Anda di halaman 1dari 62

“PENGARUH KEPATUHAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN 5 MOMEN

MENCUCI TANGAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA


TAHUN KE-2 PANDEMI COVID-19 DI RSUD TARAKAN”

Nama : Umiyarthi Taslim N

Nim : 20180303054

Dosen Pembimbing : Yuliati.,SKp.,MM.,M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat Menyelesaikan proposal yang berjudul “Pengaruh Kepatuhan
Perawat Dalam Menerapkan 5 Momen Mencuci Tangan Pada Tahun Ke 2 Pandemi
Covid-19 Di RSUD Tarakan” Penulisan proposal ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat memdapatkan gelar Serjana Keperawatan (S.Kep) pada Falkultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak , cukup sulit bagi
saya untuk menyelesaikan proposal ini. Oleh sebab itu, saya mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Arief Kusuma Among Praja, M.B.A selaku rektor Universitas Esa
Unggul
2. Ibu Prof. Dr. Aprilita Rina Yanti Eff., M.Biomed, Apt selaku dekan fakultas ilmu-
ilmu kesehatan
3. Ibu Ety Nurhayati, S.Kp., M.Kep., Ns Sp. Kep. Mat, selaku Kaprodi Ilmu
Keperawatan, dosen pembimbing akademik dan selaku dosen penguji
4. Ibu Yuliati, SKp.,MM.,M.Kep selaku dosen pembimbing proposal yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran, untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan
proposal ini
5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih
atas segala ilmu dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis
6. Kedua orangtua, Bapak Taslim Nobisa dan Ibu Tarsina Manu, adik - adik saya
Nazaruddin Taslim Nobisa, Muhammad Fahri Taslim Nobisa, Idrus Taslim Nobisa,
Wildan Taslim Nobisa dan Mia Alawiyah Taslim Nobisa yang selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada pernah berhenti
7. Teman-teman keperawatan yang telah mendukung saya dalam penyusunan proposal
8. Semua pihak yang telah mendukung penyusunan proposal ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-
Nya dan membalas kebaikan mereka semua.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Tuhan Yang
Maha Esa. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
penyusunan proposal ini.

Jakarta, 11 Desember 2021

Penulis

(Umiyarthi Taslim N)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi pada pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infections (HAIs)


merupakan infeksi yang didapatkan atau terjadi pada pasien selama perawatan di
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dimana pada saat masuk tidak mengalami infeksi
atau dalam masa inkubasi namun munculnya infeksi pada saat pasien pulang, kemudian
infeksi juga muncul pada fasilitas pelayanan kesehatan  seperti pada petugas rumah sakit
serta tenaga kesehatan lainnya dalam kurun waktu 48-72 jam (Kemenkes RI, 2017).
Dalam pengendalian infeksi nosokomial pada pelayanan kesehatan ataupun tindakan
keperawatan adalah dengan mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri, mengelola
alat kesehatan, desinfeksi lokasi tindakan, melakukan perawatan dan penutupan luka serta
pengelolaan sampah (Marfu’ah & Sofiana, 2018)

Healthcare-associated Infection(HCAi) atau yang dikenal dengan infeksi nosokomial


mempengaruhi 15,5% pasien pada negara berkembang dan berkontribusi pada resistensi
antimikroba, sehingga mampu menyebabkan 700.000 kematian setiap tahunnya. Selain
itu infeksi nosokomial atau HCAi ini dapat menyebabkan infeksi lain, kecacatan dalam
jangka panjang bahkan hingga kematian. Dalam mengatasi infeksi nosokomial atau HCAi
ini diperlukannya kepatuhan akan kebersihan tangan pada tenaga kesehatan dengan
prinsip lima momen mencuci tangan (Global Handwashing,2017)

Prevalensi infeksi nosokomial pada rumah sakit di dunia  terdapat lebih dari 1,4 juta atau
sedikitnya 9% pasien rawat inap di seluruh dunia mengalami infeksi nosokomial, seperti
penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) terhadap 55 rumah
sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan (Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat) terdapat 8,7% menunjukkan terjadinya infeksi nosokomial.  Sedangkan di
Indonesia sendiri melalui Kebijakan Menteri Kesehatan Indonesia terkait Pencegahan
infeksi di rumah sakit  dan fasilitas kesehatan lainnya  menetapkan bahwa standar
kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit yaitu < 1,5%  (Kemenkes, 2017). Dan
persentase kejadian infeksi nosokomial mencapai 15,74% dimana jauh lebih tinggi
daripada yang dialami oleh negara maju yang berkisar 4,8 – 15,5%, dimana dibuktikan
dengan tingkat resiko paling tinggi terjadinya infeksi nosokomial adalah pada unit ruang
rawat inap bedah (Irdan, 2018)
Lima momen mencuci tangan atau five moment hand hygiene adalah program yang
ditentukan oleh World Health Organization (WHO) dengan tujuan untuk mengatasi serta
mencegah penyebaran infeksi nosokomial atau yang disebut Hais (Healthcare Associated
Infections). Dimana WHO juga membuat program kesehatan terkait peningkatan hand
hygiene petugas kesehatan yang dideklarasikan oleh WHO melalui program keselamatan
pasien yang mencetuskan Global Patient Safety Challenge “Clean,care is safe”. Selain
itu WHO juga meluncurkan Save Lives : Clean Your Hands dengan strategi 5 momen
hand hygiene (Five Moments for Hand Hygiene) yaitu sebelum kontak dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah
kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan pasien
menjelaskan bahwa mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan salah satunya
adalah mencuci tangan atau hand hygiene. Kemudian dijelaskan dalam studi bahwa
pencegahan dan pengontrolan transmisi penyebab infeksi dapat dilakukan dengan langkah
sederhana yaitu dengan cara mencuci tangan secara baik dan benar (Zakaria & Sofiana,
2018). Kebersihan tangan menjadi sangat penting bagi perawat dalam pelayanan
kesehatan sebab dapat mencegah banyaknya serangan kuman dan penyakit  yang
merupakan suatu proses dalam menghilangkan kotoran dari kulit tangan dengan
menggunakan air, sabun ataupun hand rub (Nurmayunita & Hastuti, 2018).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi  nasional
terkait perilaku benar dalam kebersihan tangan  masih  berada pada taraf memprihatinkan
dimana hanya 49,8% yang melakukan secara benar. Dan 50,2% belum melakukan
perilaku cuci tangan secara benar dalam hal ini petugas kesehatan juga tidak melakukan
cuci tangan secara benar. Padahal cuci tangan adalah langkah yang mudah dan sangat 
penting untuk  dilakukan sebagai bentuk pengendalian  infeksi khususnya di  rumah 
sakit. Pada provinsi DKI Jakarta sendiri hanya 54,79% penduduk dengan umur >10 tahun
yang melakukan perilaku cuci tangan secara benar. Dimana perilaku cuci tangan yang
benar menurut RISKESDAS  adalah mencuci tangan menggunakan sabun sebelum
menyiapkan makanan, dan setiap kali tangan kotor (seperti memegang uang, binatang,
dan berkebun), serta setelah buang air besar dan air kecil).

Di Indonesia kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan standar atau universal seperti


menjaga kebersihan tangan dengan menerapkan 5 momen mencuci tangan atau hand
hygiene dalam kualitas yang rendah sebab fasilitas masih terbatas dalam pengendalian
infeksi. Misalnya fasilitas untuk melakukan cuci tangan bila tersedia terkadang tanpa
sabun, tissue, air tidak mengalir, handrub habis, kekurangan sarung tangan,  serta hazmat
juga tidak tersedia (Arifianto, Arifin & Widyastuti, 2017). Kewaspadaan standar seperti
kebersihan tangan dengan menerapkan 5 momen mencuci tangan di pelayanan kesehatan
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan bagi petugas kesehatan
dengan pasien. Hal ini dibuktikan oleh studi bahwa kepatuhan pada penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di antara petugas kesehatan masih rendah
dengan kisaran 16,7% - 32% yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik. Dimana sikap
seorang tenaga kesehatan terhadap kepatuhan mencuci tangan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan rumah, komitmen manajemen dan fasilitas rumah sakit yang mendukung
aktivitas tersebut (Octaviani & Fauzi, 2020)

Pada penelitian Caesarino (2019) menyatakan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan
perawat dengan menerapkan 5 momen dalam kategori rendah yaitu sebesar 37.7%
dimana penerapan lima momen mencuci tangan hanya pada momen sebelum menyentuh
pasien dan setelah menyentuh pasien, hal ini disebabkan oleh banyaknya pasien sehingga
perawat sibuk memberikan tindakan dan tidak mencuci tangan antara pasien pertama dan
kedua selain itu juga tidak mengganti sarung tangan yang dipakai sehingga berlanjut
sampai perawat selesai melakukan tindakan ke seluruh pasien pada waktu tersebut dan
kembali ke nurse station.

Sedangkan angka kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen pada beberapa


penelitian yang berbeda dilaporkan berkisar 59% sampai 78,3%. Dimana perawat patuh
menerapkan 5 momen mencuci tangan hanya pada 2 momen yaitu setelah kontak dengan
pasien dan setelah terpapar cairan. Sedangkan pada tiga momen lainnya seperti sebelum
kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik dan setelah kontak dengan lingkungan
pasien perawat tidak membudayakan dan menerapkan 5 momen mencuci tangan atau
hand hygiene sebab perawat menganggap resikonya kecil, perawat menganggap dirinya
sudah terlindungi dan tidak dapat menyebarkan virus ataupun bakteri pada pasien dengan
menggunakan handscoon, beban kerja yang tinggi ditambah jumlah tenaga yang kurang
membuat tenaga kesehatan atau perawat sibuk dan menganggap bahwa menerapkan 5
momen cuci tangan atau hand hygiene sangat menghabiskan banyak waktu sementara
penanganan cepat terhadap pasien adalah hal yang terpenting, serta perawat menganggap
tidak adanya kuman atau patogen yang berbahaya pada lingkungan sekitar pasien.
(Agustin, Nurbaeti & Baharuddin, 2020).

