Anda di halaman 1dari 30

STUDI LITERATURE: HUBUNGAN TINGKAT PENGTAHUAN

PERAWAT DENGAN KEJADIAN PELANGGARAN


PASIEN SAFETY

PROPOSAL PENELITIAN

RIFKI ARIFIYANTO AHMAD


NIM. C01416078

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan merupakan faktor terpenting dalam seseorang untuk
mengambil sebuah keputusan namun tidak selamanya dangan adanya
pengetahuan seseorang bisa menghindarkan dirinya dari kejadian yang tidak
diinginkan, misalnya perawat yang tingkat pengetahuannya sudah baik, tidak
selamanya melaksanakan pasien safety dengan baik dan benar karena segala
tindakan yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi kesalahan(Aristiawan, 2017)
Perawat adalah seorang profesional yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Pemenuhan
kebutuhan kepuasan pasien selama di rumah sakit diperlukan tenaga kesehatan
yang harus mempunyai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) yang
tinggi serta mempunyai sikap profesional (attitude) dan dapat menunjang
pembangunan kesehatan. Pelayanan yang diberikan akan berkualitas dan dapat
memberikan kepuasan pada pasien sebagai penerima pelayanan maupun
perawat sebagai pemberi pelayanan(Cahyono, 2015)
Keselamatan pasien sangat penting diterapkan dirumah sakit, karena kalau
tidak diterapkan akan berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang ada dan berakibat pada penurunan mutu
pelayanan rumah sakit. Pelayanan yang bermutu dan aman bagi pasien saling
berkaitan dan tidak dapat dipisah – pisahkan(Maulina & Febriani, 2015)
Keselamatan pasien bagi tenaga medis tidak hanya merupakan pedoman
tentang apa yang seharusnya dilakukan, nam un keselamatan pasien merupakan
komitmen yang tertuang dalam kode etik perawat dalam memberikan pelayanan
yang aman, sesuai kompetensi.(Wijaya et al., 2016) yang dimiliki pasien (patient
safety) dalam suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.(Wijaya et al., 2016)
Keselamatan pasien ( patien safety ) merupakan suatu prosedur atau
proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien
yang lebih nyaman dan aman, yang di dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
penerapan dari perawat pelaksana yang mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien. Prosedur patient safety ini sangat menjamin meningkatnya
mutu dari rumah sakit. Karena suatu rumah sakit yang dapat dikatakan baik jika
pelayanan kesehatan untuk keselamatan pasien juga sudah baik(Riset, 2020)
Perawat yang memberi asuhan keperawatan selama 24 jam seharusnya
memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan pasien. Cedera, kecacatan,
bahkan kematian menjadi ancaman masa depan bagi pasien terutama pasien
anak karena mereka belum bisa menyadari dan mengungkapkan adanya bahaya
dari tindakan yang tidak atau salah dilakukan oleh pelayanan kesehatan (Wijaya et
al., 2016)
Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan
cidera pada pasien akibat perawatan medis, infeksi nosokomial, dan kesalahan
pengobatan yang tidak seharusnya terjadi 1. Keselamatan pasien (patient safety)
merupakan prioritas utama dalam pemberian pelayanan kesehatan dan
keperawatan di Rumah Sakit 2. Perawat. (Wijaya et al., 2016) secara keseluruhan
program patient safety sudah diterapkan, namun masalah dilapangan merujuk
pada konsep patient safety, karena walaupun sudah pernah mengikuti
sosialisasi, tetapi masih ada pasien cedera, resiko jatuh, resiko salah
pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat saat operan pasien yang
mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang maksimal.(Pardede et al.,
2020)
World Health Organization (2017) telah menetapkan hand hygiene yang
efektif untuk diterapkan yakni salah satunya mencuci tangan pada saat sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien. Agar tetap terjaga keselamatan pasien dari
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di 26 negara berpenghasilan menengah dan
rendah, frekuensi KTD berkisar 8% dengan 83% KTD tersebut dapat dicegah,
dan dengan angka kematian sebesar 30%. Angka estimasi hospitalisasi setiap
tahun di dunia adalah sebesar 421 juta dengan sekitar 42,7 juta pasien
mengalami KTD.
Penelitian yang dilakukan oleh Darliana (2016) mengenai hubungan
pengetahuan perawat dengan upaya penerapan pasien safety di ruang rawat
inap dengan hasil penelitian terdapat hubungan pengetahuan perawat dengan
upaya penerapan pasien safety. Di dalam penelitanya dijelaskan bahwa
penerapan keselamatan pasien (pasien safety) di RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda aceh dimana pengetahuan perawat tentang keselamtan pasien dengan
katagori cukup dengan presentasi (43,3%) sedangkan katagori kurang dengan
presentasi (64,2%).
Notoatmodjo (2017) menyatakan bahwa subyek akan berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pelaksanaan patient safety oleh
perawat dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap. Green (1980) dalam
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung
seperti lingkungan fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya.
Pelayanan kesehatan yang begitu penting bagi setiap penduduk,
menjadikan sebuah rumah sakit mempunyai peranan yang penting dalam
menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Namun untuk
memberikan mutu pelayanan kesehatan yang optimal, rumah sakit memerlukan
tenaga-tenaga kesehatan yang produktif dalam bekerja. Tenaga-tenaga
kesehatan tesebut yakni dokter, perawat, bidan, apoteker, fisioterapi dan tenaga
kesehatan lainnya (Cahyono, 2015).
Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan
angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien
selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu
sendiri maupun pihak rumah sakit. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(GKP-RS) atau yang dikenal dengan sebutan patient safety merupakan suatu
proses pemberian pelayanan rumah sakit terhadap pasien yang lebih aman.
