Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien atau patient safety sudah sejak lama menjadi

prioritas sebuah rumah sakit. WHO (World Health Organization)

bekerjasama dengan JCI (Joint Commission International) mencanangkan

World Alliance for Patient Safety yaitu program bersama dengan berbagai

negara untuk meningkatkan keselamatan pasien serta menurunkan angka

kejadian infeksi di rumah sakit. Keselamatan pasien dapat didefinisikan

sebagai upaya menurunkan cedera yang tidak perlu yang berhubungan

dengan pelayanan kesehatan hingga ke tingkat minimum yang dapat diterima.

Tingkat minimum yang dapat diterima (acceptable minimum) merujuk pada

pengetahuan yang dimiliki saat ini, sumber data yang tersedia. Konteks

pelayanan diberikan dengan membandingkannya terhadap risiko jika tidak

dilakukan tindakan atau jika dilakukan tindakan lain.

Pelaksanaan pencegahan kesalahan dan kejadian yang tidak

diharapkan pada pasien yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan,

tenaga medis berperan sebagai pemeran utama. Oleh sebab itu tenaga medis

perlu memperhatikan kebersihan sebelum melakukan tindakan terhadap

pasien. Keselamatan pasien terdapat istilah insiden keselamatan pasien (IKP)

yang selanjutnya disebut insiden yaitu setiap kejadian yang tidak disengaja

dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang

1
2

dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),

Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian

Potensial Cedera (KPC) (Mulyana, 2013).

Berdasarkan data yang telah disampaikan WHO, terdapat 134 juta

kejadian yang tidak diharapkan setiap tahun di rumah sakit, yang

memberikan kontribusi 2.6 juta kematian akibat perawatan yang tidak aman

(Depkes RI, 2018). Berdasarkan data dari dirjenyankes dalam Adriansyah

2022 data yang telah terlaporkan di Indonesia, angka kejadian IKP sampai

dengan tahun 2019 telah mencapai 10.570 kejadian. Berdasarkan Pelaporan

Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia dari beberapa provinsi tercatat

bahwa provinsi DKI Jakarta berada di urutan tertinggi, yaitu 37,9% lebih

besar di bandingkan dengan delapan provinsi lainnya seperti (Jawa Tengah

15,9%, D.I. Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%,

Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 10,7%, dan Sulawesi Selatan 0,7%). Jika

dilihat dari tipe kejadian insiden, ditemukan bahwa Kejadian Nyaris Cedera

(KNC) memiliki persentase 47,6%; lebih banyak dibandingkan Kejadian

Tidak Diharapkan (KTD) yaitu sebesar 46,2%. Sistem pelaporan berkala

menjadi salah satu upaya untuk mengenali dan melaporkan insiden

keselamatan. Hampir 90% Insiden keselamatan tahun 2019 termasuk insiden

masuk dalam kategori kejadian nyaris cedera. Sedangkan insiden terbanyak

96,1% adalah kejadian nyaris cedera atau sering disingkat KNC (Nurhiyati,

2022).
3

World Health Organization (WHO) melakukan collaborating center

for patient safety dengan Joint Commission International (JCI) menerbitkan

enam program menuju keselamatan pasien di rumah sakit, meliputi:

mengidentifikasi pasien dengan benar; meningkatkan komunikasi yang

efektif; meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai;

memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar; pengurangan resiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan dan pengurangan resiko pasien jatuh.

Keselamatan pasien merupakan prioritas kesehatan global (World

Health Organization, 2021), sebab telah menjadi indikator yang paling utama

dalam sistem pelayanan kesehatan. Baik buruknya pelayanan kesehatan

pasien yang diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari

bagaimana sistem-sistem pelayanan kesehatan yang berlaku di fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut. Fasilitas pelayanan kesehatan dihadapkan pada

risiko terjadinya infeksi baik karena perawatan atau datang berkunjung ke

rumah sakit. Salah satu jenis infeksi yang sering terjadi adalah infeksi

nosokomial.

Infeksi nosokomial atau istilah terbarunya HAIs (Healthcare

Associated Infections) merupakan infeksi pada pasien di rumah sakit atau

tempat pelayanan kesehatan lain yang belum tampak atau tidak sedang masa

inkubasi pada saat pasien pertama kali masuk atau yang terjadi selama pasien

dirawat di rumah sakit lebih dari 48 jam, yang tidak muncul pada saat masuk

rumah sakit. Termasuk juga infeksi yang didapatkan pasien selama masa
4

perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang baru muncul setelah

pasien telah keluar, maupun juga infeksi pada staf rumah sakit. (WHO 2021).

Mengingat dampak yang dapat terjadi dapat membahayakan pasien maupun

tenaga kesehatan lain, dalam pelaksanaannya diperlukan beberapa tindakan

untuk mencegah terjadinya HAIs dengan melakukan cuci tangan,

menggunakan alat pelindung, mengelola alat kesehatan, desinfeksi lokasi

tindakan, melakukan perawatan dan penutupan luka serta pengelolaan

sampah. Teknik pengendalian infeksi harus diterapkan dalam praktik

keseharian untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, baik pasien

maupun petugas kesehatan.

Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting untuk

mencegah penyebaran infeksi. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

bila tangan terlihat kotor atau terkontaminasi dengan durasi waktu 60 detik

dan menggunakan hand rub berbasis alkohol secara rutin untuk

dekontaminasi tangan, jika tangan tidak terlihat ternoda dengan durasi waktu

20-30 detik. Lima momen hand hygiene dalam pelaksanaannya yaitu

sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik,

sesudah terkena cairan tubuh pasien, sesudah kontak dengan pasien dan

sesudah kontak dengan lingkungan pasien. Kemkes menerbitkan 6 langkah

efektif mencuci tangan yaitu bersihkan tangan, gosok sabun pada kedua

telapak tangan dengan arah memutar; gosok kedua punggung tangan secara

bergantian; gosok sela-sela jari; bersihkan ujung jari dengan posisi saling
5

mengunci; gosok dan putar ibu jari secara bergantian; gosok telapak tangan

menggunakan ujung jari, dan bilas hingga bersih dengan air mengalir.

Hand hygiene selama pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan

cara yang paling efektif mencegah terjadinya infeksi nosokomial di

lingkungan rumah sakit. Kesadaran tentang hand hygiene pada petugas

kesehatan merupakan perilaku yang mendasar dalam upaya mencegah infeksi

silang. Hand hygiene menjadi pengaruh besar bagi upaya pencegahan

terhadap terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

Menurut Syamsulastri (2017) ada 3 faktor yang menjadi faktor

penyebab petugas kesehatan tidak menerapkan praktik cuci tangan yaitu

faktor predisposisi yang merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya kepatuhan seseorang antara lain pengetahuan,

sikap atau tindakan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi; faktor

pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

keptuhan atau tindakan dalam hal ini yang menjadi faktor adalah ada

tidaknya fasilitas hand hygiene; dan faktor pendorong merupakan faktor yang

mendorong dalam sikap atau tindakan yang memperkuat terjadinya

kepatuhan, dalam hal ini yang menjadi faktor pendorong ialah supervisi.