Pada hasil pengamatan dan observasi menunjukkan kurangnya kepatuhan perawat dalam
menerapkan 5 momen cuci tangan atau hand hygiene disebabkan oleh kurangnya
kesadaran perawat, kurangnya  fasilitas  yang  disediakan, dan perawat mencuci tangan
tidak sesuai dengan SOP rumah sakit. Dan pada hasil wawancara perawat  merasa  tidak 
perlu  melakukan hand hygiene karena  telah menggunakan handrub dan handscoon, tidak
terpapar cairan tubuh pasien serta tidak adanya kuman pada lingkungan sekitar pasien
(Santri, 2017)

Berdasarkan uraian diatas diperoleh data bahwa kepatuhan perawat untuk menerapkan 5
momen mencuci tangan sangat rendah, prosedur itu sangat penting karena perawat
sebagai salah satu kendali petugas di rumah sakit yang mampu menekan angka kejadian
infeksi di rumah sakit. Untuk melihat gambaran bagaimana prosedur perawat dalam
menerapkan 5 momen mencuci tangan di masa pandemi covid-19 di tahun ke 2 penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepatuhan Perawat Dalam
Menerapkan 5 Momen Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Infeksi Nosokomial.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat muncul pada
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen
mencuci tangan terhadap kejadian infeksi nosokomial ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen


mencuci tangan terhadap kejadian infeksi nosokomial

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,


pendidikan dan lama kerja

b. Mengidentifikasi kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan


di RSUD Tarakan
c. Mengidentifikasi angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD Tarakan

d. Menganalisa pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci


tangan terhadap angka kejadian infeksi nosokomial

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat dan mampu berperan
sebagai pengembangan ilmu pengetahun dan wawasan dibidang kesehatan khususnya
bidang keperawatan serta dapat menjadi pedoman bagi pelaksanaan secara teoritis
maupun praktis

1.5 Kegunaan Teoritis

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan perawat sebagai bahan acuan dan penambah
wawasan terkait peningkatan kepatuhan dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan
sehingga dapat menekan angka kejadian infeksi nosokomial

1.5.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan serta sumber informasi bagi manajemen rumah sakit
khususnya bidang keperawatan dalam menyusun program, kebijakan dan strategi
pelayanan khususnya mengenai kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen
mencuci tangan guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta
memperhatikan ketersediaan fasilitas mencuci tangan yang dapat mendukung
pelaksanaan cuci tangan atau hand hygiene

b. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan
pengembangan sistem pendidikan keperawatan

c. Bagi Peneliti

Diharapkan sebagai dasar dan dapat menambah wawasan peneliti mengenai


kepatuhan dalam melakukan kebersihan tangan atau hand hygiene

d. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi peneliti
selanjutnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mencuci Tangan atau Hand Hygiene


