Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hand hygiene merupakan istilah yang sering digunakan untuk mengarah


kepada kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan tangan (WHO, 2006). Hand
hygiene harus dilakukan pada seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa
memperhatikan apakah petugas kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak
(WHO, 2009). Teknik mencuci tangan yang dianjurkan oleh WHO adalah teknik
mencuci tangan dengan menggunakan 6 langkah cuci tangan. Sejak awal abad 19
mulai dikenal cara membersihkan tangan dengan bahan antiseptik (Tietjen et al.,
2004).

Dalam aktivitas kita sehari-hari tangan seringkali terkontaminasi dengan


mikroba, sehingga tangan dapat menjadi perantara masuknya mikroba ke dalam tubuh
kita. Mencuci tangan dikatakan sebagai satu-satunya cara yang efektif dalam
mengontrol penyebaran mikroorganisme (Girou, 2002). Oleh karena itu dengan
menjaga kebersihan tangan yang baik dan benar diharapkan dapat menurunkan
kejadian infeksi nosokomial (Boyce dan Pittet, 2002).

Infeksi nosokomial merupakan salah satu dari jenis penyakit infeksi. Infeksi
nosokomial ini merupakan infeksi yang sering terjadi di rumah sakit. Infeksi nosokomial
menyebabkan setidaknya 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2006).
Sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit yang berada di 14 negara yang berasal dari Eropa,
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial
dan untuk wilayah Asia Tenggara sebanyak 10,0% berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh WHO (WHO, 2006).

Survey prevelensi yang dilakukan dibawah naungan WHO (2013) menyatakan


di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili empat wilayah WHO (Asia Tenggara,
Eropa, Timur Mediterania dan Pasifik Barat) bahwa rata-rata 8,7% rumah sakit
menderita HAIs. Data HAIs di Indonesia yang disurvey di 10 RSU Pendidikan
memperoleh angka 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Penelitian yang dilakukan di DKI
Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru
selama dirawat (Kemenkes, 2013).

Tidak hanya pasien rawat inap yang dapat tertular oleh infeksi nosokomial,

tetapi seluruh personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien juga dapat

tertular, begitu juga dengan penunggu dan pengunjung pasien. Penularan dari infeksi

nosokomial ini dapat terjadi dari satu pasien kepada pasien yang lainnya (cross
infection) atau infeksi dari diri sendiri dimana kuman sudah berada pada pasien

kemudian berpindah tempat dan di tempat yang baru menyebabkan infeksi yang

disebut juga self infection / auto infection (Zulkarnain, 2009).

Salah satu upaya yang dilakukan WHO (2013) untuk mengatasi atau

mencegah terjadinya HAIs di Rumah Sakit adalah pengenalan berbasis five-moment.

Sebutan lima momen yang mengartikan yaitu cuci tangan dalam lima waktu:

sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan bersih dan aseptik, setelah

terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien, dan setelah

menyentuh lingkungan pasien. WHO (2009) menyatakan bahwa cara cuci tangan

yang benar memiliki enam langkah. Sebelum cuci tangan membasahi seluruh bagian

tangan, langkah yang pertama mengusap sabun secara merata, langkah yang kedua

menggosok punggung tangan, langkah yang ketiga menggosok sela-sela jari, langkah

yang keempat menggosok punggung jari, langkah kelima menggosok ibu jari dan

langkah yang keenam menggosok ujung jari.

Cuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan

dan pengontrolan terjadinyan infeksi (Perry & Potter, 2005). Cuci tangan tangan

yang benar adalah cuci tangan yang dilaksanakan dengan prosedur yang benar

dengan 6 langkah teknik secara berurutan serta pada lima waktu/momen yang tepat

(Mathuridy, 2015). Pada tahun 2009, World Helath Organization (WHO)

mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, dengan

memberikan pelayanan dan perawatan secara bersih untuk keselamatan pasien

(Patient Safety). Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan merumuskan

inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five

moments for hand hygiene, yaitu melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan

pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah

kontak dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan pasien (Jamaliddin, dkk,

2012).
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh adalah rumah

sakit kelas A di Banda Aceh dan juga berperan sebagai rumah sakit rujukan tertinggi

atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat yang berfungsi menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien dengan jumlah

pengunjung 78,161 orang pertahun (Graphiq, 2016). Menurut data yang diperoleh

peneliti jumlah staf perawat di Ruang Raudhah 3 adalah 22 orang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah dari penelitian adalah “gambaran

pelaksanaan five moments for hand hygiene perawat pelaksanaan di ruang rawat inap

bedah RSUDZA Banda Aceh”.


C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan five

momoents for han hygiene perawat pelaksana ditinjau dari momen sebelum kontak

dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh

pasien, setelah kontak dengan pasien dan setelah menyentuh lingkungan sekitar

pasien di ruang rawat inap RSUDZA Banda Aceh.


D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada

mahasiswa mengenai Hubungan Pengetahuan dan pelaksanaan five moment

perawat di RSUDZA
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pemasukan bagi Praktisi.

Keperawatan mengenai bahan acuan yang efektif yang dapat digunakan oleh

perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian ini

juga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan pengetahuan

dan pelaksaanaan cuci tangan five moment oleh perawat untuk mengurangi risiko

infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan.