Proses ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil(Isnaini & Rofii, 2016)
Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit (patient safety) adalah suatu
sistem dimana rumah sakit yang membuat asuhan agar pasien menjadi lebih
aman dan nyaman. Komponen-komponen yang termasuk di dalamnya adalah
pengkajian risiko, identifikasi, pengelolan hal yang dapat berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, kemampuan belajar dari insiden
yang telah terjadi, dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil(Program et al., 2018)
Upaya penerapan patient safety sangat tergantung dari pengetahuan
perawat. Apabila perawat menerapkan patient safety didasari oleh pengetahuan
yang memadai, maka perilaku patient safety oleh perawat tersebut bersifat
langgeng (long lasting). Seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus memiliki pengetahuan yang benar, keterampilan, dan sikap
untuk menangani kompleksitas perawatan kesehatan. (Menurut Daelina 2016).
Kesalahan medis merupakan permasalahan terbesar dalam keselamatan
pengobatan dan menjadi salah satu indikator pencapaian keselamatan pasien
sehinggah menjadi semakin penting dalam bidang penelitian medis dalam
beberapa tahun terakhir (Sultana et al 2018). Ruang rawat inap kelas III RSUD dr.
Loekmono Hadi Kudus, terdapat pengetahuan perawat tentang patient safety
mayoritas baik 87,9% dan sikap perawat dalam memberian obat mayoritas baik
94,8% serta ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang
keselamatan pasien dengan sikap perawat terhadap pemberian obat. ( Listianawati
2018)
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan perawat tentang Patient Safety dengan
kejadian pelanggaran Patient Safety”.
1.2 Idenfikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil masalah sebagai berikut yaiyu :
1. secara keseluruhan program patient safety sudah diterapkan, namun
masalah dilapangan merujuk pada konsep patient safety, karena walaupun
sudah pernah mengikuti sosialisasi, tetapi masih ada pasien cedera, resiko
jatuh, resiko salah pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat saat
operan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang
maksimal.
2. Upaya penerapan patient safety sangat tergantung dari pengetahuan
perawat. Apabila perawat menerapkan patient safety didasari oleh
pengetahuan yang memadai, maka perilaku patient safety oleh perawat
tersebut bersifat langgeng (long lasting). Seorang perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan harus memiliki pengetahuan yang benar,
keterampilan, dan sikap untuk menangani kompleksitas perawatan
kesehatan.
3. Dampak dari tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety mayoritas
baik 87,9% dan sikap perawat dalam memberian obat mayoritas baik
94,8% serta ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat
tentang keselamatan pasien dengan sikap perawat terhadap pemberian
obat.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut : “Bagamana Hubungan Tingkat Pengetahuan
perawat tentang Patient Safety dengan kejadian pelanggaran Patient
Safety”.?
1.4 Tujuan Penelitian
1 Tujuan umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan perawat tentang
Patient Safety dengan kejadian pelanggaran Patient Safety.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi profesi keperawatan untuk lebih menigkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam menangani pasien safty untuk
menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
2 Manfaat praktis
1. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan terutama perawat
tentang tingkat pengetahuan perawat tentang pasien safety dengan
kejadian pelanggaran pasien safety.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi bagi
institusi pendidikan khususnya bagi mahasiswa keperawatan
mengenai tingkat pengetahuan perawat tentang pasien safety dengan
kejadian pelanggaran pasien safety.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam proses
kegiatan belajar mengajar serta referensi dan bahan pembanding bagi
peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek dan mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya dan dapat menjelaskan materi tersebut secara baik
dan benar.(Sumiarty, 2018)
Dalam lingkup patient safety pengetahuan perawat merupakan hal yang
berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya
membangun budaya keselamatan pasien (Wijaya et al., 2016).
Sedangkan dari pengetahuan dan sikap perawat yang dominan baik, dari
58 responden masih ada 7 orang (12,1%) responden yang mempunyai
pengetahuan kurang baik tentang keselamatan pasien (patient safety). Dari 7
orang (12,1%) tersebut 5 orang (8,6%) tersebut mempunyai sikap yang baik
terhadap pemberian obat. Pengetahuan yang kurang baik serta sikap yang baik
bisa dikarenakan karena responden masih ada yang belum mengikuti pelatihan
keselamatan pasien (patient safety) yang dimana perkembangan ilmu
pengetahuannya pun juga ikut kurang, selain itu pengetahuan perawat hanya
diperoleh dari institusi pendidikan dan pengalaman pribadi selama bekerja.
Sedangkan pada sikap yang baik bisa dilihat dari rata-rata umur perawat yang
berumur 34-45 tahun dimana faktor umur tersebut menentukan sikap seseorang.
Semakin cukup umur seseorang maka tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang dalam berpikir dan bekerja akan semakin matang (Muliana, 2016).
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan
perawat tentang penerapan keselamatan pasien (patient safety), diharapkan
semakin tinggi pula perawat dalam memahami pentingnya penerapan
keselamatan pasien (patient safety) yang diberikan kepada pasien dalam
pelayanan keperawatan (Darliana, 2016).
kurangnya pengetahuan perawat menyebabkan perawat tidak bisa
memberikanperawatan yang aman dan efektif. Pengetahuan merupakan
domain yang paling penting dalam terbentuknya perilaku atau sikap
terbuka tentang perawat dalam pemberian pelayanan kesehatan(Nainggolan &
Perangin-angin, 2019),

