Anda di halaman 1dari 35

STUDI KASUS

ANALISIS PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

DWI ARIS KURNIAWAN


NIM. 222210

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang
dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Pelayanan kesehatan di rumah sakit
dapat berupa kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat
darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. (Mu’ah, 2014).
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan jasa, jasa berbeda dengan barang. Pelayanan tidak
lagi hanya berfokus pada kepuasan pasien tetapi lebih penting adalah keselamatan pasien
(Patient Safety). Harapan pelayanan profesional yang bermutu tinggi yang berfokus pada
keselamatan (safety) dan kepuasan pasien dapat terlaksana. Rumah sakit merupakan
organisasi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien yang
diakibatkan oleh kesalahan mansuia.Ada beberapa insiden dirumah sakit yang terkadang
tidak diperhatikan, salah satu insidennya yaitu pasien jatuh pada saat dirawat inap di
rumah sakit (Oktaviani, 2015) dalam (Sulastri, dkk. 2020). tar Belakang Rumah sakit
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu rumah sakit dituntut memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien yang menjamin patient safety
sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Salah satu indikator patient safety adalah
pengurangan resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (WHO, 2012).
Perawat adalah profesi yang dalam asuhan dan pelayanannya berada paling lama
dan paling dekat dengan pasien. Berada di sisi klien membuat perawat lebih mengerti
tentang apa yang dirasakan dan dibutuhkan klien terkait kesejahteraan kesehatannya.
Tuntutan profesi dan juga naluri seorang perawat yang harus berada di dekat klien
membuat perawat rentan menginfeksi dan juga terinfeksi. Hal ini tentu harus diperhatikan
secara khusus oleh pihak terkait yang terlibat dalam pemberian tindakan medis tidak
hanya di rumah sakit tetapi di setiap fasilitas kesehatan. Satu-satunya upaya yang dapat
dilakukan agar tidak menginfeksi dan terinfeksi adalah dengan cara memutus rantai
infeksi tersebut. Apabila rantai ini terus berlanjut maka tidak hanya keselamatan perawat
yang terancam, tetapi juga seluruh tenaga kesehatan, pasien, keluarga, atau orang lain
yang memiliki kontak dengan perawat. (Oktaviany, Ria. 2020). Perawat selain dalam
memberikan asuhan pelayanan keperawatan, perawat juga dapat berperan untuk memutus
rantai infeksi baik di rumah sakit, puskesmas ataupun tempat perkerjaan lainnya. Perawat
mencegah terjadinya infeksi dengan cara memutuskan rantai penularan infeksi (Craven &
Hirnle, 2007).
Infeksi nosokomial atau HealthcareAssociated Infections (HAIs) adalah infeksi
yang terjadi di rumah sakit dan menyerang pasien yang sedang dalam proses perawatan,
yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk rumah sakit.
Rumah sakit merupakan tempat untuk mencari kesembuhan namun juga merupakan
sumber infeksi. Rumah sakit memiliki risiko tinggi menjadi tempat penyebaran infeksi
karena populasi mikroorganisme yang tinggi. Mikroorganisme ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan rumah sakit seperti lantai, air, udara, perabotan rumah sakit,
peralatan non medis bahkan pada makanan dan peralatan medis (Caroline, Waworuntu, &
Buntuan, 2016).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat
HAIS adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan
terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2017).
Prevalensi HAIs di rumah sakit dunia mencapai 9% atau kurang lebih 1,40 juta
pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia terkena infeksi nosokomial. Penelitian
yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,70% dari 55 rumah sakit di 14
negara yang berada di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik menunjukkan
adanya HAIs. Prevalensi HAIs paling banyak di Mediterania Timur dan Asia Tenggara
yaitu sebesar 11,80% dan 10% sedangkan di Eropa dan Pasifik Barat masingmasing
sebesar 7,70% dan 9% (Kurniawati, Satyabakti, & Arbianti, 2015). Penelitian yang
dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,80%
pasien rawat inap mendapatkan infeksi nosokomial (HAIs). HAIs yang paling sering
terjadi adalah infeksi daerah operasi (IDO), infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran
napas bawah, dan infeksi aliran darah primer (IADP) (Achmad, 2017).
Kejadian Infeksi Nosokomial sebenarnya dapat dicegah bila pelayanan kesehatan
secara konsisten melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan
kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi disaat menerima pelayanan
kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan (Permenkes No 27, 2017).
Menurut Darmadi (2008), sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari
pengunjung, petugas rumah sakit, pasien atau lingkungan rumah sakit. Dalam hal
menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah
Padangsidimpuan, rumah sakit telah menetapkan berbagai kebijakan terkait dengan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, yaitu dengan menerapkan jam berkunjung dan
membatasi jumlah pengunjung.
Menurut Nursalam (2012), upaya dalam mencegah infeksi nosokomial yaitu
dengan cara Universal Precaution. Unsur Universal Precaution meliputi mencuci tangan,
alat pelindung diri yang sesuai, pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk
membuang jarum suntik, bekas botol ampul, dan sebagainya). Penerapan Universal
Precaution tidak terlepas dari peran masingmasing pihak yang terlibat yaitu pimpinan
rumah sakit beserta staf administrasi, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya, serta
para pengguna jasa rumah sakit, seperti pasien lain dan pengunjung. Perawat memiliki
peran yang sangat penting dalam pencegahan infeksi nosokomial karena perawat
merupakan petugas yang kontak paling lama dengan pasien bahkan sampai 24 jam penuh.
Perawat juga dapat mengambil peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi
kejadian infeksi nosokomial (Nursalam, 2012). Menurut WHO (2002), perawat
diharapkan memiliki peran dalam pencegahan infeski nosokomial yaitu dengan menjaga
lingkungan rumah sakit, menjaga kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelingdung Diri
(APD), melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, pelaksanaan isolasi
pasien penyakit menular, membatasi infeksi yang berasal dari pengunjung.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cara memutus rantai
penularan infeksi merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung pada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. (Kemenkes RI, 2011), (KARS, 2012).
Peran perawat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang
bersifat konstan. ( Pusdik SDM Kesehatan).
Perawat selain dalam memberikan asuhan pelayanan keperawatan, perawat juga
dapat berperan untuk memutus rantai infeksi baik di rumah sakit, puskesmas ataupun
tempat perkerjaan lainnya. Perawat mencegah terjadinya infeksi dengan cara
memutuskan rantai penularan infeksi (Craven & Hirnle, 2007).
Berdasarkan masalah yang terjadi membuat penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang analisis peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI) di RS Muhammadiyah Palembang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah “Peran Perawat Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI) Di
RS Muhammadiyah Palembang”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI) di RS Muhammadiyah Palembang
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI) di RS Muhammadiyah Palembang
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan dan informasi
bagi mahasiswa Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
dalam peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di RS
Muhammadiyah Palembang
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi dan masukan untuk mengetahui peran perawat dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di RS Muhammadiyah Palembang
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam melaksanakan peran perawat dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi (PPI) di RS Muhammadiyah Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Keperawatan
1. Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen adalah suatu proses melakukan kegiatan atau usahauntuk mencapai
tujuan organisasi melalui kerjasama dengan orang lain (Raymon, 2012). Manajemen
adalah suatu proses atau kerangka kerja, melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok kearah tujuan yang baik (Terry, 2006). Manajemen keperawatan menurut
Nursalam (2002) dalam Bakri (2017) Merupakan suatu proses bekerja melalui
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional.
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan, pengobatan dan bantuan terhadap pasien
(Gilles dalam Mugiarti, 2016). Menurut (Asmuji, 2014) manajemen keperawatan
merupakan suatu proses menyelesaikan suatu pekerjaan melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya
yang efektif.