BAB II
PENGKAJIAN DAN ANALISA MASALAH

A. Analisa Situasi Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Wanita)


Ruang Raudhah 3 merupakan ruang rawat bedah Wanita yang terdapat di Rumah
Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ruang rawat ini terdiri dari 1 ruangan untuk
kepala ruang,1 gudang, 1 ruangan untuk perawat jaga, 1 ruang ganti pria, 1 ruang ganti
wanita, 1 ruang patry, 1 ruangan dokter muda, 1 ruangan tindakan, 1 ruangan
penyimpanan bersih, 1 ruangan penyimpanan kotor, 1 toilet/kamar mandi untuk perawat,
nurse station dan 9 kamar pasien dengan masing-masing memiliki 1 toilet/ kamar mandi.
Kamar 1,2 dan 3 memiliki masing-masing 2 bed, kamar 4 dan 5 memiliki masing-masing
4 bed, serta kamar 6 dan 7 memiliki masing-masing 6 bed. Ruang Raudhah 3 juga
memiliki 2 kamar isolasi dengan masing-masing berjumlah satu bed. Jumlah staf di ruang
Raudhah 3 adalah 26 orang yang terdiri dari 1 orang kepala ruang, 1 orang sebagai wakil
kepala ruang, 1 orang sebagai staf administrasi, 2 orang sebagai ketua tim, 21 orang
sebagai perawat pelaksana.
Dalam pelaksanaan Kepaniteraan Klinik Keperawatan Senior (K3S) Stase
Manajemen Keperawatan di Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Wanita) Rumah Sakit
Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tanggal 22 Mei 2019 sampai dengan 11 Juni 2019,
mahasiswa/i mendapatkan wewenang untuk bertanggung jawab langsung terhadap segala
bentuk asuhan keperawatan kamar 6 dan 7 dengan jumlah bed sebanyak 12. Namun
dalam hal ini, perawat ruangan juga ikut terlibat dalam pemantauan asuhan keperawatan
kepada pasien. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode
tim keperawatan dapat dijelaskan sebagai berikut: pembagian tugas sebagai kepala ruang,
ketua tim, dan perawat pelaksana yang bertugas melaksanakan asuhan keperawatan
secara berkesinambungan pada tiga shift (pagi, sore dan malam).
Dalam melaksanakan peran sebagai perawat profesional, mahasiswa/i
menjalankan fungsi manajemen keperawatan meliputi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), ketenagaan (staffing), pengarahan (directing) dan
pengawasan (controlling). Selain itu, mahasiswa/i juga menerapkan prinsip patient safety
yang salah satunya adalah keamanan obat yang perlu diwaspadai.

B. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan dengan beberapa metode yaitu dengan wawancara,
observasi dan pembagian kuesioner terkait dengan fungsi manajemen, MAKP, patient
safety, dan kepuasan pasien. Pada tahapan ini kelompok melakukan pengkajian selama 4
hari dimulai dari tanggal 22 Mei 2019 sampai dengan 26 Mei 2019 kepada 24 orang
perawat Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Wanita) di RSUDZA Banda Aceh.
Pada fungsi manajemen terdiri dari 47 item pertanyaan yang meliputi planning,
organizing, staffing, directing, dan controlling yang dilakukan dengan wawancara
terpimpin dan observasi pada perawat Ruang Raudhah 3. Sedangkan pada kuesioner
patient safety yang menjadi sasarannya adalah perawat dan keluarga pasien Ruang
Raudhah 3.
Pada bagian pendokumentasian, Hand Hygiene dan Patient Safety, dilakukan
observasi pada perawat pelaksana terhadap keluarga pasien. Bagian pendokumentasian
terdiri dari 27 item pertanyaan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,perencanaan,
implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan. Pada bagian hand hygiene terdiri
dari 5 item pernyataan berdasarkan 5 momen hand hygiene sesuai dengan gambar 2.1
berikut:
Gambar 2.1 Five Moment Hand Hygiene

Selain itu dilakukan observasi pada saat perawat melakukan cuci tangan 6 langkah,
yaitu sesuai dengan gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Enam Langkah Cuci Tangan

Sedangkan pada patient safety terdiri dari 30 item pernyataan yang terbagi dalam
identifikasi pasien, komunikasi efektif, peningkatan keamanan pemberian obat dan resiko
jatuh. Pengumpulan data dengan wawancara ditujukan kepada kepala ruang dan perawat
pelaksana. Mahasiswa menanyakan sebanyak 47 item pertanyaan mengenai pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi, sistem MAKP, fungsi manajemen dan
patient safety di ruang rawat inap Raudhah 3.

C. Analisa Data

DATA MASALAH
Hasil observasi patient safety pada Belum optimalnya pelaksanaan hand
pencegahan infeksi dengan hand hygiene hygiene
didapatkan hasil:
a. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum mencuci tangan dengan durasi
cuci tangan yang benar (dengan
handscrub 20-30 detik, hand wash
40-60 detik)
b. Sebanyak 50% keluarga pasien tidak
melakukan hand hygien sebelum
kontak dengan pasien
c. Sebanyak 50% keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
sebelum menyentuh pasien
d. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
setelah menyentuh cairan tubuh
pasien
e. Sebayak 50 % keluarga pasien belum
melakukan hand hygiene setelah
menyentuh pasien
f. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
setelah kontak dengan lingkungan
pasien

D. Analisa Fungsi Manajemen Keperawatan


1. Fungsi Perencanaan
Planning atau perencanaan dapat diartikan sebagai upaya memutuskan apa
yang akan dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana, kapan dan dimana hal
tersebut dilakukan. Perencanaan merupakan fungsi yang dituntut dari semua manager
sehingga tujuan dan kebutuhan individu maupun organisasi dapat terpenuhi.
Perencanaan dibuat dalam bentuk hirarki, terdiri dari visi & misi, filosofi, tujuan
umum, tujuan khusus, kebijakan, prosedur, dan aturan (Marquis & Huston, 2015).
Pelaksanaan fungsi perencanaan (planning) di Ruang Rawat Raudhah 3 sudah
berjalan dengan baik dengan persentase 100%. Hal ini terbukti dari sebanyak 75%
perawat mengetahui visi misi ruangan, 75% perawat mengatakan kepala ruang sudah
menyusun tujuan keperawatan, dan sebanyak 100% perawat mengetahui standar
asuhan keperawatan di ruangan, mengetahui aturan yang berlaku di ruangan, kepala
ruang mensosialisasikan rencana kerja, melakukan perencanaan penilaian kerja
perawat dan melakukan sosialisasi terhadap rencana penilaian kerja perawat.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa, kepala ruangan
mengatakan bahwa beliau membuat kebijakan di ruangan berdasarkan kesepakatan
bersama namun tetap berpedoman kepada aturan rumah sakit. Kepala ruang juga
menetapkan kebutuhan logistik setiap seminggu sekali sesuai dengan peraturan baru
yang ditetapkan di rumah sakit.

