PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial merupakan salah satu dari jenis penyakit infeksi. Infeksi
nosokomial ini merupakan infeksi yang sering terjadi di rumah sakit. Infeksi nosokomial
menyebabkan setidaknya 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2006).
Sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit yang berada di 14 negara yang berasal dari Eropa,
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial
dan untuk wilayah Asia Tenggara sebanyak 10,0% berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh WHO (WHO, 2006).
Tidak hanya pasien rawat inap yang dapat tertular oleh infeksi nosokomial,
tetapi seluruh personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien juga dapat
tertular, begitu juga dengan penunggu dan pengunjung pasien. Penularan dari infeksi
nosokomial ini dapat terjadi dari satu pasien kepada pasien yang lainnya (cross
infection) atau infeksi dari diri sendiri dimana kuman sudah berada pada pasien
kemudian berpindah tempat dan di tempat yang baru menyebabkan infeksi yang
Salah satu upaya yang dilakukan WHO (2013) untuk mengatasi atau
Sebutan lima momen yang mengartikan yaitu cuci tangan dalam lima waktu:
sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan bersih dan aseptik, setelah
terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien, dan setelah
menyentuh lingkungan pasien. WHO (2009) menyatakan bahwa cara cuci tangan
yang benar memiliki enam langkah. Sebelum cuci tangan membasahi seluruh bagian
tangan, langkah yang pertama mengusap sabun secara merata, langkah yang kedua
menggosok punggung tangan, langkah yang ketiga menggosok sela-sela jari, langkah
yang keempat menggosok punggung jari, langkah kelima menggosok ibu jari dan
Cuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan terjadinyan infeksi (Perry & Potter, 2005). Cuci tangan tangan
yang benar adalah cuci tangan yang dilaksanakan dengan prosedur yang benar
dengan 6 langkah teknik secara berurutan serta pada lima waktu/momen yang tepat
mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, dengan
(Patient Safety). Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan merumuskan
inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five
moments for hand hygiene, yaitu melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan
pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah
kontak dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan pasien (Jamaliddin, dkk,
2012).
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh adalah rumah
sakit kelas A di Banda Aceh dan juga berperan sebagai rumah sakit rujukan tertinggi
atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat yang berfungsi menyelenggarakan upaya
pengunjung 78,161 orang pertahun (Graphiq, 2016). Menurut data yang diperoleh
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah dari penelitian adalah “gambaran
pelaksanaan five moments for hand hygiene perawat pelaksanaan di ruang rawat inap
momoents for han hygiene perawat pelaksana ditinjau dari momen sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh
pasien, setelah kontak dengan pasien dan setelah menyentuh lingkungan sekitar
perawat di RSUDZA
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pemasukan bagi Praktisi.
Keperawatan mengenai bahan acuan yang efektif yang dapat digunakan oleh
perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian ini
dan pelaksaanaan cuci tangan five moment oleh perawat untuk mengurangi risiko
B. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan dengan beberapa metode yaitu dengan wawancara,
observasi dan pembagian kuesioner terkait dengan fungsi manajemen, MAKP, patient
safety, dan kepuasan pasien. Pada tahapan ini kelompok melakukan pengkajian selama 4
hari dimulai dari tanggal 22 Mei 2019 sampai dengan 26 Mei 2019 kepada 24 orang
perawat Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Wanita) di RSUDZA Banda Aceh.
Pada fungsi manajemen terdiri dari 47 item pertanyaan yang meliputi planning,
organizing, staffing, directing, dan controlling yang dilakukan dengan wawancara
terpimpin dan observasi pada perawat Ruang Raudhah 3. Sedangkan pada kuesioner
patient safety yang menjadi sasarannya adalah perawat dan keluarga pasien Ruang
Raudhah 3.
