PENDAHULUAN
A. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Post Operasi Seksio
Sesarea dengan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
B. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien mengalami Post Operasi Seksio Sesarea
dengan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
C. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien mengalami Post Operasi Seksio Sesarea
dengan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
D. Melaksanakan tidakan keperawatan pada klien mengalami Post Operasi Seksio Sesarea
dengan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
E. Melakukan evaluasi pada klien mengalami Post Operasi Seksio Sesarea dengan Masalah
Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
F. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada klien Post Operasi Seksio Sesarea dengan
Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi dan masukkan
ilmu keperawatan terkait Asuhan Keperawatan pada klien Post Seksio Sesarea dengan
Masalah Keperawatan Resiko Infeksi di RSUD dr.Slamet Garut.
B. Manfaat untuk Perawat Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya
dalam menangani kasus Asuhan Keperawatan Post Operasi Seksio Sesarea dengan Resiko
Infeksi.
C. Manfaat untuk Rumah Sakit Untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Post Seksio Sesarea dengan Resiko Infeksi.
D. Manfaat untuk Institusi Pendidikan Menambah referensi dan sebagai wacana bagi
mahasiswa mengenai Asuhan Keperawatan Post Operasi Seksio Sesarea dengan Resiko
Infeksi.
BAB II
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. Melahirkan secara SC diindikasikan ketika kelahiran normal
tidak aman, berkaitan dengan masalah panggul ibu atau jalan lahir di liang peranakan yang
berpotensi membahayakan bayi baru lahir maupun sang ibu (Sofian, 2012).
2. Etiologi SC
ada dua yaitu etiologi yang berasal dari ibu dan etiologi yang berasal dari janin.
Etiologi yang berasal dari ibu yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-
eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, diabetes melitus),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya). Sedangkan
etiologi yang berasal dari janin yaitu fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forseps ekstraksi (Amin dan Hardi, 2013).
3. Patofisiologi
a. Fase inflamasi. Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera
setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi disertai
reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.
Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi
Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateledderived Growth
Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk
terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas.Keadaan ini
disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi danakumulasi lekosit
Polymorphonuclear (PMN).Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi
Transforming Growth Factor beta 1 (TGF 1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya
TGF 1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen.
b. Fase proliferasi atau fibroplasi. Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini
fibroblas sangat menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis
kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi
luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi.
c. Fase remodeling atau maturasi. Fase ini merupakan fase yang terakhir dan
terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling
kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam MKS, Th. 46, No. 3, Juli 2014 231 keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3
minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang
yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.Tiga fase tersebut diatas berjalan normal
selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam.
4. Manifestasi klinis SC
Manifestasi klinis eklampsia dan pre eklampsia menurut Hacker (2001) adalah :
1. Pre eklampsia ringan Tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/110 mmHg atau sistolik
lebih dan atau sama dengan pcningkatan 30 mmHg, distolik lebih dan atau sama dengan
peningkatan 15 mmHg, proteinuria kurang dan 5 gram/24jam (+ 1 sampai +2), oedema
tangan atau muka.
2. Pre eklampsia berat Tekanan darah lebih dan 160/110 mmHg, Proteinuria lebih dan 5
gram/24 jam (+ 3 sampai + 4), oedema tangan dan atau muka.
5. Pemeriksaan Penunjang SC
a. Pre eklampsia
1. Tes kimia darah : ureum, keratin, asam urat, menilai fungsi ginjal,
3. Urinalisis : proteinuria merupakan kelainan yang khas pada pasien dengan pre
eklampsia, jika 3+ atau 4+ urine 24 jam mengandung 5 gram protein atau lebih pre eklampsia
dinyatakan berat.
b. Sectio caesaria
1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit
4. Golongan darah
6. Penatalaksanaan SC
indakan yang biasa dilakukan oleh tenaga kesehatan baik perawat maupun bidan untuk
menangani pasien post sc dimulai dari keluar ruang operasi yaitu sebagai berikut :
a) Analgesia Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg meperidin ( intra
muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat
disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. 10 - wanita dengan postur tubuh kecil,
diberikan dosis 50 mg meperidin - wanita dengan postur tubuh besar, dosisnya lebih tinggi
yaitu 100 mg meperidin - obat- obatan antiemetic, misalnya protasin 25 mg biasanya
diberikan bersama dengan pemberian preparat narkotik.
b) tanda – tanda vital Tanda- tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali. Perhatikan tekanan
darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
c) Terapi cairan dan diet Pemberian 3 liter larutan RL, dalam pedoman umum, terbutki
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian jika
output urine jauh dibawah 30 ml/jam, pasien harus segera dievaluasi kembali paling lambar
pada hari kedua.
d) Vesika urinarius dan usus Setelah 12 jam post operasi kateter dapat dilepaskan atau
keesokan paginya setelah operasi. Pada hari pertama setelah pembedahan biasanya bising
usus belum terdengar, pada hari kedua juga bising usus masih lemah. Kemudian usus baru
aktif di hari ketiga.
