Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai

peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, oleh

karena itu rumah sakit dituntut memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu, efektif dan efisien yang menjamin patient safety sesuai dengan

standar yang telah ditentukan. Salah satu indikator patient safety adalah

pengurangan resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (WHO,

2009).

World Health Organization(WHO) mendeklarasikan program

keselamatan pasien dengan mencetuskan Global Patient Safety Challenge

“clean care is safe care”, serta meluncurkan Save Lives: Clean Your

Hands dengan strategi 5 momenthand hygiene (My Five Moments for

Hand hygiene) yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan

tindakan aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah

kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien”.

Terkait perawatan kesehatan atau ″Healthcare Associated

Infections″ (HAIs), yang juga disebut sebagai infeksi "Nosokomial" atau

"Rumah Sakit", merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama

perawatan di rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan lainnya

setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu 48–72 jam (WHO,

2016). Infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien, baru bisa

dikategorikan apabila saat pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak

1
2

didapatkan infeksi atau tanda-tanda klinik dari infeksi, dan tidak sedang

dalam masa inkubasi dari infeksi (Kozier, 2010).

Pada tahun 2017 Menteri KesehatanIndonesia mengeluarkan

kebijakan pencegahan infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan

lainnya yang tertuang keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 27/Menkes/III//2017, tentang Pedoman Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan (Depkes,

2017). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 mengenai

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam menetapkan standar

kejadian Infeksi nosokomial di rumah sakit ≤ 1,5% (Darmadi 2008).

Berdasarkan prevalensi infeksi nosokomial rumah sakit di dunia

lebih dari 1,4 juta atau sedikitnya 9% pasien rawat inap di seluruh dunia

mendapatkan infeksi nosokomial, penelitian yang dilakukan oleh WHO

dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan (Eropa, timur

tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) terdapat sekitar 8,7%

menujukkan adanya infeksi nosokomial dan 10,0% untuk Asia Tenggara

(WHO, 2012).Dan dari hasil survey World Health Organozations (WHO)

pada tahun 2016, menyatakan bahwa di Eropa prevalensi kejadian infeksi

nosokomial setiap tahunnya lebih dari 4 juta – 4,5 juta pasien, sedangkan

di Amerika Serikat prevalensi pasien terkena infeksi nosokomial

pertahunnya diperkirakan sekitar 1,7 juta pasien. Prevalensi ini mewakili

4,5 % untuk 99.000 kematian (WHO, 2016).

Di Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI, telah melakukan

survey pada tahun 2013 terhadap 10 Rumah Sakit Umum Pendidikan,


3

didapatkan angka yang cukup tinggi 6-16 % angka infeksi nosokomial,

dengan rata-rata 9,8%. Survey yang dilakukan di 10 rumah sakit di DKI

Jakarta ini menunjukkan bahwa pasien rawat inap yang mendapat infeksi

yang baru selama dirawat di rumah sakit adalah sebanyak 9,8%(Depkes

RI, 2013). Phlebitis adalah infeksi yang tertinggi di rumah sakit swasta

atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien

berisiko 124.733 (1.7%) (Depkes RI, 2010).

Kasus infeksi nosokomial pada beberapa rumah sakit dapat

memperparah kondisi kesehatan pasien, bahkan pada beberapa kasus dapat

menimbulkan kematian. Dampak infeksi nosokomial tidak hanya

menimbulkan kerugian dalam segi materi pasien namun juga dari sisi

kesehatan pasien.  Beberapa dampak infeksi nosokomial yang sering

terjadi dan harus diwaspadai, antara lain: infeksi saluran kemih, infeksi

aliran darah, pneomonia dan infeksi luka operasi.

Hasil survey tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP

Sanglah Denpasar didapatkan data 144 kejadian infeksi nosokomial

selama tahun 2011. Survey yang dilakukan dirawat inap terjadi 33

kejadianinfeksi nosokomial, dimana 30 kejadian phlebitis dan 3 kejadian

decubitus, penyebab dari kejadian phlebitis bisa disebabkan oleh hygiene

petugas (Lindayati, 2012).

Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial dengan

melakukan hand hygiene. Hand hygiene menurut Persatuan Pengendalian

Infeksi Indonesia yaitu suatu prosedur tindakan membersihkan tangan

dengan menggunakan sabun atau antiseptik di bawah air mengalir atau


4

dengan menggunakan handscrub yang bertujuan untuk menghilangkan

kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme

(Perdalin, 2010). Hand hygiene merupakan ukuran yang paling penting

dalam tindakan pencegahan karena lebih efektif dan biaya rendah,

diperkirakan dengan melakukan hand hygienedapat pengurangan dampak

terhadap infeksi nosokomial sebesar 50% (Madrazo, 2009).

Pelaksanaan hand hygiene sangat penting dilakukan karena

ketidakpatuhan dapat menimbulkan dampak antara lain: (1) Terhadap

pasien, dapat memperpanjang hari rawatan dengan penambahan diagnosa

sehingga dapat menyebabkan kematian; (2) Terhadap pengunjung, dapat

menularkan kepada orang lain setelah meninggalkan rumah sakit; (3)

Bagi perawat, akan menjadi barier (pembawa kuman) yang menularkan

kepada pasien lain dan diri sendiri; (4) Bagi rumah sakit, menurunkan

mutu pelayanan rumah sakit hingga pencabutan ijin operasional rumah

sakit. Untuk menjaga keselamatan pasien, pengunjung, perawat dan

meningkatkan mutu rumah sakit.

Kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene sekitar 65% di

Australia, sementara berdasarkan studi di Amerika Serikat kepatuhan

perawat dalam hand hygiene masih sekitar 50% (Erlando 2011). Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah sejak tahun 2010 telah

melakukan program hand hygiene, namun sampai saat ini kepatuhan

perawat melakukan hand hygiene hanya sekitar 60%. Data-data mengenai

kepatuhan perawat terkait hand hygiene di berbagai rumah sakit di

Indonesia juga di paparkan oleh Utami (Tahun 2010) yakni: RS Misi


5

Rangkas Bitung 49.7%, RS Tkt.III R.W. Mongosidi Manado 61.9%, RST

Dr. Soedjono Magelang 53.6%.

Data kepatuhan hand hygiene perawat untuk rumah sakit di

Pekanbaru khususnya Rumah Sakit Prof Dr Tabrani, sepatutnya tindakan

hand hygiene perawat mencapai > 85 % guna untuk memperlihatkan

kualitas suatu rumah sakit, sehingga dapat berjalan sesuai dengan misi

rumah sakit yaitu “Menyelenggarakan pelayanan rumah sakit yang

berorirntasi pada mutu dan keselamatn”, namun pada kenyataannya

kepatuhan dalam melaksanakan hand hygiene oleh perawat hanya

mencapai sekitar 55 % .Dampak yang ditimbulkan dari belu tercapainya

kepatuhan hand hygiene ini salah satunya adalah terjadinya kasus

phlebitis. Disepanjang tahun 2018 kasus phlebitis di RS Prof Dr Tabrani

berdasarkan Komite PPI RS Prof Dr Tabrani, mengalami jumlah yang

fluktuatif.

Menunjukan bahwa kepatuhan perawat dalam melaksanakan

hand hygiene di RS Prof Dr Tabrani masih terbilang rendah, dan angka

kepatuhan perawat dalam melaksanakan hand hygiene dalam periode 2018

berdasarkan data dari Komite PPI (Komite Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi) RS.Prof Dr Tabrani yaitu dengan rata-rata 55 % (Tahun 2018).

Dengan rendahnya kesadaran perawat dalam pelaksanan hand hygieneakan

berpengaruh pada angka infeksi nosokomial, khususnya kejadian phlebitis.

Menunjukkan bahwa infeksi nosokomial selalu terjadi di RS

Prof Dr Tabrani, hal ini dibuktikan dengan adanya kasus phlebitis pada

tahun 2018 sebanyak 2,25%, yang mana nilai tersebut sudah melampaui
6

dari angka yang infeksi nosokomial yang ditoleransi oleh Depertemen

Kesehatan RI No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah sakit dalam menetapkan standar kejadian infeksi nosokomial di RS

≤ 1‰, di RS Prof Dr Tabrani penulis mengangkat infeksi nosokomial

oleh karena phlebitis, sebab phlebitis yang terjadi dapat mengganggu

proses kelancaran pengobatan pasien dan akan menyebabkan lamanya

jumlah hari rawatan pasien dan kondisi ini akan membuat ancaman pada

status manajemen Rs Prof Dr Tabrani itu sendiri.

Kepatuhan hand hygiene perawat di RS Prof Dr Tabrani sangat

perlu diperhatikan agar tetap melaksanakan prosedur enam langkah hand

hygiene yang tepat. Pelaksanaan hand hygiene yang baik dan benar perlu

dilakukan dengan keinginan dari perawat itu sendiri yang sering disebut

motivasi. Motivasi yang dimiliki dapat meningkatkan kepatuhan dalam

melaksanakan enam langkah hand hygiene yang baik dan benar. Motivasi

adalah suatu dorongan atau keinginan dalam diri manusia yang

menyebabkan individu melakukan sesuatu untuk memenuhi

kebutuhannya.

