Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN AWAL PENELITIAN

TENTANG
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN HAND HYGIENE
DIRSUD PASANGKAYU

Disusun Oleh:
NURHASANAH S.LEMBAH
NIM 142012020094
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Rumah sakit sebagai sebuah unit pelayanan medis tidak terlepas dari kegiatan
pengobatan dan perawatan penderita-penderita dengan kasus penyakit infeksi mulai dari yang
ringan sampai yang terberat, dengan kemungkinan adanya bermacam-macam mikroba sebagai
penyebabnya. Selain itu sesuai fungsinya rumah sakit merupakan institusi perawatan kesehatan
profesional dan dikenal sebagai tempat yang harus selalu terjaga kebersihannya. Berdasarkan
Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa "Setiap pasien
mempunyai hak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
rumah sakit". Namun pada kenyataannya hal tersebut bukanlah menjadi jaminan bahwa
penyebaran kuman dan penyakit tidak dapat terjadi di rumah sakit. Penanganan dari satu pasien
kepasien lainnya dan kondisi lingkungan di rumah sakit dapat menyebabkan resiko penyebaran
infeksi dan menjadikan tangan para dokter rentan menjadi media penularan kuman penyakit.

Begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan infeksi (Darmadi, 2008).
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di
dunia. Salah satu jenis infeksi adalah Infeksi Nosokomial, infeksi ini dapat diartikan sebagai
infeksi yang diperoleh atau terjadi dirumah sakit (Darmadi, 2008).

Salah satu cara yang paling mudah dan efektif untuk mencegah infeksi, penularan kuman dan
penyakit adalah dengan sering mencuci tangan. Walau kebiasaan menjaga kebersihan tangan
terbukti dapat mengurangi penyebaran kuman pathogen di fasilitas-fasilitas kesehatan, namun
kesadaran tenaga kesehatan menjalankan prosedur mencuci tangan selama bekerja masih relatif
rendah. Banyak dokter yang belum patuh dalam pelaksanaan mencuci tangan secara baik dan
benar. Budaya cuci tangan masih terus digalakkan di seluruh dunia. Di Indonesia budaya cuci
tangan sudah mulai digalakkan sejak 5 tahun lalu. Namun harus diakui bahwa masih banyak
orang yang malas untuk mencuci tangan, terutama adalah orang-orang yang rendah
kepeduliannya terhadap kebersihan lingkungan. Mencuci tangan adalah suatu prosedur tindakan
membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau antiseptik di bawah air mengalir atau
dengan menggunakan handscrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara
mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme menurut Persatuan Pengendalian Infeksi
Indonesia (Perdalin, 2010).

Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi
penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi nosokomial. Penelitian Semmelweis dan
banyak penelitian lainnya memperlihatkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien
kepasien mungkin terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menurut Boyce, Larson menjaga
kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme. Hand hygiene
adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan menggunakan antiseptik pencuci tangan.
Pada tahun 2009, World 3 Health Organization (WHO) mencetuskan global patient safety
challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand
hygiene untuk petugas kesehatan dengan my five moments for hand hygiene, yaitu melakukan
cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan
steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien dan
setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien. Namun tidak semua orang patuh
melakukan cuci tangan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian
besar dokter di rumah sakit memiliki kepatuhan yang rendah dalam mencuci tangan. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) di lima negara selama
2 tahun, terungkap banyak dokter yang kurang bersih dalam mencuci tangan. Penelitian ini
dilakukan di 43 rumah sakit di Costa Rica, Italia, Mali, Pakistan dan Arab Saudi yang dilakukan
pada tahun 2006-2008.
Studi pada beberapa negara tersebut menunjukkan tingkat kebiasaan mencuci atau
membersihkan tangan di kalangan dokter masih di bawah 50%. Menurut Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) tahun 2014 kebersihan tangan bisa dilakukan melalui perilaku
cuci tangan yang dilakukan dengan tepat dan benar. Ada 6 langkah cuci tangan yang benar, di
mana harus dilakukan pada 5 kondisi yang tepat oleh para pekerja rumah sakit, khususnya
dokter dan perawat. Ada 5 kondisi di mana dokter dan perawat, harus mencuci tangan mereka
dengan benar. Yang pertama adalah ketika sebelum menangani pasien, berikutnya sebelum
melakukan tindakan 4 medis, lalu setelah menangani cairan tubuh pasien, dan kemudian setelah
menyentuh sekitar lokasi perawatan pasien serta setelah membersihkan peralatan medis. Data
penelitian di Indonesia menurut PERSI tahun 2014 menunjukkan bahwa kepatuhan dokter dalam
mencuci tangan hanya sebesar 41%, disusul dengan kepatuhan mahasiswa kedokteran yang
bertugas di rumah sakit yang hanya sebesar 42%. Perawat dan staf pekerja rumah sakit lainnya
justru lebih baik nilai kepatuhannya dalam mencuci tangan, di mana statistik menunjukkan
angka sebesar 57% untuk perawat, dan 62% untuk staf pekerja lainnya. Hal ini cukup
mengejutkan, di mana selama ini dokter merupakan profesi yang paling tegas menjaga
kebersihan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Larson dkk ditahun 2009 pada 40 rumah sakit
melaporkan bahwa kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan
setelah kepasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%). Menurut data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi nasional perilaku benar dalam cuci tangan adalah
23,2%. Penelitian mengenai kepatuhan cuci tangan dikalangan perawat telah banyak dilakukan,
namun tidak demikian dengan penelitian kepatuhan cuci tangan yang benar pada dokter
program pendidikan spesialis (PPDS). Menurut Widianingrum (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, ras, status ekonomi dan masa kerja, pengetahuan cuci tangan dan motivasi cuci
tangan. Sedangkan menurut WHO (2009), faktor-faktor yang 5 mempengaruhi kepatuhan
petugas kesehatan dalam penerapan cuci tangan yaitu: beban kerja yang tinggi, fasilitas cuci
tangan dan jenis kelamin. Pada penelitian yang dilakukan Atrika tahun 2011 mengenai
“Perbedaan angka kepatuhan cuci tangan Petugas Kesehatan di RSUP DR Kariadi” Penelitian ini
meneliti 1076 kesempatan yang mengindikasian cuci tangan hanya 279 prosedur cuci tangan
yang dilakukan sehingga keseluruhan angka cuci tangan yang didapatkan adalah sebesar 25,92%.
PPDS dengan rata-rata 21,22% dimana angka kepatuhan cuci tangan pada PPDS dilihat dari 4
bangsal yaitu bedah sekitar 17,35%; anak 24,43%; interna 20,77%; Intensive Care Unit (ICU) yang
terdiri dari High Care Unit (HCU) 20,29%; Pediatric Intensive Care Unit (PICU) 17,23% dan
Intensive Coronary Care Unit (ICCU) 27,24%, Perawat 31,31% dan Coass 21,69%. Penelitian ini
hanya meneliti angka kepatuhan cuci tangan berdasarkan jenis kelamin, profesi dan indikasi cuci
tangan sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan
mikroorganisme, sebelum melakukan tindakan medis, setelah melakukan tindakan medis dan
setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien. Infeksi di RSCM terdiri dari 6 kategori, yaitu Infeksi
Aliran Darah (IAD), phlebitis, Infeksi Saluran Kemih (ISK), Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
atau Pneumonia nosokomial, Ventilator associated pneumonia (VAP) atau pneumonia terkait
ventilator, dekubitus dan Infeksi Daerah Operasi (IDO) yang terbagi 2 yaitu IDO bersih dan IDO
bersih tercemar.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang diatas mengenai kepatuhan mencuci tangan di RSUD Pasangkayu
maka penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi adalah masih rendahnya angka kepatuhan
mencuci tangan pada Pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangakyu. Sehingga angka infeksi di
RSUD masih terjadi di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu. Selain faktor diatas ada faktor lain
yang mempengaruhi tingkat kepatuhan mencuci tangan yaitu:

1.2.1 Faktor Individu

1. Jenis kelamin, antara Pegawai laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan
mengenai pola hidup bersih dalam hal ini Pegawai perempuan biasanya lebih patuh mencuci
tangan daripada Pegawai laki-laki.
2. Usia, berpengaruh terhadap pola pikir seseorang. Pegawai dengan usia yang lebih dewasa
seharusnya lebih patuh dalam pelaksanaan cuci tangan suatu prosedur serta semakin
bertanggung jawab dan berpengalaman. Namun Pegawai dengan usia yang lebih muda justru
lebih patuh dalam pelaksanaan cuci tangan di RSUD Pasangkayu.
3. Masa Kerja, Pegawai yang masa kerja lebih lama terkesan sedikit tidak mematuhi peraturan
kepatuhan mencuci tangan yang sudah dibuat. Sedangkan Pegawai dengan masa kerja yang
lebih sedikit, sedikit lebih baik dalam kepatuhan mencuci tangan.

