Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya
orang-orang sehat baik petugas, pengunjung dan orang-orang sakit (pasien)
sehingga rumah sakit merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi
terhadap kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja, dan juga karena
kontak dengan agen penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun
tertusuk jarum, instrumen tajam yang dapat berperan sebagai tranmisi
berbagai penyakit, seperti hepatitis B, HIV/AIDS, dan juga potensial sebagai
media penularan penyakit yang lain (Sudarmo, dkk. 2016).
Ruang operasi merupakan sumber infeksi primer, dan telah dilakukan
banyak upaya mensterilkan ruang operasi. Prosedur tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi mutlak harus diterapkan di rumah sakit termasuk di
ruang operasi. Ruang operasi merupakan suatu unit khusus di rumah sakit
tempat melakukan pembedahan (Masloman, A.P et all, 2015). Lingkungan
ruang operasi sebagai faktor resiko penyebaran HAIs (Health care-associated
infections). Selanjutnya tenaga kesehatan ruang operasi sering kontak dengan
pasien juga mampu menjadi salah satu penyebab HAIs.
HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab
langsung maupun penyebab tidak langsung kematian pasien. Selama dua
dekade lebih, HAIs menjadi masalah utama tentang keselamatan yang
mempengaruhi pelayanan kesehatan (Allegranzi et al, 2007). Prevalensi HAIs
di negara-negara berkembang berkisar antara 5,7-19,1%, sementara di negara-
negara berkembang berkisar antara 3,5-12% (WHO, 2014). Sedangkan
prevalensi kejadian HAIs di Indonesia sebesar 7,1% (Wikansari, Hestiningsih
& Raharjo, 2012).
Ruang operasi tidak hanya berisiko mengancam kesehatan pasien
melainkan petugas khususnya tim bedah karena banyaknya peralatan yang
dipakai untuk keperluan operasi, pemakaian gas anestesi dan stress psikologis
tingkat tinggi yang berkepanjangan. Sebuah penelitian di Amerika tentang

1
2

mekanisme robeknya sarung tangan karet dan terjadinya cedera tertusuk benda
tajam pada 2292 operasi selama 3 bulan menemukan 92% robeknya sarung
tangan akibat tidak rangkap dua dan 8% karena sebab tidak diketahui,
kemudian 70 cedera tertusuk benda tajam, 0,7% akibat jarum, 10% akibat
skalpel dan 23% akibat yang lain (Sudarmo, dkk. 2016).
Data International Labour Organization (ILO) tahun 2012 mencatat
angka Penyakit Akibat Kerja (PAK) secara global menurut data WHO dari 35
juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus
HBV; 0,9 juta terpajan virus HBC; dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS.
Data di USA per tahun 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47
positif HIV (KEMENKES, 2010). Selain itu, berdasarkan data yang
dilaporkan WHO (2010), setiap tahunnya diperkirakan sekitar 3 juta kasus
tertusuk jarum atau perlukaan lain oleh benda tajam yang terkontaminasi pada
tenaga kesehatan diseluruh dunia.
Penularan infeksi yang terjadi pada tim bedah dapat disebabkan oleh
tindakan tim bedah yang dilakukan sering kontak dengan darah, jaringan, dan
sekresi cairan yang yang masuk kedalam tubuh baik karena tertusuk jarum
atau luka, mukosa yang kepercikan oleh darah, cairan yang mengandung
kuman dari pasien berpotensi menimbulkan infeksi. Salah satu penyebabnya
karena mereka bekerja tidak pakai alat pelindung diri (APD), mereka tidak
patuh menggunakan APD. APD perlu digunakan oleh tim bedah di setiap
tindakan (OSHAS,2009). APD meliputi penggunaan sarung tangan, kaca
mata(goggles), masker, apron, gaun, sepatu dan penutup kepala (Sudarmo,
dkk. 2016).
Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja tim bedah di rumah sakit
sangat penting, karena tindakan tim bedah sekecil apapun dapat menimbulkan
risiko terhadap tim bedah dan pasien. Banyak penelitian yang menunjukan
rendahnya kepatuhan terhadap penggunaan APD. Data hasil penelitian Aarabi
et.al (2008) menyatakan hanya 33,9% dari 250 tenaga medis yang patuh
terhadap standar operasional prosedur penggunaan masker. Hasil penelitian
Ganezak dan Szych (2007) mendeskripsikan hanya 5% tim bedah yang peduli
dan taat dalam mengunakan sarung tangan, masker, baju pelindung dan kaca
3