2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian (organizing) adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang
telah ditetapkan. Fungsi ini meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah
menetapkan struktur organisasi, menentukan model penugasan keperawatan sesuai
dengan keadaan klien dan ketenagaan, mengelompokkan aktivitas untuk mencapat
tujuan unit, bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan memahami
serta menggunakan kekuasaan yang sesuai (Marquis & Huston, 2015).
Pelaksanaan fungsi pengorganisasian (organizing) di Ruang Rawat Raudhah 3
sudah berjalan 100% baik. Hal itu terlihat dari sebanyak 100% perawat mengatakan
bahwa kepala ruang sudah menetapkan struktur organisasi ruang sesuai metode
asuhan yang digunakan, struktur organisasi di ruangan berjalan dengan baik, kepala
ruang membagi tanggung jawab staf perawat secara jelas, setiap tugas yang
dilakukan di ruangan sesuai dengan posisi dalam organisasi, metode penugasan tim
berjalan efektif, dan kepala ruang berkoordinasi dengan bagian terkait apabila
terdapat masalah di ruangan. Hasil wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa
kepada kepala ruang menemukan hasil bahwa kepala ruang tidak menetapkan kriteria
khusus dalam pembentukan struktur organisasi ruangan, namun biasanya juga dinilai
dari kemampuan memimpin dan pengambilan keputusan.

3. Fungsi Ketenagaan
Fungsi ketenagaan (staffing) menjadi hal yang sangat penting di fasilitas pelayanan
kesehatan dan menjadi suatu visi perencanan yang jauh ke depan. Fungsi ketenagaan
terdiri dari kegiatan perekrutan, pemilihan, wawancara, mengorientasi staf baru
mengenai kebijakan, dan mengindoktrinasikan staf untuk mencapai tujuan organisasi.
Penempatan, penjadwalan, pengembangan karyawan, dan sosialiasi karyawan, dan
pembentukan tim juga termasuk dalam fungsi ketenagaan. (Marquis & Huston,
2015).
Berdasarkan hasil pengkajian di Ruang Rawat Inap Raudhah 3, didapatkan
bahwa fungsi ketenagaan di ruangan tersebut sudah berjalan dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan hasil rekapitulasi data kuesioner yang mendapatkan bahwa
sebanyak 100% perawat mengatakan kepala ruang sudah menyusun jadwal dinas
perawat sesuai kebutuhan ruangan, kepala ruang memeriksa kelengkapan staf
perawat yang berdinas sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan kepala
memberikan orientasi kepada perawat baru. Namun, perawat di ruang tersebut
mengatakan bahwa jumlah perawat di ruang rawat belum memadai untuk melakukan
perawatan pada pasien dan pembagian jadwal dinas belum sesuai dengan beban kerja
perawat. Hasil wawancara dengan kepala ruang mendapatkan hasil bahwa seluruh
perawat sudah bekerja sesuai dengan jobdesk masing-masing walaupun masih ada
proses pendelegasian tugas yang dilakukan. Rumah sakit juga sudah melakukan
pelatihan untuk pengembangan kemampuan perawat. Penentuan tenaga perawat yang
berhak mengikuti pelatihan ditentukan dari evaluasi pertahuan yang dilakukan di
ruangan dan diberikan ranking.

4. Fungsi Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah fase pelaksanaan dari fungsi manajemen,
dimana membutuhkan keterampilan manajer untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajer mengarahkan staf mereka untuk melakukan pekerjaan, dan memberi
dukungan sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan.Kemampuan komunikasi
teknik motivasi dan keahlian delegasi berperan penting pada fungsi ini (Marquis &
Huston, 2015).
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan bahwa pelaksanaan fungsi
pengarahan sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari perawat yang sudah
diberikan motivasi untuk bekerja sesuai SPO, pelaksaan supervisi yang dilakukan
oleh kepala ruang/ketua tim dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, dan perawat
pelaksana diberikan pujian dan teguran sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
Kepala ruang juga menyebutkan bahwa pengarahan yang dilakukan kepada perawat
di ruangan lebih dilakukan pada saat rapat bulanan dan kegiatan preconference setiap
harinya. Teguran yang dilakukan oleh kepala ruang diselesaikan dengan cara tatap
muka dan diselesaikan masalah secara pribadi.