Pada bagian pendokumentasian, Hand Hygiene dan Patient Safety, dilakukan
observasi pada perawat pelaksana terhadap keluarga pasien. Bagian pendokumentasian
terdiri dari 27 item pertanyaan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,perencanaan,
implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan. Pada bagian hand hygiene terdiri
dari 5 item pernyataan berdasarkan 5 momen hand hygiene sesuai dengan gambar 2.1
berikut:
Gambar 2.1 Five Moment Hand Hygiene
Selain itu dilakukan observasi pada saat perawat melakukan cuci tangan 6 langkah,
yaitu sesuai dengan gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Enam Langkah Cuci Tangan
Sedangkan pada patient safety terdiri dari 30 item pernyataan yang terbagi dalam
identifikasi pasien, komunikasi efektif, peningkatan keamanan pemberian obat dan resiko
jatuh. Pengumpulan data dengan wawancara ditujukan kepada kepala ruang dan perawat
pelaksana. Mahasiswa menanyakan sebanyak 47 item pertanyaan mengenai pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi, sistem MAKP, fungsi manajemen dan
patient safety di ruang rawat inap Raudhah 3.
C. Analisa Data
DATA MASALAH
Hasil observasi patient safety pada Belum optimalnya pelaksanaan hand
pencegahan infeksi dengan hand hygiene hygiene
didapatkan hasil:
a. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum mencuci tangan dengan durasi
cuci tangan yang benar (dengan
handscrub 20-30 detik, hand wash
40-60 detik)
b. Sebanyak 50% keluarga pasien tidak
melakukan hand hygien sebelum
kontak dengan pasien
c. Sebanyak 50% keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
sebelum menyentuh pasien
d. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
setelah menyentuh cairan tubuh
pasien
e. Sebayak 50 % keluarga pasien belum
melakukan hand hygiene setelah
menyentuh pasien
f. Sebanyak 50 % keluarga pasien
belum melakukan hand hygiene
setelah kontak dengan lingkungan
pasien
2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian (organizing) adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang
telah ditetapkan. Fungsi ini meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah
menetapkan struktur organisasi, menentukan model penugasan keperawatan sesuai
dengan keadaan klien dan ketenagaan, mengelompokkan aktivitas untuk mencapat
tujuan unit, bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan memahami
serta menggunakan kekuasaan yang sesuai (Marquis & Huston, 2015).
Pelaksanaan fungsi pengorganisasian (organizing) di Ruang Rawat Raudhah 3
sudah berjalan 100% baik. Hal itu terlihat dari sebanyak 100% perawat mengatakan
bahwa kepala ruang sudah menetapkan struktur organisasi ruang sesuai metode
asuhan yang digunakan, struktur organisasi di ruangan berjalan dengan baik, kepala
ruang membagi tanggung jawab staf perawat secara jelas, setiap tugas yang
dilakukan di ruangan sesuai dengan posisi dalam organisasi, metode penugasan tim
berjalan efektif, dan kepala ruang berkoordinasi dengan bagian terkait apabila
terdapat masalah di ruangan. Hasil wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa
kepada kepala ruang menemukan hasil bahwa kepala ruang tidak menetapkan kriteria
khusus dalam pembentukan struktur organisasi ruangan, namun biasanya juga dinilai
dari kemampuan memimpin dan pengambilan keputusan.
3. Fungsi Ketenagaan
Fungsi ketenagaan (staffing) menjadi hal yang sangat penting di fasilitas pelayanan
kesehatan dan menjadi suatu visi perencanan yang jauh ke depan. Fungsi ketenagaan
terdiri dari kegiatan perekrutan, pemilihan, wawancara, mengorientasi staf baru
mengenai kebijakan, dan mengindoktrinasikan staf untuk mencapai tujuan organisasi.
Penempatan, penjadwalan, pengembangan karyawan, dan sosialiasi karyawan, dan
pembentukan tim juga termasuk dalam fungsi ketenagaan. (Marquis & Huston,
2015).