Adapun peningkatan pengetahuan dan kemudahan mengakses dispenser

dengan alcohol hand rub sebagai antiseptik mencuci tangan secara

signifikan juga dapat meningkatkan kepatuhan mencuci tangan petugas

kesehatan.
6

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya), dengan

sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap

objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Berdasakan penjelasan tersebut pengetahuan

seseorang akan berpengaruh pada kepatuhan, kepatuhan yang dimaksud

adalah kepatuhan dalam melakukan hand hygiene. Notoatmodjo (2010) juga

menyampaikan selain pengetahuan, fasilitas dan supervisi juga dapat

mempengaruhi kepatuhan sesorang terhadap tindakan tertentu, dalam hal ini

adalah kepatuhan melakukan hand hygine.

Menurut Notoatmodjo (2010), fasilitas hand hygiene (sarana dan

prasarana) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencegah

terjadinya penularan infeksi. Fasilitas hand hygiene yang diperlukan dalam di

rumah sakit antara lain wastafel, air bersih yang mengalir lancar, sabun

antiseptik yang disediakan dalam bentuk sabun cair antiseptik dan alkohol

gliserin untuk hand rub, pengering cuci tangan tersedia bentuk lap atau tisu

sekali pakai dan tempat khusus untuk menyimpan lap/tisu bekas pakai.

Fasilitas hand hygiene yang memadai mendukung kepatuhan perawat dalam

kepatuhan hand hygiene.

Notoatmodjo (2010) menyampaikan kepatuhan orang lebih banyak

dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting dan dibawah


7

pengawasan orang tersebut, dalam hal ini orang yang paling berperan untuk

menjadi panutan serta pengawas ialah kepala ruangan. Supervisi keperawatan

adalah upaya yang berupa dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi

pertumbuhan keahlian dan kecakapan para perawat. Kepala ruangan

merupakan ujung tombak tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan di

rumah sakit. Ia bertanggung jawab secara langsung mengawasi perawat

pelaksana dalam melakukan praktik hand hygiene.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Karuru (2016) di RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado, didapatkan data tingkat kepatuhan tenaga

kesehatan dalam melakukan hand hygiene sebesar 5,2% dan tidak patuh

sebanyak 94,8 %, sedangkan untuk perawat sendiri tingkat kepatuhan dalam

melakukan hand hygiene hanya sebesar 6,6%. Penelitian Pratama ( 2015 ) di

IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung menyebutkan kepatuhan perawat IGD

hanya sebesar 30% dengan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan perawat melaksanakan hand hygiene diantaranya adanya

pengingat 100%, pengetahuan 96%, fasilitas yang lengkap 88%, reward,

punishment dan beban kerja 65% serta pengawasan 58%. Hasil penelitian

Sanjaya (2019) di RSUD Datu Beru Takengon menunjukkan hasil distribusi

variabel pengetahuan menunjukkan bahwa dari 97 perawat mayoritas

berpengetahuan baik sebanyak 51 (52,6%) dan minoritas buruk sebanyak 46

(47,4%). Variabel sikap mayoritas bersikap buruk 52 (53,6%) dan minoritas

menyatakan sikap baik sebanyak 45 (46,4%). Variabel fasilitas mayoritas

menggunakan fasilitas dalam kategori baik sebanyak 61 62,9%) dan


8

minoritas buruk sebanyak 36 (37,1%).Variabel peran Tim PPI mayoritas

peran Tim PPI dalam kategori buruk sebanyak buruk 54 (55,7%) dan

minoritas baik sebanyak 43 (44,3%). Pada variabel kepatuhan mencuci

tangan mayoritas tidak patuh 49 (50,5%) dan minoritas patuh 48 (49,5%).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit

Swasta Kabupaten Bandung Barat, peneliti mengobservasi 15 perawat dalam

melakukan hand hygiene, didapatkan hasil kepatuhan perawat melakukan

hand hygiene pada saat sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan

tindakan aseptik, sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak

dengan pasien dan setelah kontak dengan lingkungan pasien hanya sebesar

40%. Sedangkan sebesar 60% perawat tidak melakukan hand hygiene pada

saat sebelum kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan lingkungan

pasien. Berdasarkan hasil observasi, peneliti juga melihat bahwa perawat

yang melakukan hand hygiene dengan menggunakan air mengalir tidak

mengikuti prosedur langkah mencuci tangan yang benar yang telah

ditetapkan WHO.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada Kepala

ruangan IGD mengatakan, terdapat wastafel di ruang isolasi IGD, ruang jaga

dokter dan ruang Ponek belum tersedia tisu atau lap sekali pakai, belum

tersedia poster bergambar 6 langkah cuci tangan dan belum tersedia tempat

sampah yang memadai pada wastafel tersebut. Kepala ruangan bagian rawat

inap juga mengatakan beberapa handrub disudut ruangan rawat inap sering

kosong dikarenakan ketersediaan alkohol handrub yang terbatas. Kepala


9

ruangan rawat inap juga menyampaikan supervisi terkait hand hygiene masih

belum optimal dalam hal pengawasan secara langsung, dikarenakan waktu

yang terbatas untuk melakukan pengawasan secara langsung ke perawat,

kepala ruangan rawat inap menyampaikan bahawa lebih banyak

menghabiskan waktu di kantor untuk mengerjakan laporan ruangan dan

pekerjaan lainnya, sehingga untuk pengawasan langsung ke perawat, kepala

ruangan masih belum dapat dilakukan secara optimal.

Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk

membuat suatu penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Swasta

Kabupaten Bandung Barat”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan fenomena masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka peneliti membuat rumusan masalah yaitu “faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Rumah

Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat” ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi

mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan perawat

dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung

Barat.

2. Tujuan Khusus
10

Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (pengetahuan), faktor

pemungkin (fasilitas) dan faktor pendorong (supervisi) kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene di ruang Instalasi Gawat

Darurat dan Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta Kabupaten

Bandung Barat.

b. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat dalam melakukan

hand hygiene di Ruang Instalasi Gawat Darurat dan Ruang Rawat

Inap di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.

c. Mengidentifikasi hubungan fasilitas hand hygiene dengan kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene di Ruang Instalasi Gawat

Darurat dan Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta di

Kabupaten Bandung Barat.

d. Mengidentifikasi hubungan supervisi dengan kepatuhan perawat

dalam melakukan hand hygiene di Ruang Instalasi Gawat Darurat

dan Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta di Kabupaten

Bandung Barat.

D. Manfaat Penelitian
11

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat secara

teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu kesehatan,

khususnya berkaitan dengan inefeksi nosokomial yang berhubungan

dengan pelayanan kesehatan terhadap perawat, pasien dan keluarga.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat

Menjadi bahan masukan dan informasi yang berharga

sebagai data yang diperlukan untuk meningkatkan mutu

pelayanan rumah sakit dan mencegah kejadian infeksi

nosokomial.

b. Bagi Responden

Memberikan masukan kepada perawat di Rumah Sakit

Swasta Kabupaten Bandung Barat agar patuh dalam melakukan

hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Menambahkan wawasan dan pengalaman tentang faktor-

faktor yang mempegaruhi perawat terhadap kepatuhan hand

hygiene di ruang Instalasi Gawat Darurat dan Ruang Rawat Inap

di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hand Hygiene

1. Pengertian Hand Hygiene

Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan

untuk menyatakan kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO,

2015). Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang dari

mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden

kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan

proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan salah satu cara

terpenting dalam rangka pengontrolan infeksi agar dapat mencegah

infeksi nosokomial yaitu dengan cara melaksanakan hand hyigiene, baik

melakukan cuci tangan dengan hand rub ataupun cuci tangan pakai

sabun (air mengalir)(Monica P, 2016).