5. Fungsi Pengawasan
Pengawasan (controlling) meliputi pembentukan standar performa,
menentukan pengukuran performa, edukasi performa, dan memberikan umpan balik.
Manajer yang efisien mencoba untuk terus menerus meningkatkan produktivitas
dengan teknik menggabungkan kualitas manajemen, evaluasi hasil dan performa
untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan pada institusi (Marquis & Huston,
2015).
Pelaksanaan fungsi pengawasan di Ruang Rawat Inap Raudhah 4 sudah
berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dari sebanyak 100% perawat mengatakan
bahwa kepala ruang / ketua tim melakukan evaluasi penerapan dan
pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat merasa puas dengan kinerja tim
pada setiap shift dinas, dan perawat merasa puas dengan kinerja dari kepala ruang
dan wakil kepala ruang.
Hasil wawancara dengan kepala ruang mendapatkan bahwa kepala ruang
mengevaluasi laporan bulanan dengan cara KMKP mutu dan melihat langsung di
status pasien. Hambatan yang ditemukan di ruangan terkait dengan kegiatan
peningkatan mutu pelayanan adalah kurangnya sumbr daya manusia dan tidak
adanya troly emergency di ruang ini sehingga harus berbagi dengan ruang lain.
Evaluasi kinerja tenaga perawat dilakukan setiap hari oleh kepala ruang.
E. Konsep Patient Safety
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Terdapat lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu:
Keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, dan keselamatan lingkungan (green productivity)
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa rumah sakit di Indonesia diwajibkan untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui
akreditasi rumah sakit. Standar akreditasi rumah sakit terdiri dari empat kelompok, yang
salah satunya adalah kelompok sasaran keselamatan pasien sehingga keselamatan pasien
merupakan bagian yang sangat penting dalam akreditasi rumah sakit. Terdapatenam
sasaran keselamatan pasien terdapat pada standar akreditasi rumah sakit, terdiri dari:
1) ketepatan identifikasi pasien
2) peningkatan komunikasi yang efektif
3) peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
4) kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien prosedur pembedahan;
5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) pengurangan risiko pasien jatuh (KARS, 2017).
Komunikasi yang efektif merupakan satu dari enam sasaran keselamatan
pasien yang terdapat dalam standar nasional akreditasi rumah sakit.Komunikasi
dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak bersifat ambigu, dan
diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan kesalahan
dan meningkatkan keselamatan pasien (KARS, 2017).
Salah satu metode komunikasi yang efektif adalah komunikasi SBAR
(Situation, Backgroud, Assesment, Recomendation) untuk mencapai ketrampilan
berfikir kritis dan menghemat waktu. Proses komunikasi SBAR terbukti telah menjadi
alat komunikasi yang efektif dalam pengaturan perawatan akut untuk tingkatan
komunikasi yang urgent, terutama antara dokter dan perawat, namun masih sedikit
yang diketahui dari efektifitas dalam pengaturan tentang hal ini (Abdad, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Fajri (2015) tentang pelatihan komunikasi
SBAR dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat dalam pelaksanaan
komunikasi SBAR mendapatkan hasil bahwa dilaporkan adanya temuan baru bahwa
komunikasi SBAR dapat meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat yang dalam
hal ini dapat mempengaruhi kinerja perawat dan dapat meningkatkatkan budaya
kerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan
keselamatan pasien.

F. Konsep Komunikasi Efektif SBAR


Setiap rumah sakit wajib menjalankan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien, yakni sebagai berikut:
1. Tercapainya ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

Berdasarkan kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 11


Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, komunikasi efektif merupakan salah satu peran
penting yang menduduki posisi kedua setelah identifikasi pasien. Peran komunikasi
efektif adalah untuk menghindari risiko kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien dan meningkatkan kesinambungan perawatan terhadap terapi pengobatan,
maka komunikasi efektif harus diterapkan di seluruh ruang rawat inap rumah sakit.
Komunikasi efektif dapat dilakukan antar teman sejawat (dokter dengan dokter/ perawat
dengan perawat) dan antar profesi (perawat dengan dokter) (Permenkes RI, 2017).
Komunikasi efektif dan efisien merupakan hal yang sangat penting dalam
pelayanan kesehatan. Seorang perawat harus memiliki kemampuan komunikasi yang
baik.Hal ini dikarenakan perawat yang selalu menyampaikan informasi mengenai kondisi
pasien kepada professional kesehatan lainnya (Eberhardt, 2014). Kegagalan komunikasi
dapat menimbulkan efek yang buruk terhadap pasien. JCI (2004) dalam Dunsford (2009)
menyatakan bahwa 72% penyebab kematian bayi dan cedera ditimbulkan oleh kesalahan
komunikasi. Dengan demikian, JCI menetapkan metode komunikasi SBAR menjadi salah
satu komunikasi efektif untuk meningkatkan tingkat keamanan pasien.
Salah satu proses komunikasi yang harus diperhatikan adalah proses handover.
Namun, laporan pasien yang disampaikan pada saat handover cenderung masih belum
terstruktur dengan baik,tidak konsisten, tidak akurat, serta informasi yang penting tidak
tersampaikan (Hill & Nice, 2010). Oleh karena itu, komunikasi SBAR dianggap dapat
diterapkan untuk mengatasi masalah ini (Dunsford, 2009). Dalam penelitiannya, Cornel
& Gervis (2013) menjelaskan bahwa dengan aplikasi SBAR, perawat dapat
menyampaikan data yang terstruktur, komprehensif, dan berfokus pada pasien.
Dalam penelitiannya yang berjudul “Introduction of Situation, Background,
Assessment, Recommendation into Nursing Practice: A Prosepective Study”yang
dilakukan oleh Achrekar et al (2016) menyimpulkan bahwa teknik komunikasi SBAR
dapat membantu perawat untuk mencapai komunikasi yang mudah dan terfokus selama
proses handover.
Operan perawat secara teknologi dengan menggunakan teknik komunikasi SBAR
adalah dengan menggunakan format pendokumentasian SBAR pada masing-masing
pasien di setiap shift, buku catatan operan dan rekam medik pasien. Hal yang pertama
dilakukan adalah menyampaikan keadaan pasien dan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan sebelumnya serta kemajuan keadaan pasien setelah tindakan dilakukan di
nurse station. Kemudian kedua, operan dilanjutkan dengan melihat keadaan pasien secara
langsung dan menanyakan kepada pasien tentang kemajuan keadaan dan keluhan yang
masih dirasakan, serta pemberian pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga. Hal ini
memungkinkan terjalinnya komunikasi yang efektif baik antara pasien dan perawat/
sesama perawat antar shift (JCI, 2010).
Meera S, dkk (2016) dalam artikelnya “Introduction of Situation, Background,
Assessment, Recommendation into Nursing Practice: A Prospective Study”
menyimpulkan bahwa tehnik komunikasi SBAR telah membantu perawat untuk memiliki
komunikasi yang terfokus dan mudah dilakukan ketika hand over.Teknik SBAR juga
sangat relevan dalam menyampaikan informasi yang perlu diperkuat sehingga
meningkatkan komunikasi antar perawat dan memastikan keselamatan pasien. Tujuan
menggunakan komunikasi SBAR Menurut Health Care Team (2009) adalah:
1. Meningkatkan keselamatan pasien
2. Menyediakan suatu standar pendekatan untuk berbagi informasi
3. Meningkatkan kejelasan perawat dalam membuat permintaan perubahan
perawatan pasien atau untuk menyampaikan informasi penting
4. Meningkatkan efektifitas tim petugas kesehatan