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan


Secara garis besarnya tingkatan pengetahuan yakni Mengetahui (knowing),
Memahami (comprehend), Menggunakan (Use), Menganalisa (analyze),
Menyimpulkan (Conclude ), Mengevaluasi (evaluation), Dapat dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
1. Mengetahui (knowing ), artinya mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk kemampuan untuk mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari informasi kesehatan yang sudah
dipelajari sebelumnya.
2. Memahami (comprehend) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang suatu obyek yang di ketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara baik dan benar. Pada tingkatan
ini seseorang dapat menyimpulkan informasi atau objek yang dipelajarinya
serta dapat menjelaskan tentang pentingnya informasi tersebut.
3. Menggunakan (Use) artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. Pada tingkatan ini
menyangkut kemampuan seseorang dalam menggunakan dasardasar
hukum, metode dan rumus dalam pemecahan suatu masalah. Pemecahan
masalah dapat dilakukan secara terstruktur atau sesuai prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan (problem solving cycle).
4. Menganalisa (analyze), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek kedalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Menyimpulkan (Conclude ), yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Pada tingkatan ini, seseorang dapat melakukan penyusunan,
perencanaan dan dapat menyesuaikan teori atau informasi kesehatan yang
sudah didapatkan. 6. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan kriteria.(ramadhan, 2019)
2.1.3 Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Perawat Tentang Pasien Safety
Dalam lingkup patient safety pengetahuan perawat merupakan hal yang
berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya
membangun budaya keselamatan pasien(Arini, 2019),
Pengetahuan merupakan sebuah hasil tahu yang terjadi saat setelah
seseorang melakukan pengamatan atau mengamati suatu objek tertentu, dan
dapat menganalisanya serta mempraktekannya. Setelah mengetahui apa yang di
pelajarianya seseorang menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi yang nyata.Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai ahli
dalam bidang apapun atau tidak memili dasar untuk mengambil sebuah
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang akan dia dihadapi.
(ramadhan, 2019)
Pengetahuan tentang patient safety merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan tentang
patient safety manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan tentang
patient safety seseorang mencangkup ingatan mengenai hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan tentang patient safety atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan tentang patient safety akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasarioleh pengetahuan tentang patient
safety.(Aristiawan, 2017)
Pengetahuan perawat tentang patient safety merupakan hal yang sangat
penting, karena jika pengetahuan perawat tentang patient safety kurang maka
jelas ini akan berpengaruh terhadap kinerja perawat itu sendiri dalam penerapan
patient safety di rumah sakit. Aplikasi pengetahuan dibidang kesehatan yakni
hubungan antara fakta dan interpretasi informasi mengenai penyebab dan usaha
preventif penyakit serta keterampilan dalam perbaikan kesehatan. Pengalaman
yang telah dan sedang dialami seseorang akan membentuk dan mempengaruhi
penghayatan seseorang terhadap stimulus, yang kemudian akan membentuk
sikap positif atau negatif. Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat
kematangan diri. Proses belajar dapat dilakukan oleh karyawan yang dalam hal
ini perawat, pada saat menjalankan tugasnya.(Aristiawan, 2017)

2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan


Perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan karakteristik perawat yang bersifat bawaan yang
teridentifikasi berupa tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan
pengalaman pribadi.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat adalah lingkungan
seperti pengaruh orang lain yang dianggap pentig atau kepemimpinan,
budaya dan sistem organisasi. Faktor ini sering menjadi faktor dominan yng
mewarnai perilaku sseorang. Faktor eksternal berupa pegaruh orang lain
juga dapat menimbulkan sikap perawat terhadap pelaksanaan keselamatan
pasien.
Perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan pasien berkontribusi
terhadap insiden keselamatan pasien. Perawat yang tidak memiliki
kesadaran terhadap situasi yang cepat memburuk gagal mengenali apa
yang terjadi dan mengabaikan informasi klinis penting yang terjadi pada
pasien dapat mengancam keselamatan pasien.perilaku yang tidak aman,
lupa, kurangnya perhatian, motivasi, kecerobohan dan kelelahan beresiko
untuk terjadinya kesalahan mengidentifiksdi pasien. Setiap pasien di rumah
sakit berhak diidentifikasi secara benar. Dengan demikian, pasien akan
mendapatkan tindakan tepat selama menjalani perawatan. Risiko salah
pasien, salah tindakan atau salah prosedur dapat dicegah. ( Yulidar,2018).

2.2 Konsep Pasient safety


2.2.1 Definisi Pasient Safety
Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau pasien terhindar
dari cidera yang diakibatkan oleh perawatan medis, infeksi nosokomial, dan
kesalahan dalam pengobatan yang tidak seharusnya terjadi kepada pasien,
keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pemberian pelayanan
kesehatan dan keperawatan di Rumah Sakit.(Wijaya et al., 2016)
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Hal ini akan berkaitan dengan
keamanan pasien yang sering diartikan bebas dari bahaya, cidera atau
kecelakaan fisik dan non fisik(Bawelle et al., 2016).
Upaya penerapan patient safety juga sangat tergantung dari pengetahuan
perawat itu sendiri. Apabila perawat menerapkan patient safety didasari oleh
pengetahuan yang memadai, maka perilaku patient safety oleh perawat
tersebut bersifat langgeng (longlasting). Seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan harus memiliki pengetahuan yang benar, keterampilan,
dan sikap untuk menangani kompleksitas perawatan kesehatan(Riset, 2020)
Pelayanan kesehatan yang begitu penting bagi setiap penduduk,
menjadikan sebuah rumah sakit mempunyai peranan yang penting dalam
menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, Namun untuk
memberikan mutu pelayanan kesehatan yang optimal, rumah sakit memerlukan
tenaga-tenaga kesehatan yang produktif dalam bekerja. Tenaga-tenaga
kesehatan tesebut yakni dokter, perawat, bidan, apoteker, fisioterapi dan tenaga
kesehatan lainnya.(ramadhan, 2019)