2.1.1 Definisi Mencuci Tangan atau Hand Hygiene
Mencuci tangan atau hand hygiene merupakan program yang ditentukan oleh World
Health Organization (WHO) dengan tujuan untuk mengatasi serta mencegah
penyebaran infeksi nosokomial atau yang disebut Hais (Healthcare Associated
Infections). Dimana WHO juga membuat program kesehatan terkait peningkatan hand
hygiene petugas kesehatan yang dideklarasikan oleh WHO melalui program
keselamatan pasien yang mencetuskan Global Patient Safety Challenge “Clean,care
is safe”. Selain itu WHO juga meluncurkan Save Lives : Clean Your Hands dengan
strategi 5 momen hand hygiene (Five Moments for Hand Hygiene) yaitu sebelum
kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah terpapar dengan
cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan
sekitar pasien.
Menurut WHO (2009) dikutip Syamsulastri (2017) mencuci tangan atau hand hygiene
merupakan suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan
sabun aseptik dibawah air mengalir (hand washing) atau dengan menggunakan
handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan 6 langkah sesuai urutan sehingga
mengurangi bakteri dan kuman yang terdapat pada tangan
Menurut Suhartini (2017) mencuci tangan merupakan cara pencegahan serta
pengendalian infeksi paling dasar guna mencapai sistem pelayanan kesehatan yang
aman dan efektif. Dimana dalam praktik mencuci tangan oleh tenaga kesehatan
terutama perawat adalah dengan enam langkah mencuci tangan dan lima moment.
Menurut Olga (2019) mencuci tangan atau hand hygiene dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan dalam keadaan kotor atau
terkena cairan tubuh pasien, atau dapat menggunakan alkohol (Alcohol- based hand
rubs) jika tangan tidak terlalu kotor. Dimana kebersihan tangan dengan sabun atau
antimikroba kemudian dibilas menggunakan air bersih membutuhkan 40-60 detik
dalam melakukannya
Menurut Kemenkes RI (2017) bahwa mencuci tangan atau hand hygiene dilakukan
dengan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol based hand rubs) jika tangan tidak terlalu
kotor dan mencuci tangan atau hand hygiene dilakukan dengan sabun biasa atau anti
mikroba dan bilas menggunakan air mengalir dilakukan pada saat :
a. Bila tangan tampak kotor, terkena cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti perban
walaupun menggunakan sarung tangan
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi area lainnya
yang bersih walaupun pada pasien yang sama
2.1.2 Indikasi Menerapkan 5 Momen Mencuci Tangan atau Hand Hygiene
WHO (World Health Organization) menghadirkan program five moments of hand
hygiene atau 5 momen mencuci tangan yang menjadi tolak ukur bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, guna memberikan
petunjuk terkait waktu kapan atau indikasi harus mencuci tangan atau hand hygiene,
yaitu :
a. Sebelum kontak dengan pasien. Pada momen ini, petugas kesehatan sebelum
menyentuh pasien dan masuk kedalam ruangan pasien untuk melakukan
tindakan. Dimana tujuannya untuk melindungi pasien dari bakteri patogen
yang berada di tangan petugas kesehatan sebelum melakukan tindakan aseptik.
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik. Pada momen ini, petugas sebelum
melakukan tindakan aseptik seperti tindakan transfusi, perawatan luka, kateter
urine, perawatan daerah pemasangan dan tindakan invasif. Dimana tujuannya
untuk mencegah terjadinya infeksi baru seperti infeksi nosokomial yang akan
timbul serta menjaga dan melindungi pasien dan petugas kesehatan dari
bakteri patogen
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien. Pada momen ini, proses mencuci
tangan atau hand hygiene dilakukan setelah melepas sarung tangan setelah
melakukan perawatan seperti perawatan gigi, mulut, aspirasi sekresi,
pengambilan darah serta membersihkan feses atau urin yang resikonya adalah
petugas kesehatan dapat tertular penyakit yang berasal dari cairan tubuh
pasien. Sehingga tujuannya adalah melindungi petugas kesehatan akan bakteri
patogen dari pasien
d. Setelah kontak dengan pasien. Pada momen ini, proses mencuci tangan atau
hand hygiene dilakukan karena menyentuh tubuh pasien, dan pakaian atau baju
pasien. Dimana tujuannya adalah melindungi petugas kesehatan akan bakteri,
kuman atau mikroorganisme
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Pada momen ini, proses
mencuci tangan atau hand hygiene dilakukan sebab petugas kesehatan
menyentuh tempat tidur pasien, alat-alat kesehatan di sekitar pasien serta
peralatan lain milik pasien. Dimana dalam hal ini setelah menyentuh objek
yang ada di sekitar pasien pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak
menyentuh pasien, perawat melakukan cuci tangan dengan tujuan untuk
melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri
patogen yang berasal dari pasien
2.1.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Menerapkan 5 Momen Mencuci Tangan atau
Hand Hygiene
Menurut Wijaya, dkk (2018) terdapat beberapa faktor yang mendukung dan
menghambat penerapan 5 momen mencuci tangan atau hand hygiene, diantaranya :
a. Faktor Pendukung
- Ketersediaan fasilitas baik sarana maupun prasarana. Ketersediaan fasilitas
sarana dan prasarana seperti wastafel dengan air mengalir, sabun antiseptik
dalam bentuk cair, tisu, lap handuk, tempat sampah, serta poster mencuci
tangan sebagai edukasi untuk mencuci tangan secara benar
- Dukungan manajemen. Dukungan manajemen diberikan dalam bentuk
fasilitas, kegiatan sosialisasi kepada tenaga kesehatan, mengadakan lomba
cuci tangan antar ruangan, bahkan juga memberi kesempatan kepada
dokter dan perawat untuk mengikuti lomba antar rumah sakit serta
memberikan motivasi dengan kesempatan mengikuti kursus atau seminar‐
seminar terkait PPI
b. Faktor Penghambat
- Beban kerja perawat. Banyaknya pasien dengan keterbatasan jumlah
perawat pada fasilitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu penyebab
perawat tidak melaksanakan proses 5 momen mencuci tangan atau hand
hygiene seperti kondisi darurat medis memerlukan pertolongan tanpa
menunda waktu, sehingga perawat tidak sempat mencuci tangan untuk
menolong pasien
- Sikap kurang peduli. Sikap kurang peduli perawat walaupun telah
dilakukannya sosialisasi mencuci tangan atau hand hygiene
- Pemahaman yang kurang tepat. Faktor ini sering kali perawat cenderung
merasa tangannya bersih dan bebas dari bakteri, sehingga tidak perlu
mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien.
- Keharusan efisiensi. Faktor ini sering kali terjadi akibat fasilitas yang
kurang memadai akibat biaya yang tinggi
2.2 Infeksi Nosokomial
2.2.1 Definisi Infeksi Nosokomial
Menurut Darmadi (2008) dikutip Syamsulastri (2017), nosokomial berasal dari yunani
dan terdiri dari kata nosos (penyakit) dan komeo (merawat), dan nosokomial artinya
tempat untuk merawat atau rumah sakit. Sehingga dapat dikatakan bahwa infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang didapat atau terjadi di rumah sakit. Selain itu
dapat dikatakan bahwa infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat oleh
pasien atau penderita ketika menerima pelayanan asuhan keperawatan saat dirumah
sakit.
Infeksi nosokomial (Healthcare Associated Infections /Hais) merupakan infeksi yang
terjadi pada pasien selama masa perawatan di rumah sakit maupun fasilitas perawatan
kesehatan setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu 48-72 jam
(WHO,2016 dalam Riani & Syafriani, 2019)
Infeksi nosokomial (Healthcare Associated Infections) adalah infeksi yang terjadi
pada pasien selama melakukan perawatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, dimana pada saat pasien masuk tidak mengalami infeksi atau dalam masa
inkubasi dan muncul pada saat pasien telah pulang ke rumah. Selain itu, infeksi
nosokomial juga dapat terjadi pada petugas kesehatan maupun pengunjung yang
berada pada lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya (Kemenkes,
2017)
Menurut Arifianto (2017) bahwa infeksi merupakan suatu kondisi dimana organisme
parasit masuk dan bertahan hidup pada pejamu atau host dan menimbulkan respon
inflamasi, sedangkan nosokomial diartikan sebagai penyakit. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapatkan klien atau
pasien ketika berada di rumah sakit tempat ia menerima tindakan keperawatan dengan
tanda klinik yang timbul sejak 3 x 24 jam sejak dirawat dirumah sakit dengan masa
perawatan pasien lebih lama.
Berdasarkan konsep yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari rumah sakit dan lingkungan sekitar dimana menyerang Agen pejamu atau host
yang rentan kemudian menyebabkan respon inflamasi. Dimana infeksi nosokomial
menimbulkan tanda atau gejala klinis ketika pasien dalam masa perawatan atau pasien
pulang kerumah atau selesai masa perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan sejak 3
x 24 jam
2.2.2 Rantai Penularan Infeksi Nosokomial
Rantai penularan infeksi merupakan rangkaian yang menyebabkan adanya infeksi.
Dimana kejadian infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan menurut Kemenkes RI (2017), yaitu :
a. Agen infeksi (infectious agent) merupakan mikroorganisme penyebab infeksi.
Dimana agen infeksi terdiri dari bakteri, virus, jamur dan parasit. Dan pada
agen infeksi terdapat faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu
patogenitas, virulensi dan jumlah.
b. Sumber atau wadah infeksi (Reservoir) merupakan tempat, wadah atau sumber
agen infeksi dapat berkembang biak, hidup, tumbuh serta siap ditularkan
kepada pejamu atau manusia. Dimana reservoir ini paling sering ditemukan
pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan
serta bahan organik lainnya. Selain itu reservoir juga dapat ditemukan pada
orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus
serta vagina
c. Pintu keluar (Part of exit) merupakan lokasi tempat agen infeksi atau
mikroorganisme meninggalkan sumber atau reservoir. Dimana melalui saluran
napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta
d. Metode transmisi atau cara penularan merupakan metode penularan
mikroorganisme dari reservoir atau sumber ke pejamu atau manusia yang
rentan. Terdapat beberapa metode penularan yaitu :
1. Melalui kontak
- Transmisi kontak langsung pada kulit dengan kulit sehingga
berpindahnya mikroorganisme selama masa perawatan pasien. Dan
transmisi secara langsung ini dapat terjadi antara perawat dan
pasien maupun pasien dengan pasien
- Transmisi kontak tidak langsung pada pejamu atau manusia yang
rentan dengan objek mikroorganisme telah tercemar pada
lingkungan pasien seperti peralatan medis yang terkontaminasi dan
sarung tangan serta tangan yang tidak bersih
2. Melalui percikan atau droplet. Dimana terjadi melalui kontak dengan
konjungtiva, membran mukosa, hidung, atau mulut pejamu yang rentan
terhadap mikroorganisme
3. Melalui udara (airborne). Penyebarannya melalui partikel mikroorganisme
yang telah tersebar pada udara melalui debu
4. Melalui perantara organisme atau vertikulum seperti makanan, minuman,
dan darah yang telah terkontaminasi mikroorganisme
5. Melalui vektor seperti serangga, nyamuk, lalat, tikus, serta binatang
pengerat lainnya yang telah terkontaminasi mikroorganisme
e. Pintu masuk (Portal of entry) merupakan lokasi dimana agen infeksi atau
mikroorganisme memasuki pejamu atau manusia yang rentan melalui saluran
nafas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin, serta kulit yang tidak utuh
f. Pejamu rentan (Susceptible host) merupakan seseorang yang memiliki
kekebalan tubuh lemah atau sedan mengalami penurunan sehingga tidak
mampu melawan agen infeksi. Dimana faktor penyebab menurunnya
kekebalan tubuh disebabkan oleh umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan, dan pengobatan
imunosupresan
2.2.3 Jenis dan Faktor Resiko Yang Menyebabkan Terjadinya Infeksi Nosokomial
1. Jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi pada fasilitas pelayanan
kesehatan khususnya rumah sakit menurut Kemenkes RI (2017) yaitu:
a. Ventilator associated pneumonia (VAP). Merupakan infeksi
pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian ventilasi
mekanik baik pipa endotrakeal maupun trakeostomi. Dengan tanda
klinis seperti demam, takikardi, batuk, perubahan warna sputum,
pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan jumlah
leukosit dalam darah dan pada rontgen didapatkan gambaran
infiltrat baru atau persisten.
b. Infeksi aliran darah (IAD). Merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien yang menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line)
setelah 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang
dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak
berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain dan bukan
infeksi sekunder dan disebut sebagai Central Line Associated
Bloodstream Infection (CLABSI)
c. Infeksi saluran kemih (ISK). Merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien yang terpasang kateter kurang lebih 48 jam atau pasien yang
terpasang kateter dalam jangka waktu yang panjang, dengan gejala
klinis seperti demam, sakit kepala, sakit pada suprapubik dan nyeri
pada sudut kostovertebra
d. Infeksi Daerah Operasi (IDO). Merupakan infeksi yang terjadi
setelah tindakan operasi
2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial
Menurut Darmadi (2008) dikutip Hamzah (2018) bahwa faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial terbagi menjadi 2
faktor yaitu :
a. Faktor Intrinsik
- Faktor yang berasal dari pasien atau penderita seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, serta terdapat
penyakit lainnya yang menyertai serta komplikasinya
- Faktor keperawatan seperti lamanya waktu perawatan (length of
stay)
- Faktor patogen seperti lamanya paparan patogen pada reservoir
atau sumber penularan pada pasien atau penderita
b. Faktor Ekstrinsik
- Petugas pelayanan fasilitas kesehatan seperti dokter, perawat, bidan
serta tenaga kesehatan lainnya
- Peralatan dan material medis seperti jarum, kateter, respirator, kasa
serta alat kesehatan lainnya
- Lingkungan dimana terdapat pada lingkungan bagian internal
perawatan seperti ruangan perawatan , kamar bedah, dan ruang
bersalin, sedangkan pada lingkungan bagian eksternal seperti
halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah atau tempat
pengelolaan limbah
- Makanan atau minuman
- Penderita lain seperti keberadaan penderita lain yang berada dalam
ruangan perawatan yang sama
- Pengunjung seperti keluarga atau kerabat yang berkunjung
2.2.4 Klasifikasi Infeksi Nosokomial
Terdapat beberapa klasifikasi infeksi nosokomial berdasarkan tempatnya,
diantaranya :
a. Infeksi silang (cross infection)
Infeksi silang merupakan infeksi yang didapatkan dari orang lain atau
penderita lain yang dirawat dirumah sakit dengan secara langsung atau secara
tidak langsung. Dimana pelaku penularan infeksi silang adalah penderita atau
petugas kesehatan ke penderita lainnya
b. Infeksi lingkungan (environmental infection)
Infeksi lingkungan merupakan infeksi yang penyebab utamanya adalah
keadaan lingkungan karena kuman yang terdapat pada benda atau bahan yang
bersifat tidak bernyawa di lingkungan rumah sakit seperti lingkungan kotor
serta alat-alat kesehatan
c. Infeksi sendiri (self infection, auto infection)
Infeksi sendiri merupakan infeksi yang terjadi akibat kuman yang terdapat
pada diri penderita itu sendiri. Dimana perpindahan kuman terjadi secara
langsung melalui benda yang dipakai penderita seperti linen, pakaian serta
gesekan tangan sendiri
2.2.5 Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Menurut dikutip Arifanto (2017) bahwa dalam pencegahan infeksi nosokomial
terdapat beberapa tindakan yang diginfeksi unakan, yaitu :
a. Aseptik. Yaitu tindakan yang dilakukan guna mencegah masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan dapat mengakibatkan
infeksi. Tujuan tindakan aseptik yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan
sejumlah mikroorganisme baik pada permukaan benda hidup maupun mati
agar dapat menggunakan alat-alat kesehatan
b. Antiseptik. Yaitu tindakan pencegahan infeksi yang dilakukan dengan cara
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan
jaringan tubuh lainnya
c. Dekontaminasi. Yaitu tindakan pencegahan infeksi yang dilakukan agar benda
mati yang ditangani oleh petugas kesehatan aman terutama pada petugas
kesehatan kebersihan medis sebelum melakukan pencucian alat kesehatan.
Pelaksanaan dekontaminasi dilakukan dengan cara sesegera mungkin
merendam peralatan yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama
kurang lebih 10 menit dengan penggunaan alat pelindung diri yang memadai
oleh petugas kesehatan guna meminimalkan risiko pajanan terhadap lapisan
mukosa dan kontak parenteral melalui bahan yang terkontaminasi
d. Pencucian. Yaitu tindakan pencegahan infeksi untuk menghilangkan kotoran
yang kasat mata seperti darah, cairan tubuh atau benda asing seperti debu
dengan menggunakan deterjen, air dan sikat. Tujuan tindakan pencucian
adalah untuk membantu menurunkan mikroorganisme pada permukaan benda
dan mempersiapkan untuk kontak dengan desinfektan atau bahan sterilisasi
sehingga proses disinfeksi dan sterilisasi menjadi lebih efektif
e. Sterilisasi. Yaitu tindakan pencegahan infeksi dengan cara menghilangkan
semua mikroorganisme (bakteri, jamur, virus, parasit) termasuk bakteri
endospora dan benda mati. Sterilisasi dapat dilakukan menggunakan dengan
dua cara yaitu sterilisasi secara fisik dengan menggunakan pemanasan kering,
uap panas bertekanan, radiasi dan filtrasi. Serta sterilisasi kimiawi bisa
menggunakan gas etilen oksida, dan kimia cair
Disinfeksi. Yaitu tindakan pencegahan infeksi dengan cara menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati
2.3 Kepatuhan Perawat
2.3.1 Definisi Kepatuhan Perawat
Menurut Arifianto (2017) kepatuhan merupakan suatu sikap positif individu yang
digambarkan dengan adanya perubahan secara berarti sesuai tujuan yang diinginkan.
Ketidakpatuhan merupakan suatu sikap atau kondisi pada individu yang kenyataannya
ingin melakukan, namun terdapat beberapa faktor yang menghambat ketaatan untuk
melakukan tindakan. Sehingga jika dikaitkan dengan kepatuhan pada perawat, maka
kepatuhan adalah perilaku individu perawat terhadap suatu tindakan, prosedur, atau
peraturan yang harus dilakukan atau ditaati
Menurut Notoatmodjo (2007) dikutip Syamsulastri (2017), bahwa kepatuhan adalah
keseluruhan atau totalitas pemahaman dan aktivitas antara faktor internal dan faktor
eksternal. Dimana faktor internal meliputi pengetahuan. Kecerdasan, persepsi, emosi,
dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar berupa fisik
maupun nonfisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi,dan kebudayaan
Menurut Abraham (2019) Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai
seorang yang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang
harus dilakukan atau ditaati yang berlaku di pelayanan kesehatan. Kepatuhan petugas
profesional (perawat) merupakan sejauh mana perilakunya dalam melakukan tindakan
yang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan atau pihak rumah sakit
Berdasarkan konsep yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
merupakan suatu perilaku seseorang yang digambarkan secara postif dan negatif
dalam bersikap profesional terhadap suatu prosedur, anjuran atau peraturan yang
harus ditaati serta dilakukan