Pelaksanaan teknik komunikasi SBAR dilakukan pada dua jenis kondisi yaitu
pertama dalam kondisi klinis yang meliputi komunikasi antar perawat ke dokter, petugas
laboratorium ke dokter, dokter ke spesialis, perawat dengan perawat, maupun dokter ke
dokter. Kemudian kedua, kondisi nonklinis meliputi komunikasi yang dilakukan dengan
bagian maintenance.
Menurut The Joint Commission (2013), tahapan komunikasi SBAR dibagi menjadi 4
(empat) bagian yang mewakili semua tahapan dan kebutuhan perawat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatankomprehensif pada pasien dan mencegah hal-hal yang
tidak diharapkan, meliputi:
1. Situation
Situation merupakan kondisi terkini yang sedang terjadi pada pasien.
Pada tahap ini perawat mengidentifikasi diri, unit/ruang rawat, nama dan
tanggal lahir pasien, tanggal masuk, dan hari perawatan, serta dokter yang
merawat. Pada tahapan ini, perawat juga menjelaskan terkait diagnosis medis
dan diagnosis keperawatan yang belum dan sudah teratasi.
2. Background
Background merupakan latar belakang informasi klinis yang berhubungan
dengan kondisi terkini. Pada tahap ini perawat menjelaskan terkait intervensi
yang telah diberikan dan respon pasien dari setiap diagnosis keperawatan.
Perawat mengidentifikasi riwaya alergi, riwayat pembedahan, pemasangan
alat-alat invasive, obat-obatan termasuk cairan infus yang digunakan, dan
hasil laboratorium serta hasil diagnostik pasien. Perawat juga harus
menjelaskan terkait pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis
medis.
3. Assessment
Assessment merupakan hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini. Pada
tahap ini perawat menjelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini
seperti tanda-tanda vital, status pernapasan dan sirkulasi, karakteristik nyeri,
tingkat kesadaran, status nutrisi, kemampuan eliminasi, pengkajian risiko
jatuh dan sebagainya. Perawat juga menjelaskan terkait informasi klinis lain
yang mendukung.
4. Recommendation
Recommendation adalah rencana tindak lanjut yang akan dapat dilakukan.
Pada tahap inin perawat merekomendasikan intervensi akan yang akan
dilakukan dan perlu dilanjutkan berdasarkan rencana asuhan keperawatan
yang telah dibuat. Perawat juga menjelaskan terkait discharge planning dan
edukasi pasien/keluarga.
G. Konsep Handover
1. Pengertian Handover
Menurut The Joint Commission (2017), handover merupakan proses pengalihan
wewenang dan tanggung jawab profesional untuk memberikan perawatan klinis
kepada pasien dari satu pemberi asuhan ke pemberi asuhan yang lain dengan
menggunakan komunikasi yang efektif. Tujuan dari penerapan handover adalah
sebagai berikut (Australian Commission on Safety and Quality in Health Care,
2012):
a. Penyampaian kondisi dan masalah pasien
b. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan pada pasien
c. Menyampaikan hal penting yang perlu ditidaklanjuti oleh perawat dinas
selanjutnya
d. Meningkatkan keamanan pasien
e. Meningkatkan kepuasan pasien akan layanan keperawatan
f. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi sistem pelayanan kesehatan.
2. Prinsip Handover
Terdapat beberapa standar prinsip dalam penerapan handover, yaitu (Friesen, White,
and Byers, 2008) :
a. Kepemimpinan
Peran kepemimpinan menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima
pasien. Serah terima pasien secara umum antar shift (malam ke pagi, pagi ke
sore) dipimpin oleh kepala ruang dan atau wakil kepala ruang pada kondisi
tertentu, sedangkan serah terima pasien secara umum dari shift sore ke malam
dipimpin oleh salah satu ketua tim shift sore. Sedangkan serah terima pasien
di samping tempat tidur (bedside handover) antar shift dipimpin oleh masing-
masing ketua tim sesuai dengan tanggungjawab pasien. Pemimpin harus
memiliki pemahaman yang komprehensif dari proses handover dan perannya
sebagai pemimpin. Pemimpin harus memastikan bahwa semua staf hadir,
didengar dan mendengar dalam proses serah terima pasien.
b. Peserta
Peserta yang wajib mengikuti serah terimapasien antar shift secara berkala
adalah: case manager, kepala ruang, wakil kepala ruang (sebagai unsur
pimpinan), ketua tim dan anggota tim sesuai dengan shift jaga harian yang
tercantum pada roster jadwal dinas bulanan. Pasien dan keluarga harus
dilibatkan dan dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan serah terima
pasien khususnya pada kegiatan serah terima pasien disamping tempat tidur.
Dalam tim multidisiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan
memungkinkan anggota multi profesi hadir untuk pasien yang relevan.
c. Waktu Serah Terima
Waktu serah terima pasien antar shift maupun serah terima di samping tempat
tidur pasien, durasi dan frekuensi harus disepakati. Hal ini sangat
direkomendasikan karena strategi ini memungkinkan dapat memperkuat
ketepatan waktu dan kehadiran peserta.
d. Tempat Serah Terima
Sebaiknya serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan disisi tempat
tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap
muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah
terima pasien berlangsung dengan efektif dan aman.
e. Pemahaman Terkait Handover
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu penilaian dan pemahaman
bersama bahwa serah terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan
bagian penting dari pekerjaan sehari-hari perawat. Harus dipastikan bahwa
semua staf bersedia untuk menghadiri dan melakukan serah terima semua
pasien yang relevan. Meninjau jadwal dinas staf untuk memastikan mereka
hadir dan mendukung serah terima pasien. Membuat solusi-solusi invatif
yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran semua staf pada
saat serah terima pasien baik secara umum maupun serah terima di samping
tempat tidur pasien.
f. Proses Serah Terima Pasien
Standar protocol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran
peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar pengamatan/ pencatatan terakhir
yang paling penting, latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien,
penilaian dan tindakan yang perlu dilakukan, kerangka waktu dan persyaratan
untuk perawatan transisi, penggunaan catatan pasien untuk cross-check
informasi, memastikan bahwa semua temuan penting atau perubahan kondisi
pasien terdokumentasi dengan baik dan akurat, memastikan pemahaman dan
tanggungjawab perawat yang menerima penyerahan pasien.
3. Jenis Handover
Menurut Friesen, White, and Byers (2008), terdapat beberapa jenis handover yang
diterapkan di rumah sakit, yaitu:
a. Handover Pasien antar Shift
Handoverpasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, di samping tempat tidur
pasien, komunikasi nonverbal, menggunakan laporan elektronik, cetakan
komputer dan memori.