Berdasarkan hasil pengkajian di Ruang Rawat Inap Raudhah 3, didapatkan
bahwa fungsi ketenagaan di ruangan tersebut sudah berjalan dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan hasil rekapitulasi data kuesioner yang mendapatkan bahwa
sebanyak 100% perawat mengatakan kepala ruang sudah menyusun jadwal dinas
perawat sesuai kebutuhan ruangan, kepala ruang memeriksa kelengkapan staf
perawat yang berdinas sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan kepala
memberikan orientasi kepada perawat baru. Namun, perawat di ruang tersebut
mengatakan bahwa jumlah perawat di ruang rawat belum memadai untuk melakukan
perawatan pada pasien dan pembagian jadwal dinas belum sesuai dengan beban kerja
perawat. Hasil wawancara dengan kepala ruang mendapatkan hasil bahwa seluruh
perawat sudah bekerja sesuai dengan jobdesk masing-masing walaupun masih ada
proses pendelegasian tugas yang dilakukan. Rumah sakit juga sudah melakukan
pelatihan untuk pengembangan kemampuan perawat. Penentuan tenaga perawat yang
berhak mengikuti pelatihan ditentukan dari evaluasi pertahuan yang dilakukan di
ruangan dan diberikan ranking.
4. Fungsi Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah fase pelaksanaan dari fungsi manajemen,
dimana membutuhkan keterampilan manajer untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajer mengarahkan staf mereka untuk melakukan pekerjaan, dan memberi
dukungan sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan.Kemampuan komunikasi
teknik motivasi dan keahlian delegasi berperan penting pada fungsi ini (Marquis &
Huston, 2015).
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan bahwa pelaksanaan fungsi
pengarahan sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari perawat yang sudah
diberikan motivasi untuk bekerja sesuai SPO, pelaksaan supervisi yang dilakukan
oleh kepala ruang/ketua tim dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, dan perawat
pelaksana diberikan pujian dan teguran sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
Kepala ruang juga menyebutkan bahwa pengarahan yang dilakukan kepada perawat
di ruangan lebih dilakukan pada saat rapat bulanan dan kegiatan preconference setiap
harinya. Teguran yang dilakukan oleh kepala ruang diselesaikan dengan cara tatap
muka dan diselesaikan masalah secara pribadi.
5. Fungsi Pengawasan
Pengawasan (controlling) meliputi pembentukan standar performa,
menentukan pengukuran performa, edukasi performa, dan memberikan umpan balik.
Manajer yang efisien mencoba untuk terus menerus meningkatkan produktivitas
dengan teknik menggabungkan kualitas manajemen, evaluasi hasil dan performa
untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan pada institusi (Marquis & Huston,
2015).
Pelaksanaan fungsi pengawasan di Ruang Rawat Inap Raudhah 4 sudah
berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dari sebanyak 100% perawat mengatakan
bahwa kepala ruang / ketua tim melakukan evaluasi penerapan dan
pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat merasa puas dengan kinerja tim
pada setiap shift dinas, dan perawat merasa puas dengan kinerja dari kepala ruang
dan wakil kepala ruang.
Hasil wawancara dengan kepala ruang mendapatkan bahwa kepala ruang
mengevaluasi laporan bulanan dengan cara KMKP mutu dan melihat langsung di
status pasien. Hambatan yang ditemukan di ruangan terkait dengan kegiatan
peningkatan mutu pelayanan adalah kurangnya sumbr daya manusia dan tidak
adanya troly emergency di ruang ini sehingga harus berbagi dengan ruang lain.
Evaluasi kinerja tenaga perawat dilakukan setiap hari oleh kepala ruang.
E. Konsep Patient Safety
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Terdapat lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu:
Keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, dan keselamatan lingkungan (green productivity)
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa rumah sakit di Indonesia diwajibkan untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui
akreditasi rumah sakit. Standar akreditasi rumah sakit terdiri dari empat kelompok, yang
salah satunya adalah kelompok sasaran keselamatan pasien sehingga keselamatan pasien
merupakan bagian yang sangat penting dalam akreditasi rumah sakit. Terdapatenam
sasaran keselamatan pasien terdapat pada standar akreditasi rumah sakit, terdiri dari:
1) ketepatan identifikasi pasien
2) peningkatan komunikasi yang efektif
3) peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
4) kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien prosedur pembedahan;
5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) pengurangan risiko pasien jatuh (KARS, 2017).