2.3.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan 5


Momen Mencuci Tangan atau Hand Hygiene
Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), bahwa
perilaku kepatuhan seorang individu atau perawat dipengaruhi oleh 3 faktor
utama, yaitu :
1. Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya suatu
kepatuhan seseorang yang dilihat dari aspek pengetahuan dan sikap.
Dimana jika dikaitkan dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial maka
kepatuhan yang dimaksud adalah reaksi, respon, serta kesediaan perawat
dalam melakukan tindakan upaya pencegahan seperti menjaga kebersihan
tangan dengan menerapkan 5 momen mencuci tangan atau hand hygiene
guna mencegah infeksi silang. Aspek yang mempengaruhi faktor
predisposisi, yaitu :
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) dikutip Syamsulastri (2017),
pengetahuan adalah hasil tahu dan penginderaan manusia terhadap
suatu objek melalui indera seperti mata, telinga, hidung, dan lain
sebagainya yang dimilikinya. Dimana untuk memperoleh pengetahuan
individu dipengaruhi oleh intensitas atau tingkatan perhatian dan
persepsi pada objek yang berbeda-beda. Dan secara umum
pengetahuan terbagi menjadi enam tingkatan, yaitu :
1. Tahu (Know)
Didefinisikan sebagai panggilan (recall) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati suatu objek
2. Memahami (Comprehension)
Dimana dalam memahami suatu objek tidak hanya pada tahap
sekedar tahu, namun individu mampu menginterpretasikan objek
yang diketahui
3. Menggunakan (Application)
Dalam mengetahui suatu objek, individu mampu menggunakan
atau mengaplikasikan objek yang diketahui
4. Menguraikan atau Menganalisa (Analysis)
Mendefinisikan kemampuan individu dalam menjabarkan serta
menautkan hubungan antar komponen – komponen pada objek
yang diketahui
5. Menyimpulkan (Synthesis)
Didefinisikan sebagai suatu kemampuan individu dalam
merangkum suatu hubungan yang logis berdasarkan komponen
pengetahuan yang dimiliki
6. Mengevaluasi (Evaluation)
Sebagai kemampuan individu untuk menyimpulkan atau
memberikan penilaian terhadap objek
b. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2010) dikutip Syamsulastri (2017) bahwa sikap
adalah sebuah respon tertutup dari seseorang atau individu terhadap
stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan seperti senang- tidak senang, setuju- tidak
setuju, dan lain sebagainya.
Menurut Kothandapani yang dijelaskan oleh Nurul (2019) bahwa
struktur sikap terdiri dari komponen kognitif (kepercayaan), komponen
emosional (perasaan), dan komponen perilaku (tindakan). Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Allport sebagaimana dijelaskan
oleh Notoatmodjo (2010) bahwa sikap terdiri dari tiga komponen
utama yaitu :
1. Komponen kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap
suatu objek. Yang diartikan terkait bagaimana keyakinan dan
pendapat atau pemikiran seseorang terhadap suatu objek
2. Komponen yang meliputi kehidupan emosional atau evaluasi
individu terkait suatu objek
3. Komponen predisposisi atau kesiapan/kecenderungan individu
untuk bertindak (tend to behavior).
Selain itu, pada tingkatan sikap yang dijelaskan oleh Notoatmodjo
(2010) dikutip Nurul (2019) terdapat empat tingkat sikap yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Artinya individu atau objek memperhatikan stimulus yang
diberikan oleh objek
2. Merespon (Responding)
Artinya individu memberikan respon jawaban atau tanggapan
terhadap stimulus yang diberikan oleh objek
3. Menghargai (Valuing)
Artinya individu memberikan nilai positif terhadap stimulus yang
diberikan oleh objek dengan cara mempengaruhi dan
menganjurkan orang lain untuk ikut merespon
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Pada tingkatan ini merupakan tingkatan paling tinggi dan berperan
penting. Dimana dalam bertanggung jawab individu meyakini dan
berani mengambil resiko
2. Faktor pemungkin (Enabling factors )
Faktor pemungkin merupakan faktor yang memfasilitasi kepatuhan atau
tindakan. Dimana sasaran faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana
atau fasilitas guna tercapainya kepatuhan tenaga kesehatan dan faktor
pemungkin yang mempengaruhi kepatuhan adalah tidak terdapatnya
sarana dan prasarana fasilitas kebersihan tangan atau hand hygiene yang
mendukung.
Menurut Notoatmodjo (2010) dikutip Syamsulastri (2017) fasilitas atau
sarana dan prasarana mencuci tangan atau hand hygiene merupakan suatu
alat yang digunakan dalam mencegah terjadinya penularan infeksi.
Dimana fasilitas yang dibutuhkan dalam mencapai proses mencuci tangan
atau hand hygiene secara optimal terdiri dari wastafel, air bersih yang
mengalir lancar, sabun aseptik dalam bentuk cair, alkohol gliserin untuk
handrub, pengering cuci tangan tersedia bentuk lap atau tisu sekali pakai
dan tempat khusus untuk menyimpan lap/tisu bekas pakai
3. Faktor pendorong (Reinforcing factors)
Faktor pendorong merupakan faktor yang mendorong sikap atau perilaku
tenaga kesehatan untuk mencapai kepatuhan dengan dipengaruhi oleh
orang-orang yang memiliki peran penting. Dimana pada faktor pendorong
terdiri dari motivasi dan supervisi keperawatan.
a. Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2010) dikutip Syamsulastri (2017) bahwa
motivasi merupakan sebuah dorongan dari dalam diri individu yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan.
Menurut Ervianto (2008) dikutip Putri (2017) bahwa motivasi secara
dasar merupakan kondisi mental yang mendorong individu melakukan
suatu tindakan (action/activities) yang dapat memberikan energi positif
dan mengarah pada tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan
sehingga menciptakan kepuasan dan mampu mengurangi
ketidakseimbangan. Dalam hal ini motivasi perawat yang tinggi dapat
mempengaruhi tingkah laku dalam melakukan tindakan kesehatan
Menurut Suparyanto (2014) dikutip Syamsulastri (2017) menjelaskan
bahwa hadirnya suatu motivasi didasari oleh sumber motivasi yang
terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Motivasi intrinsik. Merupakan sumber motivasi yang berasal dari
dalam diri individu. Yang dicontohkan seperti rasa nyaman
pasien ketika berada di fasilitas pelayanan kesehatan
2. Motivasi ekstrinsik. Merupakan sumber motivasi yang berasal
dari luar individu. Yang dicontohkan seperti dukungan verbal
maupun nonverbal yang diberikan oleh keluarga, teman dekat
ataupun lingkungan sosial
3. Motivasi terdesak. Merupakan sumber motivasi yang muncul
pada saat kondisi terjepit atau spontan yang dimana munculnya
secara serentak dan dalam waktu cepat
b. Supervisi Kepala Ruangan
Tujuan supervisi adalah untuk mempengaruhi, mengarahkan,
memotivasi, mengawasi, dan mengevaluasi perawat serta tenaga
kesehatan lainnya dalam melakukan tugas dan pemberian tindakan
kesehatan yang telah direncanakan sehingga mampu mencapai sasaran
dan tujuannya. Dimana dalam lingkungan rumah sakit yang melakukan
supervisi adalah kepala ruangan. Kepala ruangan merupakan salah satu
individu pelaksana dari supervisi dan menjadi ujung tombak penentu
tercapai atau tidak suatu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan
2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan seperangkat konsep yang saling berhubungan dan
mencerminkan sebuah pandangan yang sistematik mengenai fenomena dan mampu
menerangkan hubungan antar variabel. Dimana tujuan dari penyusunan kerangka teori
adalah memperjelas tujuan dan sasaran penelitian (Pamungkas & Usman, 2017)

Penerapan 5 Momen
Mencuci Tangan

1. Sebelum kontak
Kepatuhan dengan pasien
Perawat Dalam
Menerapkan 5 2. Sebelum Kejadian Infeksi
Momen Nosokomial
Mencuci melakukan
Tangan tindakan aseptik

3. Setelah kontak
1. Faktor Predisposisi dengan pasien 1. Faktor Intrinsik :
(pengetahuan dan 4. Setelah terkena Usia, Jenis
sikap perawat)
cairan tubuh pasien Kelamin, waktu
2. Faktor pemungkin lama perawatan
5. Setelah kontak
(fasilitas sarana dan paparan
dan prasarana) dengan lingkungan
patogen
3. Faktor pendorong pasien
2. Faktor ekstrinsik :
(supervisi atau
kepala ruangan petugas kesehatan,
dan motivasi) alat-alat kesehatan,
lingkungan, dan
pengunjung
Gambar 2.1 Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), Syamsulastri (2017), Hamzah (2018)

2.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis berasal dari bahasa yunani dan terdiri dari 2 kata yaitu hupo (sementara) dan
tesis (pernyataan atau teori). Sehingga hipotesis merupakan jawaban atau dugaan
sementaraterhadap rumusan masalah yang berlandaskan pada teori yang masih harus diuji
kebenarannya (Pamungkas & Usman, 2017)
Rumusan hipotesis yang muncul pada penelitian ini adalah :
H0 : Tidak terdapat pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci
tangan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada tahun ke-2 pandemi covid-19
Ha : Terdapat pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan
terhadap kejadian infeksi nosokomial pada tahun ke-2 pandemi covid-19

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Author Judul Penelitian Desain Hasil Penelitian


Penelitian

1. Irdan Faktor- Faktor Jenis penelitian Berdasarkan hasil uji


Yang Berhubungan survey Chi Square didapatkan
Dengan Infeksi analitic dengan ada hubungan antara
Nosokomial pendekatan tindakan perawat
(INOS) Oleh cross sectional tentang INOS dengan
Perawat di Irna pencegahan INOS. Hasil
Bedah RSUD Kayu OR 2,48 menunjukkan
Agung Kabupaten bahwa perawat yang
OKI Tahun 2017 memiliki tindakan baik
tentang INOS memiliki
peluang 2,48 kali lebih
besar melaksanakan
pencegahan INOS
dibandingkan perawat
yang memiliki tindakan
kurang baik
tentang INOS.

2. Azhar Alwi Correlation Jenis penelitian Hasil penelitian


Zakaria & between nurse adalah menunjukkan bahwa
Liena Sofiana knowledge and observasional semakin rendah
attitude with hand analitik dengan pendidikan perawat
hy-giene desain cross maka semakin buruk
compliance sectional perilakunya dalam
menerapkan 5 momen
mencuci tangan dan
hasil penelitian juga
menunjukkan terkait
sikap perawat yang baik
akan patuh dalam
melakukan cuci tangan
sehingga dapat
mencegah dan
mengontrol transmisi
infeksi

3. Mahyar Suara Implementasi Jenis penelitian Berdasarkan hasil


& Isnaeni Pengetahuan adalah observasi peneliti
Perawat Tentang penelitian didapatkan angka
Cuci Tangan deskriptif kepatuhan perawat
Terhadap Infeksi dengan dalam melaksanakan
Nosokomial Pada pendekatan langkah-langkah
Masa Pandemi Cross Sectional mencuci tangan adalah
Covid-19 Di RSUD 16,7% dan 50,0%
Kabupaten Bekasi perawat mengetahui
Tahun 2020 bahwa penyebaran
infeksi dapat dicegah
dengan mencuci tangan
dengan kategori yang
sangat baik  yaitu
90.5%.