2. Lingkup Manajemen Keperawatan


Manager keperawatan yang efektif memahami hal-hal dan mampu memfasilitasi
pekerjaan perawat pelaksana meliputi : menggunakan proses keperawatan dalam
setiap aktivitas asuhan keperawatannya, melaksanakan intervensi keperawatan
berdasarkan diagnose keperawatan yang ditetapkan, menerima akuntabilitas kegiatan
keperawatan dan hasil-hasil keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat, serta
mampu mengendalikan lingkungan praktek keperawatan (Mugiarti, 2016).
Berdasarkan deskripsi diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari :
a. Manajemen Layanan/Operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang perawatan
yang terdiri dari 3 tingkatan manajerial dan setiap tingkatan dipimpin oleh
seseorang yang mempunyai kompetensi yang tinggi.
h
a
h
g
a
n
w
e
a
n
B
e
M
Gambar 1.1 Tingkat Manajerial
Agar mencapai hasil yang baik, ada beberapa faktor yang perlu dimiliki
pemimpin dalam tiap lever manajerial tersebut yaitu, kemampuan menerapkan
pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan, kemampuan menjalankan peran
sebagai pemimpin, dan kemampuan melaksanakan fungsi manajemen.
b. Manajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan adalah suatu proses keperawatan yang
menggunakan konsep-konsep manajemen seperti : perencanaan, perogranisasian,
implementasi, pengendalian dan evaluasi. Manajemen asuhan keperawatan ini
menekankan pada penggunaan proses keperawatan dan hal ini melekat pada diri
seorang perawat untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan pasien.
Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang menekankan
pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat sesuai yang
dibutuhkan pasien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahapan yaitu : pengkajian,
penentuan diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi.

3. Tujuan Manajemen Keperawatan


1. Mengarahkan seluruh kegiatan yang direncakan
2. Mencegah permasalah manajerial Pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan
efisien dengan melibatkan seluruh komponen yang ada
3. Meningkatkan metode kerja keperawatan sehingga staf keperawatan bekerja lebih
efektif dan efisien.
4. Hasil akhir (outcome) yang diharapkan dari manajemen keperawatan adalah :
1) Terselenggaranya pelayanan
2) Asuhan keperawatan yang berkualitas
3) Pengembangan staf
4) Budaya riset bidang keperawatan

4. Prinsip – Prinsip Manajemen Keperawatan


Menurut Mugiarti (2016) ada 7 prinsip manajemen yang harus dipahami untuk
mencapai tujuan organisasi yang sesuai harapan, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu proses berpikir atau proses mental untuk
membuat keputusan. Perencanaan harus berorientasi ke masa depan dan
memastikan kemungkinan hasil yang diharapkan (Swansburg 1999) dalam
(Mugiarti, 2016).
2. Penggunaan waktu efektif (Effective utilization of time)
Penggunaan waktu yang efektif berhubungan dengan pola pengaturan dan
pemanfaatan waktu yang tepat dan memungkinkan roda organisasi dan
tercapainya tujuan organisasi.
3. Pengambilan keputusan (Decision making)
Suatu hasil dari proses mental yang membawa pada pemilihan diantara
beberapa alternative yang tersedia yang dilakukan oleh orang yang membuat
keputusan. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui
pelaksanaan/implementasi.
4. Pengelola/Pemimpin (Manager/Leader)
Manager yang bertugas mengatur manajemen memerlukan keahlian dan
tindakan agar staf lainnya menjalankan tugas dan wewenang dengan
baik.Manager mampu memberikan semangat, mengontrol. Dan mengajak
mencapai tujuan yang baik.
5. Tujuan sosial (Sosial goal)
Manajemen yang baik harus memiliki tujuan yang jelas dan ditetapkan
dalam bentuk visi, misi, dan tujuan organisasi.
6. Pengorganisasian (Organizing)
Pengelompokan sejumlah aktivitas untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Penugasan masing – masing kelompok dilakukan berdasarkan
supervise, ada koordinasi dengan unit lain baik secara horizontal maupun secara
vertical (Swansburg 1999) dalam (Mugiarti, 2016).
7. Perubahan (Change)
Proses pergantian dari satu hal dengan hal yang berbeda sebelumnya.
Perubahan didalam manajemen keperawatan perubahan dijadikan prinsip karena
sifat layanan yang dinamis mengikuti karakteristik pasien yang akan dilayani
(Douglas, 1988) dalam (Mugiarti, 2016).