2.2.2 Insiden Pasient safety


Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015). Insiden keselamatan pasien tipe administrasi klinik
adalah insiden yang terjadi pada proses identifikasi pasien, serah terima,
perjanjian, informed consent, daftar tunggu atau antrian, rujukan, admisi, pasien
pulang dari rawat inap, pindah perawatan, pembagian tugas, serta respons
terhadap kegawatdaruratan(Kurniavip & Damayanti, 2018)
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) merupakan kejadian atau situasi yang
dapat berpotensi atau mengakibatkan cedera pada pasien yang seharusnya
tidak terjadi. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) meliputi Kejadian yang Tidak
Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera
(KPC), dan Kejadian Sentinel (suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius)(MPhil, 2019)
Insiden patient safety adalah kejadian yang tidak terduga atau kejadian
yang tidak disengaja yang dapat mengakibatkan cedera pada pasien, terdiri dari
kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, kondisi
potensial cedera dan kejadian sentinel(Widuri, 2020)
Insiden keamanan buruk yang paling umum terkait dengan prosedur bedah
(27%), kesalahan pengobatan (18,3%) dan infeksi terkait perawatan kesehatan
(12,2%) (Who, 2017). Ministry Of Health Malaysia 2013 melaporkan angka
insiden keselamatan pasien dalam rentang waktu Januari – Desember 2013
sebanyak 2.769 kejadian dan untuk negara Indonesia dalam rentang waktu 2006
– 2011 KKPRS melaporkan terdapat 877 kejadian keselamatan pasien
(RSUDZA, 2017). Data insiden keselamatan pasien tahun 2012 melaporkan
analisis penyebab terjadinya insiden 46 % berkaitan dengan salah identifikasi,
36% dikarenakan karena komunikasi yang tidak efektif sehingga terjadi
medication error, 18 % dikarenakan prosedur tidak dijalankan (Fatimah, Sulistiarini
and Ata, 2018).
Insidensi pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh perawat.
Perawat harus menyadari perannya sebagai keselamatan pasien di rumah sakit
sehingga harus dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan dengan baik. Kerja
keras perawat tidak dapat mencapai optimal jika tidak didukung dengan sarana
prasarana, manajemen rumah sakitdan tenaga kesehatan lainnya.(ramadhan,
2019)

2.2.3 Faktor penyebab terjadia kecelakaan pasien


1) Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien,
2) Komunikasi yang tidak efektif,
3) Penggunaan obat high alert yang tidak aman,
4) Tidak tepat lokasi, prosedur, dan pasien operasi,
5) Pencegahan risiko infeksi yang buruk,
6) Pencegahan pasien jatuh yang buruk(Christina, 2020)
2.2.4 Sasaran keselamatan pasien
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ MENKES / PER /VIII /2000
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit menetapkan Enam Sasaran
Keselamatan Pasien yang salah satunya dimulai dari mengiidentifikasi pasien,
kesalahan mengiidentifikasi pasien dapat terjadi hampir dibanyak aspek, dan
dapat mengakibatkan dampak yang serius bagi pasien seperti medication errors,
kesalahan pemberian obat, salah dalam transfusi darah, pemberian prosedur
pengobatan pada orang yang salah, bahkan juga bisa menyebabkan penyerahan
bayi pada keluarga yang salah (Pasaribu, 2017)
1) Mengidentifikasi atau mendiagnosa pasien dengan benar.
Maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan,
yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
2) Meningkatan Komunikasi Secara Efektif,
yang tepat waktu,akurat, lengkap, jelas dan yang dapat dipahami oleh
pasien akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien.
3) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat pasien operasi,
Memastikan benar tempat, benar prosedur dan benar pembedahan pasien
Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi, adalah sesuatu
yang sangat mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
4) Meningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai (HIGH-ALERT),
Meningkatkan keamanan dari high-alert medication Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) merupakan obat yang sering
menyebabkan kesalahan yang serius. Kesalahan dapat terjadi apabila
perawat tidak mendapatkan orientasi yang baik dan dalam situasi darurat.
5) Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan kesehatan.
Mengurangi infeksi dari pekerja kesehatan Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (bloodstream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
6) Mengurangi terajadinya resiko pasien jatuh.
Mengurangi terjadinya risiko jatuh pada pasien Jumlah kasus jatuh pada
pasien cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai
jatuh (Pardede et al., 2020)

2.2.5 Tujuan utama penerapan patient safety di rumah sakit


Penerapan Patient Safety di rumah sakit merupakan suatu sistem untuk
mencegah akan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) akibat tindakan
yang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan oleh tenaga medis maupun non
medis. Sistem tersebut meliputi: assesment risiko, identifikasi pasien dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko(Mawansyah et al., 2017)
Upaya penerapan patient safety dirumah sakit sangat tergantung dari
tingkat pengetahuan perawat itu sendiri. Apabila perawat dapat menerapkan
patient safety yang didasari oleh pengetahuan yang luas dan memadai, maka
pemberian patient safety oleh perawat tersebut bersifat langgeng (long lasting).
Seorang perawat dalam memberikan suatu asuhan keperawatan harus memiliki
tinggkat pengetahuan yang baik dan benar, berketerampilan, dan sikap untuk
menangani kompleksitas perawatan kesehatan(Pardede et al., 2020)
mencegah dan mengurangi terjadinya Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
dalam pelayanan kesehatan. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) merupakan
kejadian atau situasi yang dapat berpotensi atau mengakibatkan cedera pada
pasien yang seharusnya tidak terjadi. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) meliputi
Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Potensial Cedera (KPC), dan Kejadian Sentinel (suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius) (KKP-RS, 2007, p.3). Angka
IKP di Indonesia masih sulit diperoleh, namun IKP dapat saja terjadi dalam
pelayanan kesehatan di rumah sakit(MPhil, 2019),
Keselamatan Pasien (Patient Safety) yang diterapkan di Rumah Sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan kepada pasien lebih
aman dan nyaman, Assessment atau Pengkajian risiko, mengidentifikasi dan
mengelola hal-hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan untuk hal ini
Pemerintah sudah berupaya mengutamakan Keselamatan pasien di pelayanan
rumah sakit(Girsang et al., 2019)
secara keseluruhan program patient safety sudah diterapkan diberbagain
pelayanan kesehatan, namun masalah dilapangan yang merujuk pada konsep
patient safety, karena walaupun tenaga kesehatan yang sudah pernah mengikuti
sosialisasi, tetapi masih terdapat adanya pasien cedera, resiko jatuh, resiko
salah pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat disaat melakukan operan
pasien yang mengakibatkan terjadianya keselamatan pasien menjadi kurang
maksimal. Peningkatan keselamatan terbukti begitu sulit untuk dipertahankan
dan disebarkan, dengan penelitian yang mengkonfirmasikan belum ada
peningkatan tingkat sistem yang dapat diukur dalam keseluruhan tingkat bahaya
yang dapat dicegah(Pardede et al., 2020)