f) Perawatan luka Luka sayatan diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternative ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit
dapat diangkat setelah 11 hari keempat setelah pembedahan. Paling lambat hari ketiga post
partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi atau sayatan
g) Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi tersebut dan harus
segera dicek kembali apabila ada kehilangan darah yang tidak biasa atau keadan lain yang
menunjukkan hipovolemia.
h) Perawatan payudara Jika ibu memutuskan tidak menyusui maka pemberian ASI dapat
dimulai pada hari post operasi, pemasangan pembalut payudara untuk mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasa untuk mengurangi rasa sakit.
i) Pemulangan pasien dari rumah sakit Akan lebih aman jika seorang pasien yang baru
melahirkan bila diperbolehkan pulanh pada hari ke empat atau kelima post operasi, dan
aktivitas ibu untuk seminggu harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan
orang lain. (Roberia, 2018)
BAB III
1. Pengkajian
Menurut (Dermawan, 2012) untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien,
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik secara bio,psiko, sosial dan spiritual adalah dengan dilakukannya
pengkajian karena pengkajian merupakan konsep dasar dari proses keperawatan. Tahap ini
adalah tahap penentuan untuk tahap berikutnya,pengkajian juga merupakan tahap dasar dan
awal dalam proses keperawatan. Diagnosis keperawatan akan ditentukan ditahap ini dengan
kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang 12 terjadi, maka dari itu pengkajian
harus dilaksanakan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada
klien dapat diidentifikasi. Dalam pengkajian keperawatan post SC itu sendiri meliputi:
identitas klien, kleuhan utama, riwayat kesehatan, riawayat perkawinan,riwayat obstert,
riwayat persalinan sekarang, riwayat KB, pola-pola fungsi kesehatan pemeriksaan.
2. Diagnosa Keperawatan
b) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidak ada kekuatan reflek oksitosin
3. Intervensi
Intervensi harus dilakukan oleh perawat. Untuk membantu klien mencapai hasil yang
diharapkan maka dilakukanlah intervensi. Ada tiga komponen utama yang harus ada dalam
sebuah rencana asuhan keperawatan, yaitu masalah yang diprioritaskan atau diagnosa
keperawatan, tujuan dan kriteria hasil yaitu menuliskan tujuan yang akan dicapai dan hal-hal
yang menjadi kriteria dalam keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, intervensi yaitu
apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan atau kriteria hasil. Dalam penulisan tujuan
perawatan harus berdasarkan SMART, yaitu secara Spesific 14 (tidak menimbulkan arti
ganda) Measurable (dapat diukur,dilihat,didengar,diraba,dirasakan, atau dicium). Achievable
(dapat dicapai), Reasonable ( dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah), dan Time
( memiliki batas waktu yang jelas) (Budiono, 2016).
4. Implementasi Keperawatan
Jika perencanaan yang dibuat kemudian diaplikasikan kepada klien adalah contoh
dari tahap implementasi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda
dengan urutan yang telah dibuat pada perencaaan. Menurut (Debora, 2012)aplikasi yang
dilakukan kepada klien akan berbedan, diseuaikan dengan kondisi klien pada saat itu dan
kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Menurut (Potter & Perry, 2011)implementasi
keperawatan ialah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah kesehatan yang dihdapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini kita membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi dilakukan
dengan pendekatan pada SOAP, yaitu S untuk data subjektif ialah data yang diutarakan klien
dan pandangannya tehadap data tersebut, O untuk data objektif ialah data yang didapat dari
hasil observasi perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
penyakit klien, A untuk analisis ialah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
objektif, P untuk perencanaan ialah pengembangan rencana segera atau yang akan datang
untuk mencapai status kesehatan klien yang optimal (Debora, 2012)
LAPORAN PENDAHULUAN
DI SUUSN OLEH :
NAMA: INDRIANI
NIM: P00620220015
NIM : P00620220015
Menyetujui
Nip:198007102005012026
Mengetahui
Nip : 196612081987031002
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, R., 2018. Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Berkala Kesehatan, 4(1), pp.10- 17. Agustina, Eva. and
Syahrul, F., 2017. The Effect of Operating Procedure with Infection Incidence on
Contaminated Cleaning Operating Patients (Case Control Study in RSU HAJI Surabaya).
Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(3), pp.351-360. Asrawal, A., Hasan, D. and Daniel, D., 2019.
Faktor Risiko Terjadinya Infeksi Daerah Operasi pada Pasien Bedah Orthopedi di
Rsup Fatmawati Periode Juli-Oktober 2018. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(2), pp.104-112.
Baradero, M, Dkk. 2008. Prinsip Dan Praktek Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.
Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Bedah
Umum Di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti. Jurnal Sains Vol. 7 No. 1 Tahun 2016.
Diakses 19 Juni 2020 Berríos-Torres, S.I., Umscheid, C.A., Bratzler, dkk. 2017.
Centers for disease control and prevention guideline for the prevention of surgical site
infection. JAMA surgery, 152(8), pp.784-791. Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Hubungan Gangguan Citra Tubuh dengan Tingkat Stress Pada
Pasien Pasca Operasi Bedah Mayor Di RSUD RSAM Bukittinggi Tahun 2017. Diakses 19
Juni 2020