2. Tujuan Hand Hygiene

Tujuan hand hygiene dilakukan secara rutin dalam perawatan

pasien ialah untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta

kontaminasi mikroba dari kontak dengan pasien atau lingkungan (WHO,

2016). Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu

pencegahan penularan kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait

perawatan kesehatan. Hal ini dikarenkan tangan adalah jalur utama

penularan kuman selama perawatan pasien.

11
12

3. Lima Moment Hand Hygiene

WHO (2009), menetapkan indikasi five moment hand hygiene

yang dimaksud meliputi:

a. Sebelum menyentuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien

bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme,

dan di beberapa kasus melawan infeksi dari luar, oleh kuman

berbahaya yang berada di tangan. Contoh tindakan dari indikasi ini

yaitu (Noorbaya, 2019):

1) Sebelum berjabat tangan dengan pasien

2) Sebelum membantu pasien melakukan personal hygiene

3) Sebelum membantu pasien melakukan perawatan dan

tindakan non invasif lainnya: pemasangan masker oksigen

dan melakukan masase.

4) Sebelum melakukan pemerikasaan fisik non-invasif :

memerikasa nadi, memerikasa tekanan darah, auskultasi

dada, dan merekam ECG

b. Sebelum melakukan prosedur bersih/aseptik

Hand hygiene yang dilakukan sebelum melakukan prosedur

bersih/aseptic bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan

infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada didalam

tubuh pasien. Contoh tindakan indikasi ini adalah :


13

1) Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata,

pemerikasaan vagina atau rektal, memerikasa mulut, hidung,

telinga dengan atau tanpa instrumen, memasukkan suppositori,

dan melakukan suction mukus.

2) Sebelum membalut luka dengan atau tanpa instrument,

pemberian salep pada kulit, dan melakukan injeksi perkutan.

3) Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul,

Nasogastric Tube (NGT), Endotracheal Tube (ETT), periksa

urin, kateter, dan drainase, melepas/ membuka selang peralatan

medis (untuk makan, pengobatan, pengaliran, penyedotan, dan

pemantauan).

4) Sebelum mempersilahkan makanan, pengobatan, dan peralatan

steril.

c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan

tubuh pasien bertujuan untuk melindungan petugas kesehatan dari

infeksi oleh kuman berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah

penyebaran kuman di lingkungan perawatan pasien. salah satu

tindakan indikasinya adalah:

1) Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang

tidak utuh.

2) Setelah melakukan injeksi: setelah pemasangan dan pelepasan

alat medis invasive (akses ke pembuluh darah, kateteran, selang,


14

dan drainase); setelah melepas dan membuka selang yang

terpasang dalam tubuh.

3) Setelah melepaskan peralatan medis invasif

4) Setelah melepas alat perlindungan

5) Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik,

setelah membersihkan ekskresi dan cairan tubuh lainnya, setelah

membersihkan benda atau peralatan yang terkontaminasi.

d. Setelah menyentuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien bertujuan

untuk melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di

tubuh pasien dan melindungi lingkungan perawatan pasien dan

penyebaran kuman.

1) Setelah berjabatan tangan

2) Setelah membantu pasien melalukan personal hygiene

3) Setelah melakukan pemerikasaan fisik non-invasif

4) Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif

e. Setelah menyentuh lingkungan pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh lingkungan

pasien termasuk menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk

melindungi petugas kesehatandari kuman yang berada pada tubuh pasien

yang kemungkinan juga berada disekitar lingkungan maupun benda-

benda di sekitar pasien. Contoh tindakan :


15

1) Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien, misalnya :

mengganti sprei, memegang rel tempat tidur, maupun memberaskan

benda-benda yang berada di sekitar pasien.

2) Setelah melakukan aktivitas perawatan, misalnya : membetulkan

alarm infus pump maupun syringe pump, membetulkan alarm

monitor.

Gambar 2.1 Lima momen hand hygiene


https://images.app.goo.gl/4JZH9RL73WWkLh478 (PKRSUMM, 2016)

4. Cara Melakukan Hand Hygiene

a. Hand hygiene dengan air mengalir

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan

sabun dan air bersih yang mengalir. Peralatan yang dibutuhkan untuk

mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan

cuci tangan sesuai sesuai standar rumah sakit (misalnya kran air

bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak

tertutup yang dilapisi kantung sampah medis atau kantung plastik


16

berwarna kuning untuk sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi, alat

pengering seperti tisu, lap tangan (hand towel), sabun cair atau cairan

pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta

dibawah wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk. Oleh karena itu

sarana serta prasarana juga harus memadai untuk mendukung cuci

tangan supaya dapat dilakukan dengan maksimal.

Prosedur hand wash sebagai berikut: melepaskan semua benda

yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan;

membuka kran air dan membasahi tangan; menuangkan sabun cair ke

telapak tangan secukupnya; melakukan gerakan tangan, mulai dari

meratakan sabun dengan kedua telapak tangan; kedua punggung telapak

tangan saling menumpuk secara bergantian; bersihkan telapak tangan

dan sela-sela jari seperti gerakan menyilang; membersihkan buku tangan

bergantian pada telapak tangan atau gerakan mengunci; membersihkan

ibu jari secara bergantian; posisikan jari-jari tangan mengerucut dan

putar kedalam beralaskan telapak tangan secara bergantian; bilas tangan

dengan air yang mengalir; keringkan tangan dengan tisu sekali pakai;

menutup kran air menggunakan siku atau dengan tisu, bukan dengan jari

karena jari yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih. Lakukan

semua prosedur diatas selama 40 – 60 detik.

b. Hand Hygiene dengan Hand Rub

Gel pembersih tangan atau hand sanitizer ini juga dikenal dengan

detergen sintetik cair pembersih tangan yang merupakan sediaan


17

pembersih yang dibuat dari bahan aktif detergen sintetik dengan atau

tanpa penambahan zat lain yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit.

Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol yang

dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal karbomer, gliserin,

dan menjadikannya serupa jelly, gel, atau busa untuk memudahkan

penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan

alkohol.

Zat antiseptik adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan

dan metabolisme bakteri, sehingga menyebabkan kematian sel bakteri.

Hand sanitizer ampuh untuk membunuh bakteri apabila kandungan

alkohol di dalamnya lebih dari 60%, apabila kandungan alkohol dibawah

60% maka hand sanitizer tersebut tidak dapat secara efektif membunuh

kuman yang ada di tangan (CDC, 2013).