mata pelindung secara rutin. Data tersebut menunjukkan masih rendahnya


tingkat kepatuhan dalam penggunaan APD.
Menurut Geller (2001) dalam Sudarmo, dkk (2016) kepatuhan
pelaksanaan standar operasional prosedur penggunaan APD masih rendah
disebabkan karena budaya keselamatan yang belum cipta dalam lingkungan
kerja. Budaya keselamatan dipengaruhi oleh faktor perilaku, faktor
lingkungan dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan infeksi yang
dilakukan oleh perawat bedah salah satunya penggunaan APD yang wajib
dipakai selama berada di kamar operasi, yang tujuannya tidak hanya untuk
perlindungan petugas itu sendiri dalam melakukan tindakan yang aman tetapi
juga untuk keselamatan pasien. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi oleh
ketaatan individu pada aturan yang berlaku atau kepatuhan. Upaya
pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat bedah salah satunya dengan
penggunaan APD yang wajib dipakai ketika mereka bekerja di kamar operasi
Menurut Sahab (2011) diketahui bahwa faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja informal adalah pengetahuan,
pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersedian APD, pengawasan,
hukuman dan penghargaan. Penelitian Sahara (2012), faktor yang memiliki
hubungan dengan perilaku penggunaan APD adalah pengetahuan, pengawasan
dan kebijakan. Adapun penelitian Madyanti (2012), perilaku penggunaan
APD karena faktor persepsi terhadap penyakit, pengaruh teman sejawat,
informasi media massa dan elektronik mempunyai hubungan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang OK IGD RSUP Sanglah
Denpasar pada 9 Agustus 2017 didapatkan bahwa dari 4 tindakan bedah yang
dilakukan, terdapat 3 tindakan yang tidak disiplin dalam penggunaan APD.
Ketiakdisiplinan tersebut yaitu tim bedah tidak menggunakan goggles selama
tindakan pembedahan. Padahal di ruangan sudah disiapkan goggles agar bisa
dipakai. Apabila dalam melakukan tindakan tidak dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan akan berpotensi menularkan penyakit infeksi
pada tim bedah (Akib et al, 2008).
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah tingkat kedisiplinan tim bedah
dalam penggunaan APD di ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat kedisiplinan tim bedah dalam penggunaan APD
di ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar.
2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi tingkat kedisiplinan tim bedah dalam penggunaan
APD di ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
a. Sebagai sumbangan informasi bagi rumah sakit yang bersangkutan
sehubungan dengan kedisiplinan penggunaan APD sehingga dapat
digunakan sebagai bahan masukan untuk tim bedah dalam melakukan
tindakan.
b. Sebagai informasi untuk tim bedah agar meningkatkan kesadaran
menggunakan APD sehingga dapat bekerja dengan selamat, sehat, dan
produktif.
2. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi tambahan untuk bahan kajian tentang
kedisplinan tim bedah dalam menggunaan APD.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana belajar dan hasilnya diharapkan
dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian
1. Akdukman, dkk (2007) dengan judul ”Use of personal protective
equipment and operating room behaviors in four surgical subspecialties:
5

personal protective equipment and behaviors in surgery”. Variabel yang


diteliti adalah APD dan sikap saat operasi. Jenis penelitian ini adalah
kohort observasional prospektif yang dilakukan secara acak pada 597
tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini menyatakan 32% menggunakan kaca
mata pelindung dan hanya 28% menggunakan sarung tangan ganda.
Persamaan variabel yang diteliti yaitu penggunakan APD.
2. Aarabi dkk (2008) dengan judul ”Health care personnel compliance with
standards of eye and face protection and mask usage in operating room”.
Variabel yang diteliti kepatuhan penggunaan pelindung mata&wajah dan
masker. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan 33,9% dari 250 tenaga kesehatan yang patuh terhadap
penggunaan masker dan 46,4% yang menggunakan pelindung
mata&wajah. Kurangnya ketersediaan masker dan pelindung mata&wajah
merupakan faktor utama dari ketidakpatuhann pada penelitian ini. Tidak
ada perbedaan yang bermakna antara penggunaan APD (pelindung
mata&wajah dan masker) pada lingkungan yang beresiko tingga dan
lingkungan yang beresiko rendah. Persamaan variabel yang diteliti yaitu
APD.
3. Mitchel, dkk (2011) dengan judul ”Are health jcare workers protected? An
observational study of selection and removal of personal protective
equipment in Canadian acute care hospitals” penelitian ini merupakan
penelitian observasi dengan satu kali pengamatan pada sebelas rumah sakit
di Kanada. Hasil penelitian ini didapatkan kepatuhan pemakaian sarung
tangan 88%, baju pelindung 83%, masker 88% dan kaca mata pelindung
37%. Persamaan variabel yang diteliti yaitu APD.
4. Siburian (2012) dengan judul Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Terhadap Keselamatan Kerja Perawat IGD RSUD Pasar Rebo
Tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
gambaran penggunaan APD terhadap keselamatan kerja oleh perawat di
ruang IGD RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur, secara khusus penelitian ini
juga bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dari perawat dalam
penggunaan APD sebelum memberikan asuhan keperawatan dengan
6

beberapa distribusi yaitu pengetahuan, sikap serta alasan perawat


menggunakan APD dan alasan perawat tidak menggunakan APD.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, pengumpulan data melalui
kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perawat
IGD mempunyai pengetahuan yang tinggi terhadap penggunaan APD,
tetapi perawat memiliki sikap negatif dalam menggunakan APD. Dan
alasan terbanyak perawat menggunakan APD karena ingin menjaga
keselamatan diri dan alasan terbanyak tidak menggunakan APD adalah
karena sudah terbiasa tidak menggunakan APD. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada desain penelitian,
populasi dan sampel, tempat dan waktu, instrument penelitian serta
pengambilan data.

Anda mungkin juga menyukai