4. Elsa Octaviani Analisis Faktor Penelitian ini Hasil penelitian


& Ridwan Yang Berhubungan merupakan mengatakan bahwa
Fauzi Dengan Kepatuhan sebuah studi tingkat kepatuhan
Mencuci Tangan kuantitatif perawat dan bidan
Pada Tenaga dengan dalam mencuci tangan
Kesehatan Di Rs menggunakan sesuai dengan standar
Hermina Galaxy desain potong WHO sebesar 32% ,
Bekasi lintang (cross- dimana sikap seorang
sectional) tenaga kesehatan
terhadap kepatuhan
mencuci tangan sangat
dipengaruhi oleh
lingkungan rumah,
komitmen manajemen
dan fasilitas rumah sakit
yang mendukung
aktivitas tersebut.

5. Edisyah Putra Pelaksanaan Five Jenis penelitian Bahwa hand hygiene


Ritonga Moment Hand ini adalah merupakan upaya dalam
Hygiene di Ruang kuantitatif memutus rantai
Rawat Inap Rumah menggunakan transmisi kontaminasi.
Sakit Swasta Kota metode Dan hasil penelitian
Medan deskriptif ditemukan bahwa
observasional mayoritas pelaksanaan
five moment hand
hygiene adalah kurang
baik yaitu sebanyak
23 responden (59%)
dan minoritas
pelaksanaan five
moment hand hygiene
adalah baik yaitu
sebanyak 16 responden
(41%)

6. Ichtiarini Perbedaan angka Penelitian ini Berdasarkan hasil


Nurullita kuman di telapak menggunakan observasi peneliti
Santri, Fatwa tangan perawat metode analitik menunjukkan bahwa
Sari Tetra menurut tingkat observasional perawat telah
Dewi & Hera pengetahuan dan dengan melakukan cuci tangan
Nirwati Kepatuhan rancangan studi sesuai langkah-langkah
pelaksanaan cuci cross sectional. yang ditetapkan oleh
tangan di rumah WHO namun terkait
sakit swasta kepatuhan dalam
menerapkan lima
momen masih kurang
hal ini disebabkan oleh
pasien yang banyak,
perawat yang berasumsi
bahwa risiko
lebih rendah terkena
infeksi dari pasien
karena sudah
menggunakan sarung
tangan, dan faktor lupa
dan ketidakpatuhan
perawat tersebut
terutama dalam momen
sebelum kontak dengan
pasien menyebabkan
peningkatan kejadian
infeksi nosokomial

7. Siti Marfu’ah Analisis Tingkat Jenis penelitian Hasil penelitian yaitu


& Liena Kepatuhan Hand ini adalah kepatuhan perawat
Sofiana Hygiene Perawat penelitian dalam melakukan hand
Dalam Pencegahan kualitatif hygiene berdasarkan
Infeksi Nosokomial dengan prinsip five moment for
rancangan studi hand hygiene masih
kasus belum optimal terutama
pada momen sebelum
kontak dengan pasien
hanya mencapai 66,7%
dan momen sebelum
tindakan asepsis dengan
persentase 73,4%

8. Radya Irshadi Tingkat Kepatuhan Jenis penelitian kepatuhan cuci tangan


Caesarino, Perawat Rumah observasional lima momen perawat
Hendro Sakit X di deskriptif dalam kategori rendah
Wahjono & Semarang dengan desain yaitu sebesar 37.7%
Endang Sri Terhadap cross-sectional. dimana penerapan lima
Lestari Pelaksanaan Cuci momen mencuci tangan
Tangan hanya pada momen
sebelum menyentuh
pasien dan setelah
menyentuh pasien

9. Nur Hidayah Kepatuhan Tenaga Jenis penelitian Hasil penelitian


& Nur Kesehatan deskriptif menunjukkan 62,5%
Fadhiliyah Terhadap observasional kepatuhan perawat
Ramadhani Implementasi Hand dengan desain dalam melakukan hand
Hygiene di Rumah cross sectional hygiene dengan
Sakit Umum persentase setiap
Daerah Haji Kota momen sebelum kontak
Makassar dengan pasien 56,3%,
sebelum tindakan
aseptik 75,0%, setelah
terpapar cairan tubuh
pasien 87,5%, setelah
kontak dengan pasien
41,7% dan setelah
kontak dengan
lingkungan sekitar
pasien 85,7%.

10. Wa Ode Dinda Hubungan Jenis penelitian Berdasarkan hasil


Agustin K, Kepatuhan Perawat ini adalah penelitian terdapat
Nurbaeti & dengan Penerapan penelitian 78,3% yang patuh dan
Alfina 5 Momen Mencuci kuantitatif 21,7% tidak patuh
Baharuddin Tangan di RSUD dengan desain dalam menerapkan 5
Kabupaten Buton studi cross momen mencuci tangan.
Tahun 2020 sectional study Dimana kepatuhan
perawat dalam mencuci
tangan pada momen
setelah bersentuhan
dengan cairan tubuh
pasien disebabkan
karena ketakutan
perawat akan tertular
penyakit pasien yang
berasal dari cairan tubuh
sedangkan pada momen
sebelum kontak dengan
pasien, sebelum
melakukan tindakan
aseptik, setelah kontak
dengan pasien, dan
setelah bersentuhan
dengan lingkungan
pasien masih
memerlukan kesadaran
perawat untuk patuh
mencuci tangan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pembahasan pada bab ini mengenai desain Penelitian, objek penelitian populasi dan sampel,
tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur
pengumpulan data, kerangka konsep dan definisi operasional.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan salah satu metode yang digunakan oleh seorang peneliti dalam
melaksanakan sebuah penelitian yang berfungsi untuk memberikan arahan terkait alur
penelitian dan strategi guna mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti untuk keperluan
pengujian hipotesis serta sebagai alat dalam mengontrol variabel yang mempengaruhi
penelitian (Sugiyono, 2014 dikutip Magdalena, 2021)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan


pendekatan cross sectional study. Dimana pada penelitian ini mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya setiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek penelitian diamati
pada saat yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepatuhan perawat
dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada
tahun ke 2 pandemi covid-19

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu susunan konstruksi logika yang dibuat dengan tujuan
menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Selain itu kerangka konsep juga digunakan
peneliti guna mencapai fokus yang lebih terarah dalam penyusunan hipotesis penelitian
(Pamungkas & Usman, 2017). Pada penyusunan kerangka konsep peneliti akan
menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang dapat diamati atau diukur melalui
variabel.

3.2.1 Variabel Independen


Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan antar variabel yang
tidak dapat diamati dan biasanya disebut dengan variabel bebas dan disimbolkan dengan
Huruf X (Pamungkas,2021). Pada penelitian ini variabel independennya adalah kepatuhan
perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan

3.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen yang
biasanya disebut dengan variabel terikat dan disimbolkan dengan huruf Y (Pamungkas,
2021). Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian infeksi nosokomial

Berdasarkan uraian teori diatas, maka kerangka konsep yang dapat digunakan dalam
penelitian ini dapat digambarkan dengan skema berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepatuhan Perawat Dalam Kejadian Infeksi


Menerapkan 5 Momen Nosokomial
Mencuci Tangan
3. Faktor Intrinsik :
1. Faktor Predisposisi : Usia, Jenis Kelamin,
Pengetahuan dan sikap waktu lama perawatan
dan paparan patogen
2. Faktor Pemungkin :
Fasilitas atau sarana dan 4. Faktor ekstrinsik :
prasarana petugas kesehatan,
alat-alat kesehatan,
3. Faktor Pendorong :
lingkungan, dan
Motivasi dan supervisi
pengunjung
kepala ruangan

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap khusus keperawatan kritis yaitu ruang ICU
dan IW RSUD Tarakan Jakarta yang beralamat di Jl. Kyai Caringin No. 7 RT.11/RW.4,
Cideng, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerha Khusus Ibukota Jakarta 10150
3.3.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada tanggal 14-20 Desember 2021

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi atau universe merupakan keseluruhan dari suatu objek yang akan diteliti oleh
peneliti berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Pamungkas & Usman,
2017). Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh perawat yng bertugas di Unit Rawat Inap
khusus keperawatan kritis yaitu ruang ICU dan IW RSUD Tarakan dengan besar populasi
adalah 56 perawat

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari suatu populasi yang dapat mewakili secara keseluruhan sifat dan
kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti (Pamungkas & Usman,2017). Sampel pada
penelitian ini adalah sebagian populasi perawat ruang rawat inap khusus keperawatan kritis
yaitu ruang ICU dan IW di RSUD Tarakan. Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian
ini, dtentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin merupakan rumus yang
digunakan jika populasi diketahui oleh peneliti, yaitu :

n=

Keterangan :

n : Jumlah sampel yang dicari

N : Jumlah Populasi

e : Margin eror yang ditoleransi (5% = 0,05)

Besar populasi yang diketahui 56 perawat maka besar sampel yang ditentukan adalah

n=

n :
n :

n :

n : 49

Maka sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dari populasi 56 perawat dengan
margin eror 5% adalah 52 perawat

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampling

Sampling merupakan proses pengambilan sampel atau proses seleksi sampel dari populasi
(Pamungkas & Usman, 2017). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel berdasarkan
pada kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Pamungkas & Usman, 2017). Dan pemilihan
sampel ini berdasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi yang ditentukan oleh peneliti sebagai
berikut :

Kriteria inklusi merupakan kriteria yang dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian
yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012 dikutip Magdalena 2021).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Perawat yang bersedia menjadi responden

b. Perawat yang sudah mendapatkan pelatihan cuci tangan

c. Perawat yang bekerja di ruang rawat inap ICU dan IW

Kriteria ekslusi merupakan kriteria yang dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili
sampel dikarenakan tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Misalnya terdapat
hambatan etis, terdapatnya penolakan untuk menjadi responden, atau suatu keadaan yang
tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Notoatmodjo, 2012 dikutip Magdalena,
2021). Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :

a. Perawat yang sedang cuti

b. Perawat yang sedang menjalankan tugas belajar

c. Perawat yang sedang sakit


3.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa,


menyelidiki suatu masalah atau mengumpulkan, mengeloh, menganalisis serta menyajikan
data secara sistematis dan objektif dengan tujuan untuk menguji hipotesis (Pamungkas &
Usman, 2017)

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan
observasi

a. Kuesioner

Metode pengumpulan data dengan kuesioner merupakan teknik pengumpulan yang


terbentuk sebagai kumpulan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden (Pamungkas & Usman, 2017). Kuesioner
dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri dan terdiri dari 3 bagian yaitu :

- Bagian pertama (Kuesioner A) terkait dengan karakteristik responden yaitu usia,


jenis kelamin, pendidikan, lama kerja dan pernah mengikuti pelatihan cuci tangan

- Bagian kedua (Kuesioner B) terkait pengetahuan responden mengenai 5 momen


mencuci tangan atau hand hygiene ( terdiri dari definisi, indikasi atau waktu
diterapkan 5 momen, faktor yang mempengaruhi kepatuhan 5 momen) dan
kejadian infeksi nosokomial terkait faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi
nosokomial. Pernyataan disediakan dalam bentuk lembar cheklist untuk skala
nominal menggunakan 2 alternatif yaitu “Benar” dan “Salah”. Dan untuk nilai
jawaban “Benar” adalah 1 dan nilai jawaban “Salah adalah 0 (nol)

