan oleh Kepala ruangan. Uji statistik menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian
observasi penerapan patient safety menunjukkan semua responden melakukan sesuai prosedur, yaitu
prosedur pemberian injeksi intra vena, identifikasi pasien dan mencuci tangan. Waktu cuci tangan
sebelum pemberian injeksi pertama yang tidak sesuai sebanyak 21 orang (50%), sesudah pemberian
injeksi pertama yang tidak sesuai 7 orang (16,7%). Identifikasi pasien pertama tidak sesuai 4 orang
(9,5%), identifikasi pasien kedua tidak sesuai 1 orang (2,4%). Penelitian hubungan supervisi dengan
penerapan patient safety di RSU Gunung Maria Tomohon menunjukkan bahwa responden yang
menyatakan penerapan patient safety baik, supervisi kepala ruangan baik (95,2%) dan kurang (4,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan korelasi Pearson diperoleh nilai p=0,04 (p<0,05), r = 0,43 berarti
ada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety di ruang rawat inap. Disimpulkan ada
hubungan peran kepala ruangan melakukan supervisi dengan penerapan patient safety di ruang rawat
inap RSU Gunung Maria Tomohon.
Kata kunci: Kepala ruangan, Supervisi, patient safety
ABSTRACT
Target safety patient represent condition to be applied by in all hospital, for the purpose of pushing
specific repair in safety of patient.The aim of the research is to find out the role of ward head to
supervise practitioner nurses with the aplication of patient safety in inpatient room of Gunung Maria
Public Hospital, Tomohon. The research was an observational study with cross sectional study
approach. The Samples were practitioner nurses in inpatient room consisting of 42 people. They
graduated from Nursing Diploma (DIII) and SPK having experience in giving intra vena injection and
they were giving intra vena injection in accordance eith inclusion criteria when the research was being
done. The samples were selected using purposive sampling method. The method of obtaining the data
were questionnaire and observation. Questionnaire was intended to assess the role of ward head to
supervise practitioner nurses and the aplplication of patient safety. Observation was used to observe
the practitioner nurses to implement patient safety in giving injection of 6 True, to identify patients
correctly, and to wash their hands twice for each activity. The observation was done by the ward head.
Statistic test used Pearson correlation. The result of the research indicate that all respondents apply
patient safety in accordance with the procedure, i.e. the procedure of giving intra vena injection,
patient identification, and washing hands. Washing hands before giving first injection which is not in
accordance with the standard is 21 nurses (50%), and washing hands after giving first injection which
is not in accordance with the standard is 7 nurses (16,7%). The first identification of patients which is
not in accordance with the standard is 4 nurses (9,5%), and the second identification of patients which
is not in accordance with the standard is 1 nurse (2,4%). The relationship between supervision and the
application of patient safety in Gunung Maria Hospital of Tomohon is good. The supervision of ward
head which is good is 95% and the one which is not good is 4,8%. The result of statistic test with
Pearson correlation is p=0,004 (p<0,05) meaning that there is a relationship between supervision and
the aplication of patient safety in inpatient room. Thus, it is concluded that there is a relationship
between the role of ward head in doing supervision and the aplication of patient safety in inpatient
room of Gunung Maria, Tomohon.
Keyword: Head Room, Supervision, patient safety
PENDAHULUAN
Pada tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang menggagetkan banyak pihak: To err is human, building a safer health
system. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado
serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
(Adverse Event) sebesar 2,9%, dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di
New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian
akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6% juta
per tahun berkisar 44.000-98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara Amerika,
Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 16,6%.
Laporan IOM menyimpulkan 4 hal pokok: a) Masalah accidental injury adalah serius,
b). Penyebabnya bukan kecerobohan individu, tetapi
maupun tindakan medis yang berlebihan (tidak perlu dilakukan tetapi dilakukan)
sering terjadi di Indonesia, hanya saja tidak terekspos media masa (Rusdiana, 2009).
Perawat dalam memberikan obat kepada pasien mempunyai prinsip yang sering
disebut dengan Prinsip 6 Benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
rute, benar waktu dan benar pendokumentasian. Jika seorang perawat kurang
mempunyai pengetahuan tentang respon obat tersebut pada pasien dan cara
pemberiannya serta aspek hukum atas tindakannya, maka tidak menutup
kemungkinan kesalahan dalam pemberian obat dapat terjadi. Karena itu pengetahuan
perawat sangatlah dibutuhkan (Potter dkk, 2005).
Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (penggerakkan/ pengarahan)
dalam fungsi manajemen yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan
yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar. Supervisi
secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai
hambatan/ permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan
mengkaji secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhinya dan bersama
dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya (Suarli dkk, 2010).
Sukar seorang kepala ruangan untuk mempertahankan mutu asuhan
keperawatan tanpa melakukan kegiatan supervisi, karena masalah-masalah yang
terjadi di unit keperawatan tidak seluruhnya dapat diketahui oleh kepala ruangan
melalui informasi yang diberikan oleh staf keperawatan yang mungkin sangat terbatas
tanpa melakukan supervisi keperawatan. Di setiap rumah sakit kemungkinan ada
perawat yang melalaikan prosedur 6 Benar dalam pemberian obat injeksi, prosedur
cuci tangan, dan prosedur mengidentifikasi pasien, begitu pula dengan perawat di
RSU Gunung Maria Tomohon. Data yang bisa diungkapkan di RSU Gunung Maria
Tomohon belum ada, apakah karena perawat belum sadar bahwa laporannya akan
menyelamatkan pasien, petugas dan rumah sakit dari suatu kejadian yang tidak
seharusnya terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala ruangan
melakukan supervisi perawat pelaksana dengan penerapan patient safety di ruang
rawat inap RSU Gunung Maria Tomohon.
35 orang (83,3%)
tangan sesudah pemberian injeksi kedua. Sedangkan yang masih banyak kurang
adalah waktu cuci tangan sebelum pemberian injeksi pertama sebanyak 21 orang
(50%), waktu cuci tangan sesudah pemberian injeksi pertama sebanyak 7 orang
(16,7%) dan identifikasi pasien pertama yang tidak sesuai sebanyak 4 orang (9,5%)
serta identifikasi pasien kedua sebanyak 1 orang (2,4%).
Hubungan peran kepala ruangan melakukan supervisi dengan penerapan patient
safety
Responden yang menyatakan penerapan patient safety baik lebih banyak
menyatakan supervisi kepala ruangan efektif sebanyak 40 orang (95,2%) dan yang
tidak efektif sebanyak 2 orang (4,8%). Hasil uji statistik dengan korelasi pearson
diperoleh nilai p = 0,04 (p<0,05), berarti ada hubungan supervisi dengan penerapan
patient safety. Nilai = 0,43 kekuatan hubungan sedang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 40 orang (95,2%) mempunyai
persepsi baik terhadap supervisi yang dilakukan kepala ruangan. Berdasarkan hasil
pengamatan ditemukan bahwa kepala ruangan telah mempunyai jadwal supervisi
perawat pelaksana meliputi prosedur pemberian injeksi intra vena, mencuci tangan,
identifikasi pasien dengan benar dan jadwal tersebut diketahui oleh perawat
pelaksana. Kepala ruangan membantu perawat pelaksana saat melakukan tindakan
pemberian injeksi intra vena, mencuci tangan, identifikasi pasien dengan benar.
Perawat pelaksana yang melakukan tindakan identifikasi pasien dan cuci tangan yang
kurang sesuai, kepala ruangan langsung membimbing, membantu dan memberi
petunjuk cara yang benar serta memperagakan prosedur cuci tangan yang sesuai
menurut WHO. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yani (2013),
penerapan prinsip sepuluh benar pemberian obat di Instalasi rawat inap RS. PKU
Muhammadiyah Bantul secara keseluruhan bisa dikatakan sudah baik, benar pasien
sudah baik, benar obat sudah baik, benar dosis sudah baik, benar rute/cara sudah baik,
benar waktu sudah baik, benar dokumentasi kurang baik, benar pendidikan kesehatan
kurang baik, hak untuk menolak kurang baik, benar pengkajian/assement sudah baik,
dan benar evaluasi kurang baik.