B. Konsep Healthcare Associated Infections (HAI’s)


1. Definisi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit atau kerusakan jaringan(Potter & Perry, 2010). Infeksi
nosokomial rumah sakit atau dikenal sebagai Hospitalacquired infections(HAI) atau
Healthcare Associated Infections (HAI’s)adalah infeksi yang didapatselama penderita
di rawat di rumah sakit, dengan catatan pada waktu masuk rumah sakit masa inkubasi
penyakit tidak sedang berlangsung.
Infeksi nosokomial ditetapkan jika di tempat perawatan kesehatan terjadi lebih
dari 48 jam sesudah saat pertama masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
(Soedarto, 2016). Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderitasaat
sedang dirawat di rumah sakit dengan ditemukan tanda klinis dan tidak sedang dalam
masa inkubasi penyakit, tanda klinis infeksi yang timbul setidaknya 3x24 jam sejak
dirawat dirumahsakit dengan masa perawatan pasien lebih lama (Weston, 2008).
Infeksi nosokomial adalah infeksi dapat berasal darimasyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs) (CDC, 2017). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa
waktu yang lalu disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection)
(Menkes RI, 2017).
2. Penyebab
Infeksi nosokomial berdasar sifatnya dikelompokkan menjadi infeksi nosokomial
endemik (lebih sering terjadi) dan infeksi nosokomial epidemik (Soedarto, 2016).
Faktor yang mempengaruhi tingginya frekwensi infeksi nosokomial rumah sakit
adalah:
a. Status Immunocompromised penderita yang rawat inap, dalam hal ini faktor
usia menentukan (neonatus, lanjut usia).
b. Tindakan invasif dan pengobatan yang dilakukan.
c. Perlengkapan dan fasilitas rumah sakit yang tidak baik meningkatkan
penularan mikroorganisme penular penyakit.
d. Penggunaan antibiotika yang berlebihan memicu terjadinya resistensi terhadap
antibiotika (Menkes RI, 2017).
3. Rantai Penularan Kompenen terjadinya penularan infeksi adalah:
a. Agen infeksi (Infection Agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Agen infeksi berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Faktor
pada agen penyebab terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah
(Sudoyo, 2006).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap ditularkan pada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan organik lainnya(Potter & Perry, 2010).
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan agen infeksi meninggalkan reservoir.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang susptibel). Ada berapa cara penularan yaitu :
1) kontak : langsung dan tidak langsung,
2) droplet,
3) airbone,
4) melalui vehikulum (makan, air/minuman, darah) dan
5) melalui vektor (biasanya seranga dan binatang pengerat) (Potter & Perry,
2010).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat agen infeksi memasuki penjamu
(yang suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak (utuh)
(Gandahusada, 2008).
f. Penjamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi
dan penyakit (Menkes RI, 2017).

C. Kewaspadaan Standar (Standard Precaution)


1. Definisi
Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan yang dirancang untuk diterapkan
secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan, baik yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi (Menkes RI,
2017). Tindakan ini diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di
diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien
didiagnosis (Soedarto, 2016).
2. Elemen Kewaspadaan Standar Menurut CDC dan HICPAC (2007)
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi dalamkewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri
(APD),dekontaminasi peralatan perawatan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan
limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien,
hygienerespirasi/ etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik
lumbal pungsi yang aman (Menkes RI, 2017).
a. Mencuci Tangan Kebersihan tangan adalah tindakan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak
tampak kotor(World Health Organisation (WHO), 2009). Indikasi kebersihan
tangan adalah (5 momen) sebelum kontak pasien, sebelum tindakan aseptic,
setelah kontak darah dan cairan tubuh, setelah kontak pasien dan setelah kontak
dengan lingkungan pasien (Menkes RI, 2017).
b. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri adalah pakaian atau
peralatan khusus yang dipakai untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia,
biologi/bahan infeksius. Tujuan pemakaian alat pelindung diri adalah melindungi
kulit dan membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret,
ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan
sebaliknya. Jenis alat pelindung diri (APD) meliputi sarung tangan, masker, gaun
pelindung (apron), masker, kaca mata (goggle), sepatu dan tutup kepala (Menkes
RI, 2017).
c. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien Dalam dekontaminasi peralatan
perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan
pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning,
disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO).
d. Kesehatan Lingkungan Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan,
antara lain berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah
transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
e. Pengelolaan Limbah Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai
sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun
sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan
limbah yang dapat menularkan penyakit.
f. Penatalaksanaan Linen Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen
terkontaminasi.Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan
tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.Penatalaksanaan linen yang sudah
digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup
penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara
teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar
g. Perlindungan Petugas Kesehatan Pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua
petugas baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan.Sebagian besar
insiden pajanan okupasional adalah infeksi melalui darah yang terjadi dalam
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). HIV, hepatitis B dan hepatitis C adalah
patogen melalui darah yang berpotensi paling berbahaya, dan kemungkinan
pajanan terhadap patogen ini merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas
kesehatan.Risiko mendapat infeksi lain yang dihantarkan melalui darah
(bloodborne) seperti hepatitis B dan C jauh lebih tinggi dibandingkan
mendapatkan infeksi HIV.
h. Penempatan Pasien Penempatan pasien adalah upaya memisahkan tempat
perawatan antara pasien infeksius dengan pasien non infeksius yang disesuaikan
dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) termasuk
pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya agar dibatasi
untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang
lain.
i. Hygiene Respirasi atau Etika Batuk dan Bersin Upaya penerapan untuk semua
orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi airborne dan
droplet.Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah menutup hidung dan mulut dengan
tisu atau saputangan atau lengan atas. Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius
dan kemudian mencuci tangan serta edukasi dilakukan di lingkungan rumah sakit.
j. Praktik Menyuntik yang Aman Praktik menyuntik yang aman adalah
pemakaianspuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan, yang
berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain dan pembuangan spuit
dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan benar.
k. Praktik Lumbal Punksi Praktik lumbal pungsi yang aman adalah semua petugas
harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan steril saat akan
melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/epidural/pasang kateter vena
sentral.
D. Konsep Perilaku
1. Konsep Perilaku
Perilaku adalah kegiatan organisme yang bersangkutan, baik yang teramati secara
langsung maupun tidak langsung. Secara operasional, perilaku diartikan sebagai
respon atau reaksi terhadap rangsangan dari luar maupun dari dalam diri. Respon ini
dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan dan bersifat aktif dengan tindakan
(Notoatmodjo, 2012). Pengertian perilaku dibatasi sebagai keadaan jiwa
(berpendapat, berfikir, bersikap dan lain sebagainya) untuk memberikan respon
situasi di luar subyek yang bersifat pasif maupun aktif (Budiman, 2013).
2. Bentuk Perilaku Perilaku manusia dibedakan menjadi tiga ranah yaitu; kognitif,
afektif dan psikomotor. Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan
menjadi 3 jenis;
a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan pengetahuan, situasi atau
rangsangan dari luar.
b. Perilaku dalam bentuk sikap yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri si subyek sehingga alam itu sendiri akan mencetak
perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan sikap dan keadaan alam
tersebut.
c. Perilaku dalam bentuk tindakan konkrit, berupa pernyataan (action) terhadap
situasi dan atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).
3. Proses Terjadinya Perilaku
Bloom dalam Notoatmodjo (2012) menuliskan bahwa terbentuknya perilaku
melalui proses berurutan;
a. Awareness (kesadaran) yaitu keadaan menyadari untuk mengetahui dan
memahami terlebih dahulu tentang stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) yaitu tertarik terhadap stimulus (objek) yang ada. Pada
tahap ini sikap subjek terhadap stimulus sudah mulai terbentuk.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) yaitu keadaan menimbang tentang baik dan
buruknya stimulus bagi individu. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial (mencoba) yaitu tahap mencoba oleh subjek untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki stimulus.
e. Adoption (menerima) yaitutahap dimana menerima dan berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
4. Faktor Perilaku
Green (1991) menyatakan konsep dan model rencana pengkajian perilaku
kesehatan dengan Konsep PRECEDE yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling
Construc in Health Education and Environtmental Diagnosis and Evaluation.Model
ini memberi gambaran luas untuk mengkaji perilaku kesehatan. Dalam mengkaji
kesehatan, Green (1991) menyatakan bahwa kesehatan individu dipengaruhi perilaku
(behaviour causes) dan di luar perilaku (non behaviour causes). Analisa tentang
perilaku kesehatan ditentukan 3 faktor, yaitu;
a. Faktor Predisposisi (Predispocing Factor)
Yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku
tertentu. Yang termasuk dalam faktor ini adalah karakteristik seperti pendidikan,
usia dan jenis kelamin. Faktor lainya adalah pengetahuan yaitu hasil tahu dan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu sehingga
memahami dan mampu menginterpretasikan materi yang diterimanya, sikap
merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus
(objek), persepsi, kepercayaan yaitu objek yang diwariskan leluhur yang dianggap
mempunyai nilai atau keistimewaan serta nilai masyarakat atau sesuatu yang
dianggap baik dan buruk. Faktor ini berfungsi sebagai faktor predisposisi dengan
pertimbangan utamanya faktor ini mempengaruhi kondisi dimana perilaku dapat
diprediksi (Notoatmodjo, 2012).
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku. Faktor ini
adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik yang meliputi tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari
segi jarak maupun biaya dan sosial serta adanya peraturan dan komitmen
masyarakat yang memungkinkan sebuah perilaku. Pertimbangan utama dalam
memahami faktor pemungkin adalah kondisi dimana tidak adanya faktor ini akan
mencegah terjadinya tindakan (Budiman, 2013)
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Yaitu faktor yang memperkuat atau memperlunakperilaku.Faktor penguat
meliputi pendapatan, dukungan, kritik, baik dari keluarga atau teman, termasuk
sikap dan perilaku petugas kesehatan sebagai kelompok referensi
masyarakat.Penguatan dapat berasal dari individu atau kelompok dan institusi di
masyarakat. Pertimbangan utama dalam memahami faktor penguat adalah kondisi
dimana tidak adanya faktor ini berarti kehilangan dukungan untuk bertindak
(Notoatmodjo, 2015).