b. Handover Pasien antar Unit Keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka
tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah faktor telah diidentifikasi berkontribusi
terhadap inefesiensi selama transfer pasien dari satu unit keperawatan ke unit
keperawatan yang lain, termasuk ketidaklengkapan dokumentasi, keterlambatan
atau waktu terbuang disebabkan oleh kemacetan komunikasi, menunggu
tanggapan dari perawat atau dokter atau tanggapan dari manajemen unit
keperawatan tempat yang akan ditempati pasien atau masalah ketersediaan
tempat tidur.
c. Handover Pasien antara Unit Perawatan dengan Unit Pemeriksaan Diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan penunjang
diagnostik selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat
pemeriksaan penunjang diagnostik (misalnya: radiologi, laboratorium,
kateterisasi jantung, dan lain-lain) merupakan kontributor untuk terjadinya
kesalahan. Hal ini penting, ketika terjadi perubahan unit tempat keperawatan
pasien, terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit perawatan
sebelumnya dan untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan diagnostik
harus memiliki informasi lengkap yang mereka butuhkan dan komunikasi yang
konsisten dari unit perawatan sebelumnya, demikian juga sebaliknya.
d. Handover Pasien antar Fasilitas Kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas
yang lain sering terjadi antara pengaturan pelayanan yang berbeda. Pengiriman
berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang
berbeda. Pengiriman pasien antar fasilitas, misalnya: antar rumah sakit, pusat
rehabilitasi, lembaga kesehatan dirumah dan organisasi pelayanan kesehatan
lainnya. Faktor yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah
kesenjangan dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut.
Pengiriman pasien antar fasilitas kesehatan juga dipengaruhi oleh perbedaan
budaya organisasi antar fasilitas tersebut. Sejumlah kontribusi telah diidentifikasi
sebagai kegagalan penyebab pengiriman pasien dalam proses perencanaan
pindah, termasuk: kurangnya pengetahuan tentang proses pindah, kurangnya
waktu, kurangnya komunikasi, pasien dan keluarga yang tidak konstruktif,
masalah sistem dan masalah staf.
4. Regulasi Kebijakan Rumah Sakit Terkait Proses Handover
Timbang terima pasien dengan shift sebelum dan sesudah dinas diterapkan
pada kebijakan sesuai SK Direktur No: 445/65/2014, tanggal 04 Juli 2014 tentang
Penetapan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin.
Standar Prosedur Operasional (SPO) yang diterapkan diantaranya adalah:
a. Perawat primer/ PP atau perawat penanggungjawab (jika shift sore dan
malam) membagitugas kepada anggota tim.
b. Melakukan timbang terima harus berada disamping tempat tidur pasien,
dan diikuti oleh seluruh perawat yang bertugas pada saat itu.
c. Perawat primer/ PP atau perawat penanggungjawab (jika shift sore dan
malam) menerima laporan.
d. Perawat yang bertugas saat itu menyampaikan perkembangan pasien dan
permasalahan pasien serta tindakan-tindakan yang telah dilakukan selama
bertugas, meliputi:
1) Keadaan umum pasien.
2) Keadaan kardiovaskular dan status neurologis pasien termasuk
rangsang motorik dan sensorik.
3) Hasil observasi monitoring hemodinamik.
4) Status respirasi penggunaan alat bantu napas, serta alat penunjang
lain.
5) Penggunaan obat-obatan dan program penggunaan selanjutnya.
6) Status kebersihan jalan napas.
7) Penggunaan alat-alat invasif dan waktu pemasangan.
8) Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
9) Masalah-masalah keperawatan dan medsi yang ditemukan selama
bertugas dan perkembangan pasien saat itu.
10) Mendiskusikan dengan petugas terdahulu bila menemukan
masalahmasalah baru pada saat serah terima.
e. Mencatat masalah-masalah keperawatan dan medis yang ditemukan serta
rencana tindakan selanjutnya.
f. Membaca laporan kegiatan dan catatan perkembangan pasien.
5. Prosedur Pelaksanaan Handover
a. Persiapan
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu
mempersiapkan hal-hal yang akan disampaikan: alat tulis, rekam
medic/catatan perkembangan, dan dokumen lain yang diperlukan
b. Prosedur Kerja
1) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift mengumpulkan seluruh
ketua tim dan penanggung jawab pasien
2) Kelompok perawat yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
3) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift membuka acara
handover
4) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift memimpin doa
5) Perawat yang bertanggung jawab/dinas sebelumnya menyampaikan
kepada ketua tim /perawat yang bertugas selanjutnya, meliputi:
a) Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b) Tindak lanjut unutk dinas yang menerima operan
c) Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
6) Perawat yang akan berdinas melakukan klarifikasi
7) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secar khusus untuk kemudian diserah terimakan
kepada perawat berikutnya
8) Jika sudah jelas operan di nurse station, operan dilanjutkan ke bed
pasien untuk mengkonfirmasi kebenaran dari data yang disampaikan
oleh dinas sebelumnya
9) Kembali lagi ke nurse station, jika ada yang ingin bertanya atau ingin
menambahkan dipersilahkan, lalu kegiatan ditutup oleh kepala
ruang/katim/penanggung jawab shift.
6. Pre dan Post Conference
a. Post conference
Post conference adalah komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana tentang
hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum handover ke shift berikutnya. Isi post
conference adalah hasil asuhan keperawatan pasien dan hal penting untuk
handover. Tujuan dari post conference adalah untuk membantu mengidentifikasi
masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi hasil,
serta memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah yang
ditemukan.
b. Pre conference
Pre conference adalah komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana setelah
selesai handover untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh
ketua tim atau penanggung jawab shift. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan mendiskusikan masalah yang dijumpai.
c. Prosedur kerja
1) Ketua tim/pj tim membuka acara
2) Berdo’a
3) Ketua tim /pj tim menanyakan aspek asuhan keperawatan yang telah
dilakukan oleh perawat dinas sebelumnya terutama pada pasien yang perlu
didikusikan.
4) Diskusi dipimpin oleh ketua tim/pj tim
5) Ketua tim/pj tim menanyakan rencana harian masing-masing perawat
pelaksana
6) Ketua tim/pj tim memberikan masukan dan tindak lanjut terkait dengan
asuhan yang telah diberikan saat itu
7) Ketua tim atau pj tim memberikan reinforcement positif
8) Ketua tim atau pj tim menutup acara.