2.2.6 Indikator patient safety


Keselamatan pasien adalah salah satu indikator mutu pelayanan di Rumah
Sakit. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan, semakin
tinggi keselamatan pasien maka semakin baik mutu suatu rumah sakit. Patient
safety dan mutu rumah sakit berkorelasi positif (Sumarni, 2017).
Keselamatan pasien di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Rumah
Sakit Nomor 44 Tahun 2009 pasal 43 bahwa rumah sakit wajib menerapkan
standar keselamatan pasien. Ketentuan lebih lengkap mengenai keselamatan
pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
tahun 2017 yang menyatakan setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan keselamatan pasien. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
merupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi
pelayanan. Perilaku perawat dengan kemampuan perawat sangat berperan
penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa,
kurangnya perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang
tidak memperdulikan dan menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya
kesalahan dan akan mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss
(Kejadian Nyaris Cedera/KNC) atau Adverse Event(Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD) selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan
memodifikasi perilaku(Arini, 2019)
Terdapat tujuh indikator keselamatan pasien yang di atur melalui Peraturan
Menterian Kesehatan, yaitu:
1. Hak Pasien Pasien dan keluarganya berhak memperoleh informasi terkait
rencana tindakan, hasil pelayanan dan kemungkinan terjadinya insiden.
Untuk memuhi standar 1 ini maka terdapat sejumlah kriteria yang harus
dipenuhi:
a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan.
b. Dokter penanggungjawab elayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab wajib memberikan penjelasan yang
komprehensif tentang rencana, prosedur, pengobatan dan hasil
pelayanan.
2. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit bertugas untuk mendidika
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggungjawab pasien
dalam asuhan pasien. Rumah sakit diharapkan memiliki mekanisme dalam
hal ini, output dari standar ini adalah pasien dan keluarga diharapkan
dapat:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga.
c. Dapat mengajukan pertanyaan apabila ada hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi dari pelayanan.
e. Mematuhi aturan dan instruksi yang diberikan.
f. Memiliki sikap menghormati dan tenggang rasa serta.
g. Memnuhi kewajiban finansial.
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan. Dalam hal ini
rumah sakit menjamin keselamatan pasien dengan memastikan koordinasi
antar tenaga kesehatan dan antar unit dalam rangka kesinambungan
pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari :
a. Adanya koordinasi pelayanan secara komprehensif mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar.
c. Adanya koordinasi pelayanan termasuk didalamnya peningkatan
komunikasi dalam rangka memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d. Antar profesi kesehatan terjalin komunikasi dan transfer informasi.
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien Pada standar ini rumah sakit
diharapkan mampu mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada dalam rangka meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien. Hal ini
dapat dilihat dari:
a. Rumah Sakit melakukan proses perancangan yang baik yang mengacu
kepada kebutuhan pasien, kaidah klinis, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi menimbulkan risiko.
b. Rumah Sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang terdiri
dari pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan dan keuangan.
c. Rumah sakit harus melakukan evaluasi terhadap insiden.
d. . Rumah sakit menentukan perubahan sistem dengan berbasis kepada
data dan indormasi hasil analisis.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatankan keselamatan pasiena.
Pemimpin mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien.
a. Pemimpin menjamin berlangsungnya kediatan identifikasi resiko
terhadap keselamatan pasien.
b. Pemimpin mengalokasikan sumberdaya yang adekuat.
c. Pemimpin mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasiena. Memiliki proses pendidikan,
pelatihan dan orientasi untk setiap jabatandan Menyelenggarakan
pendidikan dan juga pelatihan yang berkelanjutan.

7. Komunikasi sebagai kunci efektif; serta


a. Merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi terkait
keselamatan pasien; dan
b. Transmisi data dan informasi akurat dan tepat waktu.
Keselamatan pasien merupakan sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, dapat meminimalkan risiko, serta dapat mencegah cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan yang tidak seharusnya
(Rahayu, 2017). Upaya pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien di
rumah sakit didorong dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien.