Menurut Hamzah (2013) menyimpulkan dari beberapa psikolog

menyebutkan motivasi sebagai kontrukhipotesis yang digunakan untuk

menjelaskan keinginan, dan arah intensitas yang diarahkan oleh tujuan.

Motivasi merupakan proses psikologis yang dapat menjeleaskan perilaku

seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada satu tujuan,

dengan kata lain perilaku seseorang dirancang untuk mencapai tujuan.

(dikutip dari Rolly, 2015).


7

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RS

Prof Dr Tabrani Mai 2018 melalui teknik wawancara observasi,

didapatkan kepatuhan perawat 55% dalam melakukan hand hygiene

dengan lima moment, alasan mereka diantaranya karena: faktor terburu-

buru, karena merasa tangan mereka tampak bersih, mereka sudah pakai

sarung tangan, faktor beban kerja, tangan mereka akan kasar kalau

seringhand hygiene dengan media handrub yang disediakan, tidak adanya

reward dan funishmant dari manajemen terkait kepatuhan terhadap hand

hygiene.

Motivasi perawat dalam melakukan hand hygiene 6 langkah yang

baik dan benar juga masih terbilang kurang. RS Prof Dr Tabrani telah

membuat prosedur tetap hand hygiene yang benar, telah menyediakan

sarana cuci tangan berupa wastafel yang dilengkapi dengan sabun

antimikroba maupun dengan teknik handrub yang sudah dipasang di

masing masing tempat tidur pasien, serta edukasi berupa gambar 6 langkah

hand hygiene pun sudah tertempel pada masing masing wastafel, bahkan

sosialisasi yang dilakukan oleh tim PPI tentang 6 langkah hand hygiene

sudah sering dilakukan untuk menghadapi akreditasi rumah sakit pada

bulan juni2017. Karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling

banyak melakukan kontak dengan pasien dan berinteraksi secara langsung

dengan pasien selama 24 jam, maka peran perawat sangat berpengaruh

terhadap terjadinya Infeksi nosokomial.

Berdasarkan fenomena diatas, dengan rendahnya angka kepatuhan

seta kurangnya motivasi perawat melaksanakan hand hygiene, dan


8

didasarkan dengan tingginya angka kejadian phlebitis, maka penulis

tertarik untuk mengetahui “Hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat

dalam melaksanakan hand hygiene di RS Prof Dr Tabrani Pekanbaru”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan jumlah presentasi angka ketidak patuhan perawat

dalam melakukan hand hygiene di unit pelayanan rawat inap

RS.Prof.Dr.Tabrani. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah

ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat melaksanakan

hand hygiene di RS Prof Dr Tabrani tahun 2020”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam

melaksanakan hand hygiene di ruang rawat inap RS Prof Dr Tabrani

Pekanbaru tahun 2020.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik (usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan)

b. Mengetahui distribusi frekuensi motivasi melaksanakan hand

hygiene perawat sebagai tindakan pencegahan infeksi nosokomial

di ruang rawat inap RS. Prof Dr Tabrani tahun 2020.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepatuhan hand hygiene

perawat di ruang rawat inap RS.Prof Dr Tabrani tahun 2020.


9

d. Untuk menganalisa hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat

dalam melaksanakan hand Higiene di RS Prof Dr Tabrani tahun

2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi literature mengenai hal-hal

terkait dengan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat

dalam melakukan hand hygiene.

2. Bagi RS Prof Dr Tabrani

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

pimpinan RS Prof Dr Tabrani Pekanbaru untuk menyusun program,

kebijakan dan strategi pelaksanaan khususnya mengenai kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene guna meningkatkan mutu

pelayanan rumah sakit serta memperhatikan ketersediaan fasilitashand

hygiene mendukung pelaksanaan melakukan hand hygiene guna

mencegah penularan infeksi yang terjadi selama pasien dirawat di RS

Prof Dr Tabrani Pekanbaru.

3. Bagi Penulis

Proposal ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang

kepatuhan dalam melakukan hand hygiene dan mengaplikasikan mata

kuliah Metodologi Penelitian dan Biostatistik, serta merupakan

pengalaman yang berharga dalam melakukan penelitian.


10

E. Ruang lingkup

Penelitian ini akan dilakukan peneliti di rumah sakit Prof Dr

Tabrani. Penelitian di mulai dari penyusunan proposal hingga skripsi hasil

yaitu pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020 dengan judul “

Motivasi dengan kepatuhan perawat melaksanakan hand hygiene di

rumah sakit Prof Dr Tabrani yang ditujukan kepada kepada perawat rawat

inap RS. Prof. Dr.Tabrani. Dengan tujuan mengetahui hubungan motivasi

dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan hand hygiene.

Jenis penelitian yang di gunakan penelitian kuantitatif dengan

metode observasi analitik.

F. Keaslian Penelitian

Keterangan Peneliti Sekarang


Sinaga(2015 Waney (2016)
Judul Motivasi dengan
kepatuhan perawat kepatuhan hand hygiene faktor-faktor yang
melaksanakan hand di Rumah Sakit Misi berhubungan dengan
Rangkasbitun kepatuhan hand hygiene
hygiene di ruang di instalasi rawat inap
rawat inap rumah Rumah Sakit Tingkat III
sakit prof dr R. W. Mongisidi Manado
Tabrani.

Desain Deskriptif Deskriptif kuantitatif Deskriptif kuantitatif


Kuantitatif

Variabel Independen : Variabel terikat


Motivasi Variabel terikat penelitian adalah
Dependen: penelitian adalah kepatuhan hand hygiene
Kepatuhan perawat kepatuhan hand hygiene\ Variabel bebas penelitian
Variabel bebas penelitian adalah pengetahuan,
dalam melakukan
adalah ketersediaan motivasi, ketersediaan
Hand Hygiene sarana, dan supervisi
sarana dan supervisi
kepala kepala ruangan dan
pelatihan dengan
kepatuhan hand hygiene
Tempat Di Rumah Sakit Misi
RS.Prof.Dr.Tabrani Rangkas bitung instalasi rawat inap
(khusus pada perawat Rumah Sakit Tingkat III
11

rawat inap di R. W. Mongisidi Manado


RS.Prof.Dr.Tabrani)
Tujuan Untuk mengetahui Untuk mengetahui Unruk mengetahui
hubungan motivasi hubungan yang hubungan yang
dengan kepatuhan bermakna antara signifikan antara
perawat dalam ketersediaan sarana pengetahuan dengan
melaksanakan Hand dengan kepatuhan kepatuahan Hand
Hygiene di ruang melakukan Hand Hygiene
rawat inap Hygiene
RS.Prof.Dr.Tabrani.

Hasil . Ada hubungan yang Terdapat hubungan


bermakna antara motivasi dengan
ketersediaan sarana kepatuhan hand
dengan kepatuhan hygiene
melakukan hand
hygiene.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Menurut Walgito (2004) dalam Suparyanto (2014),

mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu

atau organisme yang mendorong kepatuhan kearah tujuan. Menurut

Notoadmodjo (2010) dalam Suparyanto (2014) motivasi, yaitu:

dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang

tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu

tujuan. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-

alasan tindakan tersebut.Menurut Sunaryo, (2008) motif

merupakan suatu pengerak, keinginan, rangsangan motif atau

motivasi berasal dari kata latin “Moreve” yang berarti dorongan

dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku pengertian

motivasi tidak terlepas dari kebutuhan. Kebutuhan adalah suatu

potensi dalam diri manusia yang perlu di tanggapi atau di respon

(Notoatmojo, 2010) motivasi menurut Stoner dan freman adalah

karakteristik psikologi manusia yang memberikan kontribusi

hasrat, pembangkit tenaga dan dorongan dalam diri manusia yang

menyebabkan mereka, berbuat sesuatu secara singkat dalam diri

individu yang menyadari atau menentukan prilaku indivadu, kata

lain Motif adalah energi dasar yang terdapat dalam diri individu

12
13

dan menentukan individu dan menentukaan prilaku dan memberi

tujuan dan arah kepada prilaku manusia. Di kalangan para ahli

muncul berbagai pendapat tentang motivasi.

Meskipun demikian, ada juga semacam kesamaan pendapat

yang dapat ditarik mengenai pengertian motivasi, yaitu: dorongan

dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut

melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan

tindakan tersebut (Notoadmodjo, 2010).

