Infeksi luka operasi merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi
luka operasi menempati urutan ketiga dari jumlah infeksi di Rumah Sakit Santo
Borromeus Bandung yaitu 0,19% (12 orang), dimana perawatan luka sebagian besar
masih menggunakan dressing trolley, yaitu satu alat digunakan untuk beberapa pasien
sehingga memudahkan kontaminasi kuman dan kejadian infeksi nosokomial.Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan alat ganti verband antara dressing
set dan dressing trolley terhadap resiko infeksi nosokomial dalam perawatan luka post
operasi di RumahSakit Santo Borromeus Bandung. Dressing set adalah suatu wadah steril
yang berisialat-alat ganti verband yang dibuat menjadi satu paket steril sehingga dapat
meminimalkan resiko kontaminasi. Dressing trolley adalah suatu roda yang berisi alatalat perawatan luka dimana satu alat digunakan untuk sejumlah pasien. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian quasi eksperiment dengan desain penelitian non
randomizedpost test two group design. Hasil penelitian didapatkan tidak ada perbedaan
yang significant dengan p value> 0,05. Hal ini disebabkan karena baik dressing set
maupun dressing trolley sama-sama menggunakan prinsip steril yang baik, serta
perawatan luka dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur. Diharapkan dressing
trolley tetap digunakan dalam melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, serta
diadakan in house training wound care secara berkala.
Kata kunci: Infeksi nosokomial, dressing set, dressing trolley
PENDAHULUAN
11
12
13
Perawatan luka
Perawatan luka bedah adalah
perawatan luka yang terdiri atas
membersihkan, mengompres dan
membalut luka post operasi. (Eny
Kusyati, 2013).
Prinsip perawatan luka post
operasi adalah steril untuk mencegah
resiko
terjadinya
infeksi
nosokomial.Alat yang digunakan
dalam
perawatan
lukadapat
ditempatkan di 2 tempat yaitu dalam
dressing set dan dressing trolley.
a. Dressing set
14
15
c. Mengumpulkan
spesimen
menggunakan tehnik steril
d. Jangan
mengkontaminasi
spesimen
ketika
menaruh
kedalam kontainer.
e. Jika pemeriksaan gram akan
dilakukan,
ambil
bahan
spesimen yang memadai
f. Tempatkan spesimen dalam
tempat yang steril
g. Lengkapi form laboratorium
untuk mendapatkan data yang
akurat
untuk
petugas
mikrobiologi
h. Segera antarkan spesimen ke
laboratorium untuk menjaga
mikroorganisme
tetap
di
tampat steril.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah kuantitatif.Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah non randomised post test
two group desain menggunakan
quasieksperiment. Variabel dalam
penelitian adalah :
Variabel
independen
adalahperbedaan alat ganti verband
antara dressing set dan dressing
trolley.Variabel dependen adalah
resiko infeksi nosokomial dalam
perawatan luka `post operasi.
Populasi pada penelitian ini adalah
450 pasien post operasi per bulan
diruang rawat inap Rumah Sakit
Santo Borromeus Bandung.
Pada penelitian ini yang menjadi
sampel adalah pasien post operasi
laparatomie
apendictomie,
laparatomie,
hemicholecystectomie,
operasi
nefrectomy,
sphlenectomy,
kistectomie salpingectomi total,
cholecystectomie,
debulking,
HTSOB, pada bulan April 2013
sampai Juni 2013 di ruang rawat
inap Rumah Sakit Santo Borromeus
Bandung ruangan Yosef 3 Dago,
Yosef 3 Suryakencana, Maria 4,
Carolus 5. Penelitian ini memakai
sampel 10 pasien untuk dressing
set, dan 10 pasien untuk dressing
16
Hasil
penelitian
ini
ditemukan bahwa gambaran
kejadian infeksi nosokomial
menggunakan dressing set
adalah 20% (2 orang dengan
tanda infeksi positif dan kultur
positif). Dimana tingkat infeksi
yang ditimbulkan jauh lebih
kecil daripada dressing trolley.
Berdasarkan teori dressing set
adalah suatu wadah steril yang
berisi alat- alat ganti verband
yang dibuat menjadi satu paket
steril.
waterproof
yang
digunakan untuk perawatan
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus
Penelitian
dari
Dudy
Disyadi Nurkusuma di Rumah
Sakit dr. Kariadi Semarang
mendukung adanya satu set
ganti verband untuk satu
pasien. Rasio antara alat dan
pasien yang dapat dibenarkan
apabila jumlah alat terbatas,
belum ada penelitian mengenai
hal tersebut. Sering ditemukan
bahwa
keterbatasan
alat
disiasati dengan berusaha
mensterilkan kembali set alat
tersebut
sehingga
dapat
digunakan beberapa kali. Pada
penelitian Dudy ini didapatkan
hasil p = 0,18, dengan
demikian disimpulkan bahwa
ada pengaruh penggunaan
dressing set terhadap kejadian
infeksi nosokomial.