Kepala ruangan mendidik perawat pelaksana tentang keselamatan pasien
meliputi identifikasi pasien dengan tepat, pemberian injeksi 6 Benar dan mencuci
tangan. Kepala ruangan membimbing, memberi contoh, mengarahkan dan membantu
7
pada saat perawat pelaksana membutuhkan bantuan dari kepala ruangan. Kepala
ruangan melakukan supervisi di setiap ruangan dalam satu ruangan terdiri dari 5 14
perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan evaluasi perawat pelaksana dengan
memberikan umpan balik baik formal maupun informal untuk meningkatkan kinerja
perawat pelaksana, dengan adanya supervisi yang maksimal perawat pelaksana
melakukan penerapan patient safety dengan baik. Sejalan dengan hasil penelitian
Mulyaningsih (2013) bahwa supervisi mempunyai hubungan dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP.
Supervisi merupakan pemberian bantuan, bimbingan/ pengajaran, dukungan
pada seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai kebijakan dan prosedur,
mengembangkan
keterampilan
baru,
pemahaman
yang
lebih
luas
tentang
meningkatkan
mutu asuhan
keperawatan. Sejalan dengan hasil penelitian Ratnawati (2010) ada hubungan antara
tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety dengan tindakan pemasangan infus
sesuai dengan SOP
Pada penelitian ini terdapat dua orang responden (4,8%) yang mempunyai
supervisi kepala ruangan kurang namun memiliki kinerja baik. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden ditemukan bahwa masih ada kepala ruangan yang
belum memberikan perhatian dan peduli terhadap tindakan yang dilakukan di ruangan
dalam menerapkan prosedur untuk penerapan patient safety, selain itu penilaian yang
diberikan belum objektif.
Perhatian, rasa peduli dan tanggung jawab untuk memberi umpan balik bagi
perawat pelaksana sudah dilakukan kepala ruangan untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan dan program patient safety. Hal ini termasuk dengan fasilitas cuci tangan
yang harus selalu tersedia. Terkait dengan hasil penelitian ini, bahwa perhatian, rasa
peduli dan tanggung jawab untuk memberikan umpan balik bagi perawat pelaksana
sangat perlu dilakukan kepala ruangan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan
dan program patient safety.
8
Supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan harus dilakukan secara objektif
yang bertujuan untuk pembinaan perawat. Pelaksanaan supervisi bukan hanya untuk
mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaikbaiknya, sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang berlaku tetapi supervisi juga
melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan
yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah segera diberikan
bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli dkk., 2009). Pendapat ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Zakiyah (2012) bahwa supervisi
berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam melakukan tindakan pemberian cairan
intra vena.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan proses pelayanan yang
meminimalkan kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
atau error dan memaksimalkan langkah langkah penanganan bila error telah terjadi.
Penggunaan indikator untuk pemantauan patient safety merupakan hal penting. Kultur
organisasi dan kepemimpinan yang menempatkan patient safety sebagai prioritas akan
mendukung upaya pelayanan kesehatan yang baik (Pinzon, 2006).
Berdasarkan pendapat tersebut maka kepala ruangan hendaknya selalu
memberikan informasi secara terus menerus tentang patient safety kepada bawahan
sehingga penerapan patient safety dapat terlaksana dengan baik. Penerapan patient
safety baik disebabkan adanya komitmen Direktur rumah sakit dan seluruh karyawan
untuk melaksanakan program patient safety. Pelatihan patient safety bagi pimpinan
dan staf telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2011, tetapi belum dilaksanakan
penerapannya. Sejak bulan Februari 2013, mulai disosialisasikan patient safety dan
diterapkan oleh kepala ruangan dan perawat pelaksana. Setiap pagi setelah overan
dinas antara perawat dinas malam dengan perawat dinas pagi, kepala ruangan
memberikan briefing selama lima menit tentang patient safety.
Secara bersama-
sama memperagakan prosedur cuci tangan dan prosedur identifikasi pasien. Sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Syifa Zero Accident RS Haji Jakarta
(2007) penerapan metode briefing 5 menit membawa perbaikan yang signifikan pada
keselamatan pasien.
Kepala ruangan melakukan observasi perawat pelaksana melakukan
identifikasi pasien dengan menggunakan instrumen observasi sebanyak dua kali
observasi untuk identifikasi pasien dengan benar. Pada penelitian ini kepala ruangan
melakukan observasi langsung, Identifikasi pasien pertama yang tidak sesuai
9
sebanyak 4 orang (9,5%) serta identifikasi pasien kedua sebanyak 1 orang (2,4%).