Motivasi perawat yang tinggi dapat mempengaruhi tingkah

laku agar ia bergerak hatinya untuk bertindak melakukan suatu

sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

1) Jenis-jenis motivasi

Menurut Elliot et al (2000) dan Sue Howard (1999)

dalam Suparyanto (2014), motivasi seseorang dapat timbul dan

tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri, intrinsik dan dari

lingkungan, ekstrinsik:

a) Dalam belajar, kebutuhan, harapan, dan minat dan

sebagainya.

b) Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang

datang dari luar individu yang tidak dapat dikendalikan oleh

individu.
14

2) Klasifikasi Motivasi

a) Motivasi kuat

Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri

seseorang dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki

harapan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, dan

memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita akan

menyelesaikan pengobatannya tepat pada waktu yang telah

ditentukan.

b) Motivasi sedang

Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri

manusia memiliki keinginan yang positif, mempunyai

harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang

rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu

menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

c) Motivasi lemah

Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri

manusia memiliki harapan dan keyakinan yang rendah,

bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi seseorang

dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan

keterampilan baru merupakan mutu kehidupannya maupun

mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna

(Irwanto, 2008).
15

3) Sumber Motivasi

Menurut Widayatun (2008) yang dikutip Suparyanto

(2014), sumber motivasi dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

a) Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari

dalam diri individu itu sendiri. Misalnya perasaan

nyaman pada pasien ketika berada di rumah bersalin

b) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari

luar individu, misalnya saja dukungan verbal

dannonverbal yang diberikan oleh teman dekat atau

keakraban sosial.

c) Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam

kondisi terjepit dan munculnya serentak serta

menghentak dan cepat sekali.

b. Pengukuran Motivasi

Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun

harus diukur. Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi

sosial dan motivasi biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur

motivasi yaitu dengan :Test proyektif, Kuesioner, dan Perilaku.

(Notoadmodjo, 2010)

1) Tes Proyektif

Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa

yang ada dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami

apa yang dipikirkan orang, maka kita beri stimulus yang harus

diinterprestasikan. Salah satu teknik proyektif yang banyak


16

dikenal adalah Thematic Apperception Test (TAT). Dalam test

tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk

membuat cerita dari gambar tersebut. Dalam teori Mc Leland

dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu

kebutuhan untuk berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power

(n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita

tersebut kita dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien

berdasarkan konsep kebutuhan diatas.(Notoatmodjo, 2010).

2) Kuisioner

Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner dengan

skala Likert yang berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan

telah diuji validitas dan realibilitas.

a) Pernyataan Positif (Favorable)

(1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban

kuesioner diskor 4.

(2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner

diskor 3.

(3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban

kuesioner diskor 2.

(4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak

setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan


17

melalui jawaban kuesioner diskor 1.

b) Pernyataan negative (Unfavorable)

(1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban

kuesioner diskor 1.

(2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner

diskor 2.

(3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban

kuesioner diskor 3.

(4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak

setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan

melalui jawaban kuesioner diskor 4.

3) Observasi perilaku

Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan

membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku

yang mencerminkan motivasinya. Misalnya, untuk mengukur

keinginan untuk berprestasi, klien diminta untuk memproduksi

origami dengan batas waktu tertentu. Perilaku yang diobservasi

adalah, apakah klien menggunakan umpan balik yang

diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan

mementingkan kualitas dari pada kuantitas kerja (Notoatmodjo,

2010).
18

Berdasarkan pemaparan diatas peneliti mengangkat

motivasi yang menjadi faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan hand hygiene oleh perawat. Hal ini didukung oleh

beberapa penelitian fedi sudrajat (2015) yang berjudul “Faktor-

faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam

pelaksanaan hand hygiene sebelum tindakan keperawatan di

RSUD Dr. Soedirman Kebumen” yang menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan dalam

pelaksanaan hand hygiene. Penelitian juga dilakukan oleh

Rizka Amalia, dkk (2016) yang berjudul faktor-faktor

yangberhubungan dengan tingkat kepatuhan tenaga kesehatan

melakukan cuci tangan di RSUP Kariadi Semarang” yang

menyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan,

ketersediaan fasilitas, dan pengawasan pimpinan,dengan

kepatuhan dalam pelaksanaan hand hygiene.

2. Kepatuhan

a. Pengertian kepatuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) dalam

Arfianti (2010), kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,

ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini adalah

ketaatan dalam melakukan hand hygiene sesuai dengan indikasi

dan tata cara yang benar. Menurut Smet (1994) dalamArfianti

(2010).
19

Kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu

cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau

dibebankan kepadanya. Perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktivitas yang dapat diamati langsung dan tidak langsung

(Sunaryo,2004). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang

diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut

rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi

tertentu (Notoatmodjo, S. Cit.Sunaryo, 2004).

Kepatuhan adalah sikap positif individu yang ditunjukkan

dengan adanya perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan. Kepatuhan perawat adalah kepatuhan perawat terhadap

suatu tindakan, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau

ditaati (Notoadmodjo, 2007).

1) Strategi meningkatkan kepatuhan hand hygiene:

a) Sediakan handrub dipintu masuk ruang rawat atau disisi

tempat tidur pasien

b) Penyuluhan petugas secara teratur tentang pentingnya hand

hygiene, kapan dan cara melakukan dengan benar.

c) Pasang poster prosedur cara mencuci tangan dengan airatau

dengan alkohol handrub.

d) Monitoring kepatuhan pada petugas dan memberiumpan

balik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan hand

hygiene.

e) Evaluasi kepatuhan hand hygiene.


20

2) Pengukuran kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi

yang akan diukur dari subyek penelitian atau responde kedalam

tingkat pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan dari kepatuhan tersebut. Tingkat

kepatuhan seseorang dapat di interpretasikan dengan skala

yang bersifat kuantitatif, yaitu (Natasia, 2014).

a) Patuh : bila (x) ≥ 50% dari nilai skor total

b) Kurang patuh : bila < 50 % dari nilai skor total

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat

melaksanakan hand hygiene

1) Faktor predisposisi (Predisposising Factors)

a) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan

merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan

sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi 6

(enam) tingkatan pengetahuan yaitu:


21

(1) Tahu (Know), diartikan hanya sebagai recall

(memanggil) memori yangtelah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu.

(2) Memahami (Comprehension), artinya memahami suatu

objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang

tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar

tentang objek yang diketahui tersebut.

(3) Menggunakan (Aplication), artinya menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain.

(4) Menguraikan (Analisis), artinya kemampuan seseorang

untuk menjabarkan dan/atau materi atau memisahkan

kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui.

(5) Menyimpulkan (Syntesis), maksudnya suatu

kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

(6) Mengevaluasi (Evaluation), yaitu kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek.


22

b) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan

respons tertutup dari seseorang stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju- tidak

setuju, baik - tidak baik, dan sebagainya). Menurut Allport

(1935) dalam Wawan (2011) sikap adalah kondisi mental

dan neural yang diperoleh dari pengalaman yang

mengarahkan dan secara dinamis merupakan respons-

respons individu terhadap objek dan situasi yang terkait.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) sikap

terdiri dari 3 (tiga) komponen yakni:

(1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap

suatu obyek. Artinya, bagaimana keyakinan dan

pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

(2) Afektif, artinya bagaimana penilaian (terkandung di

dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

(3) Konatif, artinya kecenderungan untuk bertindak.

Allport juga membagi sikap menjadi 4 tingkatan yakni:

(a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek)

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek).
23

(b) Merespons (responsding)

Memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

(c) Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau

seseorang memberikan nilai yang positif terhadap

objek atau stimulus. Dalam arti, membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespons.

(d) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya

adalah bertanggung jawab apa yang telah di

yakini dan berani mengambil resiko bila ada

orang lain yang mencemoohkan atau adanya

risiko lain.

2) Faktor pendukung (Enabling Factor)

Yang menjadi faktor pendukung kepatuhan dalam

melaksanakan hand hygiene adalah fasilitas hand hygiene.

Menurut Notoatmodjo (2010), fasilitas hand hygiene (sarana

dan prasarana) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. Fasilitas hand

hygiene yang diperlukan dalam di rumah sakit antara lain

wastafel, air bersih yang mengalir lancar, sabun antiseptik yang


24

disediakan dalam bentuk sabun cair antiseptik dan alkohol

gliserin untuk hand rub, pengering tangan tersedia bentuk lap

atau tisu sekali pakai dan tempat khusus untuk menyimpan

lap/tisu bekas pakai. Fasilitas hand hygiene yang memadai

mendukung kepatuhan perawat dalam kepatuhan hand hygiene.

Agar perawat dapat bekerja secara maksimal penyediaan

fasilitas hand hygiene yang dibutuhkan perlu diperhatikan

3. Hand Hygiene

a. Definisi Hand Hygiene

Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik

untuk hand hygiene dengan sabun antiseptik, maupun handrub

antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman hand hygiene dan

antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in

Infection Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002 dalam

WHO 2009).

Tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety

challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan

inovasi strategi kepatuhan Hand hygiene untuk petugas kesehatan

dengan My five moments for Hand hygiene (WHO, 2009). Hand

hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan,

baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir

(hand washing) atau dengan menggunakan handrub berbasis

alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah yang sistematik


25

sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang

berada pada tangan (WHO, 2009).

Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok

kedua permukaan tangan dengan kuat secara bersamaan

menggunakan zat pembersih yang sesuai dan dibilas dengan air

mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak

mungkin. Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan

dengan berbahan dasar alkohol tanpa air, penggosokkan tangan ini

dilakukan dengan menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol

(misalnya, etanol, n-propanol atau isopropanol) yang digunakan

dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil,

2011 dalam Ardana 2016). Menurut Departeman Kesehatan RI

(2010), ada tiga caraHand hygiene yang dilaksanakan sesuai

dengan kebutuhan, yaitu:

1) Hand hygiene hygienik atau rutin: mengurangi kotoran dan

flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun atau

detergen.

2) Hand hygiene aseptik: sebelum tindakan aseptik pada pasien

dengan menggunakan antiseptik.

3) Hand hygiene bedah (surgical handscrub): sebelum

melakukan tindakan bedah dengan cara aseptik dengan

antiseptik dan sikat steril.


26

b. Tujuan Hand Hygiene

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tujuan hand

hygiene adalah sebagai berikut:

1) Meminimalkan atau menghilangkan mikroorganisme yang ada di

tangan.

2) Mencegah perpindahan mikroorganisme dari lingkungan ke

pasien dan dari pasien ke petugas (infeksi silang).

c. Tata Laksana Hand Hygiene

Gambar 2.1
5 (Lima) moment hand Hygiene
Sumber: WHO (World Health Organization) 2009

World Health Organization (2009), mensyaratkan five

momentof Hand hygiene (5 waktu hand hygiene), yang merupakan

petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan hand hygiene yaitu:

1) Sebelum kontak dengan pasien


27

Hand hygiene sebelum kontak dengan pasien, untuk

melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan

petugas.

2) Sebelum melakukan prosedur aseptik

Hand hygiene segera sebelum melakukan tindakan aseptik,

untuk melindungi pasien dari bakteri patogen, termasuk yang

berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri.

3) Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

Hand hygiene setelah kontak atau resiko kontak dengan

cairan tubuh pasien (dan setelah melepas sarung tangan), untuk

melindungi petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal

dari pasien.

4) Setelah kontak dengan pasien

Hand hygiene setelah menyentuh pasien, untuk

melindungi para petugas kesehatan dari bakteri patogen yang

berasal dari pasien.

5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Hand hygiene setelah menyentuh objek yang ada di sekitar

pasien pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh

pasien, untuk melindungi petugas kesehatan dan area

sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hand hygiene

1) Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) hal-hal yang perlu

diperhatikan saat hand hygiene adalah sebagai berikut:


28

a) Bila tangan jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh

bahan yang mengandung protein, tangan harus dicuci dengan

sabun dan air mengalir.

b) Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi,

harus digunakan antiseptik berbasis alkohol untuk

dekontaminasi secara rutin.

c) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.

2) Menurut World Health Organization (2009), hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam hand hygiene adalah:

a) Rawatlah tangan secara teratur menggunakan krim tangan

pelindung atau lotion, minimal satu kali per hari;

b) Jangan gunakan air panas untuk membilas tangan;

c) Setelah handrub atau handwash, biarkan tangan benar-benar

kering sebelum memakai sarung tangan;

d) Jangan memakai kuku buatan atau ekstender ketika kontak

langsung dengan pasien;

e) Sebaiknya menjaga kuku tetap pendek.

e. Prinsip Hand Hygiene

Menurut Liana (2012), dalam hand hygiene terdapat

beberapa prinsip, antara lain:

1) Anggap bahwa semua alat terkontaminasi

2) Jangan memakai perhiasan

3) Gunakan air hangat yang mengalir

4) Cegah terjadinya percikan air, terutama ke baju


29

5) Gunakan sabun yang tepat dan gunakan sampai muncul busa

6) Gunakan gerakan memutar, menggosok dan bergeser

7) Gunakan handuk atau tisu sekali pakai untuk mengeringkan

tangan

f. Fasilitas Hand Hygiene

Fasilitas Hand hygiene harus tersedia untuk membantu

petugas kesehatan dalam melaksanaan prosedur kebersihan tangan.

Menurut Depkes RI (2011) fasilitas tersebut meliputi:

1) Air mengalir

Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir

dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang

memadai. Guyuran air mengalir dapat melepaskan

mikroorganisme karena gesekan mekanis atau kimiawi saat

Hand hygiene dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit.

2) Sabun antiseptik

Sabun tidak membunuh mikroorganisme, tetapi

menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga

mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah

terbawa oleh air.Jumlah mikroorganisme semakin berkurang

dengan meningkatnya frekuensi hand hygiene, namun sisi lain,

sabun atau detergen dapat membuat kulit menjadi kering dan

pecah-pecah.
30

3) Larutan antiseptik

Larutan antiseptik atau antimikroba topikal dipakai untuk

menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada

kulit.Antiseptik memiliki keragaman efektivitas, aktivitas,

akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan

keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-

masing individu.

Kriteria memilih antiseptik menurut adalah sebagai

berikut:

a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak

mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif,

virus lipofilik, bacillus dan tuberkulosis, fungi, endospora);

b) Efektivitas;

c) Kecepatan aktivitas awal;

d) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk

meredam pertumbuhan;

e) Tidak mengakibatkan iritasi kulit;

f) Tidak menyebabkan alergi;

g) Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang;

h) Dapat diterima secara visual maupun estetik

4) Lap tangan yang bersih dan kering.


31

g. Prosedur Hand Hygiene

Prosedur hand hygiene berdasarkan World Health

Organization (2009) terdiri dari 6 langkah hand hygiene. Prinsip dari

6 langkah hand hygiene antara lain:

1) Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan

antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun

antiseptik (handwash).

2) Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash40-

60 detik.

3) 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

Gambar 2.2 6
(enam) langkah Hand Hygiene dengan berbasis alkohol Handrub
Sumber: (WHO 2009)
32

Pada gambar 2.2 prosedur 6 langkah hand hygiene dengan

mengunakan antiseptik berbasis alkohol dimulai dengan

menuangkan antiseptic ke tangan (point 1a dan 1b), kemudian

barulah dimulai dengan gerakan awal pada point 2. Setelah gerakan

6 langkah selesai dengan waktu 20-30 detik, barulah tangan tampak

bersih (point 8)

Gambar 2.3
(enam) 6 langkah Hand Hygiene dengan mengunakan sabun cair
(Handwash) Sumber: WHO 2009

Pelaksanaan handwash dimulai dengan membuka kran dan

membasahi kedua telapak tangan, (terlihat pada gambar 2.3 point 0)

menuangkan sabun cair 3-5 cc untuk menyabuni seluruh permukaan

tangan, (terlihat pada gambar 2.3 point 1). Pelaksanaan handrub


33

dimulai dengan menuangkan antiseptik berbasis alkohol 3-5 cc ke

seluruh permukaan tangan, gosok kedua telapak tangan hingga

merata dengan urutan TE-PUNG–SELA-CI-PU-PUT yaitu

TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-PUTAR

sebagai berikut:

1) Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

2) Pungung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar

tangan kiri dan sebaliknya.

3) Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam

4) KunCi; jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

5) Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman

tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

6) Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada

telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah

jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya.

Pada gambar 2.3 pelaksanaan handwash pada point 8, 9, 10,

dan 11 disana menjelaskan setelah langkah terakhir hand hygiene

dilanjutkan dengan membasuh tangan dengan air mengalir (point 8),

mengeringkan tangan dengan tissue, atau kain lap sekali pakai

(poin 9), dan menutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang

masih ditangan (point 10), dan (point 11) menunjukkan tangan sudah

bersih.
34

B. Kerangka teori.

Uraian berbagai tinjauan teori sebelumnya dapat disimpulkan melalui

skema kerangka teori berikut ini :

Skema 2.1
Kerangka Teori
Menurut Teori Lawrence Green (1980) : Faktor Predisposing,
Enabling dan Reinforcing yang berhuungan dengan kepatuhan
perawat dalam melaksanakan Hand Hygiene Sumber Notoadmojo:
(2010) dan WHO (2009).
Faktor predisposisi Faktor pendukung Fakctor pendorong
(predisposingfactors) (Enabling Factor) (Reinforcing factors)
- Motivasi
- Pengetahuan Ketersediaan fasilitas: - Supervise kepala
- Sikap -Wastafel dengan air yang ruangan
- Kepatuhan mengalir yang tejangkau
-Kertas tisuee
-Sabun antiseptic
-Tempat sampah untuk
tissue
-Leaflet gambar cuci tangan

Kebersihan tangan
hand hygiene

Five moment hand hygiene 6 langkah hand hygiene


- Sebelum kontak dengan pasien
- Sebelum melakukan tindakan aseptic
- Setelah terpapar dengan cairan tubuh
pasien
- Setelah kontakdengan pasien
- Setelah kontak dengan lingkungan
pasien

Infeksi nosokomial
(HAIs)
35

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.