Menurut CDC, hand sanitizer terbagi menjadi dua yaitu

mengandung alkohol dan tidak mengandung alkohol. Hand sanitizer

dengan kandungan alkohol antara 60-95% memiliki efek anti mikroba

yang baik dibandingkan dengan tanpa kandungan alkohol

(Purwantiningsih, 2015).
18

5. Enam langkah hand hygiene dengan air mengalir dan hand rub

Prinsip Enam langkah hand hygiene, antara lain:

a. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan

antiseptik (hand rub) maupun menggunakan air mengalir dengan

sabun antiseptik (hand wash).

b. Lama waktu cuci tangan menggunakan hand rub selama 20-30 detik

sedangkan cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun

antiseptik selama 40-60 detik.

c. Setelah 5 kali cuci tangan menggunakan hand rub sebaiknya setelah

itu cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun antiseptik.

Prosedur cuci tangan menurut WHO (2009) menyatakan enam langkah

cuci tangan sebagai berikut (Noorbaya, 2019):

a. Ratakan cairan hand rub atau sabun antiseptik menggunakan kedua

tangan.

b. Gosokkan punggung tangan dan sela-sela jari tangan dengan tangan

kanan dan lakukan sebaliknya dengan menggunakan tangan kiri.

c. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

d. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.

e. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukan sebaliknya pada ibu jari tangan kanan.

f. Gosok ujung jari tangan kanan secara memutar pada telapak tangan

kiri dan lakukan sebaliknya pada ujung jari tangan kiri.


19

Gambar 2.2 Cuci tangan enam langkah (PKRS UMM, 2016)

6. Dampak jika tidak melakukan hand hygiene

Jika tidak melakukan hand hygiene dengan benar maka perawat

dapat menginfeksi diri sendiri maupun ke pasien. Penyakit infeksi yang

dibawa oleh perawat maupun petugas kesehatan lainnya yang dapat

menginfeksi pasien dinamakan infeksi nosokomial. Penyakit infeksi

dapat menyebar melalui kontak tangan ke tangan seseorang dapat

mengakibatkan terjadinya demam, flu dan beberapa kelainan sistem

pencernaan seperti diare, mual dan muntah. Kebersihan tangan sangatlah

penting bagi perawat agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi

pasien (Hidayah & Ramadhani, 2019).

B. Kepatuhan

1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan merupakan tingkat seseorang melaksanakan suatu cara

atau berperilaku (bersikap) sesuai dengan apa yang dibebankan kepadanya

(Emaliyawati, 2010). Kepatuhan adalah modal besar dasar seseorang

berperilaku (bersikap). Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010)


20

menjelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku seseorang diawali

dengan proses patuh, identifikasi dan tahap terakhir berupa internalisasi.

Kepatuhan adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas

antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi

pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang

berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi

lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia,

sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya (Notoatmodjo dalam

Syamsulastri, 2017).

Kepatuhan dalam melakukan cuci tangan dapat didefinisikan

seseorang atau petugas kesehatan melakukan cuci tangan enam langkah

dengan benar pada 5 momen cuci tangan.

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut teori Lawrence Green dalam Syamsulastri (2017), kepatuhan

atau perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors).

Merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya kepatuhan seseorang antara lain

pengetahuan, sikap atau tindakan, keyakinan, kepercayaan, nilai-

nilai dan tradisi. Berkenaan dengan upaya pencegahan infeksi

nosokomial, kepatuhan yang dimaksud adalah reaksi, respon dan

kesediaan perawat dalam melaksanakan tindakan upaya

pencegahan seperti cuci tangan guna mencegah infeksi silang.


21

b. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

kepatuhan atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor

pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya kepatuhan kesehatan. Faktor enabling yang

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam kepatuhan hand hygiene

adalah ada tidaknya sarana prasarana atau fasilitas hand hygiene

yang mendukung.

c. Faktor pendorong (renforcing factors)

Faktor yang mendorong dalam sikap atau yang memperkuat

terjadinya kepatuhan. Kepatuhan orang lebih banyak dipengaruh

oleh orang-orang yang dianggap penting. Supervisi keperawatan

adalah upaya yang berupa dorongan, bimbingan dan kesempatan

bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan para perawat

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Syamsulastri (2017)

di rumah sakit yang disebut perawat supervisor adalah Kepala

Ruang Rawat (Karu). Karu merupakan ujung tombak tercapai

tidaknya tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Karu

bertanggung jawab secara langsung mengawasi perawat pelaksana

dalam melakukan praktik hand hygiene.


22

3. Kriteria Kepatuhan

Menurut Depkes RI (2006), kriteria kepatuhan dibagi dalam tiga

bagian, yaitu:

a. Patuh merupakan suatu tindakan yang taat terhadap perintah

maupun aturan, dan semua aturan yang telah ditetapkan dilakukan

secara benar.

b. Kurang patuh suatu tindakan yang dilakukan atau dijalankan hanya

sebagian dari apa yang sudah di tetapkan, dan dijalakan sepenuhnya

tidak sempurna.

c. Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak

melaksanakan tugas yang telah ditetapkan, dan tidak dijalankan

sama sekali.

Mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat, maka perlu

ditentukan nilai tingkat kepatuhan. Sehingga dapat dibuatkan rangking

kepatuhan seseorang. Tingkat kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga

tingkatan, yaitu:

1) Patuh : 75% - 100%

2) Kurang patuh : 50% - <75%

3) Tidak patuh : <50%


23

C. Perawat

1. Pengertian

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri dan diakui oleh

pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2022).

Menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 perawat adalah orang yang

memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan keperawatan

berdasarkan ilmu yang tentang diperoleh melalui pendidikan keperawatan

(Ritonga, IL & Manurung, SS & Damanik, H., 2020).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, perawat adalah orang

yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan memperoleh

kewenangan untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan ilmu

yang telah dimilikinya.

2. Peran Perawat

Menurut Wirentanus, L (2019), ada beberapa peran perawat

adalah sebagai berikut :

a. Pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dilakukan dengan memberikan pelayanan

keperawatan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Asuhan

keperawatan diberikan dimulai dari yang sederhan sampai dengan

kompleks.
24

b. Advokat

Perawat membantu pasien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi saat akan melakukan

tindakan keperawatan khususnya dalam pengambilan persetujuan

atas tindakan tersebut. Pasien dan keluarga berhak menolak atau

setuju atas tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Perawat

berperan juga untuk mempertahankan hak pasien

c. Edukator

Perawat membantu pasien dan keluarga dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan seperti gejala

penyakit, faktor resiko, pengobatan bahkan tindakan yang akan

diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku yang akan

meningkatkan derajat kesehatan pasien setelah dilakukan

pendidikan kesehatan.

d. Koordinator

Perawat membantu pasien dan keluarga dengan

mengarahkan, merencanakan dan mengorganisasi pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga memberikan

pelayanan kesehatan yang baik.

e. Kolaborator

Perawat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan

lainnya sesuai dengan yang diperlukan seperti dokter, fisioterapi,

ahli gizi, farmasi dan lain-lain.