- Bagian ketiga (Kuesioner C) terkait sikap responden dalam menerapkan 5 momen


mencuci tangan atau hand hygiene dan mencegah infeksi nosokomial yang diukur
dengan menggunakan skala likert dengan 5 alternatif yaitu “ SS (sangat setuju), S
(setuju), KS (kurang setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju)”. Untuk
nilai jawaban SS adalah 5, Sadalah 4, KS adalah 3, TS adalah 2 serta STS adalah
1

- Bagian keempat (Kuesioner D) terkait motivasi responden dalam menerapkan 5


momen mencuci tangan atau hand hygiene. Pernyataan disediakan dalam bentuk
lembar cheklist untuk skala nominal menggunakan 2 alternatif yaitu “Benar” dan
“Salah”. Dan untuk nilai jawaban “Benar” adalah 1 dan nilai jawaban “Salah
adalah 0 (nol)

Dan dikarenakan kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti, maka perlu dilakukannya uji
coba terlebih dahulu untuk menentukan validitas dan realibitas instrumen. Dimana uji
coba instrumen penelitian akan dilakukan pada 30 responden di rumah sakit Siloam
Karawaci

- Uji validitas

Uji validitas merupakan salah satu alat uji untuk mengukur sah atau valid tidaknya
pengukuran yang dilakukan oleh peneliti, dimana uji validitas berguna untuk
mencegah adanya variabel perancu yang dapat menyebabkan terjadinya bias
dalam penelitian (Pamungkas & Usman, 2017). Pengujian validitas tiap butir
kuisioner pada program SPSS dengan menggunakan teknik korelasi product
moment antara skor tiap butir kuisioner dengan skor total (jumlah tiap skor
kuisioner). Instrumen dikatakan valid apabila nilai korelasi (pearson correlation)
adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] < taraf signifikan (α)
0,05. Untuk uji validitas dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

rxy =

Keterangan :

Rxy : koefisien korelasi Y : skor total

X : skor item N : subyek

- Uji reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan hasil pengukuran yang konsisten pada waktu dengan
hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap
gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama namun hasilnya
tetap sama atau tidak berubah (Pamungkas & Usman, 2017). Metode yang
digunakan untuk mengukur reliabilitas kuisioner adalah dengan metode
Cronbach’s Alpha, dimana kuisioner katakan reliabel, jika nilai Cronbach’s Alpha
lebih besar dari r. Uji reabilitas dilakukan pada kuesioner kepatuhan perawat
dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan atau hand hygiene dan kejadian
infeksi nosokomial

b. Observasi

Metode pengumpulan data dengan observasi merupakan teknik pengumpulan data


secara langsung dalam melakukan penyelidikan terhadap fenomena yang terjadi
(Pamungkas & Usman, 2017)

Lembar observasi pada penelitian ini berupa pilihan (chek list) yang tertuang dalam
point pernyataan untuk mengukur tingkat kepatuhan perawat dalam menerapkan 5
momen mencuci tangan, ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana dalam
menerapkan 5 momen mencuci tangan serta supervisi di RSUD Tarakan dan terdiri
dari 5 butir pernyataan terkait tingkat kepatuhan, 8 butir pertanyaan terkait fasilitas
atau sarana dan prasarana serta 5 butir pernyataan terkait supervisi. Pada pengukuran
penerapan 5 momen mencuci tangan untuk jawaban ya diberi skor satu (1) dan
jawaban tidak diberi skor nol (0). Peneliti dalam mengumpulkan data mengatakan
secara terus terang kepada responden bahwa sedang melakukan penelitian dengan
memberikan inform-consent pada sampel yang akan diteliti dan observasi dalam
penelitian ini dilakukan selama seminggu.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Prosedur administrasi

1. Peneliti melakukan pengajuan permohonan kepada kepala Program Studi


keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul untuk
pembuatan surat izin melakukan penelitian studi pendahuluan yang ditujukan
kepada RSUD Tarakan

2. Setelah mendapatkan surat izin penelitian pendahuluan, peneliti memberikan surat


tersebut dan proposal studi pendahuluan penelitian pada bagian umum RSUD
Tarakan dan dilanjutkan oposisi ke bagian pendidikan dan latihan RSUD Tarakan

3. Peneliti kemudian mendapat panggilan untuk menjelaskan maksud dan tujuan


penelitian yang akan dilakukan, serta melakukan studi pendahuluan berupa
pengumpulan data mengenai jumlah perawat yang bertugas di RSUD Tarakan dari
bulan Desember 2021

b. Prosedur teknis

1. Peneliti melakukan pemilihan responden, kemudian peneliti akan


memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan mengenai maksud, tujuan
prosedur dan waktu yang akan dilaksanakan

2. Setelah memperkenalkan dan memberikan penjelasan, peneliti selanjutnya


meminta persetujuan responden untuk menandatangani surat persetujuan untuk
bersedia menjadi responden dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian

3. Peneliti menginstruksikan responden untuk mengisi kuesioner terkait kepatuhan


perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan dan kejadian infeksi
nosokomial.

4. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden atas partisipasinya dalam


penelitian

5. Setelah peneliti mendapatkan data terkait kepatuhan perawat dalam menerapkan 5


momen terhadap kejadian infeksi nosokomial, peneliti akan melakukan
pengolahan data menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions)

6. Kemudian peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan analisa univariat


dan bivariat dengan uji chi-square test

7. Setelah peneliti menganalisa data, selanjutnya peneliti menarik kesimpulan dan


penyajian hasil penelitian

3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan sebuah proses secara sistematis yang dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh informasi data yang diinginkan dengan menggunakan rumus tertentu. Dan
terdapat beberapa tahap dalam pengolahan data, yaitu :

a. Pemeriksaan data (Editing)

Pada tahap pertama peneliti melakukan pemeriksaan data pada data yang telah
diperoleh dengan cara memeriksa dan mengecek kembali lembar observasi
karakteristik responden. Pengecekan satu per satu lembar observasi dilakukan dengan
tujuan agar mengetahui kelengkapan dan kebenaran data. Dimana jika terdapat lembar
observasi karakteristik responden yang kurang lengkap maka akan lembar tersebut
akan dikecualikan

b. Pemberian kode (Coding)

Peneliti melakukan pemberian kode pada data yang didapatkan setelah semua data
diedit atau disunting. Kemudian peneliti mengklasifikasikan kedalam kategori yang
telah ditentukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
masing jawaban

c. Skoring

Skoring merupakan pemberian nama pada masing-masing jawaban yang dipilih


responden sesuai kriteria instrumen yang ditentukan. Pada tahap ini peneliti
memasukkan data dalam bentuk tabel sesuai dengan kategori masing-masing

d. Pengolahan data (Processing)

Peneliti melakukan processing data agar data dapat dianalisa. Dimana pada tahap ini
jawaban- jawaban responden yang telah diberikan kode berupa angka dimasukkan
kedalam software komputer berupa program statistik pengolah data yaitu SPSS
(Statistical Product and Service Solutions)

e. Pembersihan data (Cleaning)

Cleaning adalah salah satu teknik pembersihan data dengan berdasarkan pada variabel
apakah data yang masuk telah benar atau belum. Data yang telah dimasukkan
diperiksa kembali dari kemungkinan data yang belum entry

3.9 Teknik Analisis Data

Analisa data dalam suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui makna yang terdapat
pada hasil olahan data. Dimana setelah dilakukan analisa, akan dilakukannya interpretasi
data untuk mencari makna dari hasil penelitian dengan cara menjelaskan hasil penelitian
dan melakukan generalisasi dari data penelitian yang diperoleh. Dan teknik analisa data
terbagi menjadi 2 metode yaitu :

a. Analisa univariat
Analisa univariat digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi, frekuensi, dan persentase. Tujuan dilakukannya analisa univariat adalah
agar mendapatkan gambaran statistik deskriptif setiap variabel dependen serta
variabel karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama kerja, pernah mengikuti pelatihan cuci tangan dan pengetahuan
terkait mencuci tangan atau hand hygiene. Sedangkan pada variabel infeksi
nosokomomial dilakukan analisa univariat agar mendapatkan gambaran statistik
deskriptif mengenai faktor resiko yang mempengaruhi kejadian infeksi. Adapun
rumus yang digunakan yaitu :

P= x 100 %

Keterangan :

P : Presentase

X : Jumlah kejadian pada responden

N : jumlah keseluruhan responden

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat merupakan metode analisa yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2010 dikutip Syamsulastri,
2017). Jenis data pada variabel analisis bivariat diperoleh dari variabel dependen
dan independen dalam jenis kategorik sehingga dilakukan analisis data
menggunakan uji chi-square. Analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen
mencuci tangan terhadap kejadian infeksi nosokomial. Proses pengujian
menggunakan chi-square yaitu membandingkan frekuensi yang terjadi ataupun
observasi dengan nilai frekuensi harapan atau ekspektasi. Analisa bivariat pada
penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap, motivasi, fasilitas atau sarana dan
prasarana serta supervisi kepala ruangan.

Interpretasi hasil uji chi-square dengan membandingkan nilai p-value (observasi)


dengan nilai α (ekspektasi) yang berada pada tingkat kepercayaan CI (confidence
interval) 95% atau taraf signifikansi α = 0,05. Keputusan uji statistik ditetapkan
setelah membandingkan nilai p-value) dengan nilai alpha, dimana bila p ≤ α (0,05)
berarti Ho ditolak/ Ha diterima, dan bila p > α (0,05) berarti Ho diterima/Ha
ditolak. Perbandingan tersebut diinterpretasikan menjadi :

a. Jika nilai p-value ≤ α, maka dikatakan Ha diterima. Penarikan kesimpulan


yaitu terdapat pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen
mencuci tangan atau hand hygiene dengan kejadian infeksi nosokomial

b. Jika nilai p-value > α, maka dikatakan Ha ditolak. Penarikan kesimpulan yaitu
tidak terdapat pengaruh kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen
mencuci tangan atau hand hygiene dengan kejadian infeksi nosokomial

Adapun rumus Chi-square adalah : X ² =

Keterangan :

X² : nilai Chi-square

O : frekuensi observasi, yaitu frekuensi yang diperoleh berdasarkan hasil


observasi/pengamatan

E : frekuensi harapan, yaitu frekuensi yang diperoleh berdasarkan perhitungan


frekuensi luas tiap bidang dikalikan (jumlah sampel)

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian atau ethical clearance secara umum dikenal sebagai ijin etika dalam
penelitian. Kemudian didefinisikan sebagai suatu pernyataan bahwa rencana kegiatan
penelitian yang tergambar dalam protokol atau panduan tersebut telah dilakukannya
kajian dan telaah sehingga telah memenuhi kaidah etik dan tidak membahayakan sampel
dan layak dilaksanakan (Pamungkas, 2018). Etika penelitian menurut Pamungkas (2018)
terdapat 7 prinsip, yaitu :

a. Tidak membahayakan atau mengganggu kenyamanan (the right to freedom from harm
and discomfort)
Pada penelitian yang melibatkan manusia sebagai objek atau sampel penelitian,
peneliti diwajibkan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang mampu membahayakan
sampel atau objek penelitian

b. Berbuat baik dan tidak merugikan (Beneficence and non-maleficence)