Komunikasi yang efektif merupakan satu dari enam sasaran keselamatan
pasien yang terdapat dalam standar nasional akreditasi rumah sakit.Komunikasi
dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak bersifat ambigu, dan
diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan kesalahan
dan meningkatkan keselamatan pasien (KARS, 2017).
Salah satu metode komunikasi yang efektif adalah komunikasi SBAR
(Situation, Backgroud, Assesment, Recomendation) untuk mencapai ketrampilan
berfikir kritis dan menghemat waktu. Proses komunikasi SBAR terbukti telah menjadi
alat komunikasi yang efektif dalam pengaturan perawatan akut untuk tingkatan
komunikasi yang urgent, terutama antara dokter dan perawat, namun masih sedikit
yang diketahui dari efektifitas dalam pengaturan tentang hal ini (Abdad, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Fajri (2015) tentang pelatihan komunikasi
SBAR dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat dalam pelaksanaan
komunikasi SBAR mendapatkan hasil bahwa dilaporkan adanya temuan baru bahwa
komunikasi SBAR dapat meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat yang dalam
hal ini dapat mempengaruhi kinerja perawat dan dapat meningkatkatkan budaya
kerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan
keselamatan pasien.
Pelaksanaan teknik komunikasi SBAR dilakukan pada dua jenis kondisi yaitu
pertama dalam kondisi klinis yang meliputi komunikasi antar perawat ke dokter, petugas
laboratorium ke dokter, dokter ke spesialis, perawat dengan perawat, maupun dokter ke
dokter. Kemudian kedua, kondisi nonklinis meliputi komunikasi yang dilakukan dengan
bagian maintenance.
Menurut The Joint Commission (2013), tahapan komunikasi SBAR dibagi menjadi 4
(empat) bagian yang mewakili semua tahapan dan kebutuhan perawat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatankomprehensif pada pasien dan mencegah hal-hal yang
tidak diharapkan, meliputi:
1. Situation
Situation merupakan kondisi terkini yang sedang terjadi pada pasien.
Pada tahap ini perawat mengidentifikasi diri, unit/ruang rawat, nama dan
tanggal lahir pasien, tanggal masuk, dan hari perawatan, serta dokter yang
merawat. Pada tahapan ini, perawat juga menjelaskan terkait diagnosis medis
dan diagnosis keperawatan yang belum dan sudah teratasi.
2. Background
Background merupakan latar belakang informasi klinis yang berhubungan
dengan kondisi terkini. Pada tahap ini perawat menjelaskan terkait intervensi
yang telah diberikan dan respon pasien dari setiap diagnosis keperawatan.
Perawat mengidentifikasi riwaya alergi, riwayat pembedahan, pemasangan
alat-alat invasive, obat-obatan termasuk cairan infus yang digunakan, dan
hasil laboratorium serta hasil diagnostik pasien. Perawat juga harus
menjelaskan terkait pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis
medis.
3. Assessment
Assessment merupakan hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini. Pada
tahap ini perawat menjelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini
seperti tanda-tanda vital, status pernapasan dan sirkulasi, karakteristik nyeri,
tingkat kesadaran, status nutrisi, kemampuan eliminasi, pengkajian risiko
jatuh dan sebagainya. Perawat juga menjelaskan terkait informasi klinis lain
yang mendukung.
4. Recommendation
Recommendation adalah rencana tindak lanjut yang akan dapat dilakukan.
Pada tahap inin perawat merekomendasikan intervensi akan yang akan
dilakukan dan perlu dilanjutkan berdasarkan rencana asuhan keperawatan
yang telah dibuat. Perawat juga menjelaskan terkait discharge planning dan
edukasi pasien/keluarga.