1.2.2 Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan cuci tangan, pengetahuan cuci tangan telah diberikan kepada seluruh Pegawai di
RSUD. Peraturan seperti kebijakan, SPO yang sudah dibuat oleh RSUD Pasangkayu dan berbagai
macam edukasi berupa poster dan flyer mengenai cuci tangan telah dipublikasikan dan diberikan
kepada Pegawai sebagai bahan pengetahuan yang harus diketahui dan ditaati oleh seluruh
Pegawai RSUD Pasangkayu.

2. Motivasi cuci tangan, motivasi pegawai dalam mencuci tangan masih rendah. Sebagian dari
Pegawai terkesan mengabaikan dan mengesampingkan pentingnya yang seharusnya dapat
memberi banyak manfaat bagi mereka dan pasien yang menjadi tanggung jawab mereka.

1.2.3 Faktor Pemungkin

1. Beban kerja yang tinggi, beban kerja yang tinggi pada Pegawai membuat Pegawai terlalu sibuk
dengan alasan kurangnya waktu untuk pelaksanaan cuci tangan sehingga aktifitas cuci tangan
menghabiskan banyak waktu.

2. Fasilitas cuci tangan, untuk penyediaan fasilitas cuci tangan di RSUD Pasangkayu tahun 2021
pengadaan agak sedikit terhambat. Padahal fasilitas cuci tangan di RSUD adalah sarana
pendukung dalam aktivitas cuci tangan, digunakan dalam kegiatan cuci tangan, memiliki jangka
waktu kegunaan yang relatif permanen dan memberikan manfaat untuk masa yang akan datang.
1.2.4 Faktor Penguat

1. Kebijakan di Rumah Sakit Umum Daerah Pasangkayu mengacu pada standar International
Patient Safety Goals dari Joint Commission International dimana mengenai hand hygiene
merupakan kebijakan mengurangi resiko infeksi nosokomial. Kebijakan RSUD Pasangkayu dalam
menurunkan risiko infeksi nosokomial di rumah sakit meliputi: mengimplementasikan program
kebersihan tangan yang efektif, mengimplementasikan program kebersihan diri yang efektif,
menggunakan alat pelindung diri dan mengimplementasikan etika batuk dan bersin di rumah
sakit.

Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas kepatuhan
mencuci tangan dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh karena itu peneliti hanya mengambil
faktor yang mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD
Pasangkayu. Adapun faktor yang peneliti masukan dalam penelitian ini yaitu faktor pengetahuan
cuci tangan dan motivasi cuci tangan. Penelitian ini akan dilakukan di rumah RSUD Pasangkayu
dengan menggunakan kuesioner.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas,
maka rumusan masalah penelitian yang dikemukakan peneliti adalah “Faktor apakah yang
mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum


Mengetahui faktor yang mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada pegawai di ruang
rawat inap RSUD Pasangkayu.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor pengetahuan cuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD
Pasangkayu.

2. Mengidentifikasi faktor motivasi cuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD
Pasangkayu.

3. Mengidentifikasi kepatuhan mencuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD
Pasangkayu.

4. Menganalisis hubungan antara pengetahuan cuci tangan dengan kepatuhan mencuci tangan
pada pegawai di rawat inap RSUD Pasangkayu.

5. Menganalisis hubungan antara motivasi cuci tangan dengan kepatuhan mencuci tangan pada
pegawai RSUD Pasangkayu.
1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan tentang analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada
pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Subjek Penelitian (rumah sakit) Dapat meningkatkan kepatuhan mencuci tangan pada
pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu sehingga menurunkan angka infeksi yang terjadi
di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
pada pasien ruang rawat inap maupun keluarganya.

2. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang analisis faktor yang
mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu.

3. Bagi Program Studi S1 Keperawatan Dapat menambah dan melengkapi kepustakaan


khususnya mengenai analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan pada
pegawai di ruang rawat inap RSUD Pasangkayu.

Anda mungkin juga menyukai