Prinsip berbuat baik dan tidak merugikan disangkutpautkan dengan kewajiban peneliti
membantu objek atau sampel untuk mengupayakan manfaat secara maksimal dengan
kerugian minimal. Dimana tujuan utama prinsip ini agar objek atau sampel tidak
diberlakukan sebagai sarana dan memberikan perlindungan terhadap tindakan
penyalahgunaan

c. Keadilan (justice)

Peneliti dalam melakukan penelitian berkewajiban untuk memperlakukan objek atau


sampel penelitian sebagai pribadi otonom yang sama dengan moral secara benar dan
layak dalam memperoleh haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyangkut keadilan
yang merata (distributive justice) yang mempersyaratkan pembagian seimbang
(equitable), dalam hal beban dan manfaat yang diperoleh subjek dari keikutsertaan
dalam penelitian.

d. Hak perlindungan dari eksploitasi

Peneliti dalam melakukan penelitian dan melibatkan objek atau sampel tidak
seharusnya mengekspos rahasia sampel atau objek yang dapat merugikan

e. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect of human dignity)

Peneliti dalam melakukan penelitian menjadikan prinsip ini sebagai bentuk


penghormatan terhadap harkat martabat manusia sebagai pribadi (personal) yang
memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan sekaligus bertanggung jawab
secara pribadi terhadap keputusannya sendiri

f. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (reconnect for privacy and
confidentiality)

Dalam melakukan penelitian, peneliti setelah mendapatkan data dari objek atau
sampel peneliti tidak diperbolehkan untuk menampilkan semua informasi mengenai
identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun
untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek.
g. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam melakukan penelitian yaitu bahwa
penelitian yang dilakukan secara jujur, hati-hati dan profesional dimana menekan
sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata
atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas sampel atau objek

3.11 Definisi Operasional

Definisi operasional digunakan untuk mendefinisikan secara operasional berdasarkan


karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat8 terhadap suatu fenomena. Definisi operasional berfungsi
untuk mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang
bersangkutan serta pengambilan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo, 2012 dikutip
Magdalena 2021)

Definisi operasional pada penelitian ini yang dilakukan terdiri dari dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini
adalah kepatuhan perawat dalam menerapkan 5 momen mencuci tangan dan variabel
dependen pada penelitian ini adalah kejadian infeksi nosokomial.

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definis Operasional Alat Skala Hasil Ukur


Ukur
1. Karakteristik Gambaran data statistik Kuesione Interval Tahun
Responden tentang populasi penelitian. r
Seperti : Ordinal
1=D3, 2=S1,
a. Usia. Merupakan
kurun waktu sejak 3=Profesi
adanya responden Nominal 1= laki-laki,
yang diukur dengan
satuan waktu dari 2=perempuan
segi kronologis 0= tidak
b. Pendidikan.
Merupakan proses 1= ya
pembelajaran
responden mulai dari
SD, SMP, SMA,
Perguruan Tinggi
dan lainnya
c. Jenis kelamin.
Merupakan
perbedaan antara
perempuan dan laki-
laki secara biologis
d. Lama kerja.
Merupakan jangka
waktu atau lamanya
seseorang bekerja
pada suatu instansi
e. Pernah mengikuti
pelatihan cuci
tangan. Merupakan
pengalaman perawat
mengikuti seminar
pelatihan cuci tangan
2. Kepatuhan Merupakan tindakan secara Lembar Nominal 0= tidak, 1=
Perawat Dalam observasi
nyata yang dilakukan oleh ya
Menerapkan 5 & Ordinal
Momen perawat dalam menerapkan Kuesione SS= 5,S= 4,
Mencuci 5 momen mencuci tangan r KS = 3, TS =
Tangan
a. Pengetahuan. 2, STS = 1
Merupakan
pemahaman
responden (perawat)
terkait menerapkan 5
momen mencuci
tangan
b. Sikap. Merupakan
perilaku perawat
dalam menerapkan 5
momen mencuci
tangan
c. Fasilitas atau sarana
dan prasarana.
Merupakan alat yang
digunakan dalam
menerapkan 5
momen mencuci
tangan
d. Motivasi. Merupakan
dorongan dalam diri
perawat untuk
menerapkan 5
momen mencuci
tangan
e. Supervisi.
Merupakan penilaian
dan pengawasan
yang dilakukan karu
dan katim pada
perawat dalam
menerapkan 5
momen mencuci
tangan
3. Kejadian Infeksi Merupakan proses terjadinya Kuesione Nominal 0 = tidak
Nosokomial r
infeksi noskomial pada terjadi infeksi
fasilitas pelayanan kesehatan 1 = terjadi
akibat ketidakpatuhan infeksi
perawat
a. Faktor intrinsik.
Merupakan faktor
resiko yang berasal
dari dalam atau diri
individu untuk
mempengaruhi
kejadian infeksi.
Seperti Usia, Jenis
kelamin, Waktu lama
perawatan dan
paparan patogen
b. Faktor ekstrinsik.
Merupakan faktor
resiko yang berasal
dari luar individu
yang mempengaruhi
kejadian infeksi
nosokomial. Seperti
petugas kesehatan,
alat kesehatan,
lingkungan dan
pengunjung
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 27/Menkes/III/2017


tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Kesehatan.

Marfu’ah, S., & Sofiana, L. (2018). Analisis Tingkat Kepatuhan Hand Hygine Perawat dalam
Pencegahan Infeksi Nosokomial. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat, 12 (1), 1978-
0575

Global Handwashing Patnership.Fact sheet : Hand Hygiene in Healthcare Facilities (internet).


August 2017. Available from :
https://globalhandwashing.org/wp-content/uploads/2017/08/GHP-Hygiene-inHCFs-
Fact-Sheet-Aug2017.pdf

Irdan. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Nosokomial (INOS) oleh
Perawat di Irna Bedah Rsud Kayuagung Kabupaten OKI Tahun 2017. STIKES Bakti
Husada Tasikmalaya

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien. Kemen, 14(7), 450.
https://doi.org/10.1177/0309133309346882
Zakaria, A. A., & Sofiana, L. (2018). Correlation between nurse knowledge and attitude with
hand hygiene compliance. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, 9(2), 74–81.
https://doi.org/10.20885/jkki.vol9.iss2.art3

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riskesdas. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, 1–384. https://doi.org/ 24 Agustus 2021

D. A., Nurbaeti, & Baharuddin, A. (2021). Hubungan Kepatuhan Perawat dengan Penarapan
Five Moment Cuci Tangan Di RSUD Kabupaten Buton Tahun 2020. Window of
Public Health Journal, 1(4), 394-403. https://doi.org/10.33096/woph.v1i4.25

Huang, L. H., Chen, C. M., Chen, S. F., & Wang, H. H. (2020). Roles of nurses and National
Nurses Associations in combating COVID-19: Taiwan experience. International
Nursing Review, 67(3), 318–322. https://doi.org/10.1111/inr.12609

Suara, M., & Isnaeni. (2020) . Implementasi Pengetahuan Perawat Tentang Cuci Tangan
Terhadap Infeksi Nosokomial Pada Masa Pandemi Covid-19 di RSID Kabupaten
Bekasi. STIKES Abdi Nusantara. Jakarta

Octaviani, E., & Fauzi R. (2020). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Mencuci Tangan pada Tenaga Kesehatan di RS Hermina Galaxi Bekasi. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. Vol. 16, No. 1, Januari 2020.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Caesarino RI, Wahjono H, Lestari ES. Tingkat Kepatuhan Perawat Rumah Sakit X Di
Semarang Terhadap Pelaksanaan Cuci Tangan. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokteran
Diponegoro). 2019;8(2):852–9

Hidayah, N., & Ramadhani, N. F. (2019). Kepatuhan Tenaga Kesehatan Terhadap


Implementasi Hand Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar.
Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo, 5(2), 182.
https://doi.org/10.29241/jmk.v5i2.236

Syamsulastri. (2017). Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam


Melakukan Hand Hygine

Santri, dkk. (2017). Perbedaan Angka Kuman di Telapak Tangan Perawat Menurut Tingkat
Pengetahuan dan Kepatuhan dalam Pelaksanaan Cuci Tangan di Rumah Sakit Swasta.
BKM Journal of Community Medicine and Public Health
Riani & Syafriani. (2019). Hubungan Antara Motivasi dengan Kepatuhan Perawat
Melaksanakan Handhygine Sebagai Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit AH Tahun 2019. Journal Ners, Vol 3 Nomor 2 Hal
49-59

Suhartini, E. (2017). Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Perawat dalam Hand Hygine Five
Moment di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Sleman. STIKES Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta

Yotlely, S, A. (2019). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam
Penerapan Kewaspadaan Standar di RSUD Piru

Hamzah, R, Z. (2018). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat


Pelaksana Dalam Melaksanakan Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta Kota Makassar Tahun 2017

Arifianto. (2017). Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan Sasaran Keselamatan Pasien Pada
Pengurangan Resiko Infeksi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Rs Roemani
Muhammadiyah Semarang. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro

Putri, R, H. (2018). Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawt Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun 2018. STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun

Pamungkas, A,R., & Usman, M, A. (2017). Metodelogi Riset Keperawatan. Book 1. Trans
Info Media. Jakarta Timur

Pamungkas, A, R. (2018). Modul Riset Keperawatan Tentang Kerangka Konsep & Variabel
Penelitian. Program Studi Keperawatan. Universitas Esa Unggul. Jakarta

Pamungkas, A, R. (2018). Modul Riset Keperawatan Tentang Etika Penelitian. Program Studi
Keperawatan. Universitas Esa Unggul. Jakarta

Magdalena, M. (2021). Keterampilan Perawat Dalam Pemasangan Infus Dengan Kejadian


Plebitis Di Ruang Rawat Inap RSRT Jakarta. Skripsi. Prodi Keperawatan. Universitas
Esa Unggul. Jakarta

Rofiani, R. (2018). Hubungan Antara Motivasi Dengan Kepatuhan Perawat Melakukan Hand
Hygiene Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Universitas Islam Sultan
Agung. Semarang
Lampiran 1.

