Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana penyedia layanan kesehatan untuk


masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna memiliki peran yang sangat strategis untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang
Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009; Departemen Kesehatan Republik
Indonesia [DEPKES RI] 2009).
Ruang operasi adalah sumber infeksi primer dan telah dilakukan banyak
upaya mensterelikan ruang operasi. Prosedur tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi mutlak harus diterapkan di rumah sakit termasuk di ruang
operasi. Ruang operasi merupakan suatu unit khusus di rumah sakit tempat
melakukan pembedahan (Masloman, A.P et all, 2015). Lingkungan ruang operasi
sebagai faktor resiko penyebaran HAIs (Health care-associated infections).
Selanjutnya tenaga kesehatan ruang operasi sering kontak dengan pasien juga
mampu menjadi salah satu penyebab HAIs.
HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung
maupun penyebab tidak langsung kematian pasien. Selama dua dekade lebih,
HAIs menjadi masalah utama tentang keselamatan yang mempengaruhi pelayanan
kesehatan (Allegranzi et al, 2007).Prevalensi HAIs di negara-negara berkembang
berkisar antara 5,7-19,1%, sementara di negara-negara berkembang berkisar
antara 3,5-12% (WHO, 2014). Sedangkan prevalensi kejadian HAIs di Indonesia
sebesar 7,1% (Wikansari, Hestiningsih & Raharjo, 2012).
Ruang operasi tidak hanya berisiko mengancam kesehatan pasien
melainkan petugas khususnya tim bedah, karena banyaknya peralatan yang
dipakai untuk keperluan operasi, pemakaian gas anestesi dan stress psikologis
tingkat tinggi yang berkepanjangan.

1
2

Penularan infeksi yang terjadi pada tim bedah dapat disebabkan oleh
tindakan tim bedah yang dilakukan sering kontak dengan darah, jaringan, dan
sekresi cairan yang yang masuk kedalam tubuh baik karena tertusuk jarum atau
luka, mukosa yang kepercikan oleh darah, cairan yang mengandung kuman dari
pasien berpotensi menimbulkan infeksi. Salah satu penyebabnya karena mereka
bekerja tidak pakai alat pelindung diri (APD), mereka tidak patuh menggunakan
APD.APD perlu digunakan oleh tim bedah di setiap tindakan (OSHAS,2009).
APD meliputi penggunaan sarung tangan, kaca mata(goggles), masker, apron,
gaun, sepatu dan penutup kepala(Sudarmo, dkk. 2016).
Salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah suatu tindakan bedah
adalah infeksi yang disebabkan oleh kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Komplikasi yang sering menyertai tindakan bedah atau tindakan invasif yang lain
harus dicegah untukmengurangi angka morbiditas dan mortalitas dan
mempercepat penyembuhan luka. Salahsatu cara mencegah hal tersebut terjadi
adalah dengan teknik kerja yang aseptik.
Teknik aseptik adalah salah satu cara untuk memperoleh kondisi bebas
dari mikroorganisme. Dasar dari teknik ini adalah bahwa infeksi berasal dari luar
tubuh, sehingga teknik ini dipakai untuk mencegah masuknya infeksi dari luar
tubuh melalui tempat pembedahan.Tujuan akhir dari aseptik adalah untuk
menghindarkan pasiendari infeksi paska operasi dan untuk mencegah penyebaran
patogen. Dengan demikian melalui teknik aseptic yang baik selain dapat
menghindarkan infeksi pada penderita juga akan melindungi dokte ragar tidak
terinfeksi oleh penderita.
Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi melalui berbagai cara antara
lain kontak dengan lingkungan, petugas kesehatan ,atau alat-alat medis.Teknik
aseptik harus dilakukan pada saat pembedahan,kateterisasi urin, prosedur
intravaskular, respiratory suction, pemasangan drain, pemasangan ventilator,
pengambilan sampel darah dan lain-lain, sehingga prilaku dalam tindakan aseptik
sangat di perlukan di ruang oeprasi.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan,
yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Menurut
3

Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi


seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja tim bedah di rumah sakit sangat
penting, karena tindakan tim bedah sekecil apapun dapat menimbulkan risiko
terhadap tim bedah dan pasien. Banyak penelitian yang menunjukan rendahnya
kepatuhan terhadap penggunaan APD. Data hasil penelitian Aarabi et.al (2008)
menyatakan hanya 33,9% dari 250 tenaga medis yang patuh terhadap standar
operasional prosedur penggunaan masker. Hasil penelitian Ganezak dan Szych
(2007) mendeskripsikan hanya 5% tim bedah yang peduli dan taat dalam
mengunakan sarung tangan, masker, baju pelindung dan kaca mata pelindung
secara rutin. Data tersebut menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan
dalam penggunaan APD.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang OK IGD RSUP Sanglah
Denpasar pada 26 Agustus 2017 dengan observasi didapatkan bahwa masih
banyak peserta didik yang belum mengetahui tehnik aseptic diruang operasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat


dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah faktor-faktor yang
mempengaruhi prilaku peserta didik bedah terhadap tehnik aseptic di ruang OK
IGD RSUP Sanglah Denpasar?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi prilaku peserta didik bedah terhadap tehnik aseptic di
ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar.
4

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi prilaku peserta didik bedah terhadap tehnik aseptic di
ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau sebagai referensi
untuk penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu bermanfaat untuk meningkatkan
prilaku peserta didik terhadap tehink aseptik di ruang OK IGD RSUP Sanglah.

E. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang hampir
sama dengan penenliti anatara lain:
1. Gunawan (2012), dengan judul “ Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Univercal Precautions pada Perawat Pelaksana di Instalasi Bedah
Sentral RSUP Dr.Kariadi Semarang”. Jenis peneltian ini adlaah deskritif
analitik dengan rancnagan cross sectional. Sampel syang digunakan sebanyak
40 responden dengan tehnik pengambilan smapel purposive sapling. Tehnik
analisis data yang digunakan adalah dengan uji statistic product moment.
Hasil penelitian yang di dapatkan oleh penulis yaitu berdasarkan hasil
penelitian dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang postif antara
pengetahuan, sikap dna motivasi dengan prilauk universal precautions pada
perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Kariadi.
2. Azis, Nurfaizal (2013), dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemahaman Perawat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial
Luka pasca bedah di ruang perawatan II dan III RSUD H.Andi Sulthan
Daeng Radja Kab.Bulukumba Tahun 2013”..Variabel penelitian ini
5

mencakup variabel dependen yaitu pemahaman dan variabel independen yaitu


pendidikan, lama kerja dan pelatihan. Desain penelitian adalah cross sectional
study dengan total sampling yaitu 30 responden, instrumen penelitian berupa
kuesioner dengan analisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan
tingkat signifikan (α= 0,05) Dari hasil Uji Statistik Fisher’s Exact Test untuk
pendidikan diperoleh nilai p=0,007 , untuk lama kerja diperoleh nilai
p=0,033, untuk pelatihan diperoleh nilai p=1,000,hasil tersebut menunjukkan
bahwa pendidikan dan lama kerja signifikan berhubungan dengan
pemahaman perawat yang dimana ( p< α = 0,05 ) dan untuk pelatihan dalam
penelitian ditemukan tidak berhubungan dengan pemahaman perawat yang
dimana ( p> α = 0,05 )

Anda mungkin juga menyukai