25

f. Konsultan

Perawat dapat berperan sebagai tempat konsultasi yang

melakukan perencanaan dan kerja sama untuk menentukan metode

pemberian pelayanan keperawatan yang sesuai dengan pasien.

g. Pembaharu

Perawat melakukan perencanaan dan kerja sama untuk

membuat perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan

metode pemberian pelayanan keperawatan.

3. Fungsi Perawat

Menurut Kozier (1991) dalam Ritonga, IL & Manurung, SS &

Damanik, H. (2020) mengatakan ada 3 fungsi perawat, yaitu :

a. Fungsi Keperawatan Mandiri (independen)

Fungsi keperawatan mandiri adalah bekerja secara mandiri

dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam

menjalankan tugasnya melakukan tindakan dan mengambil

keputusan sendiri dalam melakukan kebutuhan dasar manusia.

b. Fungsi Keperawatan Ketergantugan (dependen)

Fungsi ketergantungan adalah fungsi perawat dalam

melaksanakan kegiatannya atas instruksi dari perawat lain.

c. Fungsi Keperawatan Kolaboratif (interdependen)

Fungsi keperawatan kolaboratif adalah fungsi yang

dilakukan dalam kelompok tim dan bersifat saling ketergantungan

satu dengan yang lain.


26

Berdasarkan uraian diatas peneliti merancang beberapa kisi-kisi

kuesioner terkait kepatuhan perawat tentang hand hygiene, yaitu:

a. Melakukan 5 moments hand hygiene saat bekerja

b. Melakukan 6 langkah cuci tangan sesuai dengan standar

c. Melakukan hand rub selama 20-30 detik

d. Melakukan hand wash selama 40-60 detik

D. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam melakukan hand hygiene

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Syamsulastri, 2017), pengetahuan

merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi 6

(enam) tingkatan pengetahuan yaitu:

a. Tahu (Know), diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension), artinya memahami suatu objek bukan

hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.
27

c. Menggunakan (Aplication), artinya menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain.

d. Analisis (analysis), artinya kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan/atau materi atau memisahkan kemudian mencari

hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui.

e. Mengevaluasi (Evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

f. Mencipta (create), yaitu menempatkan beberapa elemen atau

mengambil semua unsur pokok secara bersama-sama membangun

suatu keseluruhan yang logis dan fusngsional serta membuat sesuatu

yang memiliki fungsi atau mengorganisasikan kembali elemen-

elemen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru.

Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang dibagi

menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal, berikut uraian dengan

masing-masing faktor:

a. Faktor internal

1) Pendidikan, pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-

cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.


28

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang pada pola hidup

terutama dalam motivasi dan mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan, pekerjaan adalah aktivitas yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga.

3) Umur, usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

lahirkan sampai berulang tahun.

b. Faktor eksternal

1) Faktor lingkungan. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial budaya. Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat

juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti merancang beberapa kisi-kisi kuesioner

terkait pengetahuan perawat tentang hand hygiene, yaitu:

a. Pengertian hand hygiene

b. Tujuan hand hygiene

c. Manfaat hand hygiene

d. Cara melakukan hand hygiene

e. Dampak jika tidak melakukan hand hygiene

f. Penerapan 6 langkah hand hygiene sesuai standar

g. Penerapan 5 moments hygiene


29

2. Ketersediaan Fasilitas

Ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan prasaranan dalam

pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas yang baik akan

mempengaruhi minat perawat untuk melakukan hand hygiene sehingga

perawat sadar dan peduli akan kesehatannya. Hal ini terbukti jika

seseorang yang memanfaatkan ketersediaan fasilitas kesehatan secara

baik akan mempunyai taraf kesehatan yang lebih baik. Hal ini akan

membuat individu merasa bertanggungjawab terhadap kesehatannya dan

akan memanfaatkan ketersediaan fasilitas dengan baik.

Menurut Notoatmodjo dalam Syamsulastri (2021), fasilitas hand

hygiene (sarana dan prasarana) adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. Fasilitas hand

hygiene yang diperlukan dalam di rumah sakit antara lain wastafel dan

air mengalir yang terjangkau, pengering cuci tangan tersedia bentuk

kertas tisu atau handuk sekali pakai, sabun antiseptik yang disediakan

dalam bentuk sabun cair antiseptik dan larutan antiseptik (alkohol hand

hygiene), dan tempat khusus untuk menyimpan lap/tisu bekas pakai.

Fasilitas hand hygiene yang memadai mendukung kepatuhan perawat

dalam kepatuhan hand hygiene. Agar perawat dapat bekerja secara

maksimal penyediaan fasilitas hand hygiene yang dibutuhkan perlu

diperhatikan.

Menurut Nurahmani (2018) dalam melakukan hand hygiene

diperlukan media atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
30

merangsang seseorang untuk bekerja. Media dilihat sebagai alat fisik

dengan wujud tertentu yang digunakan untuk menyajikan suatu pesan,

sehingga dalam proses pembelajaran mampu meningkatkan perhatian

seseorang dalam proses bekerja atau sebagai suatu sarana untuk

menimbulkan minat/rangsangan dalam pekerjaannya. Dalam hal ini

media yang dimaksud adalah pendukung terlaksananya proses hand

hygiene seperti poster atau leaflet bergambar tentang 6 langkah mencuci

tangan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti merancang beberapa kisi-kisi

kuesioner terkait ketersediaan fasilitas hand hygiene, yaitu:

a. Ketersediaan air untuk hand hygiene dalam keadaan mengalir

b. Ketersediaan poster 6 langkah-langkah hand hygiene

c. Ketersediaan tisu/lap bersih untuk pengeringan tangan

d. Ketersediaan wastafel dan masih berfungsi

e. Tempat melakukan hand hygiene dapat terjangkau

f. Ketersediaan alkohol hand rub

g. Ketersediaan tempat sampah unuk tisu yang masih berfungsi

3. Supervisi

Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian

tugas-tugas keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999 dalam

Syamsulastri, 2017). Di rumah sakit yang melaksanakan supervisi adalah

kepala ruangan. Kepala ruangan merupakan salah satu pelaksana dari

supervisi dan juga sebagai ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya
31

tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit, serta berperan dalam

mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik keperawatan

di ruang perawatan (Nursalam, 2014).

Supervisi bertujuan untuk memberikan bantuan kepada bawahan

secara langsung, sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan

memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau

pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli dalam Syamsulastri 2017).

Supervisi juga bermanfaat untuk meningkatkan efektifitas kerja dan

efesiensi kerja, peningkatan ini erat kaitannnya dengan pengetahuan dan

keterampilan bawahan serta meminimalisir kesalahan yang dilakukan

bawahan.