Perawat pelaksana tidak melakukan secara visual dengan melihat gelang identitas
pasien yang berisikan nama pasien dan nomor medical record. Secara verbal perawat
menyebut nama pasien tidak menanyakan nama pasien dan tanggal lahir, hal ini
disebabkan pasien telah beberapa hari dirawat. Kepala ruangan telah mengingatkan
pada perawat pelaksana untuk selanjutnya identifikasi pasien dengan meminta pasien
menyebutkan nama dan umur serta perawat melihat gelang identitas pasien yang
berisikan nama dan umur pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Maryam, dkk. (2000), ada hubungan antara pengidentifikasian pasien
dengan kepuasan pasien. Pengidentifikasian pasien yang benar adalah salah satu kunci
keberhasilan program keselamatan pasien di rumah sakit, sehingga kejadian
cedera/tidak diharapkan dapat dihindari. Dengan identifikasi pasien secara benar dan
tepat, perawat akan dapat memahami kebutuhan dan keinginan pasien.
Sejalan dengan penelitian Ariyani (2008) ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung program patient safety.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, 2008. Analisis pengetahuan dan motivasi perawat yang mempengaruhi sikap
mendukung penerapan program patient safety di instalasi perawatan intensif
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tesis tidak diterbitkan. Semarang. Program
Pascasarjana UNDIP.
Departemen Kesehatan R.I. (2008). Panduan Nasional Keselamatan
Rumah Sakit (Patient Safety). Edisi 2. KKP-RS.
Pasien
10
Kohn, L.T., Corrigan, J. M., and Donaldson, M.S. (2000). To err is human building a
safer health system. The National academies press. Washington,
http://www.nap.edu/openbook.php?isbn=0309068371, (online) diakses tanggal
12 Desember 2012.
Maryam, D, Nurrachmah dan Hastono, S. P. (2009). Hubungan penerapan tindakan
keselamatan pasien oleh perawat pelaksana dengan kepuasan pasien di RSU
Dr Soetomo Surabaya. Buletin penelitian RSUD Dr. Soetomo. Vol. 11 No. 4
Desember 2009, Diakses 26-06- 2012.
Mulyaningsih. 2013. Peningkatan kinerja perawat dalam penerapan MPKP dengan
supervisi oleh kepala ruang di RSJD Surakarta. Gaster Vol. 10 No. 1 Februari
2013.
Pinzon, R. 2006. Konsep Dasar Patient Safety dalam pelayanan kesehatan. Berkala
ilmiah Kesehatan Fatmawati. vol. 7 No.18
Potter & Perry. (2008). Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Ratnawati, D. 2010. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang patient
safety dengan tindakan pemasangan infus sesuai dengan SOP. Universitas
Diponegoro.Tesis2010 (tidak dipublikasikan). http://eprints.undip.ac.id/
10490, diakses tanggal 23 Juni 2012.
Rusdiana. (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Keselamatan
Pasien Dengan Kepatuhan Pelaksanaan Prinsip Pemberian Obat Injeksi.
Suarli, S dan Bahtiar, Y. (2010). Manajemen Keperawatan dengan pendekatan
praktis. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Tim Syifa Zero Accident RS Haji Jakarta. 2007. Five minute briefing for patient
safety in Syifa ward Jakarta Haji Hospital.
http://www.pdpersi.co.id/anggota/jurnal.jurnal_persi2012
WHO, (2009). Hand Hygiene: Why, How & When . Patient Safety A world Alliance
for Safer Health Care. Save lives clean your hands. (online).
Yani, S. (2013). Evaluasi penerapan pemberian obat secara parenteral dalam
penyelenggaraan patient safety di Instalasi Rawat Inap RS PKU
Muhammadiyah. Bantul. Tesis tidak diterbitkan. Bantul Program Pascasarjana.
Zakiyah T. (2012). Pengaruh supervisi pimpinan ruang terhadap pelaksanaan
pemberian cairan intra vena di RSU Daerah Sidoarjo
11
LAMPIRAN
Jumlah
n
40
2
42
%
95,2
4,8
100,0
p
r
0,004
0,430
12