BAB III

A. Identifikasi Masalah

Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 sampai dengan 15 Mei 2019 oleh

Mahasiswa K3S Stase Manajemen Keperawatan kepada kepala ruang,wakil

kepala ruang ,katim dan 22 orang perawat pelaksana . Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara kepala ruangan, pembagian kuesioner dan

observasi kepada 22 perawat dengan total bagian- bagian pernyataan; metode

kuesioner MAKP (27 pertayaan), kuesioner fungsi manajemen keperawatan (47

pertanyaan), metode observasi MAKP (26 pernyataan), observasi patient safety

(30 pernyataan), serta metode wawancara


Dari hasil pengkajian tersebut diperoleh masalah dalam pelaksanaan

fungsi manajemen keperawatan di Ruang Raudhah 3 yaitu :


1. Belum optimalnya pelaksanaan prosedur hand hygiene dan five

moment penyampaian informasi tentang hand hygiene .

B. Validasi Terhadap Penyebab Masalah

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Rumah Sakit dijelaskan bahwa Rumah Sakit di Indonesia diwajibkan untuk


meningkatkan mutu pelayanan melalui akreditasi rumah sakit yang dilakukan

minimal dalam jangka waktu 3 tahun sekali. Keputusan pemberian akreditasinya

didasarkan pada tingkat kepatuhan terhadap standar di seluruh organisasi rumah

sakit yang bersangkutan. Pengelompokan Standar Nasional Akreditasi Rumah

Sakit dikelompokkan menjadi 4, diantaranya adalah sasaran keselamatan pasien

dan standar pelayanan berfokus pasien. Sehingga keselamatan pasien dan standar

pelayanan berfokus pasien merupakan bagian yang sangat penting dalam

akreditasi rumah sakit (KARS, 2017).


Keselamatan pasien telah diakui di banyak negara, dengan kesadaran

global dipupuk oleh Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien dari WHO.

Keselamatan pasien adalah jantung dari penyampaian layanan kesehatan.

Untuk setiap pasien, yang merawat, anggota keluarga dan profesional

kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa, tindakan

kesehatan dan perawatan. Tujuan dari bidang keselamatan pasien adalah

untuk meminimalkan kejadian buruk dan menghilangkan kerusakan yang

dapat dicegah dalam perawatan kesehatan (Kemenkes, 2011)

C. Penetapan Tujuan Dan Alternatif Penyelesaian Masalah

Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh Mahasiswa/i

K3S Stase Manajemen Keperawatan Program Studi Profesi Ners

Abulyatama di Ruang Raudhah 3 Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin

pada tanggal 23- 25 Mei 2019 didapatkan hasil bahwa belum Belum

optimalnya pelaksanaan prosedur hand hygiene dan five moment

penyampaian informasi tentang hand hygiene optimalnya dimana hal

ini disebabkan karena kurangnya pemberitahuan tentang pentingnya

mencuci tangan untuk mengatasi penularan infeksi dari pasien kekeluarga

maupun keluarga ke pasien yang . Setelah mendapatkan masalah tersebut

kemudian dipaparkan pada saat pelaksanaan FGD 1 dan bersama-

sama dengan pembimbing, kepala ruangan, wakil kepala dan


perawat pelaksana Ruang. Raudhah 3 mencari solusi untuk penyelesaian

masalah tersebut. Dari hasil diskusi tersebut didapatkan solusi untuk

pemecahan masalah tersebut dengan memberikan sosialisasi tentang five

moment hand hygiene di setiap pergantian sift dan mendemonstrasikan

hand hygiene kepada keluarga dan pengunjung di ruang raudhah 3.