E. Praktik Keperawatan
1. Definisi
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri professional melalui kerjasama
berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggungjawab perawat
(Menkes RI, 2014). Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat (Nursalam, 2011). Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.Praktik Keperawatan adalah
pelayanan yang diselenggarakan Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan.
Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam
merawat dirinya (Potter & Perry, 2010).
2. Pendidikan Perawat
Perawat terdiri dari perawat vokasi (Ahli Madya) dan perawat profesi (nurse,
nurse spesialis). Perawat vokasi adalah seseorang yang telah menyelesaikan
Pendidikan jenjang Diploma Tiga Keperawatan setelah lulus
SMU.Nurseadalahtenaga keperawatan profesional yang telah menyelesaikan
pendidikan profesi.Nursespesialis adalah sesorang yang telah menyelesaikan
pendidikan profesi keperawatan spesialis. Nurse Spesialis dapat memiliki tingkatan
pengakuan kepakaran dari kolegium spesialis sebagai Spesialis Konsultan (Nursalam,
2011).
3. Peran Perawat Peran perawat profesional adalah sebagai berikut:
a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver) Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan
tidak langsung, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi:
pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan (Nursalam, 2011).
b. Pembela Untuk Melindungi Pasien (Client Advocate) Perawat berfungsi sebagai
penghubung antara pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan
kebutuhan, membela kepentingan pasien dan pasien memahami informasi dan
upaya kesehatan yang diberikan dengan pendekatan tradisional maupun
profesional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani pasien (Potter & Perry, 2010).
c. Pemberi Bimbingan atau Konseling (Counselor) Tugas utama perawat adalah
mengidentifikasi perubahan pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat-
sakitnya. Pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan bimbingan pasien, keluarga
dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas (Nursalam, 2011).
d. Pendidik Pasien (Educator) Perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan terkait keperawatan dan tindakan
medik yang diterima sehingga pasien/keluarga dapat menerima tanggung jawab
terhadap hal yang diketahuinya. Perawat juga dapat memberikan pendidikan
kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan
lain sebagainya (Nursalam, 2011).
e. Koordinator dalam memanfaatkan sumber potensi pasien (Coordinator) Perawat
memanfaatkan semua sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun
kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang
terlewatkan maupun tumpang tindih. Perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
1) Mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
2) Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
3) Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
4) Memberikan informasi terkait pelayanan keperawatan.
f. Sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk untuk mengadakan perubahan-
perubahan (Change agent) Sebagai pembaharu, perawat menggadakan invasi
dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan
pasien atau keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan pasien dan cara
memberikan perawatan kepada pasien (Potter & Perry, 2010).
g. Sumber informasi yang membantu memecahkan masalah (Consultan) Elemen ini
secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan pasien terhadap informasi
tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Peran ini dapat dikatakan bahwa
perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik pasien
(Potter & Perry, 2010).
h. Kolaborasi (Collaborator) Perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain dan
keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan
guna memenuhi kebutuhan kesehatan pasien. Salah satu bentuk kolaborasi adalah
pemberian obat kepada pasien (Nursalam, 2011).

F. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi Prilaku 2. faktor Pendorong 3. Faktor pendukung


1. Faktor predisposisi - supervisi - sarana lingkungan
- Pengetahuan - Dukungan manajemen - dukungan manajemen
- sumber dana
- Pemungkin
- Penguat

KEPATUHAN KEWASPADAAN STANDAR MENCEGAH HAI’s


1. Mencuci tangan
2. APD
3. Dekontaminasi alat
4. Kesehatan lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
9. Hygienerespirasi/etika batuk dan bersin
10. Praktik menyuntik aman
11. Praktik lumbal pungsi aman

Bagan 2.1 Kerangka Teori:


(Budiman, 2013;Menkes RI, 2014, 2017; Niven, 2008; Notoatmodjo, 2012, 2015; Nursalam,
2011; Potter & Perry, 2010; Soedarto, 2016).
G. Kerangka Konsep
Variabel Bebas

Pengetahuan
Peran Perawat dalam
pencegahan dan pengendalian
Sikap
infeksi (PPI)

Dukungan

Fasilitas

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

H. Telaah Jurnal
Pada analisis Peran Perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, didapat beberapa artikel penelitian sebagai
sumber utama yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan relevansi dengan tujuan Studi
Kasus yang mana sumber database pencarian elektronik dari masing-masing jurnal
berasal dari Google schoolar yang dapat diakses dengan fulltext, HTMl full text, science
direct dan Scihub dalam format pdf. Pencarian artikel dilakukan dengan metode PICO
dan dianalisis dengan metode VIA. Berikut ini merupakan beberapa tahapan yang
menjelaskan tentang pencarian artikel.
1. Pertanyaan klinis
Bagaimana Peran Perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi ?
2. Kata kunci
P (Problem/Population) : infeksi
I (Intervention) : peran
C (Comparison) :-
O (Outcome) : pengendalian
3. Kriteria Artikel
Terdapat beberapa kriteria inklusi dalam pemilihan referensi studi kasus ini, yaitu:
a. Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan meliputi peran
perawat dalam pencegahan pengendalian infeksi
b. Artikel yang berbahasa Indonesia atau Bahasa Inggris serta dalam bentuk fulltext dan
dapat diakses dengan fulltext, HTMl full text, science direct dan Scihub dalam format
pdf.
c. Artikel/jurnal yang dirujuk sudah terpublikasi dengan rentang waktu yang dimulai
pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2021.
d. Sumber pencarian jurnal/artikel berasal dari database elektronik seperti ebsco, google
schoolar, proquest, pubmed, science direct dan balai pustaka.
Adapun beberapa kriteria eksklusi dalam pemilihan referensi studi kasus ini, yakni
artikel yang tidak memiliki struktur lengkap, dan artikel yang tidak membahas mengenai
peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
4. Searching Literatur (jurnal)
Penelusuran yang digunakan dalam mencari jurnal/artikel menggunakan database
elektronik yang dapat diakses yakni Google schoolar yang dapat diakses dengan
fulltext, HTMl full text, science direct dan Scihub dalam format pdf. kata kunci tiap
variabel yang dipilih database yakni intervensi water tepid sponge dengan hasil 140
artikel yang muncul, kemudian akan dieliminasi berdasarkan tahun terbit yakni tahun
2016 sampai dengan 2021 dengan hasil pencarian sebanyak 100 artikel, dieliminasi
berdasarkan jalan akses dengan fulltext, HTMl full text, science direct dan Scihub dalam
format pdf sejumlah 25 artikel. Pada 25 artikel ini akan dieliminasi dan dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapat 10 artikel. Pada 10 artikel ini akan di
baca dan dipilih terkait dengan tujuan penulisan Studi Kasus dan berfokus pada
intervensi maka di dapat 5 artikel yang digunakan sebagai sumber utama dalam
penyusunan telaah jurnal Studi Kasus.
Tabel 2.2 Daftar Referensi Artikel
No Penulis Judul P (Problem/ Population) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)
1. Abonda, Peran Perawat Infeksi nosokomial atau saat Intervensi pada Tidak ada Hasil penelitian Peran perawat
Hafiz Dalam ini lebih dikenal dengan penelitian ini yaitu pelaksan dalam mengendalikan
Rahmad, Mengendalika Health-care Associated setiap responden tingkat kejadian infeksi
Elly n Tingkat Infections (HAIs) adalah akan diberikan phlebitis di ruang rawat inap
Wardani Kejadaan penyebab paling penting kuisioner . Penelitian Rumah Sakit Banda Aceh
(2018) Infeksi mortalitas dan morbiditas ini bertujuan untuk berada pada kategori baik
Phlebitis Di pasien di rumah sakit. Salah mengetahui peran (69,9%). Peran perawat
Ruang Rawat satu infeksi nosokomial yang perawat sebagai pendidik dalam mengendalikan
Inap Rumah sering didapatkan pasien di perawat pelaksana tingkat kejadian infeksi
Sakit rumah sakit dari terapi dan perawat phlebitis di ruang rawat inap
intravena adalah phlebitis. pendidik dalam Rumah Sakit Banda Aceh
Infeksi nosokomial yang mengendalikan berada pada kategori baik
disebabkan oleh petugas tingkat kejadian (72,6%).
kesehatan termasuk perawat infeksi phlebitis di
salah satunya, terjadi karena ruang rawat inap
ketidak patuhan dalam Rumah Sakit Banda
penerapan prinsip standard Aceh.
precautions. Populasi pada
penelitian ini adalah sebanyak
73 responden yang berprofesi
sebagai perawat pelaksana
diruang rawat inap Rumah
Sakit Banda Aceh.
2. Romiko Analisis Infeksi nosokomial sangat Pada penelitian ini Tidak ada Hasil penelitian
(2020) Kepatuhan berpengaruh terhadap kondisi pengumpulan data 1. Sebagian besar informan
Perawat kesehatan pasien secara melalui wawancara menyatakan bahwa perawat
Terhadap menyeluruh dan dapat mendalam, studi sudah baik dalam menjaga
Pencegahan meningkatkan morbiditas dokumentasi dan kebersihan rumah sakit, namun
Dan serta mortalitas. Kejadian observasi, untuk dari hasil observasi ternyata
Pengendalian infeksi nosokomial di Rumah menganalisis hanya sebagian kecil perawat
Infeksi Di Sakit Muhammadiyah kepatuhan perawat yang melakukannya dengan
Rumah Sakit Palembang masih banyak terhadap pencegahan maksimal.