2.2.7 Peran perawat dalam menerapkan keselamatan pasien di rumah sakit


Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan
dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena
sakit. Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di dalam
menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang dimiliki. Peran
perawat yang utama adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan
peneliti(Aristiawan, 2017)
Tenaga perawat merupakan tenaga yang profesional yang berperan
penting dalam fungsi rumah sakit. Hal ini didasarkan atas jumlah tenaga perawat
sebagai porsi terbesar didalam pelayanan rumah sakit. Dalam menjalankan
fungsinya, perawat merupakan staf yang memiliki kontak terbanyak dengan
pasien. Perawat juga merupakan bagian dari suatu tim, yang didalamnya
terdapat berbagai profesional lain seperti dokter. Luasnya peran perawat
memungkinkannya terjadinya risiko kesalahan pelayanan(Mawansyah et al., 2017),
Enam sasaran keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit menurut
Permenkes No. 1691/Menkes/Per/VIII/2011 yaitu ketetapatan dalam
mingidentifikasi pasien; meningkatkan komunikasi yang efektif; peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai;kepastian tepat lokasi, tepat prosedur,
tepat pasien oprasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
pengurangan risiko pasien jatuh. (Depkes RI, 2017).
KKP-RS dalam Panduan Nasional keselamatan pasien Rumah sakit
membuat sistematika langkah penerapan keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KPRS) yang terdiri dari 3 fas yaitu: fase persiapan, fase pelaksana, dan fase
evaluasi.
1. Fase Persiapan: menetapkan kebijakan, rencana jangka pendek dan
program tahunan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Fase Pelaksana Deklarasi gerakan Keselamatan pasien, program 7
langkah keselamatan pasien, penerapan standar akreditasi keselamatan
pasien. Buat unit sebagai model (pilot project), buat program-program
khusus terkait keselamatan pasien seperti, program cuci tangan, doke
penanggung jawa pasien, pelaporan dan sebagainya, bentuk forum diskusi
periodik untuk pengembangan KPRS.
3. Fase Evaluasi
Evaluasi menyeluruh setahun sekali untuk memperbaiki program KPRS.
Mengacu pada hal tersebut, maka dalam penerapan keselamatan pasien di
rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Peran perawat dalam
keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya sebagai pemberi pelayanan
keperawatan, perawat mematuhi SOP keselamatan pasien, menerapkan
prinsip etik dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit,
memberikan pendidikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
asuhan yang diberikan.(Sumiarty, 2018)

2.2.8 Kesalahan dalam penanganan pasien safety


Kesalahan medis adalah kegagalan atau tidak dapat menyelesaikan
sesuatu yang direncanakan atau penggunaan rencana yang salah. kesalahan
merupakan kejadian yang terjadi dalam proses pemberian asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi dapat mencederai pasien. Jenis-jenis kesalahan
medis yaitu:
1) Kesalahan dalam memberikan obat
Berkaitan dengan obat-obatan seperti kesalahan dalam memberikan obat
baik kesalahan resep, obat yang salah, waktu pemberian obat, salah rute,
salah pasien, dosis yang salah seperti obat yang tidak diencerkan, obat
yang tidak masuk semua atau dosis yang dobel dan tidak
mendokumentasikan pengobatan yang diberikan pada pasien sehingga
terjadi kesalahan dalam memasukan data ke komputer. Kesalahan obat
juga berhubungan dengan defisit pengetahuan petugas kesehatan tentang
obat dan petugas kesehatan yang salah dalam pembacaan resep karena
tulisan yang tidak jelas.
2) Kesalahan yang berkaitan dengan prosedur suatu tindakan,
Dalam kesalahan yang berkaitan dengan prosedur yaitu melibatkan
perawatan medis, bedah dan intervensi. Kesalahan yang berkaitan dengan
prosedur tindakan yaitu set luka untuk beberapa pasien, pemeriksaan
tanda-tanda vital yang hanya ditebak tanpa melakukan pemeriksaan,
tetesan infus pada pasien yang tidak tepat, prinsip steril yang kurang
dijaga, pemasangan NGT tidak memperhatikan residu, menyuntik pasien
yang tidak tepat, pengambilan darah arteri yang gagal dan salah lokasi
ketika memasang kateter pada perempuan. Sedangkan dalam praktik
bedah kesalahan yang sering dijumpai dan terjadi cedera adalah salah
sisi, salah prosedur, salah pasien, intrumen dan kasa yang sering tertinggal
dalam tubuh, infeksi tempat operasi, kematian di meja operasi dan jenis
komplikasi.
3) Kesalahan Diagnostik
Kesalahan diagnostik dimana berkaitan dengan proses dalam
mendiagnosis pasien yaitu terjadi kesalahan dalam diagnosis dan terjadi
penundaan diagnosis akibat menunggu layanan diagnostik seperti data
klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium) yang tidak
lengkap, terlambat dalam mendapatkan hasil atau salah dalam interpretasi.
Penundaan atau kesalahan dalam mendiagnosis menyebabkan kesalahan
atau keterlambatan dalam mengambil tindakan atau memberi terapi.
Kegagalan dalam meminta diagnostik dan pemeriksaan laboratorium yang
tepat, rencana kontrol (follow up) pasien yang tidak diberitahu, tidak
mengumpulkan data klinis secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan
fisik) serta tidak tepat dalam menginterpretasi diagnostik dan hasil
laboratorium merupakan bentuk kesalahan dalam diagnostik.
4) Komunikasi
Berkaitan dengan transfer informasi antara perawat dan dokter saat
pergantian sift. Seperti contoh informasi tentang perubahan dalam
administrasi atau dokumentasi setelah pergantian sift sehingga membuat
perawat bingung dan kesulitan untuk menemukan yang tepat.
5) Dokumentasi
Berkaitan dengan dokumen tertulis, seperti catatan, grafik, dan surat yang
berisi informasi yang salah, atau di mana kata-kata atau penyajian
informasi yang salah seperti kesalahan akibat pasien dengan nama
belakang yang sama.
6) Kesalahan Tranfusi
Kesalahan transfusi merupakan merupakan prosedur yang sering
dilakukan dalam praktik sehari-hari dan dalam melakukan transfusi
memerlukan proses yang panjang dan rumit, sehingga rawan terjadi
kesalahan apabila setiap petugas tidak mengikuti prosedur yang ada.
Kesalahan dalam transfusi seperti kesalahan dalam memberikan darah,
kesalahan dalam uji darah, dan darah yang diberikan kepada pasien yang
salah.(Musharyanti, Lisa; Rohmah, Astika Nur; Fitriani, 2016)