Skema 2.2
Kerangka Konsep
Variabel bebas (Independen) Variabel terikat (Dependen)

Motivasi : Kepatuhan melaksanakan hand hygiene


1. Tinggi 1. Patuh
2. Rendah 2. Tidak Patuh

D. Hipotesis Penelitian

Merupakan dugaan/ pernyataan sementara yang diungkapkan secara

deklaratif/ yang menjadi jawaban dari sebuah permasalahan.  Pernyataan

tersebut diformulasikan dalam bentuk variabel agar bisa di uji secara

empiris. Hipotesis merupakan identik dari perkiraan atau prediksi .Dari

sebuah hipotesis maka akan menimbulkan suatu prediksi, karena prediksi

adalah hasil yang diharapkan diperoleh dari hipotesis. Hipotesis dapat

diketahui jika telah melakukan suatu percobaan sehingga mengetahui

hasilnya.Salah satu langkah dalam penelitian menggunakan metodo ilmiah

adalah hipotesis.

Hipotesis alternatif (Ha)

Terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

melaksanakan hand hygiene di rumah sakit Prof Dr Tabrani tahun 2019


36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode

observasi analitik, yaitu dengan mencari hubungan antara variable bebas

dengan variable terikat yang analisisnya untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara variabel sehingga perlu disusun hipotesisnya, dengan

pendekatan Cross Sectional.

Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek penelitian diamati pada saat

yangsama (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene

sebagai tindakan pencegahan infeksi nosokomial di Rs Prof Dr Tabrani tahun

2020.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada seluruh perawat di RS Prof Dr Tabrani

karena berdasarkan hasil surveylant tim PPI RS Prof Dr Tabrani angka

kepatuhan hand hygiene perawat kurang dari standar yang telah ditetapkan

oleh Komite PPI rumah sakit yaitu >85 % .


37

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2019 sampai dengan

Januari 2020.

C. Populasi, Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoadmodjo, 2012). Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di RS Prof Dr Tabran.

Total populasi sebanyak 60 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi

tersebut (Saryono, 2011), yang menjadi sampel dalam penelitan ini adalah

semua perawat yang bertugas di ruangan rawat inap. Karena jumlah

perawat berjumlah 60 orang, maka seluruh populasi di jadikan sampel.

D. Teknik sampling.

Penelitian ini menggunakan Teknik total sampling, semua Perawat

yang bekerja RS.Prof.Dr.Tabrani populasi menjadi sampel.

E. Variabel Penelitian.

Variabel adalah objek penelitian yang dijadikan sebagai sasaran

penelitian (Donsu, 2016). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independent) yaitu variabel yang menjadi penyebab

terjadinya variabel terikat (Donsu, 2016). Variabel yang digunakan pada

penelitian ini adalah Motivasi terhadap pelaksanaan hand hygiene.


38

2. Variabel terikat (Dependent) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas (Donsu, 2016). Variabel yang digunakan pada penelitian ini

adalah Kepatuhan melaksanakan hand hygien

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013)

Tabel 3.1

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Ukur Hasil Pengukuran

Operasional
Variabel Dorongan Kuesioner Ordinal a. Tinggi jika skor
independent: perawat dalam ≥ median 62.00
Motivasi menerapkan hand b. Rendah jika
hygiene dengan skor <
baik dan benar median 62.00
sesuai dengan
prosedur
Varibel Tindakan nyata Observasi Ordinal a. Patuh jika
dependent: yang dilakukan dilakukan
Kepatuhan oleh perawat semuanya ( 6
perawat dalam secara langsung langkah hand
melakukan dalam melakukan hygiene dan 5
handhygiene hand hygienedi 5 moment hand
moment dengan 6 hygiene )
langkah hand b. Tidak Patuh jika
hygiene salah satu dari 6
langkah hand
hygiene dan 5
moment hand
hygiene ) tidak
dilakukan
39

G. Prosedur dan Alat Penggumpulan Data.

1. Prosedur Penggumpulan Data.

Prosedur pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk

mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian (Hidayat,

2010). Penelitian ini menggunakan dua cara pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Pengambilan data dengan observasi, dimana saat responden

melakukan tindakan kepasien seperti pemasangan infus, redressing

infus, mengaplusan obat, memberikan therapi injeksi, menganti

cairan infus dan lain sebagainya, peneliti mengobservasi atau

mengamati aktifitas yang dilakukan oleh responden pada saat itu

dengan skala penilaian yang melakukan hand hygiene dengan lima

moment dan enam langkah dengan yang tidak melakukan. Peneliti

melakukan observasi dan melakukan pencatatan mengenai kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene ketika responden sedang

sedang dinas.

b. Wawancara tidak langsung

Wawancara tidak langsung adalah cara pengumpulan data

dengan membuat daftar pertanyaan tertulis yang diiisi oleh

responden dalam bentuk angket.

2. Alat Penggumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari data

primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden.

Untuk penilaian terhadap kepatuhan perawat melaksanaan hand hygiene


40

peneliti melakukan metode observasi. Perawat dikatakan patuh apabila

melaksanakan hand hygiene enam langkah di limamoment. Jika salah satu

saja tidak dilakukan oleh responden, maka itu dimasukkan dalam kategori

tidak patuh, sementara untuk penilaian motivasi perawat terhadap hand

hygiene, peneliti mengunakan kuisioner, kusioner terdiri dari 20

pernyataan Uji Validitas dan Realiabilitas.

Suharsimi Arikunto (2010) menyatakan bahwa tujuan ujicoba

instrumen yang berhubungan dengan kualitas adalah upaya untuk

mengetahui validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen itu valid, apabila

dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan tinggi reliabilitas

menunjukkan bahwa instrumet tersebut dapat mengukur apa yang

dimaksud dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan diantara subjek.

Data yang baik adalah data yang sesuai dengan kenyataan yang

sebenarnya dan data tersebut bersifat tetap dan dapat dipercaya.Data yang

sesuai dengan kenyataannya disebut data valid dan data yang dipercaya

disebut dengan data reliabel. Agar dapat diperoleh data yang valid dan

reliabel, maka instrumen atau kuisioner penilaian yang digunakan untuk

mengukur objek yang akan dinilai memiliki bukti validitas dan

reliabilitas. Penelitian tentang motivasi perawat dalam melaksanakan

hand hygiene menggunakan kuisioner yang sudah dilakukan ujicoba

untuk mengetahui tingkat validitas (kesahihan) dan reliabilitas

(keandalan).

Sebelum alat ukur ini digunakan maka penulis telah melakukan

uji validitas dan realiabilitas terhadap kuisioner yang telah disebarkan


41

kepada responden yaitu perawat rawat inap RS PMC Pekanbaru yang

memenuhi kriteria yang sama sebagai responden yang diteliti dengan

jumlah responden 20 orang, pernyataan valid apabila r hitung ≥ r tabel.

Didapatkan hasil uji validitas valid secara keseluruhan pada motivasi

menjadi valid 20 pertanyaan , dengan nilai r hitung (726) ≥ r tabel (0,44),

sedangkan hasil uji validitas valid secara keseluruhan pada kepatuhan,

dengan nilai r hitung (6,5) ≥ r table (0,04).

Dan petanyaan yang valid dilakukan uji realiabilitas dengan

teknik cronbach’s alfa. Didapatkan nilai koofisien alpha pada pengujian

realiabilitas 0,942 maka instrument penelitian tersebut sangat realiabel,

H. Pengolahan Data.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, kemudian

dilakukan pengolahan data dengan cara manual dengan beberapa langkah,

yaitu:

1. Penyuntingan (editing) yaitu memeriksa kembali data yang telah

dikumpulkan untuk mengecek pengumpulan data dan kebenaran data,

jika ada kekeliruan maka akan diulang

2. Pemberian skor (Scoring) yaitu data yang terkumpul diberi kode-kode

skor pada jawaban yang telah diberikan sesuai dengan pedoman untuk

mempermudah penilian pada setiap pertanyaan.

3. Pengkodean (coding) yaitu data yang terkumpul diberi kode-kode tertentu

untuk memudahkan pengolahan data

4. Memasukan data (entry) yaitu mengisi kolom-kolom lembar kode yang

telah diberikan sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.


42

5. Tabulasi (tabulating) yaitu data disusun dalam bentuk tabel kemudian

dianalisis.

I. Analisa Data.

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan analisis

univariat (analisis deskriptif) dan analisis bivariat.

1. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan tabel distribusi frekuensi,

sehingga memperoleh gambaran tentang objek yang diteliti, untuk skala

data nominal menggunakan dua alternatif yaitu “Ya” dan “Tidak”. Nilai

untuk jawaban “Ya” yaitu 1 dan untuk jawaban “Tidak” adalah 0 (nol)

(favorable) dan nilai untuk jawaban “Tidak” yaitu 1 dan untuk jawaban

“Ya” adalah 0 (nol) (unfavorable) dan dibuat dalam bentuk presentase

dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2010):

Jumlah jawaban yang benar


Skor = x 100
Jumlah seluruh soal

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau korelasi (Notoadmodjo, 2010).