Muhammadiya ditemukan, kepatuhan dan pengendalian 2.Sebagian besar informan
h Palembang perawat dalam mencegah dan infeksi di Rumah mengungkapkan bahwa
mengendalikan infeksi Sakit perawat sudah baik dalam
merupakan faktor yang sangat Muhammadiyah melaksanakan cuci tangan,
penting dalam pencegahan Palembang serta namun dari hasil observasi
terjadinya infeksi determinanya. hanya sebagian perawat yang
nosokomial. mengikuti aturan 6 langkah dan
Populasi pada penelitian ini 6 waktu cuci tangan dengan
adalah 3 orang perawat prosedur yang benar.
pelaksana, 3 orang kepala 3. Sebagian informan
ruangan dan 1 orang perawat berpendapat bahwa kepatuhan
PPIRS. perawat dalam menggunakan
alat pelindung diri sudah
tergolong baik, namun dari
hasil observasi, ternyata hanya
sebagian kecil perawat yang
menggunakan APD dengan
tepat dan sesuai prosedur.
4.Sebagian besar informan
menyatakan bahwa kepatuhan
perawat masih kurang baik
dalam melakukan teknik
aseptik sesuai prosedur, begitu
juga dengan hasil observasi
5.Dalam melapor kepada
dokter jika ada tanda dan gejala
infeksi, hampir semua
informan menegaskan bahwa
perawat pada umumnya sudah
baik. Walaupun`hasil observasi
menemukan masih ada perawat
yang belumn melapor kepada
dokter sesuai prosedur.
6. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam dan
hasil observasi, sebagian
perawat masih kurang baik
dalam melakukan isolasi
terhadap pasien dengan
penyakit menular
7. Sebagian besar informan
mengungkapkan bahwa
kepatuhan perawat dalam
membatasi paparan pasien
terhadap infeksi yang berasal
dari pengunjung sudah
tergolong baik. Namun, dari
hasil observasi hanya sebagian
kecil perawat yang
melakukannya sesuai prosedur.
8. Sebagian besar informan
menyatakan bahwa kepatuhan
perawat dalam
mempertahankan keamanan
peralatan dan perlengkapan
perawatan dari penularan
infeksi nosocomial tergolong
baik. Namun, dari hasil
observasinya ternyata hanya
sebagian kecil perawat yang
melakukannya sesuai prosedur.
3. Widyastuti Hubungan Pencegahan HAIs bisa Pengumpulan data Tidak ada 1. Sebagian besar usia perawat
, Monna. Karakteristik dipengaruhi oleh perilaku dilakukan dengan dewasa muda melaksanakan
2018 Dan seseorang dalam pembagian pencegahan HAIs di
Pengetahuan menyikapinya. perilaku kuisioner, Untuk Instalasi Rawat Inap Rumah
Perawat seseorang dipengaruhi dan rumah sakit, melalui Sakit dr. Reksodiwiryo
Dengan ditentukan oleh pengetahuan, Komite Pencegahan Padang. Secara statistik
Pencegahan sikap, kepercayaan, dan dan Pengendalian diperoleh p value 1,000.
Healthcare karakteristik individu. Infeksi dalam 2. Sebagian besar perawat
Assosiated Perawat selalu terpapar oleh memberikan berjenis kelamin laki-laki
Infections Di mikroorganisme saat bekerja, dukungan dan melaksanakan pencegahan
Instalasi Rawat mikroorganisme tersebut melakukan HAIs di Instalasi Rawat
Inap Rs sangat berbahaya bahkan ada pembinaan kepada Inap Rumah Sakit dr.
Dr.Reksodiwir yang menyebabkan kematian. tenaga keperawatan Reksodiwiryo
yo Padang Populasi pada penelitian tentang pentingnya Padang.Secara statistik
Tahun 2017 adalah perawat yang bekerja memahami dan diperoleh p value 0,185.
diruang rawat sebanyak 89 melaksanakan 3. Sebagian besar perawat
orang. pencegahan HAIs, tingkat pendidikan
sehingga kualitas vokasional melaksanakan
pelayanan pencegahan HAIs di
keperawatan yang Instalasi Rawat Inap Rumah
bermutu dapat Sakit dr. Reksodiwiryo
dipertahankan dan Padang.Secara statistik
ditingkatkan. diperoleh p value 1,000.
4. Sebagian besar perawat
senior melaksanakan
pencegahan HAIs di
Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit dr. Reksodiwiryo
Padang. Secara statistik
diperoleh p value 0,687.
5. Sebagian besar perawat
berpengetahuan baik
melaksanakan pencegahan
HAIs di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit dr.
Reksodiwiryo Padang.
Secara statistik diperoleh p
value 0,129.
Tabel 2.3 Telaah Jurnal Metode VIA
No Judul Artikel VIA
1. Peran Perawat Dalam Validity
Mengendalikan Tingkat a. Desain, Desain pada penelitian ini menggunakan desain
Kejadaan Infeksi Phlebitis Cross Sectional Study .
Di Ruang Rawat Inap b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu sebanyak 73
Rumah Sakit. (Abonda, responden
Hafiz Rahmad, Elly c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
Wardani. 2018) randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki karakteristik
subjek, meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,
status perkawinan
b. Beda Proporsi, Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan
bahwa rata-rata usia responden pada rentang usia 26-35 tahun
(60,3%), jenis kelamin responden didominasi oleh perempuan
sebanyak 57 responden (78,1%), tingkat pendidikan
terbanyak adalah Diploma III Keperawatan yaitu 43
responden (58,9%), ratarata masa kerja responden pada
rentang 1-5 tahun (69,5 %) dan mayoritas status responden
menikah sebanyak 48 responden (65,8%).
c. Beda Mean, umur 17-25 tahun sebanyak 9 orang (12,3%).
Umur 25-35 tahun sebanyak 44 orang (60,3%). Umur 36-45
tahun sebanyak 13 orang (17,8%). Umur 46-55 tahun
sebanyak 6 orang (8,2%). Dan umur 56-65 tahun sebanyak 1
orang (1,4%). Untuk jenis kelamin, Laki-laki sebanyak 16
orang (21,9%). Perempuan sebanyak 57 orang (78,1%).
Untuk pendidikan DIII sebanyak 43 orang (58,9%). DIV
sebanyak 14 orang (19,2%). SI sebanyak 2 orang (2,7%).
Ners sebanyak 13 orang (17,8%). S2 sebanyak 1 orang
(1,4%). Untuk lama bekerja 1-5 tahun sebanyak 51 orang
(69,9%). 6-10 tahun sebanyak 3 orang (4,1%). 11-15 tahun
sebanyak 12 orang (16,4%). 21-25 tahun sebanyak 4 orang
(5,5%). 31-35 tahun sebanyak 2 orang (2,7%). 36-40 tahun
sebanyak 1 orang (1,4%0. Untuk status perkawinan, Menikah
sebanyak 48 orang (65,8%). Dan belum menikah sebanyak 25
orang (34,2%).
d. Nilai p value, pada hasil penelitian tersebut tidak ada nilai p.