Supervisi merupakan inspeksi terhadap pekerjaan orang lain,

evaluasi kinerja dan memastikan hasil pekerjaan yang sudah dilakukan

dengan benar. Kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang

terencana seorang manager (KaRu) melalui aktifitas bimbngan,

pengarahan, observasi, motovasi dan evaluasi pada stafnya dalam

melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani dalam Eka, 2015)

Berdasarkan uraian diatas peneliti merancang beberapa kisi-kisi

kuesioner terkait ketersediaan fasilitas hand hygiene, yaitu:

a. Kepala ruangan melakukan pengawasan hand hygiene secara rutin

b. Kepala ruangan mensosialisasikan standar hand hygiene

c. Kepala ruangan mengingatkan mematuhi hand hygiene sesuai

standar
32

d. Kepala ruangan memberikan motivasi untuk mematuhi hand

hygiene sesuai standar

e. Kepala ruangan memberikan teguran kepada perawat yang tidak

melakukan hand hygiene sesuai standar

f. Informasi hand hygiene yang diberikan oleh kepala ruangan

disampaikan dengan jelas

g. Kepala ruangan memberikan contoh hand hygiene sesuai standar


33

E. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi Faktor Pendukung Faktor Pendorong


(Predisposing Factor) (Enabling Factor) (Reinforcing .Factor)
- Pengetahuan Ketersediaan fasilitas :
- Sikap 1. Wastafel dan air mengalir - Supervisi kepala ruangan
- Keyakinan yang terjangkau
2. Kertas tissue/handuk sekali
- Kepercayaan
pakai
- Tradisi 3. Sabun antiseptik
4. Larutan antiseptik (alkohol
hand hygiene)
5. Tempat sampah untuk tissue
6. Poster cuci tangan
7. Leaflet bergambar tentang
6 langkah hand hygiene

Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Hand Hygiene

Kebersihan Tangan
(Hand hygiene)

Five Moment Hand hygiene


6 Langkah Hand Hygiene
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah terpapar dengan cairan tubuh Tujuan dan manfaat hand hygiene
pasien Meminimalkan atau menghilangkan
4. Setelah kontak dengan pasien mikroorganisme yang ada di tangan
5. Setelah kontak dengan lingkungan dan mencegah perpindahan
mikroorganisme dari lingkungan ke
pasien dan dari pasien ke petugas
(infeksi silang).

Gambar 2.3 Kerangka Teori Menurut Teori Lawrence Green (1980):


Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing yang Berhubungan
dengan Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Hand Hygiene
Sumber : Notoatmojo (2010) dan WHO (2009)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian merupakan sebuah pola pikir yang

memnunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus

mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab

melalui penelitian (Sugiono dalam Wildan, 2022).

Kepatuhan merupakan tingkat seseorang melaksanakan suatu cara

atau berperilaku (bersikap) sesuai dengan apa yang dibebankan

kepadanya (Emaliyawati, 2010). Kepatuhan adalah modal besar dasar

seseorang berperilaku (bersikap). Kepatuhan dalam melakukan cuci

tangan dapat didefinisikan seseorang atau petugas kesehatan melakukan

cuci tangan enam langkah dengan benar pada 5 momen cuci tangan.

Menurut teori Lawrence Green dalam Syamsulastri (2017),

kepatuhan atau perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor

predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya kepatuhan seseorang antara lain

pengetahuan, sikap atau tindakan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan

tradisi; faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi keptuhan atau tindakan dalam hal ini yang menjadi faktor

adalah ada tidaknya fasilitas hand hygiene; dan faktor pendorong

34
35

merupakan faktor yang mendorong dalam sikap atau tindakan yang

memperkuat terjadinya kepatuhan, dalam hal ini yang menjadi faktor

pendorong ialah supervisi.

Variabel independen Variabel dependen

- Pengetahuan Kepatuhan perawat


- Ketersediaan fasilitas
dalam melakukan hand
- Supervisi kepala ruangan
hygiene.

Gambar 3.1 Kerangka konsep

2. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan

pendekatan Cross Sectional. Penelitian survei (non eksperimental) adalah

penelitian yang tidak memberikan intervensi kepada objek dan hanya

mengamati kejadian yang sudah ada, dan penelitian ini sulit menyatakan

hubungan sebab dan akibat (Hidayat, 2010). Cross sectional adalah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya setiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

variabel subjek penelitian diamati pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2010).
36

Peneliti menggunakan kuesioner yang diisi oleh semua perawat yang

bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat dan ruang Rawat Inap Rumah

Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat untuk melihat faktor apa saja yang

mempengaruhi kepatuhan cuci tangan perawat.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan awal peneliti mengenai hubungan

antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil

penelitian. Didalam pernyataan ini terkandung variabel-variabel yang akan

diteliti dan hubungan antar variabel tersebut serta mampu mengarahkan

peneliti untuk menentukan desain penelitian, teknik menentukan sampel dan

metode analisis data (Dharma dalam Eva 2021). Dalam penelitian ini

hipotesisnya adalah:

a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam

melakukan hand hygiene di ruang Instalasi Gawat Darurat dan ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.

b. Ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan perawat

dalam melakukan hand hygiene di ruang Instalasi Gawat Darurat dan

ruang Rawat Inap Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat

c. Ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene di ruang Instalasi Gawat

Darurat dan ruang Rawat Inap Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung

Barat.
37

4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono dalam Wildan, 2022). pada penelitian ini terdiri

atas dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dimana:

a. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel terikat (variabel dependen) (Hidayat, 2010). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pengetahuan, sikap,

ketersediaan fasilitas, dan supervisi kepala ruangan.

b. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2010). Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah kepatuhan perawat dalam melakukan hand

hygiene.

5. Definisi Operasional

Definisi operasional adala penjelasan secara operasional variabel oleh

peneliti yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada definisi konseptual

(Sugiono dalam Wildan, 2022) yang bertujuan untuk memperjelas apa yang

akan diteliti saat melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang

memperngaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di

Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.


38

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional
Variabel Terikat

1. Kepatuhan Kepatuhan Tindakan nyata Angket dan Kuesioner 0. Tidak Ordinal


Perawat merupakan yang dilakukan observasi dan lembar Patuh
dalam tingkat perawat secara ceklis <Mean/Medi
melakukan seseorang langsung dalam observasi an
Hand melaksanakan melakukan hand 1. Patuh >M
Hygiene suatu cara atau hygiene ean/Median
berperilaku
(bersikap)
sesuai dengan
apa yang
dibebankan
kepadanya
(Emaliyawati,
2010)
Variabel Bebas

2. Pengetahuan Pengetahuan Pemahaman Angket Kuesioner 0) Kurang Ordinal


merupakan hasil perawat baik >me
penginderaan mengenai hand an/media
manusia, atau hygiene,yaitu: n
hasil tahu 1) Baik
seseorang 1. Pengertian ≥mean/median
terhadap objek hand
melalui indera hygiene
yang dimilikinya 2. Tujuan
(mata, hidung, hand
telinga, dan hygiene
sebagainya) 3. 6 Langkah
(Notoatmodjo hand
dalam hygiene
Syamsulastri, 4. 5 momen
2017 hand
hygiene
3. Ketersediaa Fasilitas hand Tersedianya Angket Kuesioner 0) Tidak Ordinal
n Fasilitas hygiene segala sesuatu memadai >m
(sarana dan yang dapat ean/median
prasarana) digunakan 1) Memadai
adalah segala untuk hand ≥mean/media
sesuatu yang hygiene n
dapat seperti :
digunakan
untuk 1. Wastafel
mencegah dengan air
terjadinya mengalir
penularan bersih dan
infeksi jernih
39