G. Konsep Handover
1. Pengertian Handover
Menurut The Joint Commission (2017), handover merupakan proses pengalihan
wewenang dan tanggung jawab profesional untuk memberikan perawatan klinis
kepada pasien dari satu pemberi asuhan ke pemberi asuhan yang lain dengan
menggunakan komunikasi yang efektif. Tujuan dari penerapan handover adalah
sebagai berikut (Australian Commission on Safety and Quality in Health Care,
2012):
a. Penyampaian kondisi dan masalah pasien
b. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan pada pasien
c. Menyampaikan hal penting yang perlu ditidaklanjuti oleh perawat dinas
selanjutnya
d. Meningkatkan keamanan pasien
e. Meningkatkan kepuasan pasien akan layanan keperawatan
f. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi sistem pelayanan kesehatan.
2. Prinsip Handover
Terdapat beberapa standar prinsip dalam penerapan handover, yaitu (Friesen, White,
and Byers, 2008) :
a. Kepemimpinan
Peran kepemimpinan menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima
pasien. Serah terima pasien secara umum antar shift (malam ke pagi, pagi ke
sore) dipimpin oleh kepala ruang dan atau wakil kepala ruang pada kondisi
tertentu, sedangkan serah terima pasien secara umum dari shift sore ke malam
dipimpin oleh salah satu ketua tim shift sore. Sedangkan serah terima pasien
di samping tempat tidur (bedside handover) antar shift dipimpin oleh masing-
masing ketua tim sesuai dengan tanggungjawab pasien. Pemimpin harus
memiliki pemahaman yang komprehensif dari proses handover dan perannya
sebagai pemimpin. Pemimpin harus memastikan bahwa semua staf hadir,
didengar dan mendengar dalam proses serah terima pasien.
b. Peserta
Peserta yang wajib mengikuti serah terimapasien antar shift secara berkala
adalah: case manager, kepala ruang, wakil kepala ruang (sebagai unsur
pimpinan), ketua tim dan anggota tim sesuai dengan shift jaga harian yang
tercantum pada roster jadwal dinas bulanan. Pasien dan keluarga harus
dilibatkan dan dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan serah terima
pasien khususnya pada kegiatan serah terima pasien disamping tempat tidur.
Dalam tim multidisiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan
memungkinkan anggota multi profesi hadir untuk pasien yang relevan.
c. Waktu Serah Terima
Waktu serah terima pasien antar shift maupun serah terima di samping tempat
tidur pasien, durasi dan frekuensi harus disepakati. Hal ini sangat
direkomendasikan karena strategi ini memungkinkan dapat memperkuat
ketepatan waktu dan kehadiran peserta.
d. Tempat Serah Terima
Sebaiknya serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan disisi tempat
tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap
muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah
terima pasien berlangsung dengan efektif dan aman.
e. Pemahaman Terkait Handover
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu penilaian dan pemahaman
bersama bahwa serah terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan
bagian penting dari pekerjaan sehari-hari perawat. Harus dipastikan bahwa
semua staf bersedia untuk menghadiri dan melakukan serah terima semua
pasien yang relevan. Meninjau jadwal dinas staf untuk memastikan mereka
hadir dan mendukung serah terima pasien. Membuat solusi-solusi invatif
yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran semua staf pada
saat serah terima pasien baik secara umum maupun serah terima di samping
tempat tidur pasien.
f. Proses Serah Terima Pasien
Standar protocol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran
peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar pengamatan/ pencatatan terakhir
yang paling penting, latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien,
penilaian dan tindakan yang perlu dilakukan, kerangka waktu dan persyaratan
untuk perawatan transisi, penggunaan catatan pasien untuk cross-check
informasi, memastikan bahwa semua temuan penting atau perubahan kondisi
pasien terdokumentasi dengan baik dan akurat, memastikan pemahaman dan
tanggungjawab perawat yang menerima penyerahan pasien.