2.2.9 Faktor penyebab kesalahan pasien safety


Faktor-faktor penyebab melakukan kesalahan menurut ( Cahyono (2015)
1) Individu (manusia)
Pada saat pendidikan profesi atau awal bekerja di pelayanan kesehatan,
perawat merasa cemas terutama pada saat pertama kali magang dan
melakukan tindakan atau prosedur dipelayaan kesehatan . perawat merasa
tidak percaya akan kemampuan diri sediri, grogi dan takut melakukan
kesalahan.
a) Beban kerja tinggi
Beban kerja yang tinggi pada petugas kesehatan sehingga tidak cukup
waktu untuk menyelesaikan tugas klinis maupun administratif dengan
benar seperti contoh label yang salah ditempatkan pada permintaan
laboratorium. Berkurangnya kesempatan tidur akibat beban kerja
sehingga menyebabkan kelelahan fisik dan mental sehingga
memudahkan petugas kesehatan untuk melakukan kesalahan.
b) Kegagalan untuk mengikuti prosedur atau tindakan
Petugas kesehatan mengetahui tentang prosedur yang tepat tetapi
gagal dalam menyelesaikan atau menyesuaikan diri sehingga terjadi
kegagalan atau kurangnya perhatian terhadap prosedur tindakan
maupun diagnosis (misalnya, resep antibiotik yang tidak diisi oleh
keperawatan selama 3 hari karena tidak mengerti kebutuhan klinis).
c) Kurangnya pengetahuan
Kurangnya pengetahuan dan pengalaman akan berpengaruh dalam
melakukan dan memilih tindakan misalnya seorang dokter meresepkan
oxybutynin untuk pasien kandung kemih yang terlalu aktif dengan
riwayat penyakit parkinson, padahal oxybutynin tidak dianjurkan untuk
pasien dengan penyakit parkinson. Saat melakukan tindakan
mahasiswa merasa kurang terampil, kurang latihan, dan kurang
pengetahuan tentang suatu prosedur sehingga merasa belum siap untuk
praktik sehingga menimbulkan kecemasan saat pendidikan profesi.
d) Kelelahan
Suasana dalam pelayanan kesehatan yang menuntut kecepatan,
ketepatan, dan kehati-hatian dimana keadaan pasien yang berubah
setiap waktu sehingga akan menimbulkan kelelahan mental dan fisik
para petugas kesehatan. Kelelahan petugas kesehatan akan
berpengaruh dan menganggu kemampuan berpikir jernih dalam
melakukan prosedur seperti contoh lupa untuk menjelaskan prosedur
perawatan di ruang gawat darurat karena faktor kelelahan.
e) Komunikasi dalam perawatan.
Komunikasi dalam pengiriman perawatan antara petugas kesehatan,
seperti informasi pada saat pasien dipindahkan tempat perawatan atau
informasi tentang pelaksanaan prosedur. Contohnya seorang anak yang
dirujuk ke ruang gawat darurat untuk intussusceptions, tetapi dokter
yang berada di ruang gawat darurat keliru dalam mendiagnosis anak
dengan virus infeksi gastrointestinal dan tidak memanggil dokter yang
merujuk, meskipun di dalam catatan terperinci.
 2) Lingkungan
a) Lingkungan kerja
Lingkungan yang tidak nyaman dalam bekerja seperti lingkungan yang
berisik, gerah, kelebihan kerja karena jumlah sumber daya manusia
yang kurang merupakan sumber stress petugas kesehatan sehingga
menganggu konsentrasi dan perhatian petugas kesehatan. Lingkungan
perawat pada saat melakukan tindakan pada pasien dalam keadaan
darurat atau karena jumlah pasien yang harus ditangani terlalu banyak
sehingga terburu-buru agar cepat selesai.
b) Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit yang dijadikan
pendidikan profesi atau kebiasaan tenaga kesehatan dalam tindakan
atau prosedur kurang mendukung..
c) Masalah struktural
Kekurangan dalam infrastruktur teknis atau organisasi atau desain
lingkungan yang buruk. Bisa berhubungan dengan protokol operasional,
organisasi struktur, perangkat lunak, atau mesin atau sistem komputer
(misalnya halaman hasil laboratorium diformat sehingga komputer
memotong nilai).
3) Pembimbing atau supervisi
pembimbingan secara teknik pelaksanaan dalam tindakan atau prosedur
keperawatan.Supervisor yang memiliki tanggung jawab dalam membimbing
mengarahkan, mengoreksi, melatih dan memotivasi setiap anggota
teamwork. Supervisor yang tidak adekuat, kemudian pelaksanaan tindakan
yang tidak sesuai rencana yang sudah ditentukan, dan kegagalan dalam
mengoreksi atau mengevaluasi masalah sehingga memudahkan anggota
tim melakukan kesalahan.
a) Kasus yang komplek
Pasien yang memiliki kondisi medis yang sangat komplek atau keluhan
yang berbeda-beda merupakan salah satu yang menyebabkan
kesalahan seperti contoh seorang pasien yang lupa minum vitamin B12
karena masalah kesehatan seperti skizofrenia.
b) Informasi dalam obat
Obat yang salah diresepkan atau diberikan karena tidak cukup dalam
pendokumentasian obat sehingga petugas kesehatan tidak mampu
menemukan informasi yang cukup pada obat seperti contoh sirup kodein
(obat batuk narkotika golongan 3) 15 mg/5 mL, tetapi hanya dilakukan di
25 mg/5 mL oleh seorang farmasi apoteker dan tidak ada informasi
dalam standar kekuatan.