(Notoatmodjo 2. Sabun
dalam antiseptik
Syamsulastri 3. Handuk
2021) atau tisu
sekali
pakai
4. Larutan
antiseptik
(alkohol
rub)
5. Tempat
sampah
4. Supervisi Supervisi Adanya kegiatan Angket Kuesioner 0) Kurang Ordinal
kepala ruangan merupakan mengawasi, baik >mean/
inspeksi memeriksa, median
terhadap meneliti, 1) Baik
pekerjaan orang memberikan ≥mean/median
lain, evaluasi dorongan dan
kinerja dan partisipasi
memastikan perawat dalam
hasil pekerjaan menerapkan hand
yang sudah hygiene sesuai
dilakukan prosedur saat
dengan benar tindakan
(Arwani dalam keperawatan oleh
Eka, 2015) kepala ruangan

B. Populasi dan Sample Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang

ditentukan, atau sekumpulan subjek dalam satu setting tertentu atau yang

mempunyai kesamaan ciri tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua perawat yang bertugas di Ruang Instalasi Gawat Darurat dan

Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.

Populasi yang ada di Ruang Instalasi Gawat Darurat dan Ruang Rawat

Inap sebanyak 69 responden.


40

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

populasi (Notoatmojo, 2018). Proses pengambilan sampel dari suatu

populasi disebut teknik sampling. Sampel dalam penelitian ini

menggunakan metode non random sampling yaitu purposive sampling.

Dimana pengambilan berdasarkan kemungkinan dapat diperhitungkan,

semata-mata hanya berdasarkan segi kepraktisan.

a. Kriteria inklusi:

1) Perawat yang bekerja di Ruang Instalasi Gawat Darurat dan Ruang

Rawat Inap : Mikael, Rafael, Abraham.

2) Berstatus sebagai karyawan tetap, karyawan kontrak dan magang.

3) Berbasis pendidikan keperawatan yaitu DIII Keperawatan dan S1

Keperawatan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

4) Bersedia menjadi responden peneilitian dan dilakukan observasi/

pengamatan.

b. Kriteria eksklusi:

1) Perawat yang bekerja di rawat jalan, ruang OK, dan ruang rawat

inap anak

2) Perawat yang sedang menjalankan tugas belajar, sedang cuti, sedang

sakit dan sedang ijin.

3) Perawat yang tidak bersedia menjadi responden dan dilakukan

observasi dalam penelitian ini.

4) Perawat yang tidak menyelesaikan pengisian angket


41

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan serta mengumpulkan data yang dibutuhkan

untuk menjawab masalah penelitian. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah pengumpulan data primer, data primer merupakan

data yang di peroleh langsung dari sumber asli (Indriantoro dalam Eva

2021). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan

melakukan observasi dan membagikan kuesioner kepada para responden.

Peneliti mengumpulkan data yang dilakukan ditempat penelitian

dengan prosedur sebagai berikut :

a. Peneliti melakukan perizinan pada Rumah Sakit Swasta Kabupaten

Bandung Barat, setelah mendapat ijin peneliti segera melakukan

pengumpulan data.

b. Pada proses pengumpulan data, peneliti akan dibantu satu enumerator

perawat di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat.

Enumerator betugas membantu peneliti untuk mengumpulkan data.

c. Peneliti dan enumerator akan melakukan penyamaan persepsi terlebih

dahulu sebelum melakukan proses pengumpulan data.

d. Peneliti dan enumerator akan melakukan informed concent terhadap

responden terlebuh dahulu.


42

e. Peneliti dan enumerator akan mendapingi responden yang bersedia

mengisi kuesioner yang disebar menggunakan media sosial berbentuk

google form dalam dua hari.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berupa angket pengetahuan, ketersediaan fasilitas dan supervisi kepala

ruangan serta lembar observasi. Lembar observasi berisi tabel check list

yang mengadopsi dari Teguh Imam Santoso (2013), Anita Uslatu Rodyah

(2015), I Gusti Agung Gede Oka Ardana yang telah dimodifikasi oleh

peneliti (Notoadmodjo dalam Syamsulastri 2017)

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji coba validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap 20

responden di Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat yang

mempunyai karakteristik sama dengan sample. Uji coba validitas ini

dianalisis menggunakan program computer Statistical Produst and

Service Salutions (SPSS)

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti melakukan pencarian fenomena dan menentukan masalah

untuk melakukan penelitian pada bulan Januari 2023 - Februari

2023. Masalah yang ditrentukan kemudian diproses dan disetujui

oleh pembimbing pada bulan Maret 2023.


43

b. Peneliti melakukan permohonan izin pengambilan data awal di

Rumah Sakit Swasta Kabupaten Bandung Barat, dengan nomor

surat : B/1439.A/FITKes-Unjani/IV/2023, perihal permohonan studi

pendahuluan, pengumpulan data, dan izin penelitian.

c. Peneliti melakukan pencarian data awal dari masalah atau fenomena

yang telah ditentukan dan melakukan studi pendahuluan serta studi

kepustakaan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti mengurus surat izin penelitian pada pihak terkait pada bulan

April.

b. Melakukan permohonan izin kode etik di Rumah Sakit Swasta

Kabupaten Bandung Barat nomor : 321/RSCK/VI/2023.

c. Melakukan penelitian pada bulan Juni-Juli 2023.

d. Mengumpulkan data hasil penelitian.

e. Melakukan pengolahan dan analisa data.

f. Menarik kesimpulan dari data yang telah diperoleh berdasarkan

hasil pengolahan dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya

untuk dituangkan dalam BAB IV dan BAB V.

3. Tahap Akhir

a. Peneliti akan melakukan penyusunan laporan penelitian yang

dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari analisa

data yang digunakan dalam hasil penelitian, pembahasan, dan

kesimpulan.
44

b. Peneliti akan melakukan bimbingan hasil penelitian.

c. Peneliti akan melakukan sidang akhir untuk mempresentasikan hasil

penelitian yang telah dilakukan.

E. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam

metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi

arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

Tahap pengolahan data yaitu:

a. Penyuntingan (editing) yaitu memeriksa kembali data yang telah

dikumpulkan untukmengecek pengumpulan data dan kebenaran data,

jika ada kekeliruan maka akan diulang.

b. Pemberian skor (scoring) yaitu data yang terkumpul diberi kode-

kode skor pada jawaban yang telah diberikan sesuai dengan

pedoman untuk mempermudah penilian pada setiap pertanyaan.

1) Skor pertanyaan kepatuhan dan supervisi kepala ruangan kode

(2) : jawaban Ya, kode (1) : jawaban Tidak.