3. Jenis Handover
Menurut Friesen, White, and Byers (2008), terdapat beberapa jenis handover yang
diterapkan di rumah sakit, yaitu:
a. Handover Pasien antar Shift
Handoverpasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, di samping tempat tidur
pasien, komunikasi nonverbal, menggunakan laporan elektronik, cetakan
komputer dan memori.
b. Handover Pasien antar Unit Keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka
tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah faktor telah diidentifikasi berkontribusi
terhadap inefesiensi selama transfer pasien dari satu unit keperawatan ke unit
keperawatan yang lain, termasuk ketidaklengkapan dokumentasi, keterlambatan
atau waktu terbuang disebabkan oleh kemacetan komunikasi, menunggu
tanggapan dari perawat atau dokter atau tanggapan dari manajemen unit
keperawatan tempat yang akan ditempati pasien atau masalah ketersediaan
tempat tidur.
c. Handover Pasien antara Unit Perawatan dengan Unit Pemeriksaan Diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan penunjang
diagnostik selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat
pemeriksaan penunjang diagnostik (misalnya: radiologi, laboratorium,
kateterisasi jantung, dan lain-lain) merupakan kontributor untuk terjadinya
kesalahan. Hal ini penting, ketika terjadi perubahan unit tempat keperawatan
pasien, terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit perawatan
sebelumnya dan untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan diagnostik
harus memiliki informasi lengkap yang mereka butuhkan dan komunikasi yang
konsisten dari unit perawatan sebelumnya, demikian juga sebaliknya.
d. Handover Pasien antar Fasilitas Kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas
yang lain sering terjadi antara pengaturan pelayanan yang berbeda. Pengiriman
berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang
berbeda. Pengiriman pasien antar fasilitas, misalnya: antar rumah sakit, pusat
rehabilitasi, lembaga kesehatan dirumah dan organisasi pelayanan kesehatan
lainnya. Faktor yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah
kesenjangan dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut.
Pengiriman pasien antar fasilitas kesehatan juga dipengaruhi oleh perbedaan
budaya organisasi antar fasilitas tersebut. Sejumlah kontribusi telah diidentifikasi
sebagai kegagalan penyebab pengiriman pasien dalam proses perencanaan
pindah, termasuk: kurangnya pengetahuan tentang proses pindah, kurangnya
waktu, kurangnya komunikasi, pasien dan keluarga yang tidak konstruktif,
masalah sistem dan masalah staf.
4. Regulasi Kebijakan Rumah Sakit Terkait Proses Handover
Timbang terima pasien dengan shift sebelum dan sesudah dinas diterapkan
pada kebijakan sesuai SK Direktur No: 445/65/2014, tanggal 04 Juli 2014 tentang
Penetapan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin.
Standar Prosedur Operasional (SPO) yang diterapkan diantaranya adalah:
a. Perawat primer/ PP atau perawat penanggungjawab (jika shift sore dan
malam) membagitugas kepada anggota tim.
b. Melakukan timbang terima harus berada disamping tempat tidur pasien,
dan diikuti oleh seluruh perawat yang bertugas pada saat itu.
c. Perawat primer/ PP atau perawat penanggungjawab (jika shift sore dan
malam) menerima laporan.
d. Perawat yang bertugas saat itu menyampaikan perkembangan pasien dan
permasalahan pasien serta tindakan-tindakan yang telah dilakukan selama
bertugas, meliputi:
1) Keadaan umum pasien.
2) Keadaan kardiovaskular dan status neurologis pasien termasuk
rangsang motorik dan sensorik.
3) Hasil observasi monitoring hemodinamik.
4) Status respirasi penggunaan alat bantu napas, serta alat penunjang
lain.
5) Penggunaan obat-obatan dan program penggunaan selanjutnya.
6) Status kebersihan jalan napas.
7) Penggunaan alat-alat invasif dan waktu pemasangan.
8) Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
9) Masalah-masalah keperawatan dan medsi yang ditemukan selama
bertugas dan perkembangan pasien saat itu.
10) Mendiskusikan dengan petugas terdahulu bila menemukan
masalahmasalah baru pada saat serah terima.
e. Mencatat masalah-masalah keperawatan dan medis yang ditemukan serta
rencana tindakan selanjutnya.
f. Membaca laporan kegiatan dan catatan perkembangan pasien.
5. Prosedur Pelaksanaan Handover
a. Persiapan
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu
mempersiapkan hal-hal yang akan disampaikan: alat tulis, rekam
medic/catatan perkembangan, dan dokumen lain yang diperlukan
b. Prosedur Kerja
1) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift mengumpulkan seluruh
ketua tim dan penanggung jawab pasien
2) Kelompok perawat yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
3) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift membuka acara
handover
4) Kepala ruang/katim/penanggung jawab shift memimpin doa
5) Perawat yang bertanggung jawab/dinas sebelumnya menyampaikan
kepada ketua tim /perawat yang bertugas selanjutnya, meliputi:
a) Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b) Tindak lanjut unutk dinas yang menerima operan
c) Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
6) Perawat yang akan berdinas melakukan klarifikasi
7) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secar khusus untuk kemudian diserah terimakan
kepada perawat berikutnya
8) Jika sudah jelas operan di nurse station, operan dilanjutkan ke bed
pasien untuk mengkonfirmasi kebenaran dari data yang disampaikan
oleh dinas sebelumnya
9) Kembali lagi ke nurse station, jika ada yang ingin bertanya atau ingin
menambahkan dipersilahkan, lalu kegiatan ditutup oleh kepala
ruang/katim/penanggung jawab shift.
6. Pre dan Post Conference
a. Post conference
Post conference adalah komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana tentang
hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum handover ke shift berikutnya. Isi post
conference adalah hasil asuhan keperawatan pasien dan hal penting untuk
handover. Tujuan dari post conference adalah untuk membantu mengidentifikasi
masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi hasil,
serta memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah yang
ditemukan.
b. Pre conference
Pre conference adalah komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana setelah
selesai handover untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh
ketua tim atau penanggung jawab shift. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan mendiskusikan masalah yang dijumpai.
c. Prosedur kerja
1) Ketua tim/pj tim membuka acara
2) Berdo’a
3) Ketua tim /pj tim menanyakan aspek asuhan keperawatan yang telah
dilakukan oleh perawat dinas sebelumnya terutama pada pasien yang perlu
didikusikan.
4) Diskusi dipimpin oleh ketua tim/pj tim
5) Ketua tim/pj tim menanyakan rencana harian masing-masing perawat
pelaksana
6) Ketua tim/pj tim memberikan masukan dan tindak lanjut terkait dengan
asuhan yang telah diberikan saat itu
7) Ketua tim atau pj tim memberikan reinforcement positif
8) Ketua tim atau pj tim menutup acara.
BAB III
A. Identifikasi Masalah
dan standar pelayanan berfokus pasien. Sehingga keselamatan pasien dan standar
global dipupuk oleh Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien dari WHO.
pada tanggal 23- 25 Mei 2019 didapatkan hasil bahwa belum Belum
A. RencanaKegiatan
bersama dengan Keluarga di Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik, TKV,
Bedah Mulut Wanita) untuk mengatasi masalah hand hygiene dan five moment prosedur
yang digunakan saat proses adalah pembuatan booklet dan leaflet sosialisasi dalam bentuk
role play atau edukasi . Pembimbingan dan observasi berdasarkan buku panduan yang telah
disusun oleh Mahasiswa/i K3S Stase Manajemen Keperawatan Program Studi Profesi Ners
Fakultas kedokteran universitas abulyatama dan sesuai SPO pelayanan kesehatan Rumah
B. Implementasi Kegiatan
Adapun rincian kegiatan yang dilakukan sebagai alternative pemecahan masalah hand
a. Pembagian tugas kepada Mahasiswa/i Kepaniteraan Klinik Keperawatan Senior (K3S) Stase
Manajemen tentang rencana implementasi edukasi hand hygiene dan five moment pada
jadwal dilakukannya edukasi terkait hand hygiene dan five moment untuk menjelaskan
prosedurnya
3. Pelaksanaan
a. Mahasiswa melakukan edukasi kepada keluarga pasien terhadap prosedur hand hygiene dan
five moment pemberian penyuluhan tersebut selama dua hari yaitu mulai tanggal06juni 2019
pada shift siang dan melakukan demonstrasi pada tanggal 08 juni 2019 pada shift malam.