c) Efek samping obat


Berhubungan langsung dengan komposisi obat yang mempunyai efek
secara langsung terhadap pasien, ketika pasien diresepkan obat yang
kontra indikasi atau pasien tersebut diberikan obat yang memiliki efek
samping seperti alergi misalnya pasien yang diberikan naproxen yang
lebih rendah pada pergelangan tangan kemudia pasien tersebut
mengalami efek samping obat seperti mual, gangguan pencernaan, dan
diare.
c) Dinamika
hubungan Sifat hubungan antara profesional perawatan antara petugas
kesehatan dengan pasien seperti contoh ketika seorang dokter
meresepkan obat non steroid anti-inflamasi untuk pasien dengan
penyakit jantung karena tekanan atau paksaan dari pasien.(Musharyanti,
Lisa; Rohmah, Astika Nur; Fitriani, 2016)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi
kepustakaan atau literatur review. Literatur review merupakan ikhtisar
komprehensif tentang penelitian yang sudah dilakukan mengenai topik yang
spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa yang sudah diketahui tentang
topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk mencari rasional dari
penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian selanjutnya (Denney,
2015).
Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku,
dokumentasi, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca
dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan (Nursalam, 2016). Jenis
penulisan yang digunakan adalah studi literatur review yang berfokus pada hasil
penulisan yang berkaitan dengan topik atau variabel penulisan.
Penulis melakukan studi literatur ini setelah menentukan topik penulisan
dan ditetapkannya rumusan masalah, sebelum terjun ke lapangan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan (Nursalam, 2016).

3.2 Proses Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil penelitian
yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online nasional dan
internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pencarian
jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan Indonesia One
Schere, Google Schoolar dan DOAJ dengan kata kunci: Hubungan Tingkat
Pengetahuan,Keselamatan Pasien, Pengetahuan Perawat.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan
kriteria yang ditentukan oleh penulis dari setiap jurnal yang diambil. Adapun
kriteria pengumpulan jurnal sebagai berikut :
1. Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2015 sampai dengan
2020, kesesuaian keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan
pembahasan.
2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan
menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi seperti, Google
Schoolar, DOAJ dan One Indonesia Scher.
3. Cara penulisan yang efektif untuk setting jurnal dengan memasukkan kata
kunci sesuai judul penulisan dan melakukan penelusuran berdasarkan
advance search dengan penambahan notasi AND/OR atau menambakan
simbol +. Misalnya peneliti melakukan pencarian pada mesin pencarian
Google Schoolar dengan mengetik kata “(pemenuhan kebutuhan keluarga
ICU) AND (pasien kritis ICU).
4. Melakukan pencarian berdasarkan full text
5. Melakukan penilaian terhadap jurnal dan abstrak apakan berdasarkan
tujuan penelitian dan melakukan critical appraisal dengan tool yang ada.
Secara sistematis langkah-langkah dalam penulisan literature review
seperti gambar berikut ini
3.3 Tahap – tahap Penelitian
Adapun tahapan dalam pelaksanaan penelitian studi literatur ini adalah :

Studi literature

Pengumpulan data

Konsep yang diteliti

Konseptualisasi

Analisa data
Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1 Alur literature review

Literature review dimulai dengan materi hasil penulisan yang secara


eksekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, dan cukup relevan. Kemudian
membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk memberikan penilaian
apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan
dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan relevansinya dengan
permasalahan penelitian, Untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat,
penulis hendaknya juga mencatat sumber informasi dan mencantumkan daftar
pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penulisan orang lain.
Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis
sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu
diperlukan (Nursalam, 2016).
Setiap jurnal yang telah dipilih berdasarkan kriteria, dibuat sebuah
kesimpulan yang menggambarkan penjelasan pemenuhan kebutuhan keluarga
pasien kritis di ruang ICU. Sebelum penulis membuat kesimpulan dari beberapa
hasil literatur, penulis akan mengidentifikasi dalam bentuk ringkasan secara
singkat berupa tabel yang beirisi nama penulis, tahun penulisan, rancangan
studi, sampel, instrumen (alat ukur), dan hasil penelitian. Setelah hasil penulisan
dari beberapa literatur sudah dikumpulkan, penulis akan menganalisa
pemenuhan kebutuhan keluarga pasien kritis di ruang ICU.
Tabel 3. Kriterian inklusi pada literature ini yaitu :

Kriteria Inklusi

Jangka tanggal publikasi 5 tahun terakhir mulai dari tahun


Waktu 2015 sampai dengan tahun 2020
Bahasa bahasa inggris dan bahsa indonesia
Subjek Perawat
Jenis Artikel original tidak dalam bentuk publikasi
Artikel tidak asli seperti surat ke editor, tidak dalam
Bentuk abstrak saja maupun buku artikel dalam bentuk
Full teks
Tema isi Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan
Artikel Kejadian Pelanggaran Pasien Safety

Alur Seleksi literature berdasarkan jurnal dibawah ini :

Jurnal yang
diidentifikasi melalui
Identification Keyword :
Identifikasi pencarian
1. Pemenuhan Kebutuhan
1. Schoolar
Keluarga di ICU
2. DOAJ
2. Pasien Kritis di ICU
3. IOS

Jurnal full text yang Literatur yang di keluarkan


Screening diperoleh Jurnal tidak bisa di buka,
1. Schoolar tidak bisa didownload, tidak
2. DOAJ lengkap, hanya memliki
3. IOS abstrak.

Artikel terpilih Exclude by analisis


Kelayakan berdasarkan data Hasil tidak dapat
kriteria inklusi menunjukan tujuan dari
penelitian

Jurnal yang
memenuhi syarat Kriteria Inklusi
Inklusi
review
Gambar 3.3 Diagram Alur Proses Seleksi Lititeratur review.

3.4 Metode Analisis Data


Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian
dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit
jurnal, rancangan studi, tujuan penelitian, sampel, instrument (alat ukur) dan
ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan jurnal penelitian tersebut dimasukan ke
dalam tabel diurutkan sesuai alfabel dan tahun terbit jurnal dan sesuai dengan
format tersebut di atas.
Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full text jurnal dibaca dan
dicermati. Ringkasan jurnal tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap isi
yang terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan penelitian. Metode
analisis yang digunakan menggunakan analisis isi jurnal.

Anda mungkin juga menyukai