2) Skor pertanyaan pengetahuan, kode (2) : Jawaban Benar; kode

(1) : Jawaban Salah

3) Skor pertanyaan fasilitas hand hygiene kode (3) : jawaban

Selalu Ada (2) : jawaban Jarang Ada, kode (1) : jawaban Tidak

Ada
45

4) Skor observasi kepatuhan hand hygiene, kode (2) : jawaban Ya,

kode (1) : jawaban Tidak.

c. Pengkodean (coding) yaitu data yang terkumpul diberi kode-kode

tertentu untuk memudahkan pengolahan data

1) Pertanyaan kepatuhan dan kode (1) : Patuh, kode (0): Tidak

Patuh;

2) Pertanyaan pengetahuan dan supervisi kepala ruangan, kode (1) :

Baik, kode (0) : Kurang Baik;

3) Pertanyaan fasilitas hand hygiene, kode (1) : Memadai (jumlah

dan kuantitas), kode (0) : Tidak Memadai (jumlah dan

kuantitas);

4) Lembar ceklis observasi kepatuhan hand hygiene tidak dibuat

skor karena hasil observasi sebagai pembanding dari pertanyaan

kepatuhan.

d. Tabulasi (tabulating) yaitu data disusun dalam bentuk tabel

kemudian dianalisis.

e. Entry data yaitu memasukkan data ke komputer untuk mengubah

data.

f. Cleaning yaitu pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan

untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan.


46

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan tabel

distribusi frekuensi, sehingga memperoleh gambaran tentang

objek yang diteliti, untuk skala data nominal menggunakan dua

alternatif yaitu “Ya” dan “Tidak”. Nilai untuk jawaban “Ya” yaitu

1 dan untuk jawaban “Tidak” adalah 0 (nol) (favorable) dan nilai

untuk jawaban “Tidak” yaitu 1 dan untuk jawaban “Ya” adalah 0

(nol) (unfavorable) dan dibuat dalam bentuk presentase dengan

rumus sebagai berikut (Arikunto dalam Syamsulastri, 2017) :

Jumlah jawaban benar


Skor = X 100%
Jumlah seluruh soal

Analisis univariat juga bertujuan untuk menjelaskan

karakteristik variabel penelitian dan hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentasi dari tiap variabel penelitian (Notoatmodjo,

2018). Data akan dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi

dan ditentukan presentase untuk masing- masing variabel dengan

menggunakan rumus berikut :


� = � 100 %

Keterangan :

P : Presentase (%)

f : Frekuensi setiap kategori


47

n : Jumlah sampel

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau korelasi

(Notoadmodjo, 2010). Jenis data pada variabel analisis bivariat

antara variabel dependen dan independen adalah kategorik

sehingga dilakukan analisis data menggunakan uji chi-square.

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

masing-masing variabel yaitu untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Proses pengujian

menggunakan chi-square yaitu membandingkan frekuensi yang

terjadi ataupun observasi dengan nilai frekuensi harapan atau

ekspektasi (Hastono dalam Syamsulastri, 2017).

Intepretasi hasil uji chi-square dengan membandingkan

nilai p-value (observasi) dengan nilai α (ekspektasi) yang berada

pada tingkat kepercayaan CI (confidence interval) 95% atau taraf

signifikansi α = 0,05. Keputusan uji statistik ditetapkan setelah

membandingkan nilai p-value) dengan nilai alpha, dimana bila p ≤

α (0,05) berarti Ho ditolak/ Ha diterima, dan bila p > α (0,05)

berarti Ho diterima/Ha ditolak. Perbandingan tersebut

diinterpretasikan menjadi:
48

1) Jika nilai p-value ≤ α, maka dikatakan Ha diterima.

Penarikan kesimpulan yaitu ada hubungan dengan

kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene;

2) Jika nilai p-value > α, maka dikatakan Ha ditolak.

Penarikan kesimpulan yaitu tidak ada hubungan dengan

kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene;

Adapun Rumus Chi-square adalah :


2
f0 − fe
χ2 =
fe

Keterangan :

�2 : Nilai Chi-square

�� : Frekuensi yang diobservasi

fe : Frekuensi yang diharapkan

Ketentuan uji chi square :

1) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai E<1

2) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai E<5 lebih dari 20 %

dari jumlah keseluruhan sel

Bila terjadi hal diatas, maka dilakukan :

1) Untuk tabel berukuran 2x2, maka dilakukan penggabungan sel

2) Untuk sel berukuran 2x2, menggunakan uji Fisher Exact

Hasil uji chi squre dapat dilihat pada kotak “Chi Square Test”, akan

muncul beberapa angka sehingga nanti akan timbul pertanyaan mana

yang akan dipakai, apakah Pearson, Continuity Correction, Fisher,

atau Likelihood.
49

Ketentuan uji chi square yang berlaku, yaitu :

1) Bila tabelnya 2x2, dan tidak ada nilai expected/ E <5, maka uji

yang dipakai Continuity Correction (n)

2) Bila tabelnya 2x2, dan nilai E>5, maka uji yang dipakai adalah

Fisher’s Exact Test

3) Bila tabelnya lebih dari 2x2, missal 2x3, 3x2 maka uji yang

dipakai Pearson Chi Square

Uji Likelihood Ratio dan Linear by Linear Assciation keduanya

jarang dipakai karena biasa digunakan untuk yang lebihs pesifik.

F. Etika Penelitian

1. Informed Concent

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan

Informed Concent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka merekan

harus menandatangani lembar persetujaun. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak responden (Hidayatdalam Eva

2021).

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur


50

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan (Hidayat dalam Eva 2021).

Peneliti memiliki tanggungjawab kepada responden dengan tidak

menyantumkan nama asli responden baik dalam kuesioner maupun

pengolahan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat dalam Eva 2021).

Peneliti menjaga hak-hak responden salah satunya tidak

menyebarluaskan hasil pengisian data dan identitas responden.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di salah satu Rumah Sakit

Swasta Kabupaten Bandung Barat.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2023.


51

51
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana DS. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat


di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Universitas Indonesia; 2013.

Syamsulastri. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam


Melakukan Hand Hygiene. Universitas Pontianak; 2017.

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.2012;

Monica P. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Hand Hygiene


di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat III R. W.Mongisidi Manado.
Naskah Publikasi. 2016

WHO. A Guide to the Implementation of the WHO Multimodal Hand Hygiene


Improvement Strategy.World Health Orgnitation 2009

Purwantiningsih, S. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas


Kesehatan dengan Penerapan Teknik Mencuci Tangan Secara Benar. 2015.
Damanik SM. Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel
Bandung : Universitas Padjajaran.2010

Mulyana DS. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Perawat di


Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. 2013

Noorbaya, S. Panduan Belajar Asuhan Neonatus , Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Gosyen Publising. 2019

Purwatiningsih S. Pengaruh Penggunaan Hand Sanitizer Terhadap Kepatuhan


Cuci Tangan Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSU Assalam
Gemolong. Unpubl thesis) Surakarta Stikes Kusuma Husada. 2015

Hidayah dan Ramadhani. Kepatuhan Tenaga Kesehatan Terhadap Implementasi


Hand Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar. 2019

Emaliyawati. Tindakan Kewaspadaan Universal Sebagai Upaya Untuk


Mengurangi Resiko Penyebaran Infeksi. Bandung: FIK Univ.
Padjajaran.2010

Alimul Hidayat A.A. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif,


Jakarta: Heath Books. 2010.

Eva. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Cuci Tangan Perawat di


RSUD Lahat Tahun 2021

53
53

53

Anda mungkin juga menyukai