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Bapak/Ibu calon responden RSUD Tarakan

Di Tempat

Dengan Hormat,

Berhubungan dengan penyusunan skripsi sebagai salah satu tugas akhir, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :

Nama : Umiyarthi Taslim Nobisa

Institusi : Universitas Esa Unggul

Fakultas/ Jurusan : Ilmu – Ilmu Kesehatan / Ilmu Keperawatan

Judul Penelitian : Pengaruh Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan 5 Momen Mencuci


Tangan Terhadap Kejadian Infeksi Nosokomial Pada Tahun Ke 2
Pandemi Covid-19

Bermaksud mengadakan kegiatan penelitian, Maka saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/


Saudara/i untuk menjadi responden penelitian yang akan saya lakukan. Selama kegiatan
penelitian tidak akan menimbulkan akibat yang dapat merugikan Bapak/Ibu/Saudara/i
sebagai responden. Semua informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian. Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i menyetujui, maka saya
mohon kesediaanya untuk menandatangani lembar persetujuan keikut sertaan dalam
penelitian.
Demikian permohonan dari saya, atas bantuan dan peran Bapak/Ibu/Saudara/i, saya ucapkan
terima kasih

Jakarta, 03 Desember 2021

Umiyarthi Taslim N
NIM.20180303054
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama (Inisial) :

Institusi :

Setelah mendapatkan penjelasan yang disampaikan oleh peneliti serta menyadari manfaat dari
penelitian tersebut dengan judul :

“Pengaruh Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan 5 Momen Mencuci Tangan


Terhadap Kejadian Infeksi Nosokomial Pada Tahun Ke 2 Pandemi Covid-19”

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam kegiatan penelitian
ini. Apabila responden merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan
persetujuan ini serta berhak mengundurkan diri

Jakarta,..................2021

Responden,

(....................................)
Lampiran. 3

KUESIONER PENELITIAN

KEPATUHAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN 5 MOMEN MENCUCI TANGAN


atau HAND HYGIENE DI RSUD TARAKAN

Petunjuk Pengisian :

Berilah jawaban pada pernyataan berikut sesuai keadaan diri anda. Dengan cara memberi
tanda ☑ pada kolom yang tersedia

Keterangan : SS : Sangat setuju

S : Setuju

KS : Kurang setuju

TS : Tidak setuju

STS : Sangat tidak setuju

No. Kuesioner :....................................(* diisi petugas)

Tanggal diisi :.................................... Shift :................... Pukul:........................

A. Karakteristik Responden

Usia ☐ 20-30 tahun ☐ 41-50 tahun

☐ 31-40 tahun ☐ >50 tahun


Jenis kelamin ☐ Perempuan

☐ Laki-laki

Pendidikan Terakhir ☐ D3 ☐ Master (S2)

☐ S1 keperawatan ☐
Lainnya,sebutkan..............

☐ Ners (S1 profesi)

Lama kerja ☐ ≤ 2 tahun

☐ > 2 tahun

Pernah mengikuti pelatihan cuci ☐ Ya


tangan
☐ Tidak

B. Pengetahuan

PERNYATAAN JAWABAN

Benar Salah

1. Mencuci tangan atau hand hygiene


dirumah sakit merupakan suatu upaya
untuk mencuci tangan dengan
menggunakan air mengalir, sabun dan
handrub

2. Tujuan menerapkan 5 momen mencuci


tangan merupakan langkah untuk
mencegah perpindahan
mikroorganisme dan kuman dari tangan

3. Menerapkan 5 momen mencuci tangan


dapat mengurangi kuman yang terdapat
pada tangan
4. Indikasi dalam menerapkan cuci tangan
atau hand hygiene terdiri dari 5 momen

5. Salah satu momen dalam menerapkan 5


momen mencuci tangan atau hand
hygiene adalah sebelum kontak dengan
pasien

6. Momen ketiga dalam mencuci tangan


atau hand hygiene adalah setelah
terpapar cairan tubuh atau darah pasien

7. Setelah kontak dengan lingkungan


sekitar pasien harus melakukan cuci
tangan atau hand hygiene

8. Sebelum menyentuh pasien dan alat-


alat kesehatan tidak perlu mencuci
tangan

9. Ketersediaan fasilitas seperti sarana


dan prasarana merupakan faktor
pendukung dalam menerapkan 5
momen mencuci tana hand hygiene

10. Beban kerja yang terlalu berat


merupakan salah satu faktor
penghambat dalam menerapkan 5
momen hand hygiene

C. Sikap

PERNYATAAN JAWABAN

SS S KS TS STS

1. Setelah melakukan cuci tangan atau


hand hygiene, perlu mengeringkan
tangan menggunakan tisu atau
handuk sekali pakai

2. Agar pemberian asuhan keperawatan


secara maksimal tidak perlu
menerapkan 5 momen mencuci
tangan atau hand hygiene

3. Sebelum kontak dengan pasien tidak


perlu melakukan cuci tangan atau
hand hygiene

4. Setelah terpapar cairan tubuh pasien


sangat perlu melakukan cuci tangan
atau hand hygiene

5. Setelah kontak dengan lingkungan


pasien perlu melakukan cuci tangan
atau hand hygiene

6. Kesibukan yang tinggi dapat


menjadi alasan untuk tidak
menerapkan 5 momen mencuci
tangan atau hand hygiene

7. Banyaknya pasien dirumah sakit


dapat menjadi alasan untuk tidak
melakukan cuci tangan atau hand
hygiene

8. Jika menggunakan sarung tangan


atau handscoon tidak perlu
menerapkan 5 momen mencuci
tangan atau hand hygiene

9. Setelah melakukan cuci tangan atau


hand hygiene tidak perlu
menggunakan lap bersih dan kering
10. Menerapkan 5 momen ketika
melakukan cuci tangan atau hand
hygiene tidak penting

D. Motivasi

PERNYATAAN JAWABAN

YA TIDAK

1. Saya sudah memahami terkait prosedur


mencuci tangan tanpa perlu adanya poster

2. Tidak terdapat poster tentang mencuci


tangan membuat saya sering lupa
menerapkan 5 momen

3. Mampu mematuhi hand hygiene sesuai


standar merupakan pencapaian rencana
pekerjaan secara profesional

4. Tidak tersedianya fasilitas wastafel, air


mengalir dan sabun membuat saya jarang
menerapkan 5 momen mencuci tangan

5. Mematuhi hand hygiene sesuai standar


adalah membuang waktu dan dapat
menghambat saya dalam memberikan
tindakan pada pasien
Lampiran.4

KUESIONER PENELITIAN

KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSUD TARAKAN

Petunjuk Pengisian :

Berilah jawaban pada pernyataan berikut sesuai keadaan diri anda. Dengan cara memberi
tanda ☑ pada kolom yang tersedia

Keterangan : SS : Sangat setuju

S : Setuju

KS : Kurang setuju

TS : Tidak setuju

STS : Sangat tidak setuju

No. Kuesioner :....................................(* diisi petugas)

Tanggal diisi :.................................... Shift :................... Pukul:.........2610...............

A. Karakteristik Responden

Usia ☐ 20-30 tahun ☐ 41-50 tahun

☐ 31-40 tahun ☐ >50 tahun

Jenis kelamin ☐ Perempuan

☐ Laki-laki

Pendidikan Terakhir ☐ D3 ☐ Master (S2)

☐ S1 keperawatan ☐ Lain-lain,
sebutkan..............

☐ Ners (S1 profesi)

Lama kerja ☐ ≤ 2 tahun

☐ > 2 tahun

PERNYATAAN JAWABAN

Benar Salah

1. Infeksi nosokomial merupakan infeksi


yang didapatkan pasien selama
mendapatkan perawatan dirumah sakit
dalam kurun waktu 48-72 jam

2. Infeksi nosokomial selain dapat


menyerang pasien dapat menyerang
petugas kesehatan seperti perawat

3. Sumber atau wadah penyebab infeksi


nosokomial dapat ditemukan pada alat
medis maupun binatang

4. Keberadaan pengunjung atau keluarga


merupakan sumber penularan secara
langsung

5. Faktor penyebab kejadian infeksi


nosokomial salah satunya adalah usia

6. Mencegah resiko tingginya angka


kejadian infeksi noskomial salah satunya
dengan melakukan cuci tangan

7. Ketidakpatuhan perawat dalam


menerapkan 5 momen mencuci tangan
dapat meningkatkan kejadian infeksi
nosokomial

8. Semakin lama perawatan, akan


meningkatkan resiko terkena infeksi
nosokomial

9. Pasien dengan infeksi dapat dirawat


bersama dengan pasien non infeksi

10. Pasien merupakan unsur pertama yang


dapat menyebarkan infeksi nosokomial
kepada pasien lain, petugas kesehatan,
pengunjung dan lingkungan
Lampiran. 5

LEMBAR OBSERVASI

KEPATUHAN PERAWAT 5 MOMEN MENCUCI TANGAN atau HAND


HYGIENE

DI RSUD TARAKAN

A. Tingkat Kepatuhan 5 momen mencuci tangan atau hand hygiene

PERNYATAAN OBSERVASI

YA TIDAK

1. Perawat melakukan cuci tangan atau hand hygiene


sebelum kontak dengan pasien

2. Perawat melakukan cuci tangan atau hand hygiene


sebelum melakukan tindakan

3. Perawat melakukan cuci tangan atau hand hygiene


setelah terpapar cairan tubuh atau darah pasien

4. Perawat melakukan cuci tangan atau hand hygiene


setelah kontak dengan pasien

5. Perawat melakukan cuci tangan atau hand hygiene


setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

B. Supervisi Kepala Ruangan

PERNYATAAN JAWABAN

YA TIDAK

1. Kepala ruangan atau ketua tim secara rutin


melakukan pengawasan terhadap perawat
dalam pelaksanaan cuci tangan

2. Kepala ruangan atau ketua tim


mensosialisasikan standar pelaksanaan cuci
tangan

3. Kepala ruangan atau ketua tim memberikan


teguran kepada perawat rawat inap yang
tidak menerapkan 5 momen mencuci tangan

4. Kepala ruangan atau ketua tim secara rutin


memberikan informasi terbaru terkait
mencuci tangan dengan menerapkan 5
momen

5. Kepala ruangan atau ketua tim memberi


sanksi pada perawat rawat inap yang tidak
melakukan hand hygiene sesuai standar
Lampiran. 6

LEMBAR OBSERVASI

Fasilitas Sarana dan Prasarana 5 Momen Mencuci Tangan atau Hand Hygiene di Ruang ICU
RSUD Tarakan

PERNYATAAN OBSERVASI

YA TIDAK

1. Wastafel dan air mengalir

2. Tisu atau handuk sekali pakai

3. Sabun cuci tangan antiseptik dalam bentuk cair

4. Alkohol handrub

5. Tempat sampah untuk tisu

6. Tempat cuci tangan yang terjangkau

7. Poster cuci tangan

8. Leaflet bergambar tentang proses cuci tangan yang baik dan


benar
Lampiran. 7

LEMBAR OBSERVASI

Fasilitas Sarana dan Prasarana 5 Momen Mencuci Tangan atau Hand Hygiene di Ruang IW
RSUD Tarakan

PERNYATAAN OBSERVASI

YA TIDAK

1. Wastafel dan air mengalir

2. Tisu atau handuk sekali pakai

3. Sabun cuci tangan antiseptik dalam bentuk cair

4. Alkohol handrub

5. Tempat sampah untuk tisu

6. Tempat cuci tangan yang terjangkau

7. Poster cuci tangan

8. Leaflet bergambar tentang proses cuci tangan yang baik dan


benar

Anda mungkin juga menyukai