Applicability
Dalam penelitian ini menujukkan hasil bahwa peran perawat
dalam mengendalikan tingkat kejadian infeksi phlebitis diruang
rawat inap RS banda acrh berada dalam kategori baik dengan
nilai (69,9%), sedangkan peran perawat pendidik dalam
mengendakalikvn tingkat kejadian infeksi phlebitis diruang
rawat inap RS banda aceh berada pada kategori baik dengan nilai
(72,6%).
2. Analisis Kepatuhan Validity
Perawat Terhadap a. Desain, jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
Pencegahan Dan dengan pendekatan interaktif .
Pengendalian Infeksi Di b. Sampel, informan pada penelitian ini sebanyak tiga orang
Rumah Sakit perawat pelaksana, tiga orang kepala ruang, dan satu orang
Muhammadiyah perawat PPIRS.
Palembang c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
Romiko. (2020) randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki karakteristik
subjek, meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja
dan keikut sertaan pelatihan.
b. Beda Proporsi, pada karakteristik informan sebak 2 orang
berada pada rentang usia 25-32 tahun, dan lima orang berada
pada rentang usia 38-44 tahun. Berdasarkan jenis kelamin
perempuan mendominasi dengan jumlah 6 orang dan laki-laki
sebanyak satu orang. Berdasarkan pendidikan lebih banyak
S1 Keperawatan selebihnya Ners dan D3 Keperawatan.
Berdasarkan lama bertugas dua orang pada rentang waktu 3-
10 tahun dan lima orang pada rentang waktu 15-19 tahun.
Berdasarkan keikutsertaan pelatihan, semua informan sudah
pernah mengikuti pelatihan.
c. Beda Mean, beda mean tidak disebutkan
d. Nilai p value, pada hasil penelitian tersebut tidak ada nilai p.

Applicability
Dalam penelitian ini menujukkan hasil bahwa informasi yang
diberikan oleh perawat sedikit berbeda dengan hasil observasi
dari peneliti. Hal ini bervrti bahwa masih banyak perawat yang
tidak patuh dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
RSMP.
3. Hubungan Karakteristik Validity
Dan Pengetahuan Perawat a. Desain, jenis penelitian ini adalah cross secsional study
Dengan Pencegahan b. Sampel, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat
Healthcare Assosiated pelaksana yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RS Dr.
Infections Di Instalasi Reksodiwiryo, dengan jumlah 117 orang perawat, jumlah
Rawat Inap Rs sampel yang diperlukan sebanyak 89 perawat .
Dr.Reksodiwiryo Padang c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
Tahun 2017. randomisasi dalam pengambilan sampel.
Widyastuti, Monna. (2018)
Importance dalam Hasil
a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki karakteristik
subjek, meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja.
b. Beda Proporsi, berdasarkan Usia, Dewasa muda sebanyak 87
orang (97,8%) dan usia madya sebanyak 2 orang (2,2%).
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 9 orang
(10.1%) dan permpuan sebanyak 80 orang (89,9%).
Berdasarkan tingkat pendidikan, Vokasional sebanyak 55
orang (61,8%), Profesional sebanyak 34 orang (38,2%).
Berdasarkan lama bekerja, Senio sebanyak 26 orang (29,25),
Junior sebanyak 63 orang (70,8%).
c. Beda Mean, hubungan usia dengan pencegahan Hai yaitu,
dewasa muda lebih baik melaksanakan pencegahan hais
dibanding dewasa madya yaitu 9,2% berbanding 8%. Pada
jenis kelamin laki-laki lebih baik melaksanakan pencegahan
HAIs dibanding perempuan yaitu 22,2% berbanding 7,5%.
Pada tingkat pendidikan vokasional lebih baik melaksanakan
pencegahan HAIs dibanding tingkat pendidikan professional
yaitu 9,1% berbanding 8,8%. Pada lama bekerja senior lebih
baik melaksanakan pencegahan HAIs dibanding junior yaitu
11,5% berbanding 7,9%. Pada pengetahuan baik
melaksanakan pencegahan HAIs dibanding pengetahuan tidak
baik yaitu 20% berbanding 6,8%
d. Nilai p value, pada hasil penelitian disebutkan bahwa hasil
pada setiap karakteristik responden yaitu p>0,05 yang
artinya todak terdapat perbedaan yang bermakna.
e.
Applicability
Dalam penelitian ini menujukkan hasil bahwa usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, lamanya bekerja dan pengetahuan
perawat tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara
statistik. Ini berarti bahwa perlu dilvkukan supervisi, pelatihan
serta peran dan fungsi tim agar kepatuhan perawat dalam
pengendalian dan pencegahan infeksi dapat diterapkan.