BAB IV

PELAKSANAAN DAN EVALUASI

A. RencanaKegiatan

Kegiatan yang direncanakan Mahasiswa/i K3S Stase Manajemen Keperawatan

bersama dengan Keluarga di Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik, TKV,

Bedah Mulut Wanita) untuk mengatasi masalah hand hygiene dan five moment prosedur

yang digunakan saat proses adalah pembuatan booklet dan leaflet sosialisasi dalam bentuk

role play atau edukasi . Pembimbingan dan observasi berdasarkan buku panduan yang telah

disusun oleh Mahasiswa/i K3S Stase Manajemen Keperawatan Program Studi Profesi Ners

Fakultas kedokteran universitas abulyatama dan sesuai SPO pelayanan kesehatan Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

B. Implementasi Kegiatan

Adapun rincian kegiatan yang dilakukan sebagai alternative pemecahan masalah hand

hygiene dan five moment yang belum maksimal meliputi:

1. Persiapan membuat booklet

2. Persiapan edukasi untuk hand hygiene dan five moment

3. Persiapan Pengorganisasian Kelompok

a. Pembagian tugas kepada Mahasiswa/i Kepaniteraan Klinik Keperawatan Senior (K3S) Stase

Manajemen tentang rencana implementasi edukasi hand hygiene dan five moment pada

keluarga pasien di Ruang Raudhah3.


b. Menyusun booklet danleaflet tentang hand hygiene dan five moment
c. Meminta izin dengan kepala ruangan dan seluruh staf terutama keluarga pasien tentang

jadwal dilakukannya edukasi terkait hand hygiene dan five moment untuk menjelaskan

prosedurnya

3. Pelaksanaan
a. Mahasiswa melakukan edukasi kepada keluarga pasien terhadap prosedur hand hygiene dan

five moment pemberian penyuluhan tersebut selama dua hari yaitu mulai tanggal06juni 2019

pada shift siang dan melakukan demonstrasi pada tanggal 08 juni 2019 pada shift malam.
b. Mahasiswa melakukan observasi terhadap keluarga pasien di ruang raudhah 3 Kegiatan

observasi dilakukan selama3 hari (08 juni – 10 juni 2019).

C. Evaluasi Kegiatan Hasil

Evaluasi kegiatan observasi tentang edukasi hand hygiene dan five moment yang

telah dilakukan kepada keluarga pasien diruang Raudhah 3 RSUD Zainoel Abidin Banda

Aceh adalah sebagai berikut:

1. Struktur
a. Kontrak waktu dan tempat telah dilakukan sebelum kegiatan
b. Kegiatan observasi dilakukan pada tanggal 09 juni- 11 juni 2019.
c. Evaluasi terhadap keluarga pasien terkait prosedur hand hygiene dan five moment yang

telah dilakukan selama 3 hari.


2. Proses

Kegiatan awal yang dilakukan adalah Focus Group Discussion (FGD) ke- I untuk

mendapatkan akar permasalahan yang dihadiri oleh Mahasiswa/i Kepaniteraan Klinik Keperawatan

Senior (K3S) Stase Manajemen Keperawatan, Ners Pembimbing Akademik, Kepala Ruang, Wakil

Kepala Ruang serta Perawat Ruang Raudhah 3. Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) ke - 1,

didapatkan akar permasalahan yaitu belum optimal nya pelaksanaan hand hygiene dan five moment

Berdasarkan masalah tersebut mahasiswa K3S melaksanakan kegiatan sosialisasi dengan

mendemonstrasikan langsung sesuai dengan kasus yang ada diruangan kepada keluarga pasien

diruangan dan juga mengobservasi keluarga pasien dengan menggunakan leaflet dan melakukan

penilaian terhadap penerapan hand hygiene dan five moment di Ruang Raudhah 3. Pelaksanaan

kegiatan tersebut dilakukan oleh Mahasiswa/i K3S Stase Manajemen Keperawatan selama 3 hari

tanggal 08-11 juni2019 tersebut berjalan dengan lancar.

D. Rencana Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan melalui observasi terkait tentang hand hygiene

dan five moment yang telah dilakukan di Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik,
TKV, Bedah Mulut Wanita) Rumah SakitUmum Daerah Dr. ZainoelAbidin Banda Aceh,

maka rencana tindak lanjut yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut;

a. Bagi Case Manager/ KepalaRuang agar dapat melakukan evaluasi terkait prosedur yang telah

ditetapkan sebagai tolak ukur pencapaian SPO Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh.


b. Tingkatkan motivasi keluarga pasien agar mau menerapkan bagaimana mencuci tangan

dengan benar prosedur hand hygiene dan five moment.


c. Evaluasi kinerja Perawat sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. ZainoelAbidin Banda Aceh.


d. Melakukan supervise kepada Perawat dan seluruh staf ruangan Raudhah 3.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian dengan metode wawancara, pembagian kuesioner dan observasi

kepada perawat di dapatkan 3 masalah di ruangan Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik, TKV,

Bedah Mulut Wanita ) RSUDZA Banda Aceh yaitu :


a. Belum optimalnya pelaksanaan hand hygien dan five moment

2. Hasil diskusi dalam forum Focus Group Discussion (FGD) Pertama, prioritas masalah yang akan

diselesaikan yaitu belum optimalnya pelaksanaan hand hygien dan five moment .

3. Implementasi penyelesaian masalah yang dilakukan adalah berupa Edukasi dengan keluarga

pasien Sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan demontrasi yaitu tentang hand hygiene dan five

moment dan observasi perawat saat menjelaskan prosedur tentang hand hygiene dan five moment,

pembuatan booklet dan leaflet sebagai media yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga diruangan Raudah 3 RSUDZA Banda Aceh.

4. Didapatkan hasil keluarga mampu mempraktikan apa yang telah diajarkan menunjukkan adanya

peningkatan pemahaman tentang hand Hygiene dan five moment mempraktikan sesuai dengan yang

telah dijarkan

B. Saran

Diharapkan setelah implementasi semua keluarga di ruang Raudhah 3 RSUDZA Banda

Aceh menjadi patuh terhadap informasi mengenai prosedur hand Hygiene dan five moment agar

dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit karna mempertimbang kan bahwa Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan rumah sakit Rujukan dan Pendidikan

dengan Akreditasi A “Bintang Lima: Paripurna” di Provinsi Aceh.

Anda mungkin juga menyukai