Berdasarkan AORN Jurnal
2010,
Charnley
merekomendasikan beberapa
alat atau instrumen yang
digabung dan dikemas dalam
suatu set steril anti air, yang
memungkinkan
untuk
meminimalkan
infeksi
nosokomial.
2. Analisa
trolley)
univariat
(dressing
Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
(n=20)
Jenis
Kelamin
n(respon
den)
Laki-laki
35
Perempuan
13
65
Total
20
100
Umur
n (responden)
18-30
20
31-40
15
41-50
13
65
51-60
Total
20
100
3. Analisa bivariat
Perbedaan Dressing Set dan Dressing TrolleyTerhadap
kejadian infeksi Nosokomial (n=20)
Variabel
Mean ranks
Sum of ranks
Dressing Set
10
8,60
86,00
Dressing Trolley
10
12,40
124,00
Total
P value
0,096
20
19
Hasil
penelitian
pada
analisa bivariat didapatkan
hasil bahwa nilai p value =
0,096 > 0,05. Karena nilai p
value >0,05, maka dapat
dikatakan bahwa pada 5%
secara statistik menunjukkan
tidak ada perbedaan significant
antara dressing set dan
dressing
trolley
terhadap
kejadian infeksi nosokomial.
Hal
ini
kemungkinan
disebabkan oleh banyaknya
faktor-faktor lain yang memicu
timbulnya infeksi nosokomial.
Menurut
teori
ada
4
multifaktoral
yang
mempengaruhi
timbulnya
infeksi nosokomial (Potter &
Perry, 2005) diantaranya yang
pertama
faktor
ekstrinsik
misalnya
dari
petugas
kesehatan, peralatan medis,
makanan, pasien lain dan
keluarga atau pengunjung.
Faktor kedua yaitu faktor
intrinsik seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum pasien,
risiko terapi atau adanya
penyakit
yang
menyertai
penyakit
dasar
beserta
komplikasinya.
Faktor ketiga yaitu faktor
keperawatan yang mencakup
lamanya
hari
perawatan,
lamanya
pemaparan
dan
padatnya pasien dalam satu
ruangan. Serta faktor terakhir
adalah mikroba patogen yaitu
tingkat kemampuan invasi
serta tingkat
kemampuan
merusak jaringan, lamanya
pemaparan
(length
of
exposure)
antara
sumber
penularan (reservoir) dengan
penderita.
Faktor-faktor
yang
disebutkan diatas didukung
oleh penelitian dari Parhusif di
Rumah Sakit dr. Pirngadi
Medan
tahun 2005 yang
mengatakan bahwa adanya
faktor endogen dan eksogen,
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Parhusif.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial di BHG. UPF. Paru.
RS Dr. Pirngadi/ Lab. Penyakit
Paru FK-USU Medan.
http://repository
.usu.ac.id/
diunduh tanggal 19 Juli 2013 jam
23.15
Petrisilio, et al. 2008. Surgical Site
Infection in Italian Hospital : A
Prospective Multicenter Study
http://www.biomedcentral.com/14
71-2334/8/34/ diunduh 21/4/13
pukul 23.00 WIB
Suzanne M Pear. 2007. Patient Risk and
Factors and Best Practices for
Surgical Site Infection Prevention.
http://www.kchealthcare.com/med
ia/13929494/patient_risk_factors_
best_practices_ssi.pdf diunduh
05/07/13 pukul 23.45 WIB
Wilson, et al. 2004. Surgical Wound
Infection as a Performance
indicator : Agreement of Common
Definitions of Wound Infection in
4773 Patients.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
/articles/PMC518898/pdf/bmj329
00720.pdf diunduh 22/6/13 pukul
17.35 WIB
Wolcott RD, et al. 2009.Bacterial
diversity
in
surgical
site
infections: not just aerobic cocci
any more.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/19862869 diunduh 21/4/13
pukul 22.35 WIB
Yosi Rosaliya, dkk. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Infeksi
Nosokomial pada Pasien Luka
Operasi di Rumah Sakit Umum
Daerah
TugurejoSemaranghttp://ejournal.stikestel
ogorejo.ac.id/index.php/ilmukeper
awatan/article/view/80 diunduh
27 Maret 2013 pukul 15.00 WIB
23
24