Jenis data pada variabel analisis bivariat antara variabel dependen dan

independen adalah kategorik sehingga dilakukan analisis data

menggunakan uji chi-square. Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara masing-masing variabel yaitu untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Proses pengujian

menggunakan chi-square yaitu membandingkan frekuensi yang terjadi


43

ataupun observasi dengan nilai frekuensi harapan atau ekspektasi

(Hastono, 2007). Intepretasi hasil uji chi-square dengan membandingkan

nilai p-value (observasi) dengan nilai α (ekspektasi) yang berada pada

tingkat kepercayaan CI (confidence interval) 95% atau taraf signifikansi α

= 0,05. Keputusan uji statistik ditetapkan setelah membandingkan nilai p-

value dengan nilai alpha, dimana bila p ≤ α (0,05) berarti Ho ditolak/ Ha

diterima, dan bila p > α (0,05) berarti Ho diterima/Ha ditolak.

J. Etika Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini sebelumnya peneliti mendapatkan

rekomendasi dari stikes pekanbaru medical center permohonan izin penelitian

dan pengambilan data kepada manajemen RS Prof Dr Tabrani, setelah

mendapatkan persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian yang

meliputi:

1. Lembar persetujuan menjadi responden (informet consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari riset yang dilakukan,

serta dampak yang mungkin terjadi setelah pengumpulan data. Jika

responden bersedia menjadi sampel penelitian, maka mereka harus

menanda tangani lembar persetujuan tersebut. Namun jika responden

menolak untuk jadi sampel, maka peneliti tidak akan memaksakan dan

tetap akan menghormati hak-hak nya.


44

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, namun disini hanya

menggunakan inisial responden.

3. Kerahasiaan (condentyality)

Kerahasiaan informasi dari responden dijamin sepenuhnya oleh

peneliti.Kuisioner data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar

observasi tentang kepatuhan hand hygiene dengan baik yaitu 6 langkah

hand hygiene dan five momenthand hygiene berdasarkan WHO (World

Health Organization).
45

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani

Pekanbaru pada tanggal 25 November 2019 – 26 Desember 2019. Rumah

sakit Prof. Dr. Tabrani awal berdiri pada tahun 1977 dalam bentuk Chest

Clinic. Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Gubernur Riau Bapak

Arifin Ahmad, yang kemudian diresmikan pada tahun 1980 oleh Gubernur

Riau, Bapak H.R. Soebrantas. Dalam perkembangannya Chest Clinic

berubah menjadi Rumah Sakit Yayasan Abdurrab yang dibina oleh Bapak

Prof. Dr. Tabrani dan H. Soeman HS. Yayasan Rumah Sakit Abdurrab

menjadi Perseroan Terbatas “PT. TABRANI”.

Rumah sakit Prof. Dr. Tabrani terletak di jalan Jendral Sudirman

No. 410 Pekanbaru. Rumah sakit Prof. Dr. Tabrani merupakan Rumah

Sakit tertua di kota Pekanbaru. Rumah sakit Prof. Dr. Tabrani terdiri dari

ruang IGD, poliklinik, farmasi, ruang rawat inap Soraya, ruang rawat inap

Suhada, ruang rawat inap Nadia, Kamar Operasi, ICU, Hemodialisa,

Fisioterapi, Radiologi, Laboratorium, Masjid, Pendaftaran, Kasir, HRD,

Accounting, Rekam medis, IT, Perlengkapan dan ruang Direktur.

Rumah sakit Prof. Dr. Tabrani terdapat 60 orang tenaga perawat,

yang terdiri dari 1 orang Manager Keperawatan, 1 orang Satuan Pengawas

Internal (SPI), 6 orang Kepala Ruangan (Karu), 3 orang Manager On Duty

(MOD), dan 49 perawat pelaksana. Dari 60 orang tenaga perawat tersebut


46

kualifikasi pendidikan formal tenaga keperawatan 21 orang berpendidikan

S1 profesi keperawatan dan 39 orang berpendidikan D III Keperawatan

dengan masa kerja rata-rata diatas 3 tahun. Dari 39 orang tersebut,

sebanyak 27 orang sedang melanjutkan pendidikan S1 keperawatan.

Penelitian tentang Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat

Melaksanakan Hand Hygiene di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru subjek

penelitian sebanyak 60 orang responden. Hasil yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

B. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

Karakteristik Responden

Tabel 4.1

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Karakteristik Usia, jenis


kelamin, dan Tingkat pendidikan

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Usia
20 tahun s/d 30 tahun 51 85 %
31 tahun s/d 45 tahun 9 15%

Jenis Kelamin
Laki-laki 15 25%
Perempuan 45 75%

Tingkat Pendidikan
D3 Keperawatan 39 58.3%
S1 Ners 21 41.7%
Total 60 100%

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa 60 orang responden yang

diteliti, distribusi terbesar menurut usia adalah kelompok usia 20 s/d 30


47

tahun yaitu sebanyak 51 (85%). Sebagian besar distribusi responden

berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan yaitu sebanyak 45 (75%).

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang terbesar

hasilnya adalah DIII Keperawatan sebanyak 39(58.3%)

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi dan Kepatuhan Melakukan


Hand Hygiene di Rs Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru
Motivasi dan Kepatuhan Frekuensi (f) Persentase(%)
Melakukan Hand Hygiene
Motivasi
a. Tinggi 18 30%
b. Rendah 42 70%
Kepatuhan
a. Patuh 27 45%
b. Tidak Patuh 33 55%
Total 60 100%

Tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden memiliki motivasi rendah

dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 42 70 (%), dan sebagian besar

responden patuh dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 27 (45%).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat keterkaitan dua variabel. Hasil

penelitian dikatakan memiliki keterkaitan jika p value < α (0,05). Keterkaitan

variabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.3
Hubungan Motivasi denga Kepatuhan Perawat Melaksanakan Hand Hygiene
di Rs Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru
Pelaksanaan Hand hygiene
Patuh Tidak Patuh Tota P value
Motivasi l
f % f % F %
Tinggi 12 20% 6 10% 18 30% 0.046
Rendah 15 25% 27 45% 42 70%
Total 27 45% 33 55% 60 100%
48

Berdasarkan tabel 4.3 dari hasil uji statistik didapatkan sebanyak

18(30%) responden memiliki motivasi tinggi, terdapat 33(55%) responden

yang tidak patuh melakukan hand hygiene, sedangkan dari 42 (70%)

responden dengan motivasi rendah, terdapat 27 (45%) melakukan hand

hygiene enam langkah dilima moment . Hasil analisa diperoleh p value (0,046)

< α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang artinya terdapat

hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat

melakukan hand hygiene enam langkah dilima moment di RS. Prof. Dr.

Tabrani.
49

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV,

maka dalam BAB ini akan dibahas secara sistematis hasil dari analisa

univariat yang terdiri dari distribusi frekuensi dari usia, jenis kelamin,

motivasi.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung terhadap

responden, salah satu hal yang menyebabkan kurangnya kepatuhan dari

beberapa responden melaksanakan hand hygiene enam langkah dilima

moment adalah tidak adanya reward dari rumah sakit terhadap perawat yang

patuh, ataupun punisment bagiperawat yang tidak patuh melaksanakan hand

hygiene. Fenomena ini yang membuktikanbahwa ada 26 responden memiliki

motivasi rendahyang menyebabkan tidak melaksanakan hand hygiene enam

langkah di lima moment..

Pembahasan analisa bivariat tentang Hubungan Motivasi Dengan

Kepatuhan Perawat Melaksanakan Hand Hygiene Di RS. Prof. Dr. Tabrani

Tahun 2020, serta berbagai hasil akhir dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

a. Umur

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden

berumur yaitu usia 20 s/d 30 tahun yaitu 51 orang (85,0 %). Menurut peneliti

saat dilakukan penelitian didapatkan usia responden sebagian besar berada


50

fase dewasa awal karena usia produktif seseorang berada pada usia 26-35

tahun. Responden pada usia remaja akhir 17-25 sebanyak 10 responden dan

untuk dewasa akhir 37-56 sebanyak 9 responden.

Kategori usia mayoritas responden berada pada kategori dewasa

awal, yang artinya cukup matang untuk berfikir (Depkes, 2009). Menurut

Depkes RI tahun 2009 bahwa umur dikategorikan menjadi sembilan tahapan

yaitu masa balita (umur 0-5 tahun), kanak-kanak (umur 5-11 tahun), remaja

awal (umur 12-16 tahun), remaja akhir (umur 17-25), dewasa awal (umur 26-

35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal awal (umur 46-55 tahun),

lansia akhir (umur 56-65 tahun), dan manula (umur > 65 tahun).

Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu

makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, yang diukur sejak dia lahir

hingga waktu umur itu dihitung (Philips, 2005).

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan karateristik responden verdasarkan jenis kelamin di

RS.Prof. Dr. Tabrani didapatkan mayoritas responden yang bekerja sebagai

perawat berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 45 responden (75

%) dan berjenis kelamin laki-laki 15 responden ( yaitu 15 %).

Menurut peneliti, saat dilakukan penelitian didapatkan responden

berjenis kelamin perempuan lebih dominan dari pada responden laki-laki.

Karna dalam keperawatan perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Dan

dalam dunia keperawatan laki laki jarang memasuki dunia keperawatan

dengan anggapan umum kalau keperawatan lebih cocok ditempati oleh

perempuan.
51

Jenis Kelamin diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki

dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Paramadina, 2007).

Menurut manajemen keperawatan tidak ada batas ideal perbandingan

antara perawat laki-laki dan perempuan. Namun dalam manajemen

keperawatan mengenai pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam satu shift

ada perawat laki-laki dan perempuan, sehingga apabila melakukan tindakan

yang bersifat privasi bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis

kelaminnya misalnya personal higyene, eliminasi, perekaman EKG,

pemasangan asesoris bed side monitor, dan lain-lain (Nivalinda, 2013).

c. Pendidikan

Responden sebagian besar memiliki pendidikan DIII Keperawatan

yaitu 39 responden (58,3 %). Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

proses pembelajaran pada setiap individu. Berdasarkan hasil riset yang

dilakukan Stuarth and Sundden (1999), menunjukkan responden yang

berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam

merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok responden

yang berpendidikan rendah (Lukman, 2009).

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan

pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku

dan pola pengambilan keputusan (Notoatmodjo, 2000).


52

2. Analisa Bivariat

Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Hand

Hygiene di Rumah Sakit Prof Dr Tabrani

a. Motivasi

Responden sebagian besar 42 (70%) dengan motivasi rendah.

Menurut Walgito (2004) dalam Suparyanto (2014), mendefinisikan motivasi

merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong

kepatuhan kearah tujuan. Menurut Notoadmodjo (2010) dalam Suparyanto

(2014) motivasi, yaitu: dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan seseorang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna

mencapai suatu tujuan. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin

alasan-alasan tindakan tersebut.Menurut Sunaryo, (2008) motif merupakan

suatu pengerak, keinginan, rangsangan motif atau motivasi berasal dari kata

latin “Moreve” yang berarti dorongan dalam dirimanusia untuk bertindak

atau berperilaku pengertian motivasi tidak terlepas dari kebutuhan.

Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu di tanggapi

atau di respon (Notoatmojo, 2010)

Motivasi dikatakan tinggi apabila dalam diri seseorang dalam

kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai

harapan yang tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita

akan menyelesaikan pengobatannya tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Motivasi dikatakan rendah apabila di dalam diri manusia

memiliki harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat

berprestasi.Misalnya bagi seseorang dorongan dan keinginan mempelajari


53

pengetahuan dan keterampilan baru merupakan mutu kehidupannya maupun

mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna (Irwanto, 2008).

b. Kepatuhan

Sebagian besar responden tidak patuh dalam melakukan hand

hygiene yaitu sebesar 33(55%).

Kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau

berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya.

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati langsung

dan tidak langsung (Sunaryo,2004). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu

yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan.

Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi tertentu

(Notoatmodjo, S. Cit.Sunaryo, 2004).

Kepatuhan adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan

adanya perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan.Kepatuhan perawat adalah kepatuhan perawat terhadap suatu

tindakan, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati

(Notoadmodjo, 2007).

dari hasil uji statistik didapatkan sebanyak 18(30%) responden

memiliki motivasi tinggi, terdapat 33 (55%) responden yang tidak patuh

melakukan hand hygiene, sedangkan dari 42 (70%) responden dengan

motivasi rendah, terdapat 27 (45%) melakukan hand hygiene enam langkah

dilima moment . Hasil analisa diperoleh p value (0,046) < α (0,05), maka

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang

bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat melakukan hand


54

hygiene enam langkah dilima moment. Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Sumariyem yang menyatakan dalam penelitian ada hubungan

motivasi dengan kepatuhan perawat dalam praktek hand hygiene di ruang

Cendana Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2015 didapatkan hasil

analisa nilai P-value 0,000 (Sumariyem, 2015). Senada dengan teori

Samsudin dalam Andri yani mengemukakan bahwa motivasi merupakan

proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau

kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah

ditetapkan. Sedangkan menurut Liang Gie dalam Samsudin menyatakan

bahwa motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam

memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal

ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu (Andriyani,

2015).

Berdasarkan uraian diatas maka asumsi peneliti bahwa ada hubungan

yang bermakna antara motivasi perawat dengan kepatuhan melakukan hand

hygiene sebagai. Motivasi yang tinggi yang dimiliki oleh perawat maka akan

meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene.

B. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini didukung oleh pihak Stikes PMC

(Pekanbaru Medical Center) dan pihak RS Prof. Dr Tabrani. Namun dalam

pelaksanaannya penelitian ini tidak luput dari keterbatasan-keterbatasan

diantaranya:

1. Kepatuhan Hand Hygiene diukur pada tenaga medis perawat, tidak

mengukur pada tenaga medis dokter, bagian radiologi, laboratorium, dan


55

tenaga non-medis di rumah sakit yang sama sama memiliki risiko terpapar

dengan cairan infeksius dan keselamatan dalam bekerja.

2. Ada peluang hasil yang bias karena pertanyaan kuesioner yang cukup

banyak sehingga responden membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

mengisi kuesioner yakni sekitar 05-10 menit namun mengingat banyak

pekerjaan yang harus dikerjakan perawat, dikhawatirkan responden

menjawab pertanyaan dengan terburu-buru dan jawaban yang diberikan

kurang akurat.

3. Pada tahap pelaksanaan terdapat kendala dalam pengambilan data pada

responden. Keterbatasan waktu peneliti dalam melakukan pengambilan

data merupakan faktor penghambat yang ada pada peneliti. Sehingga

kondisi ini mempengaruhi peneliti untuk mengelompokkan responden

dalam pengambilan data.


56

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Distribusi frekuensi karakteristik responden paling banyak berusia 20 s/d

30 tahun yaitu sebanyak 51 (85%)., responden berjenis kelamin

perempuan sebanyak 45 (75%). DIII Keperawatan sebanyak 39 (58.3%)

2. sebagian besar responden memiliki motivasi rendah dalam melakukan

hand hygiene yaitu sebesar 42 70 (%),

3. sebagian besar responden tidak patuh dalam melakukan hand hygiene

yaitu sebesar 33 (55%).

4. Hasil analisa diperoleh p value (0,046) < α (0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang

bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat melakukan hand

hygiene enam langkah dilima moment di RS Prof. Dr. Tabrani.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembaharuan serta kesimpulan, maka

dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit.

a. Diharapkan kepada managemen Rumah Sakit untuk memberikan

reward dan punishment kepada perawat dalam melakukan hand hygien

agar motivasi perawat lebih meningkat.


57

b. Diharapkan kepada Rumah Sakit untuk memberikan pelatihan atau

training, penyuluhan atau seminar hand hygiene dan Keselamatan

Kerja di Rumah Sakit

c. Diharapkan Rumah Sakit melengkapi fasilitas untuk hand higiene

yang cukup dan sesuai standard pada area tindakan.

2. Bagi Perawat.

Diharapkan kepada para perawat untuk selalu bekerja dengan aman dan

selalu melakukan hand higiene untuk mencegah terjadinya infeksi

nosokomial

3. Bagi Peneliti Selanjutnya.

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini

sebagai bahan masukan dan informasi serta dapat melakukan penelitian

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit dengan

variable-variabel lain yang relevan seperti hubungan pengetahuan,

pendidikan, masa kerja,


58

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan RI,Nomor 27 Tahun 2017,Pedoman


PencegahanDan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 66 Tahun 2016, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit.Jakarta
Departemen Kesehatan RI, Ditjen Pelayanan Medik.2007. Petunjuk penyusunan
pedoman pengendalian infeksi nasokomial rumah sakit.Jakarta
Rayandini dan Gaol. 2005. Hubungan tingkat pendidikan perawat terhadap
motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Majalengka.

Taylor, Carol.1997. Fundamentals of nursing: The Art and Scienceof NursingCare.3rd


edition. Published by Lipicont PhiladelphiaNewyork.
Budiono A.M.S., dkk, 1992,Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, PT.
Tri Tunggal Tata Fajar, Solo
ILO/WHO, 2000. Modul tentang Pengertian dasar/defenisi K3 (Occupational Health
and Safety menurut WHO/ILO). Diakses April 2013.
Sugiono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Alfabeta. Bandung.
Sugiono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Suma’mur,1988,HigienePerusahaanDanKesehatanKerja,PTGunungAgung, Jakarta.