BAB III
METODOLOGI
A. Desain
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban. Desain penelitian mengacu pada jenis atau
macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan, serta berperan sebagai alat dan
pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. Desain penelitian membantu peneliti untuk
mendapatkan jawaban dari penelitian dengan sahih, objektif, akurat serta hemat (Setiadi,
2015). Desain penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini merupakan deskriptif
dalam bentuk studi kasus, yaitu pelaksanaannya berfokus pada satu kasus tertentu yang
diamati dan dianalisis secara cermat sampai dengan tuntas. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan discharge
planning. Studi kasus departemen manajemen keperawatan yang memfokuskan pada
analisis peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
muhammadiyah palembang

B. Tempat dan waktu


1. Tempat penelitian
Pengumpulan data ini dilaksanakan di rumah sakit muhammadiyah palembang
2. Waktu penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal .................2022

C. Subjek Studi Kasus


Partisipasi atau responden dalam penelitian ini berjumlah 5 orang perawat
diruang..............
D. Instrumen
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2014) merupakan alat bantu
bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam
edisi sebelumnya adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah. Instrumen yang digunakan
dalam studi kasus ini adalah instrumen pokok dan instrumen penunjang. Instrumen pokok
adalah manusia itu sendiri sedangkan instrumen penunjang adalah wawancara dan
observasi. Instrumen dalam studi kasus ini berupa : Alat dan instrument yang dibutuhkan
dalam penelitian adalah format pengkajian dan kuisioner

E. Pengumpulan data
Data yang di kumpulkan dari pengkajian tersebut meliputi nama tenaga kesehatan
(perawat, bidan dan dokter), jenis kelamin, umur, di rumah sakit X. Instrumen dalam
studi kasus ini berupa : kuisioner, Cara pengambilan data dengan melakukan pengkajian
langsung ke tenaga kesehatan.
Pengumpulan data pada penelitian berikut ini dilakukan dengan cara observasi,
wawancara melalui anamnesa (pengkajian dengan wawancara langsung dengan perawat,
bidan dan dokter), pemeriksaan fisik, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama
secara serempak (Sugiyono, 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari tenaga
kesehtan, seperti keadaan wastafel, air dan sabun dan juga mengobservasi hasil
tindakan yang telah dilakukan pada pasien, misalnya tenaga kesehatan setelah kontak
dengan pasien melakukan hand hygiene tidak.
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu
(Sugiyono, 2014).
Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari
wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat unsur
kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara tegas dan mengarah sesuai dengan
format pengkajian. Jadi wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya, pewawancara diberi kebebasan untuk
mengolah sendri pertanyaan sehingga memperoleh jawaban yang diharapkan dan
responden secara bebas dapat memberikan informasi selengkap mungkin. Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data identitas, keluhan
pasien, riwayat kesehatan, dan aktivitas sehari-hari pasien.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

F. Fokus studi kasus


Analisis peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit muhammadiyah palembang

G. Etika studi kasus

Untuk melakukan pengumpulan data perlu membawa rekomendasi dari institusi


pendidikan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang dengan
cara mengajukan permohonan izin pengumpulan data kepada RS Muhammadiyah
Palembang Setelah mendapat persetujuan, pengumpulan data perlu menekankan masalah
etika menurut Nursalam (2012) yang meliputi :

1. Lembar persetujuan pengumpulan data (informed consent)

Pasien harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan pengumpulan


data yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas untuk berpartisipasi atau
menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa
data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu. Pasien
diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan hanya untuk
kepentingan studi kasus. Pasien diberikan kertas yang berisikan pernyataan kesediaan
menjadi responden dalam penelitian studi kasus secara suka rela.

2. Rahasia (Privacy)

Untuk menjaga kerahasiaan responden. Pengumpulan data tidak akan mencantum


nama responden. Pada saat penyusunan laporan Asuhan Keperawatan, peneliti
hanya mencantumkan kode huruf pertama pada nama identitas klien, Usia, jenis
kelamin, seperti An.J dan An.D

3. Kerahasiaan (Confidentialy)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, pengumpulan data meyakinkan kepada
klien bahwa pastisipasinya dalam pengumpulan data ini hanya untuk mengumpulkan
data dan informasi yang telah diberikan dan meyakinkan bahwa data atau informasi
responden dijamin hanya pengumpulan data dan pengetahuan. Pasien diberikan
informasi mengenai tujuan pengumpulan data, yaitu hanya untuk keperluan Studi
Kasus dan tidak menyebarluaskan mengenai informasi yang telah di dapat.

4. Rescpect for justice inclusiveness

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi


prinsip keterbukaan dalam pengumpulan data, maka harus bekerja secara jujur,
berhati-hati, professional, berperikemanusiaan dan akan memperhatikan faktor-faktor
ketepatan, keseksamaan, intimitas, psikologis, serta perasaan subjek studi kasus.
Lingkungan pengumpulan data dikondisikan untuk memenuhi prinsip keterbukaan
dengan membuat prosedur studi kasus yang jelas, keadilan dikonotasikan
didistribusikan yang sama terhadap keuntungan dan beban antara kelompok
intervensi dan perlakuan secara merata atau sesuai kebutuhan. Melakukan pengkajian
sampai discharge planning pada tenaga kesehatan yang tidak patuh dalam hand
hygiene dengan jujur dan tidak ada unsur kerahasiaan.

5. Respect for privacy and confidencetiality


Studi kasus pasti menjamin privasi dan hak asasi untuk informasi yang dapat
pengumpulan data ini akan merahasiakan berbagai informasi terhadap responden
yaitu dengan pengkodean yang hanya diketahui oleh studi kasus. Peneliti menjaga
informasi yang telah diberikan dan menjaga kerahasiaan identitas pasien pada
penulisan studi kasus.
6. Balancing harm and benefit
Studi kasus ini telah dirancang sesuai standar prosedur pelaksanaan oleh
pengumpulan data guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin
terhadap subjek pengumpulan data. Subjek pengumpulan data dapat
digeneralisasikan dalam populasi (benefience), memaksimalisasikan uraian yang
didapatkan subjek pengumpulan data (non maleficence). Studi Kasus ini
dilaksanakan sesuai prosedur pemberian Asuhan Keperawatan yang sudah memiliki
Standar Operasional Prosedur.

Anda mungkin juga menyukai