b. Mahasiswa melakukan observasi terhadap keluarga pasien di ruang raudhah 3 Kegiatan
Evaluasi kegiatan observasi tentang edukasi hand hygiene dan five moment yang
telah dilakukan kepada keluarga pasien diruang Raudhah 3 RSUD Zainoel Abidin Banda
1. Struktur
a. Kontrak waktu dan tempat telah dilakukan sebelum kegiatan
b. Kegiatan observasi dilakukan pada tanggal 09 juni- 11 juni 2019.
c. Evaluasi terhadap keluarga pasien terkait prosedur hand hygiene dan five moment yang
Kegiatan awal yang dilakukan adalah Focus Group Discussion (FGD) ke- I untuk
mendapatkan akar permasalahan yang dihadiri oleh Mahasiswa/i Kepaniteraan Klinik Keperawatan
Senior (K3S) Stase Manajemen Keperawatan, Ners Pembimbing Akademik, Kepala Ruang, Wakil
Kepala Ruang serta Perawat Ruang Raudhah 3. Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) ke - 1,
didapatkan akar permasalahan yaitu belum optimal nya pelaksanaan hand hygiene dan five moment
mendemonstrasikan langsung sesuai dengan kasus yang ada diruangan kepada keluarga pasien
diruangan dan juga mengobservasi keluarga pasien dengan menggunakan leaflet dan melakukan
penilaian terhadap penerapan hand hygiene dan five moment di Ruang Raudhah 3. Pelaksanaan
kegiatan tersebut dilakukan oleh Mahasiswa/i K3S Stase Manajemen Keperawatan selama 3 hari
Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan melalui observasi terkait tentang hand hygiene
dan five moment yang telah dilakukan di Ruang Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik,
TKV, Bedah Mulut Wanita) Rumah SakitUmum Daerah Dr. ZainoelAbidin Banda Aceh,
maka rencana tindak lanjut yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut;
a. Bagi Case Manager/ KepalaRuang agar dapat melakukan evaluasi terkait prosedur yang telah
ditetapkan sebagai tolak ukur pencapaian SPO Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Setelah dilakukan pengkajian dengan metode wawancara, pembagian kuesioner dan observasi
kepada perawat di dapatkan 3 masalah di ruangan Raudhah 3 (Ruang Bedah Onkologi, Plastik, TKV,
2. Hasil diskusi dalam forum Focus Group Discussion (FGD) Pertama, prioritas masalah yang akan
diselesaikan yaitu belum optimalnya pelaksanaan hand hygien dan five moment .
3. Implementasi penyelesaian masalah yang dilakukan adalah berupa Edukasi dengan keluarga
pasien Sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan demontrasi yaitu tentang hand hygiene dan five
moment dan observasi perawat saat menjelaskan prosedur tentang hand hygiene dan five moment,
pembuatan booklet dan leaflet sebagai media yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan
4. Didapatkan hasil keluarga mampu mempraktikan apa yang telah diajarkan menunjukkan adanya
peningkatan pemahaman tentang hand Hygiene dan five moment mempraktikan sesuai dengan yang
telah dijarkan
B. Saran
Aceh menjadi patuh terhadap informasi mengenai prosedur hand Hygiene dan five moment agar
dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit karna mempertimbang kan bahwa Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan rumah sakit Rujukan dan Pendidikan