Suma’mur, 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), CV Sagung


Seto, Jakarta.

Tietjen, dkk., 2004, Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan


Kesehatan, YBP-SP, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI,Nomor 27 Tahun 2017,Pedoman


Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.Jakarta
Rayandini dan Gaol. 2005. Hubungan tingkat pendidikan perawat
terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Majalengka.
Ardana, I. G.A.G.D.O. 2016. Program Penyadaran Kepatuhan Cuci
Tangan dapat Meningkatkan Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah
Koloni dan Bakteri Staphylococcus Aureus pada Tangan Co Ass Fkg (Suatu
Kajian di Unmas Denpasar). Tesis. Denpasar : Program Pasca sarjana - UU (tidak
dipublikasikan)
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problemika dan Pengendaliannya.
Jakarta : Salemba Medika

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2008. Pedoman Manajerial Pencegahan


dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya. Cetakan kedua. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Mediki
59

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
di Pelayanan Kesehatan (Kesiapan Mengahadapi Energing Infection Disease).
Cetakan Ketiga. Jakarta : Kementrian Kesehatan

Purwantiningsih, S. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan


Sikap Petugas Kesehatan dengan Penerapan Teknik Mencuci Tangan
Secara Benar. [serial online] [disitasi tanggal 1 Oktober 2017]. Diakses
dari URL:
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/23/01-gdl-sripurwant-1145-1-
skripsi-h.pdf

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11/ Menkes/ Per/Viii/2017


Tentang Sasaran Keselamatan Pasien, Jakarta Tahun 2011,

World Health Organization (WHO). (2017). Forgetting to Wash


Your Hands Can Cost Lives,www.who.int, diaksespadatanggal 9 mei 2017
<http://www.who.int/features/2017/washing-hands-lives/en/

Purwantiningsih, S. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap


Petugas Kesehatan dengan Penerapan Teknik Mencuci Tangan Secara
Benar. [serial online] [disitasi tanggal 1 Oktober 2017]. Diakses dari URL:

Rikayanti, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku


Mencuci Tangan Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Badung
Tahun 2013. [serial online] [disitasi tanggal 1 Oktober 2017]. Diakses dari
URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jch/article/view/7693
Rodyah,

Fina, M. Y. 2015. Hubungan Faktor Motivasi dan Supervisi dengan


Kepatuhan Perawat Pelaksana Melaksanakan Hand Hygiene di Ruangan
Rawat Inap RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015. Tesis. Universitas
Andalas. (tidak dipublikasikan).

LAMPIRAN 6
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :
60

Calon responden
di RS. Prof. Dr. Tabrani

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa
Program Khusus STIKES Pekanbaru Medical Center Jurusan
Keperawatan:
Nama : Eka Erizon
NIM : 18010044
Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Motivasi
Dengan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Hand Hygiene Di Rumah Sakit
Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi bapak/ibu sebagai responden. Kerahasiaan
semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan
penelitian. Jika bapak/ibu tidak bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini, maka tidak ada ancaman bagi bapak/ibu. Jika bapak/ibu
menyetujui, maka saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menandatangani
lembar persetujuan saya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya
sertakan.

Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu sebagai responden saya


ucapkan terima kasih.

Peneliti,

( Eka Erizon )
NIM: 18010044
61

LAMPIRAN 7
SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan tentang maksud,


tujuan dan manfaat penelitian ini, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama :
Umur :
Alamat :

Dengan ini saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh saudari Eka Erizon selaku mahasiswa Program Khusus STIKES
Pekanbaru Medical Center dengan judul “Hubungan Motivasi Dengan Kepatuhan
Perawat Melaksanakan Hand Hygiene Di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani
Pekanbaru”, dengan suka rela dan tanpa paksaan dari siapapun.
Penelitian ini tidak akan merugikan saya ataupun berakibat buruk
bagi saya dan keluarga saya, maka jawaban yang saya berikan adalah
yang sebenar-benarnya.
Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pekanbaru, Desember 2019


Responden

( )
62

LAMPIRAN 8
KUESIONER PENELITIAN

PETUNJUK UMUM
1. Setelah responden menyatakan bersedia dan menandatangani surat persetujuan
menjadi responden, maka responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner
yang sudah disediakan.
2. Jawablah semua pertanyaan dengan benar dan sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
Adapun petunjuk pengisian kuesioner, sebagai berikut:
 Petunjuk pengisian kuesioner karakteristik responden
 Isilah pertanyaan pada data demografi dengan tepat dan benar.
 Berilah tandan (√) pada kolom yang telah disediakan pada lembar
kuesioner dan jawaban sesuia dengan keadaan sebenarnya.
 Petunjuk pengisian kuesioner tingkat kepatuhan
 Dengan cara melakukan observasi
 Di cek list salah satu Patuh / Tidak Patuh
 Petunjuk pengisisn kuesioner Motivasi
 Isilah pernyataan pada kuesioner tingkat motivasi dengan tepat dan
benar.
 Berilah tanda (√) pada Cek list salah satu pernyataan (S,SS,TS,STS)
yang telah disediakan pada lembar kuesioner, dan jawaban sesuai dengan
keadaan sebenarnya.
63

A. Karakteristik Responden
Jawablah pertanyaan berikut dengan mengisi kolom yang tersedia dengan
memberi tanda (√) pada kolom yang anda pilih.

1. Nomor Responden (diisi oleh peneliti) :

2. Umur : ...........Tahun

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki


2. Perempuan

4. Pendidikan : 1. S1 Nurse 2. DIII Keperawatan


64

A. LEMBAR KUESIONER
LEMBAR OBSERVASI KEPATUHAN PERAWAT DALAM
MELAKUKAN HAND HYGIENE

PELAKSANAAN
NO Objek Observasi
Patuh Tidak Patuh

Melakukan cuci tangan 5


moment
 Sebelum ke pasien
 Sebelum tindakan
01 invasive
 Sesudah dari pasien
 Sesudah terpapar cairan
beresiko
 Sesudah kontak dengan
lingkungan pasien

Melakukan 6 langkah
cuci tangan
 Menggosok telapak
tangan memutar
berlawanan arah jarum
jam
 Menggosok punggung
tangan
02
 Menggosok sela jari
bagian dalam
 Gerakan mengunci
 Membersihkan sela dan
ibu jari melingkar
 Menggosok ujung jari ke
telapak tangan
melingkar berlawanan
jarum jam
65

B. LEMBAR KUESIONER
YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PERAWAT

No Pernyataan SS S TS STS
Saya menyadari bahwa melakukan hand
1
hygiene ini penting bagi saya
saya melakukan hand hygiene ini karena
2
tidak mau terinfeksi penyakit
Saya melakukan hand hygiene ini
3 bersumber dari diri saya sendiri tanpa ada
unsur paksaan dari siapapun
Saya melakukan hand hygiene ini karena
4
saya mengetahui manfaat dan akibatnya
Saya selalu melaksanakan hand hygiene
kepada pasien sebelum, sesudah
menyentuh pasien, sebelum melakukan
5
tindakan invasive, setelah terpapar cairan
tubuh pasien dan setelah terpapar dengan
lingkungan pasien
Dukungan dari rekan seprofesi membuat
6 saya termotivasi untuk melakukan hand
hygiene dengan benar
Teman sejawat saya selalu mengingatkan
7 akan pentingnya melakukan hand
hygiene
Teman sejawat (sesama perawat) selalu
memberikan bimbingan, arahan dan
8
dorongan kepada perawat dalam
melakukan hand hygiene
Teman sejawat saya selalu memberikan
9 pujian apabila saya melaksanakan hand
hygiene dengan benar
Saya mendapatkan teguran dari teman
10 apabila saya tidak melakukan hand
hygiene dengan benar
Sarana dan prasarana yang lengkap
11 memudahkan saya untuk melakukan
hand hygiene
Saya tidak bias melakukan hand hygiene
12 dengan benar jika sarana dan prasarana
tidak memadai
Sarana yang tersedia di ruangan sudah
13
baik
14 Peralatan yang memadai merupkan hal
66

yang penting untuk menunjang pekerjaan


perawat
Lingkungan kerja yang nyaman membuat
15 saya semangat dalam melakukan
pekerjaan
Pimpinan saya selalu mempraktekkan
16
hand hygiene pada saat pergantian shif
Pimpinan saya melakukan supervisi
17 dadakan ke ruangan tentang pelaksanaan
hand hygiene
Pimpinan saya melakukan pengamatan
18 atau observasi langsung terhadap
pekerjaan yang saya lakukan
Supervisi sebaiknya mengarah ke
19 tindakan perbaikan bukan untuk mencari
kesalahan orang lain
Pimpinan hendaknya melakukan
20
penilaian tindakan secara objektif
Keterangan :

1. STS : SANGAT TIDAK SETUJU

2. TS : TIDAK SETUJU

3. S : SETUJU

4. SS : SANGAT SETUJU
67

Anda mungkin juga menyukai